FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA Tutorial 4 BEBAN KERJA MENTAL Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2017/2018 www.labdske-uii.com
Beban Kerja Mental A. PENDAHULUAN Beban kerja merupakan konsekuensi dari kegiatan yang diberikan kepada pekerja. Aktivitas pekerja pada dasarnya dapat dibedakan antara aktivitas fisik dan aktivitas mental. Dalam prakteknya beban kerja yang dijumpai merupakan kombinasi antara beban kerja fisik dan beban keja mental. Menurut Henry R.Jex (1988), beban kerja mental merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi termotivasi. Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran secara objektif dapat dilakukan dengan beberapa anggota tubuh antara lain kedipan mata, flicker test dan pengukuran asam saliva. Sedangkan untuk pengukuran subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan metode NASA-TLX, Subjective Workload Assessment Technique (SWAT), Harper Qoorper Rating (HQR), dan Task Difficulty Scale. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif merupakan teknik pengukuran yang paling banyak digunakan karena mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan bersifat langsung dibandingkan dengan pengukuran lain. Tujuan Tutorial Adapun tujuan dari adanya tutorial beban kerja mental adalah sebagai berikut: a. Mampu memahami konsep dasar dan pengukuran beban kerja mental. b. Mampu melakukan pengukuran dan menganalisa hasil pengukuran beban kerja mental secara subjektif dengan menggunakan metode NASA-TLX. c. Mampu mengintrepetasikan dan menganalisa skor perhitungan beban kerja mental pada pekerjaan tertentu. d. Mampu memberikan rekomendasi berdasarkan hasil analisa beban kerja mental. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 1
B. INPUT DAN OUTPUT Input : 1. Data Operator Memuat informasi berupa karakteristik demografi responden yang ditemukan dalam proses pengumpulan data. Informasi demografi tersebut dapat berupa nama, usia, jenis kelamin, dan hingga spesifik lingkup pekerjaannya. Data pekerjaan menjadi aspek penting dikarenakan hal yang diukur dalam beban kerja mental adalah berkaitan dengan jenis pekerjaannya, bukan beban kerja yang dimiliki oleh masing - masing pekerja. 2. Kuesioner NASA-TLX Kuesioner NASA-TLX diberikan pada operator atau pekerja yang menjadi responden penelitian sesuai jenis pekerjaannya. Adapun poin yang menjadi suatu hal yang mempengaruhi hasil skor NASA-TLX adalah pada jumlah tally bobot indikator NASA-TLX dan jumlah rating indikator NASA-TLX. Kedua poin tersebut diisi berdasarkan persepsi pekerja yang mencakup kondisi pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Output : 1. Skor NASA-TLX dan Klasifikasi Beban Kerja Mental Skor NASA-TLX didapatkan dari pengolahan dari kuesioner NASA-TLX dimana terdapat beberapa langkah dalam perhitungannya. Skor tersebut akan menunjukkan seberapa tinggi beban kerja mental yang dirasakan oleh pekerja berdasarkan jenis pekerjaan yang dijalani. 2. Analisa dan Rekomendasi Beban Kerja Memaparkan analisa yang mencakup faktor dan dampak dari hasil penilaian beban kerja yang telah dilakukan beserta rekomendasi yang perlu dilakukan untuk dapat memberikan beban kerja yang normal dalam pekerjaan mental yang dilakukan. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 2
LANDASAN TEORI Beban Kerja Mental 1. Pengertian Beban Kerja Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi permintaan dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kapasitas adalah kemampuan/kapasitas manusia. Kapasitas ini dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental seseorang. Beban kerja yang dimaksud adalah ukuran (porsi) dari kapasitas operator yang terbatas yang dibutuhkan untuk melakukan kerja tertentu. Menurut Herrianto (2010) beban kerja adalah jumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal. Untuk mencapai beban kerja normal dalam arti volume pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan kerja cukup sulit, sehingga selalu terjadi ketidakseimbangan meskipun penyimpangannnya kecil. Beban kerja terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu : 1) Beban kerja diatas normal artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan lebih besar dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan melebihi kemampuan pekerjaan; 2) Beban kerja normal artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan sama dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan sama dengan kemampuan pekerja; 3) Beban kerja dibawah normal artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan lebih kecil dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan lebih rendah dari kemampuan pekerjaan. 1.1 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja Beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Menurut Tarwaka (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain : a. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti; 1. Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung jawab pekerjaan. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 3
2. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, shift kerja, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. 3. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis. b. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan). Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 4
2. Beban Kerja Mental (Mental Workload) a. Definisi Beban Kerja Mental Menurut Henry R. Jex, 1998, dalam bukunya Human Mental Workload, beban kerja mental adalah: "Beban kerja yang merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi termotivasi. Beban kerja mental yang berlebihan akan mengakibatkan adanya stres kerja. Menurut Lazarus (dalam Fraser, 1992) mengatakan bahwa stres kerja adalah kejadian kejadian disekitar kerja yang merupakan bahaya atau ancaman seperti rasa takut, cemas, rasa bersalah, marah sedih, putus asa, bosan, dan timbulnya stres kerja disebabkan beban kerja yang diterima melampaui batas batas kemampuan pekerja yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama pada situasi dan kondisi tertentu. Stoner (1986) mengatakan bahwa pekerjaan yang berbeda bagi setiap pekerja akan menimbulkan tingkat stres kerja yang berbeda pula. Stres kerja berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap aspek aspek pekerjaan terutama terhadap motif berprestasi yang kelak akan berhubungan dengan proses kerja. b. Dampak Beban Kerja Mental Tinggi Ada beberapa gejala yang merupakan dampak dari kelebihan beban mental yang tinggi, seperti yang diterangkan oleh Hancock dan Meshkati (1988), yaitu: i. Gejala fisik Sakit kepala, sakit perut, mudah terkejut, gangguan pola tidur lesu, kaku leher belakang sampai punggung, napsu makan menurun dan lain-lain. ii. Gejala mental Mudah lupa, sulit konsentrasi, cemas, was-was, mudah marah, mudah tersinggung, gelisah, dan putus asa. iii. Gejala sosial atau perilaku Banyak merokok, minum alkohol, menarik diri, dan menghindar. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 5
c. Pengendalian Beban Kerja Mental Tinggi Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (1990) dalam Prihatini (2007) adalah sebagai berikut 1. Beban kerja mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan. 2. Tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan harus disesuaikan dengan jam kerja. 3. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian. 4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu dengan yang lain. 5. Tugas-tugas harus harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya. d. Pengukuran Beban Kerja Mental 1) Metode Pengukuran Obyektif Berdasarkan Widyanti dkk. (2010), Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisologis (karena terkuantifikasi dengan dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif). Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain: 1. Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye blink rate) Durasi kedipan mata dapat menunjukkan tingkat beban kerja yang dialami oleh seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan lelah biasanya durasi kedipan matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang bekerja ringan (tidak terbebani mental maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif cepat. 2. Flicker test Alat ini dapat menunjukkan perbedaan performansi mata manusia, melalui perbedaan nilai flicker dari tiap individu. Perbedaan nilai flicker ini umumnya sangat dipengaruhi oleh berat/ringannya pekerjaan, khususnya yang berhubungan dengan kerja mata. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 6
3. Pengukuran kadar asam saliva Memasang alat khusus untuk mengetahui beban kerja yang diterima pekerja yang melibatkan mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak diluar rongga mulut. 2) Metode Pengukuran Subjektif Sedangkan metode pengukuran beban kerja secara suyektif menurut Widyanti dkk. (2010) merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/pekerja. Berikut ini merupakan beberapa jenis metode pengukuran subjektif : 1. National Aeronautics and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX) 2. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) 3. Modified Cooper Harper Scaling 4. Multidescriptor Scale 5. Rating Scale Mental Effort (RSME) Tahapan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif: 1. Menentukan faktor-faktor beban kerja mental pekerjaan yang diamati. 2. Menentukan range dan nilai interval. 3. Memilih bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk tugas-tugas yang spesifik. 4. Menentukan kesalahan subjektif yang diperhitungkan berpengaruh dalam memperkirakan dan mempelajari beban kerja. Tujuan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif: 1. Menentukan skala terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental dalam percobaan. 2. Menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan yang berbeda. 3. Mengidentifikasi faktor beban kerja mental yang secara signifikan berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan subjektif dengan menggunakan rating beban kerja sampel populasi tertentu. Dari beberapa metode tersebut metode yang paling banyak digunakan dan terbukti memberikan hasil yang cukup baik adalah NASA-TLX dan SWAT (Hancock dan Meshkati, 1988). Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 7
