I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

dokumen-dokumen yang mirip
Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

BAB I PENDAHULUAN I-1

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13]

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007)

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

LAJU PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERBANGUN PADA DAERAH RAWAN GENANGAN BANJIR DI KOTA PADANG AZHARI SYARIEF

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA PADANG ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan, iklim, geomorfologi wilayah; dan (b) Aktivitas manusia (Proses Man-Made) yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak. Sejalan dengan proses pembangunan yang berkelanjutan, diperlukan upaya pengaturan dan pengarahan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dengan prioritas utama untuk menciptakan kembali keseimbangan ekologis lingkungan (Yusuf, 2005). Di seluruh Indonesia, tercatat 5.590 sungai induk dan 600 di antaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir yang dicakup sungai-sungai induk ini mencapai 1,4 juta hektar. Dari berbagai kajian yang telah dilakukan, banjir yang melanda daerah-daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya (Disaptono, 2006). Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak dapat dipanen dan meluluhlantakkan perumahan dan permukiman, tetapi juga merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik, bahkan menelan korban jiwa. Kerugian makin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggunya, bahkan terhentinya. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata, terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi parasana publik yang rusak. Masalah banjir di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang ini masih merupakan masalah yang belum dapat diselesaikan. Pada umumnya daerah yang selalu menjadi langganan banjir adalah kota-kota pantai dan kota yang berada di tepi sungai yang pada umumnya merupakan pusat-pusat aktivitas manusia seperti; pemerintahan, perekonomian dan pendidikan. Kota-kota yang 1

2 rawan dan selalu menjadi langganan banjir diantaranya adalah Jakarta, Semarang, Bandung Selatan, Surabaya Palembang, Padang, Pekanbaru, Jambi, Medan, Banda Aceh, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, dan Makasar. Adapun penyebab banjir di Kota-Kota tersebut berasal dari sungai-sungai yang melalui daerah tersebut serta banjir akibat pasang air laut (Diposaptono, 2006). Kota Padang termasuk salah satu kota pantai yang sangat rawan mengalami bencana banjir. Curah hujan di Kota Padang cukup tinggi setiap tahunnya, dengan rata-rata curah hujan sebesar 385 mm setiap bulannya, dan rata-rata hari hujan 15 hari per bulan (Bappeda Kota Padang, 2008). Kota Padang dengan luas 694 kilometer persegi dan berpenduduk 800.000 jiwa, dan 23,6 % dari luas wilayah merupakan dataran aluvial yang terbentuk oleh tiga aliran sungai utama, yaitu Batang Arau, Batang Kuranji, dan Batang Air Dingin. Sebagian besar aktivitas penduduk berada di dataran aluvial ini. Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) Kota Padang ada 4 titik daerah yang rawan dan selalu tergenang oleh banjir yaitu, Simpang Kalumpang, Maransi, Dadok, dan Alai Ampang (Kompas, Desember 2008). Kondisi banjir ini selain mengancam pemukiman dan perumahan penduduk juga mengancam sarana-sarana publik seperti sekolah (SMUN 7 dan SMUN 8 Kota Padang), Terminal Regional Bingkuang dan Bandara Internasional Minangkabau yang dapat mengganggu aktivitas di sektor perekonomian dan sektor pendidikan. Kebijakan pemerintahan Kota Padang, berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Padang 2004-2013, pengembangan Kota Padang diarahkan ke bagian timur dan kearah utara. Saat ini perkembangan daerah tersebut lebih banyak diperuntukkan untuk daerah pemukiman penduduk. Hal ini tentu akan menimbulkan perubahan tutupan lahan alami menjadi kawasan terbangun serta kawasan budidaya. Pada umumnya daerah bagian utara Kota Padang yakni kecamatan Koto Tangah telah terjadi perubahan fungsi lahan dari lahan sawah dan kebun campuran menjadi daerah perumahan. Perubahan tutupan lahan tersebut tidak diiringi dengan peningkatan jumlah saluran drainase yang seimbang dengan kebutuhan suatu wilayah, sehingga pada saat curah hujan cukup tinggi (dengan intensitas curah hujan harian maksimum rata-rata 223,03 mm/jam) mengakibatkan timbul banjir dan genangan seluas ± 44,09 Ha dengan tinggi genangan hingga 20-60 cm selama lebih dari 6 jam (Syahrial et al., 2007)

