TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

DINAMIKA OVARIUM PADA KUDA HASIL PERSILANGAN PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL INDONESIA MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA


TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

5 KINERJA REPRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH SINKRONISASI OVULASI PADA INDUK KUDA PERSILANGAN ANANG TRIYATMOKO

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

RESPON ESTRUS KUDA LOKAL DENGAN INDUKSI HORMON PGF2α DI KOTA PAYAKUMBUH

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

DINAMIKA OVARIUM DAN DETEKSI KEBUNTINGAN DINI PADA KAMBING KACANG (Capra hircus) SANTOSO

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan tahun 2010 (ekor) G G G G KPI G G Jumlah Total

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

Anatomi/organ reproduksi wanita

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V INDUKSI KELAHIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

HASlL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

BAB II FAAL KELAHIRAN

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB I. PENDAHULUAN A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH

PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

Transkripsi:

3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan penuaan atau umur. Faktor yang mengatur hal tersebut di atas adalah lingkungan, genetik, fisiologi, hormonal, tingkah laku dan faktor-faktor psikososial. Fertilitas akan meningkat setelah tercapainya pubertas untuk kemudian menurun seiring dengan penuaan. Ketika tercapai pubertas, sekresi gonadotropin juga akan mengalami peningkatan (Hafez 2000). Sementara itu, Johnson dan Everitt (1995) menyatakan bahwa lamanya siklus ovarium yang di dalamnya terdapat fase folikuler dan luteal akan berbeda pada masing-masing spesies. Berdasarkan pengamatan tingkah laku estrus, panjang siklus estrus pada kuda betina adalah 20-24 hari (Hafez 2000). Pengamatan dengan menggunakan ultrasonografi menunjukkan bahwa siklus estrus kuda berlangsung 20-22 hari dengan panjang fase folikuler 5-6 hari, dan fase luteal 15-16 hari (Johnson & Everitt 1995). Shirazi et al. (2004) melaporkan bahwa kuda bangsa Caspian memiliki interval interovulatory 22.1 ± 0.40 hari, lama estrus 8.3 ± 0.86 hari, dan diestrus sepanjang 13.8 ± 0.59 hari. Lama estrus bervariasi dan terkait dengan waktu berlangsungnya ovulasi. Kisaran terjadinya ovulasi adalah 4-6 hari setelah mulainya estrus atau 1-2 hari sebelum akhir estrus. Panjang siklus estrus dan waktu ovulasi bervariasi dalam hubungannya dengan faktor-faktor eksternal maupun internal. Pada tingkat ovarium, periode estrus ditandai dengan sekresi estrogen yang tinggi dari folikel preovulatorik. Estrogen merangsang pertumbuhan uterus melalui mekanisme yang meyebabkan interaksi antara hormon dengan reseptornya dan meningkatnya berbagai proses sintesis yang terjadi di dalam sel. Estrogen juga merangsang produksi prostaglandin oleh uterus. Pada akhir estrus, terjadi ovulasi yang diikuti dengan pembentukan korpus luteum (CL) yang akan menghasilkan hormon progesteron (Hafez 2000).