3. Metode NASA-TLX A. Definisi NASA-TLX Metode NASA-TLX merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja yang harus melakukan berbagai aktivitas dalam pekerjaannya. Metode ini di kembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981 berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang terdiri dari skala sembilan faktor (kesulitan tugas, tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stress dan kelelahan). Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi 6 yaitu Mental demand (MD), Physical demand (PD), Temporal demand (TD), Performance (P), Effort (E), Frustation level (FR). NASA-TLX (Nasa Task Load Index) adalah Perlu digarisbawahi bahwa yang suatu metode pengukuran beban kerja mental diukur disini merupakan beban secara subjektif. Pengukuran metode NASAkerja dari jenis pekerjaannya, TLX dibagi menjadi dua tahap, yaitu bukan beban kerja yang dimiliki perbandingan tiap skala (Paired Comparison) oleh masing-masing pekerja. dan pemberian nilai terhadap pekerjaan (Event Scoring). B. Indikator NASA-TLX Dalam melakukan pengukuran NASA-TLX terdapat 6 indikator yang harus diperhatikan (Hancock dan Meshkati, 1988), yaitu: Tabel 4.1 Indikator NASA-TLX SKALA RATING KETERANGAN MENTAL DEMAND (MD) Rendah, Tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari.apakah pekerjaan tersebut sulit,sederhana atau kompleks. Longgar atau ketat PHYSICAL Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 8
SKALA RATING KETERANGAN DEMAND (PD) TEMPORAL DEMAND (TD) Rendah, Tinggi (misalnya mendorong, menarik dan mengontrol putaran). Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan OWN PERFORMANCE (OP) Sempurna, Tidak Tepat Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya FRUSTATION LEVEL (FR) Rendah, Tinggi Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu yang dirasakan EFFORT (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat performansi. C. Pengukuran metode NASA-TLX Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX adalah sebagai berikut (Hancock dan Meshkati, 1988): 1. Pembobotan Pada bagian ini responden diminta untuk memilih salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berupa perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally menjadi bobot untuk tiap indikator beban mental. Berikut tabel perbandingan indikator NASA TLX: Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 9
MD PD TD OP EF FR Tabel 4.2 Perbandingan Indikator MD PD TD OP EF FR 2. Pemberian Rating Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap keenam indikator beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk mendapatkan skor beban mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan 15 (jumlah perbandingan berpasangan). Berikut skala rating dari NASA TLX: Gambar 4.2 Rating NASA TLX Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 10
3. Menghitung nilai produk Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing deskriptor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator (MD, PD, TD, CE, FR, EF): Produk = rating x bobot faktor 4. Menghitung Weighted Workload (WWL) Diperoleh dengan menjumlahkan keenam nilai produk 5. Menghitung rata-rata WWL Diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot total 6. Interpretasi Skor Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1981) dalam teori NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi dalam tiga bagian yaitu: Tabel 4.3 Skor NASA-TLX Golongan Beban Nilai Kerja Rendah 0-9 Sedang 10-29 Agak Tinggi 30-49 Tinggi 50-79 Sangat Tinggi 80-100 Output yang dihasilkan dari pengukuran dengan NASA-TLX ini berupa tingkat beban kerja mental yang dialami oleh pekerja. Hasil pengukuran dapat menjadi pertimbangan manajemen untuk melakukan rekomendasi, misalnya dengan mengurangi beban kerja untuk pekerjaan yang memiliki skor di atas 80, kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang memiliki beban kerja di bawah 50 atau langkah-langkah yang lainnya. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 11
Contoh Soal Pada kasus ini pengukuran beban kerja mental dilakukan pada pekerjaan pada bidang transportasi, khususnya pada pekerjaan sebagai supir angkutan umum, supir taksi dan supir travel pada salah satu terminal yang ada di Yogyakarta. Berikut langkah-langkah pengerjaannya: 1. Pembobotan Kuesioner perbandingan indikator pada Tabel 4.4 disebar kepada 3 reponden yang bekerja pada satu tempat yang sama. Kemudian dilakukan rekapitulasi pada jumlah tally kuisioner yang disebarkan sehingga mendapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.4 Indikator MD PD TD OP EF FR MD PD TD OP EF MD PD PD PD EF PD TD TD TD TD OP OP OP EF EF FR Tabel 4.5 Data Pembobotan Kuisioner Indikator Objek Penelitian MD PD TD OP EF FR Total Supir Angkutan Umum 1 4 4 3 3 0 15 Supir Taksi 2 2 4 1 3 3 15 Supir Travel 2 3 2 4 0 4 15 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 12
