BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian dana alokasi umum, dana alokasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan insfratruktur menjadi tolak ukur kemajuan suatu daerah.

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai akuntansi sektor publik di Indonesia sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian dana alokasi umum, dana alokasi khusus, lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap pertumbuhan ekonomi dengan desentralisasi fiskal sebagai variabel moderating. Bab ini juga menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian. 2.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Pemerintah Pusat dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengalokasikan sejumlah dana dari APBN sebagai Dana Perimbangan (DP). Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang. DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat sebagai alat pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat

dan daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Hal tersebut diatas sesuai dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yang sejalan/sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat block grant yang berarti penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pembangunan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Hasil perhitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan keputusan presiden (Kepres).

2.1.2. Dana Alokasi Khusus ( DAK ) Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas. Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan Daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan (ii) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Implementasi konsep DAK di Indonesia mencakup pula alokasi dana untuk kegiatan penghijauan dan reboisasi, dimana pembiayaannya berasal dari penerimaan Dana Reboisasi (DR) dalam APBN yang diberikan 40%-nya kepada Daerah penghasil. Pembiayaan dari DAK-DR sejalan dengan keinginan Pemerintah untuk melibatkan Pemerintah Daerah penghasil DR dalam kegiatan penghijauan dan reboisasi kawasan hutan di Daerahnya, dimana kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan yang menjadi prioritas nasional. Pedoman Umum Pengelolaan DAK-DR untuk Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Tahun 2001 diatur dalam Surat Edaran Bersama Departemen Keuangan, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, dan Bappenas Nomor : SE-59/A/2001, Nomor: SE-720/MENHUT-II/2001, Nomor : 2035/D.IV/05/2001, dan Nomor : SE-522.4/947/5/BANGDA. Adapun untuk DAK TA 2001 hanya dialokasikan dari Dana Reboisasi yang berasal dari 40% penerimaan Dana Reboisasi dan diberikan kepada Daerah Penghasil. Berdasarkan penyesuaian APBN TA 2001, alokasi DAK-Dana Reboisasi (DAK-DR) semula sebesar Rp. 900,6 miliar dan menjadi Rp. 700,6 milyar (revisi APBN TA 2001) yang pengalokasiannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.491/KMK.02/2001 tanggal 6 September 2001. Provinsi yang tidak mendapatkan alokasi DAK-DR TA 2001 adalah Daerah bukan penghasil yang meliputi Provinsi-Provinsi yang ada di Pulau Jawa, Provinsi Lampung, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Keputusan Menteri Keuangan tersebut, dan penetapan alokasi oleh Gubernur kepada Daerah serta Rencana Definitif yang disampaikan Gubernur, Dirjen Anggaran telah menerbitkan Daftar Alokasi DAK-DR (DA-DAK-DR) yang berlaku untuk Kabupaten/Kota dalam wilayah 21 Provinsi penghasil. Sesuai dengan APBN TA 2002 yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, DAK TA 2002 masih dialokasikan dari DR yang ditetapkan sebesar Rp817,3 miliar. Untuk itu, akan dilakukan koordinasi dengan pihak Departemen Kehutanan agar segera menyusun ancar-ancar pengalokasian DAK- DR TA 2002 untuk Daerah penghasil sesuai dengan DAK-DR yang telah ditetapkan dalam APBN, dan diharapkan secepatnya dapat mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Daftar Alokasi DAK-DR TA 2002.