4 Sinkronisasi Estrus dan Induksi Ovulasi Prostaglandin termasuk dalam hormon reproduksi primer yaitu hormon reproduksi yang secara langsung terlibat di dalam berbagai aspek reproduksi (Toelihere 1981). Prostaglandin F 2α dihasilkan oleh endometrium uterus dan kelenjar vesikular (Senger 2003). Pemberian prostaglandin menyebabkan regresi CL dan pengurangan konsentrasi progesteron plasma (Turner dan Bagnara 1971; Hafez 2000). Pada kuda yang bersiklus normal, estrus dapat diinduksi dengan menghentikan fase luteal dengan injeksi prostaglandin. Estrada et al. (2003) melaporkan bahwa dengan penggunaan 7.5 mg PGF 2α yang dilakukan paling awal pada hari ke-5 setelah ovulasi akan menyebabkan onset estrus dalam jangka waktu 3-4 hari dan ovulasi dalam jangka waktu 8-10 hari. Menurut Samper (2008) kisaran antara pemberian PGF 2α sampai dengan onset estrus dan tercapainya ovulasi dapat berkisar berturut-turut pada 48 jam dan 12 hari, tergantung dari diameter folikel yang akan mengalami ovulasi. Jika pada ovarium terdapat folikel besar pada saat penyuntikan, ovulasi akan terjadi dalam kurun waktu 72 jam tanpa menunjukkan gejala estrus yang jelas. Namun demikian menurut Samper et al. (1993) jika folikel telah mencapai diameter maksimal selama fase luteal yang didominasi oleh progesteron, maka folikel ini akan mengalami regresi, dan akan terjadi perekrutan folikel-folikel baru, sehingga estrus dan ovulasi akan mengalami penundaan. hcg merupkan hormon peptide yang dihasilkan pada plasenta, yang merangsang fungsi luteal (Mc.Donald 1988 dalam Davies-Morel & Newcombe 2008. hcg telah digunakan secara luas untuk menginduksi ovulasi pada kuda dengan tujuan untuk mengoptimalkan waktu perkawinan (Harrison et al. 1991). Penelitian tentang penggunaan hcg terus dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunan hcg dari tingkat dosis yang berbeda maupun kontraindikasinya pada praktek komersial di peternakan kuda. Kontraindikasi tersebut meliputi kejadian ovulasi ganda dan kebuntingan kembar (Davies-Morel & Newcombe 2008). Gastal et al. (2006) melaporkan bahwa dosis 1500 IU hcg yang disuntikkan pada saat diameter folikel terbesar mencapai 35 mm akan menyebabkan ovulasi pada 44.0 ± 1.0 jam setelah penyuntikan.

5 Dinamika Ovarium Diameter folikel dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk memperkirakan waktu ovulasi pada kuda. Walaupun demikian, variasi diameter folikel preovulatorik pada 24 jam sebelum ovulasi, dapat berkisar 34-70 mm (Ginther 1995), 22-65 mm (Cuervo-Arango 2008). Selanjutnya menurut Cuervo- Arango (2008) diameter folikel preovulatorik pada 1 ekor induk akan relatif sama. Selain itu, pola oedema uterus juga dapat digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan waktu optimal perkawinan. Ovarium mempunyai fungsi pada siklus produksi ovum yang dapat dibuahi, sedangkan folikel adalah kompartemen dari ovarium yang memungkinkan ovarium untuk memenuhi fungsi gandanya dalam gametogenesis dan steroidogenesis (Hafez 2000). Pada kuda, gelombang pertumbuhan folikel yang menghasilkan ovulasi berkembang pada pertengahan kedua siklus estrus. Pada umumnya hanya 1 folikel yang akan mengalami ovulasi. Ketika folikel yang paling besar mencapai diameter 21-23 mm, 2 folikel terbesar akan bertindak sebagi folikel dominan dan subordinat, proses ini dinamakan deviasi folikel. Folikel dominan akan terus berkembang, sedangkan folikel subordinat akan berkembang lebih lambat hingga akhirnya akan mengalami regresi (Donadeu & Ginther 2002). Tingkah Laku Estrus Estrus pertama pada kuda ditandai dengan permintaan dan penerimaan terhadap pejantan yang terjadi kisaran umur 8-24 bulan sebagai pertanda bahwa pubertas telah tercapai (Waring 2003). Ginther (1979) melaporkan bahwa pada umumnya kuda mencapai pubertas pada umur 12 bulan. Kuda yang diberi makan lebih baik akan dapat lebih cepat dikawinkan. Tingkah laku selama estrus bervariasi di antara individu kuda, tetapi cenderung tetap pada individu yang sama. Tanda-tanda estrus yang dapat diamati diantaranya penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva mengalami kontraksi ritmik (winking) dan cara berdiri semi jongkok (squatting) (Coleman & Powell 2004). Menurut Waring (2003) pada saat estrus, kuda akan menjadi relatif lebih jinak dengan kehadiran pejantan dan akan membiarkan pejantan untuk mengendus, menyundul dan menggigit, serta kadang-kadang