3 Permasalahan banjir dan penataan ruang merupakan tanggung jawab pemerintah. Dalam rangka otonomi daerah pemerintah Kota Padang memiliki wewenang untuk mengatasi permasalahan banjir dan mengawasi laju perubahan penggunaan lahan serta memperhatikan pengelolaan lingkungan binaan pada lahan-lahan terbangun. Solusi untuk permasalahan banjir ini perlu dilakukan secepatnya. Walaupun proyek pengendalian banjir sudah terlaksana dalam dua tahap, namun banjir masih kerap menghantui masyarakat pada daerah-daerah yang selama ini menjadi langganan banjir. Banjir yang melanda pemukiman maupun sawah masyarakat selalu berkaitan dengan penataan ruang dan pengelolaan lingkungan. Oleh sebab itu pemerintah diharapkan secepatnya melakukan evaluasi tata ruang dan pengelolaan lingkungan binaan didaerah yang rawan terlanda banjir. Selanjutnya, untuk mengidentifikasi luas sasaran banjir dengan skala wilayah yang cukup luas, maka dengan teknologi remote sensing, penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) sangat membantu para pembuat kebijakan dalam upaya penanggulangan bencana banjir. Sehubungan dengan masalah banjir, langkah yang dapat diambil adalah melalui kegiatan penataan ruang, dengan penekanan pada pengendalian pemanfaatan ruang, serta kegiatan rekayasa teknis yang mendukung proses penanganan dan pengendalian bencana banjir. Berdasarkan latar belakang diatas, maka diajukanlah suatu identifikasi arah perkembangan kota pada daerah-daerah yang berpotensi terjadi genangan banjir sekaligus sebagai arahan bagi pemerintah Kota Padang dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana banjir, melalui suatu penelitian yang berjudul Laju Perubahan Tutupan Lahan Terbangun pada Daerah Rawan Genangan Banjir di Kota Padang. 1.2. Kerangka Pemikiran Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah sekitar sungai sebagai akibat meluapnya air sungai yang tidak mampu ditampung alur sungai. Akibat dari peristiwa terjadi bentuk lahan bentukan banjir. Bentuk lahan ini biasanya terdapat pada dataran rendah, akibat peristiwa banjir berulangulang, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah sasaran banjir, disamping faktor kemiringan lereng, ketinggian dan liputan lahan.

4 Air hujan yang jatuh ke bumi menghambur dengan arah yang berbeda dalam beberapa cara. Sebagian meresap kedalam tanah, ditahan oleh tumbuhtumbuhan, dan lainnya menguap kembali ke atmosfer, sebagian lagi ditahan oleh ledok, rawa dan sejenisnya, sisanya yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off) yang biasanya menyebabkan banjir. Bertambahnya areal terbangun akibat pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan membuat permukaan tanah menjadi tertutup material kedap air, sehingga mengurangi permukaan tanah yang dapat meresapkan air, dan akibatnya aliran permukaan menjadi bertambah besar. Daerah rawan banjir adalah daerah yang mudah atau mempunyai kecenderungan untuk terlanda banjir. Analisa spasial daerah rawan banjir yang dilakukan pada daerah penelitian ini adalah dengan membuat klasifikasi tingkat kerentanan suatu wilayah untuk terlanda banjir akibat adanya perubahan penutupan lahan. Dalam pelaksanaannya terdapat faktor yang perlu dianalisa, seperti parameter fisik lahan yaitu curah hujan, bentuk lahan, kemiringan lereng, geologi dan penggunaan lahan serta dibantu analisis faktor manusia. Parameter fisik lahan penentu banjir diperoleh dari data penginderaan jauh, peta topografi dan peta tematik lainnya. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (SIG) akan membantu penyajian informasi secara visual tentang bahaya banjir disuatu wilayah, melalui metode pengharkatan, pembobotan dan tumpang susun. Bencana banjir di Kota Padang merupakan bencana rutin yang selalu dihadapi oleh masyarakat, ketika hujan dengan intensitas yang tinggi dengan waktu yang agak lama (Badan Penanggulangan Bencana Kota Padang, 2007). Bencana banjir sebagiaan besar melanda kawasan terbangun seperti perumahan dan pemukiman penduduk. Bertambahnya kawasan terbangun tentu akan menambah juga luasan daerah yang rawan terhadap bahaya banjir. Perubahan kawasan terbangun dari satu waktu ke waktu yang salah satu faktor penyebabnya adalah adanya laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di daerah perkotaan sebagai akibat dari urbanisasi. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