DAK ini akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara lain seperti pembangunan rumah sakit, jalan, irigasi, dan air bersih. DAK ini bisa disamakan dengan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasarana publik (Aramana, 2011). DAK digunakan sepenuhnya sebagai belanja modal oleh pemerintah daerah. Belanja modal kemudian digunakan untuk menyediakan aset tetap. Menurut Halim (2001) aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemda. Lebih lanjut Abdullah dan Halim (2006) menjelaskan bahwa biasanya setiap tahun pemda melakukan pengadaan aset tetap sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Menurut Abimanyu (2005) yang dikutip oleh Harianto dan Adi (2007) infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktifitasnya yang semakin meningkat dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Transfer pemerintah pusat ke pemda diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Meskipun demikian, menurut Handayani (2009) bahwa dapat juga terjadi keganjilan dimana terjadi flypaper effect yaitu saat pemda mendapat transfer dari pemerintah pusat justru pendapatan masyarakat tidak meningkat karena transfer tersebut digunakan sepenuhnya untuk kegiatan belanja

pemerintah tanpa diimbangi dengan peningkatan PAD. Menurut Khusaini (2006) seharusnya dana transfer dari pemerintah pusat diharapkan untuk digunakan secara efektif dan efisien oleh pemda untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, selain itu kebijakan penggunaan dana tersebut harus transparan dan akuntabel. 2.1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah menurut UU 32/ 2004 pasal 164 ayat 1 tentang pemerintah daerah adalah seluruh pendapatan daerah selain Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13/ 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, lain-lain pendapatan yang sah dikelompokan beberapa jenis pendapatan yang mencakup: 1. Hibah berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, badan/ lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/ perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat; 2. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penagggulangan korban/ kerusakan akibat bencana alam; 3. Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/ kota; 4. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan

5. Batuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lain. UU No. 18/ 2001 secara resmi mencantumkan zakat sebagai sumber PAD bagi pemerintah provinsi dan daerah. Menurut Word Bank (2006: 33), pada prakteknya zakat belum sebagai PAD dalam anggaran mereka karena 4 alasan : 1. Banyak pemerintah daerah masih belum membentuk badan penyelenggara zakat (Baitul Mal). 2. Masyarakat tidak yakin apakah pajak yang mereka bayar itu disalurkan dengan semestinya kapada Ke-8 Asnaf (penerimaan zakat menurut hukum islam). 3. Badan penyelenggaraan zakat tidak memiliki sumber daya, informasi dan teknologi. 4. Apakah zakat seharusnya dicatat oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari pendapatan pemerintah masih belum jelas. Menurut syariah islam, zakat seharusnya tidak menjadi pendapatan pemerintah. 2.1.4. Desentralisasi Fiskal Bentuk desentralisasi fiskal sangat bervariasi tergantung tujuan dari perubahan sistem, Bahl dan Wallace (2001) menyebutkan bahwa desentralisasi fiskal berarti desentralisasi dari pemerintahan, alokasi pengeluaran dan mobilisasi penerimaan daerah. Bahl juga menyebutkan bahwa pemerintahan ini, pada satu titik ekstrim tertentu negara cenderung membatasi desentralisasi pada operasi pemerintahan sehingga pemerintah daerah tidak melakukan pembiayaan dan pengadaan pelayanan publik. Sedangkan di titik ekstrim lainnya, pemerintah lokal diberikan kekuasaan penuh. Banyak ahli ekonom yang beranggapan bahwa desentralisasi fiskal merupakan kebijakan yang tepat bagi pertumbuhan regional karena desentralisasi

fiskal cenderung memperpendek jarak antara pemerintah sebagai pengambil keputusan dengan stakeholdenya. Ekonom juga menyebutkan bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis paling minimum, karena: 1. Pemerintah lokal lebih mengerti kebutuhan masyarakat. 2. Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat. 3. Persaingan antara daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya. Ahli ekonomi juga berpendapat desentralisasi fiskal dapat membawa dampak positif terhadap pertumbuhan regional jika desentralisasi fiskal juga dibarengi dengan terpenuhinya prasyarat tertentu. Bahl (2000) menyebutkan 12 aturan agar desentralisasi fiskal dapat memberikan efek positif terhadap masyarakat lokal, yaitu: (1) Desentralisasi fiskal harus dipandang sebagai sebuah sistem yang komprehensif ; (2) Money follows function (fungsi pelayanan publik didaerahkan) ; (3) Pemerintah pusat mempunyai kemampuan kuat dalam mengawasi dan mengevaluasi desentralisasi ; (4) Satu sistem antar pemerintah tidak memaksakan hubungan yang sama dan sesuai antar desa dengan kota ; (5) Desentalisasi fiskal membutuhakan kekuatan yang besar bagi pemerintah lokal untuk mengambil pajak ; (6) Pemerintah pusat harus konsisten dengan desentralisasi fiskal yang telah diterapkannya ; (7) Tetap menjadikan desentralisasi sebagai sesuatu yang dapat dijelaskan dengan relatif mudah ; (8)