6 meringkik. Hafez (2000) menambahkan bahwa selama periode estrus, vulva akan sedikit membengkak, bagian bibirnya akan mengendur dan akan mudah dibuka ketika diperiksa. Vulva berwarna kemerah-merahan, basah, mengkilap dan kadang-kadang diselapisi lendir yang bening. Tingkah laku kuda betina pada kondisi diestrus dicirikan dengan penolakan terhadap pejantan. Ketika pejantan mendekat, telinga akan diarahkan ke belakang sebagai tanda marah, menunjukkan sikap gelisah. Kuda betina kadang-kadang menunjukkan respons dengan mengibaskan ekor. Kuda betina akan menghindari pejantan dengan bergerak menjauh, meringkik, menggigit, bahkan menendang pejantan (Waring 2003). Kontrol Endokrin Meskipun pada kuda konsentrasi progesteron intrafolikular pada folikel dominan akan meningkat 2 hari menjelang ovulasi (Belin et al. 2000 dalam Nagy et al. 2004), namun konsentrasi progesteron plasma mencapai titik rendah selama fase folikuler. Peningkatan konsentrasi progesteron plasma secara signifikan terjadi pada 10-12 jam setelah ovulasi, meskipun variasinya dapat lebih luas yakni dalam kisaran 6-60 jam (Nagy et al. 2004). Dengan pengambilan darah sekali dalam sehari, peningkatan progesteron plasma terdeteksi 24-48 jam setelah ovulasi (Nagy et al. 2004). Dengan adanya variasi individu dalam peningkatan konsentrasi progesteron tersebut, penentuan waktu ovulasi secara akurat menjadi sulit dilakukan. Selama fase luteal, konsentrasi progesteron plasma mencapai maksimal meskipun bervariasi diantara individu kuda (Nagy et al. 2004). Pada kuda yang tidak bunting, PGF 2α disekresikan oleh endometrium antara hari ke-13 dan 16 setelah ovulasi untuk menginduksi regresi CL (Cuervo-Arango & Newcombe 2008). Pelepasan PGF 2α akan mengawali terjadinya penurunan konsentrasi progesteron plasma dalam waktu 3 hingga 4 jam (Stabendfelt et al. 1981). Sharp dan Black (1973) melaporkan bahwa kadar progesteron plasma pada fase folikuler adalah 0.58 ± 0.2 ng/ml, sedangkan pada puncak fase luteal mencapai 10.9±1.4 ng/ml. Perubahan konsentrasi progesteron plasma selama siklus estrus terkait dengan aktivitas estrus. Tingkah laku estrus tidak terlihat

7 hingga kadar progesteron plasma menurun mencapai titik terendah yakni 1 ng/ml. Ultrasonografi Berbagai jenis peralatan ultrasonografi telah tersedia dan memungkinkan untuk dapat dioperasikan dengan mudah. Namun demikian, memerlukan pemahaman yang baik terhadap cara kerja alat dan interaksinya dengan jaringan agar diperoleh citra (gambar) yang optimal. Kualitas gambar yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan operatornya. Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah cairan dan dihantarkan melalui kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang (Goddard 1995). Beberapa inovasi mutakhir dalam teknik ultrasonografi telah meningkatkan pengetahuan dalam mempelajari dinamika folikuler pada kuda (Ginther 2004). Menurut Barr (1988), terdapat 3 jenis echo yang digunakan sebagai prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu; 1. Hyperechoic; echogenic artinya echogenitas terang, menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak. 2. Hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram atau memperlihatkan area dengan echogenitas lebih rendah dari pada sekelilingnya, contohnya jaringan lunak. 3. Anechoic yang menunjukkan tidak adanya echo, menampilkan warna hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang, contohnya cairan.