2. Pemberian Rating Pemberian rating didapatkan dari lembar pengamatan yang telah diisi oleh ketiga operator setelah menyelesaikan BKM Test, operator diminta untuk memberikan rating terhadap indikator beban mental dan rating yang diberikan bersifat subjektif sesuai dengan beban mental yang dirasakan oleh operator terhadap masing-masing pekerjaannya. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.6. sebagai berikut: Tabel 4.6. Data Hasil Rating Objek Supir Angkutan Umum Indikator MD PD TD OP EF FR 70 90 40 40 80 0 Supir Taksi 60 70 80 50 70 70 Supir Travel 70 90 60 40 80 60 3. Nilai Produk Nilai Produk diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator (MD, PD, TD, P, EF, FR) pada masing-masing tipe soal, hasilnya pada Tabel 4.7. sebagai berikut: Tabel 4.7. Total Nilai Produk Objek Supir Angkutan Umum Indikator MD PD TD OP EF FR 70 360 160 120 240 0 Supir Taksi 120 140 320 50 210 210 Supir Travel 140 270 120 160 0 240 Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 13
3. Weighted Workload (WWL) Weighted Workload diperoleh dengan menjumlahkan keenam nilai produk, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.8. sebagai berikut: Tabel 4.8. Total Nilai Weighted Workload Objek Supir Angkutan Umum Indikator Total MD PD TD OP EF FR 70 360 160 120 240 0 950 Supir Taksi 120 140 320 50 210 210 1050 Supir Travel 140 270 120 160 0 240 930 4. Rata-rata WWL Rata-rata Weighted Workload diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot total yaitu 15, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.9. sebagai berikut: Tabel 4.9. Perhitungan Rata-rata Weighted Workload Objek Supir Angkutan Umum Indikator Total MD PD TD OP EF FR 4,67 24 10,67 8 16 0 63,3 Supir Taksi 8 9,33 21,33 3,33 14 14 70 Supir Travel 9,33 18 8 10,67 0 16 62 5. Interpretasi Skor NASA-TLX Dari total rata-rata WWL yang didapatkan kemudian dihubungkan dengan skor NASA- TLX untuk menentukan golongan beban kerja. Didapatkan kategori untuk setiap tipe soal pada Tabel 4.6. sebagai berikut: Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 14
Tabel 4.10. Kategori Penilaian Beban Kerja Objek Nilai Beban Kerja Kategori Supir Angkutan 63,33 Tinggi Umum Supir Taksi 70 Tinggi Supir Travel 62 Tinggi 7. Analisis Hasil 7.1 Beban Kerja mental supir angkutan umum Berdasarkan perhitungan beban kerja yang telah dilakukan dengan menggunakan metode NASA-TLX, beban kerja mental pada operator 1 yang bekerja sebagai supir angkutan umum sebesar 63,33. Maka berdasarkan nilai tersebut, beban kerja yang dialami oleh operator 1 berada pada 50-79 yang artinya beban kerja tinggi. Faktor dominan yang diakibatkan dari beban kerja yang tinggi pada operator 1 adalah faktor kekuatan fisik, dimana dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa salah satu aktivitas yang membuat operator 1 terbebani adalah dalam hal kebutuhan fisik (PD) dimana operator 1 yang berusia > 40 tahun dituntut untuk bekerja sebagai supir angkutan umum yang berkeliling kota mencari penumpang dari pagi hingga sore hari sehingga membutuhkan energi yang banyak dalam melakukan pekerjaannya. Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 15
Daftar Pustaka Fraser. 1992. Stres dan Kepuasan Kerja. Jakarta: Pustaka Binawan Pressindo. Hancock, P. A. & Meshkati, N. 1988. Human Mental Workload. Elsevier. Hart, S. G. 2006. NASA-Task Load Index (NASA-TLX), 20 years later. In Human Factors and Ergonomics Society 50th Annual Meeting (pp. 904-908). Santa Monica, CA: Human Factors and Ergonomics Society. Henry, R. J. 1988. Human Mental Workload. New York, USA: Elsevier Science Publisher B.V. Herrianto, R. 2010. Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Hidayat, T.F., Pujangkoro,S. & Anizar. 2013. Pengukuran Beban Kerja Perawat Menggunakan Metode NASA-TLX di Rumah Sakit XYZ. FT USU: e-jurnal Teknik Industri. 1(2), pp.42-47. James, A.F.Stoner. 1986. Manajemen II. Jakarta: Erlangga. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia. 2004. Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil (Kep. Men. PAN Nomor : KEP/75/M.PAN/7/2004). Jakarta. Manuaba. 2000. Ergonomi, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja. Surabaya: Guna Widya Purnomo, H. 2014. Metode Pengukuran Kerja. Yogyakarta: Sigma Prihatini. 2007. Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang, Medan. Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Universitas Islam Surakarta: Penerbit UNIBA Press. Widyanti, A., Johnson, A. & Waard, D.d. 2010. Pengukuran Beban Kerja Mental Dalam Searching Task Dengan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME). JTI Universitas Diponegoro, 1(V). Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi Page 16
Allah will exalt in degree those of you who believe, and those who have been granted knowledge QS 58:11 www.labdske-uii.com