Penyusunan sistem transfer antar pemerintah harus sesuai dengan tujuan desentralisasi fiskal ; (9) Desentralisasi fiskal seharusnya tetap mempertimbangkan ketiga level pemerintahan ; (10) Menetapkan anggaran yang ketat dan berimbang ; (11) Pemerintah harus selalu merencanakan sistem antar pemerintahan karena hal tersebut akan selalu berubah ; (12) Harus ada pihak pengambil keputusan di level lokal maupun nasional yang menyetujui kebijakan desentralisasi fiskal dan menyetujui kebijakan desentralisasi fiskal dan mengerti keuntungan dari kebijakan yang diambil serta implikasi logis dari kebijakan tersebut. Menurut Pusporini (2006) pada hakekatnya terdapat tiga prinsip dalam implementasi otonomi daerah di indonesia, yaitu : 1. Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kabupaten/kota sehingga otonomi lebih dititikberatkan pada daerah tersebut. 2. Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada gubenur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 3. Tugas Pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dan pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Seiring dengan pembagian kewenangan tersebut diikuti pula dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam otonomi daerah, pemerintah pusat berwenang dalam bidang pertahanan/keamanan, politik luar negeri, peradilan, fiskal/moneter, agama serta kewenangan bidang pemerintahan lainnya dan kebijakan strategis yang ditetapkan

dengan peraturan pemerintah. Adapun Pemerintah propinsi berwenang dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota yang menjadi tanggung jawab propinsi, misalnya kewenangan di bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan dan perkebunan disamping kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya, seperti (i) Perencanaan Pembangunan regional secara makro ; (ii) Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber daya manusia potensial; (iii) Pelabuhan regional; (iv) Lingkungan hidup; (v) Promosi dagang dan budaya/pariwisata; (vi) Penanganan penyakit menular dan hama tanaman; (vii) Perencanaan tata ruang provinsi. Sedangkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan pemerintah pusat dan propinsi. Secara eksplisit dinyatakan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan daerah kabupaten dan daerah kota meliputi: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, pertanian, perhubungan, perdagangan dan industri, penanaman modal, lingkungan hidup dan pertanahan. Mardiasmo (2002) mengharapkan desentralisasi menghasilkan dua manfaat nyata yakni pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong hasil pembangunan diseluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah dan kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergesaran peran pengambilan keputusan publik ketingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi paling lengkap.

2.1.5. Ekonomi Menurut Budiono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, perhatian tekanannya pada tiga aspek, yaitu: proses, output perkapita, dan jangka panjang. ekonomi adalah suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu, tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri. Budiono (1999), juga mengatakan pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita, disini jelas ada dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu sisi output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk, jadi proses kenaikan output perkapita tidak bisa tidak, harus dianalisa dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak dan jumlah penduduk di lain pihak. Suatu teori pertumbuhan ekonomi yang lengkap haruslah bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan GDP total dan apa yang terjadi dengan jumlah penduduk. Dengan kata lain, teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP total, dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut bisa dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. ekonomi bersangkutan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan

(alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh (Brodjonegoro, 2003). Namun demikian Brodjonegoro (2003) juga mengatakan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Jika kita amati, pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia dalam dua abad belakangan ini, dalam periode tersebut dunia telah mengalami perubahan yang sangat nyata jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi dalam jangka panjang. Dari suatu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan baik jumlah maupun kuantitasnya.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebagai pembanding dari penelitian ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu yaitu: 1. Muis (2012), dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh dana alokasi umum dan alokasi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi dan belanja modal sebagai variabel intervening pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dana alokasi umum berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dana alokasi khusus berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal. Dana alokasi khusus berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal. 2. Simanjuntak (2006), telah meneliti tentang Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Ekonomi di Labuhanbatu. Peneliti ini menyimpulkan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhan batu. 3. Gulo (2008), juga telah meneliti tentang Analisis Pengaruh Fiskal dan Moneter terhadap Ekonomi Indonesia. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan dari hasil estimasi menunjukkan bahwa aspek fiskal dan moneter berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah (baik rutin maupun pembangunan) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 4. Bati (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Ekonomi. Adapun

hasil penelitian ini bahwa belanja modal dan pendapatan asli daerah berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di kabupaten/kota di Sumatera Utara dan secara parsial variabel pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di kabupaten/kota di Sumatera Utara sedangakan variabel belanja modal tidak berpengaruh dengan tingkat alpha 5 % terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di kabupaten/kota di Sumatera Utara. 5. Harahap (2003), telah meneliti tentang Pengaruh Pemekaran Kabupaten terhadap Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa pemekaran kabupaten berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pemerataan Pendapatan. 6. Hanum (2004), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekonomi Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pengeluaran pemerintah memiliki tanda koefisien regresi yang positif dan berdasarkan uji_t, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD. 7. Aramana (2011), dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh PAD, Dana Perimbangan Dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap belanja daerah dengan kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai variabel moderating pada Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah dan kinerja

keuangan pemerintah daerah bukan merupakan variabel moderating yang memperkuat hubungan antara PAD, Dana Perimbangan, Dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah terhadap Belanja Daerah. Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti (Tahun) Judul Penelitian 1. Muis (2012) Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus terhadap pertumbuhan ekonomi dan belanja modal sebagai variabel intervening pada kabupaten/kota di provinsi sumatera utara 2. Simanjuntak Analisis Pengaruh Pendapatan Asli (2006) Daerah (PAD) terhadap Ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu 3. Gulo (2008) Analisis Pengaruh Aspek Fiskal dan Moneter terhadap Ekonomi Indonesia, 4. Bati (2009) Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Ekonomi Penelitian DAU, DAK, Ekonomi dan Belanja Modal Independen: Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dependen: Ekonomi Independen: Aspek Fiskal dan Moneter Dependen : Ekonomi Independen: Belanja Modal dan Pendapata Asli Daerah Dependen Ekonomi. Hasil Penelitian DAU berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi Khusus berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, DAK berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal. DAK berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal. Ada pengaruh yang signifikan Pendapatan Asli Daerah terhadap Ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu 1. Hasil estimasi menunjukkan bahwa aspek fiskal dan moneter berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Secara parsial menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia 1. Secara Simultan menunjukkan bahwa belanja modal dan pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di kabupaten/kota di Sumatera Utara 2. Secara parsial, variabel PAD berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel belanja modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di kabupaten/kota di Sumatera Utara

5. Harahap (2003) Pengaruh Pemekaran Kabupaten terhadap Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Independen: Pemekaran Kabupaten Dependen: Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan Bahwa Pemekaran Kabupaten berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. 6. Hanum (2004) Analisis Faktor- Faktor yang mempengaruhi Ekonomi Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. yang digunakan adalah Pengeluaran Pemerintah/ Ekonomi. Bahwa pengeluaran Pemerintah memiliki tanda koefisien regresi yang positif dan berdasarkan uji_t, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi NAD. 7. Aramana (2011) Pengaruh PAD, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap belanja daerah dengan kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai variabel moderating di provinsi Sumatera Utara. PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, Kinerja Keuangan dan Belanja Daerah PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah dan kinerja keuangan pemerintah daerah bukan merupakan variabel moderating yang memperkuat hubungan antara PAD, Dana Perimbangan, Dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah terhadap Belanja Daerah.