PERMASALAHAN BANJIR DAERAH PERKOTAAN (Kasus Kota Padang) FAKTOR ALAMI FAKTOR BENTUKAN MANUSIA Geomorfologi Wilayah Hidrologi Tata Ruang Perilaku Masyarakat - Bentuk Lahan - Kemiringan lereng - Karakteristik Lahan - Persipitasi (Curah Hujan) - Infiltrasi - Evaporasi - Run off - Penggunaan lahan - Sistem drainase - Ruang Terbuka Hijau - Adaptasi terhadap Banjir - Pertumbuhan Penduduk - Perubahan tutupan lahan - Pertambahan wilayah terbangun (kedap air) Karakteristik Banjir Pengaruh Pola Perkembangan Kota Respon Perubahan Tutupan Lahan Terbangun Terhadap TIngkat Bahaya Banjir Kebijakan Pengendalian Banjir Yang Berkelanjutan Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian 1

6 1.3. Perumusan Masalah Banjir tidak hanya dipandang sebagai permasalahan lingkungan, tetapi banjir juga dipandang dapat membawa berkah. Dalam ilmu geografi banjir merupakan salah satu agent atau tenaga bagi berlangsungnya proses geomorfologi yang mengukir relief permukaan bumi (Yusuf, 2005). Banjir dipandang menjadi masalah, apabila banjir menghancurkan harta dan jiwa manusia. Banjir tidak hanya diakibatkan karena faktor alamiah saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh perilaku manusia. Perilaku manusia tersebut diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan perubahan tutupan lahan alami menjadi tutupan lahan terbangun. Laju pertumbuhan penduduk ini mengakibatkan pertumbuhan area permukiman, yaitu merubah lahan-lahan yang tadinya kosong menjadi lahan terbangun. Dalam kondisi seperti ini, air larian yang terjadi akan lebih besar, dan mengumpul dalam waktu yang lebih lama sebab fungsi tanah untuk resapan air terganggu. Akibatnya genangan banjir akan merambah kemana-mana, genangan menjadi semakin luas. Kejadian banjir di Kota Padang dapat dipandang alami karena kondisi geomorfologi daerah yang terjadi akibat bentukan banjir serta dapat dipandang sebagai buatan manusia (man made) karena kelalaian dalam mengatur kondisi tata ruang, mengontrol perkembangan area terbangun, dan perilaku manusia dalam mengelola lingkungan serta adaptasi yang berjalan lambat untuk mengatasi banjir. Saat ini kejadian kondisi banjir di Kota Padang sering terjadi pada kawasan yang merupakan kawasan pemukiman dan kawasan-kawasan terbangun. Hal ini sering menimbulkan bahaya serta kerugian harta benda yang sangat besar. Upaya meminimalkan bahaya banjir tersebut belum optimal dilakukan oleh pemerintah Kota Padang dan akan terus menjadi bahaya bagi masyarakat yang bermukim pada wilayah rawan banjir. Saat ini kondisi penataan ruang dan pengelolaan permukiman kurang terlaksana dan terkoordinasi dengan baik karena: 1. Perkembangan wilayah terbangun sering mengabaikan kerentanan suatu daerah akan terlanda oleh banjir. 2. Perkembangan kawasan pemukiman kearah utara Kota Padang mengakibatkan timbulnya pengurangan daerah tangkapan air, sehingga akan meningkatkan kerentanan daerah hilir terhadap peristiwa banjir.

7 3. Tidak seimbangnya perkembangan tutupan lahan terbangun dengan fasilitas saluran drainase, sehingga mempercepat terjadinya genangan ketika terjadi hujan yang cukup deras yang berlangsung lama. 4. Belum adanya informasi yang bersifat prediksi terhadap sebaran tingkat bahaya banjir, sehingga pemerintah Kota Padang belum mampu untuk memprediksikan lokasi atau kawasan dan waktu terjadinya banjir. Hal ini mengakibatkan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) belum bisa diterapkan. Pertanyaan pokok dalam penelitian ini adalah: (1) apakah wilayah terbangun di Kota Padang saat ini telah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah?, (2) apakah perkembangan wilayah terbangun di Kota Padang menimbulkan peningkatan terhadap bahaya banjir?, dan (3) bagaimana manajemen pengendalian bencana yang berkelanjutan yang harus dikembangkan untuk mengatasi permasalahan banjir di Kota Padang? Bertolak dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka perlu didapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai: (1) kondisi perkembangan wilayah terbangun, (2) distribusi daerah rawan banjir, (3) respon perkembangan wilayah terbangun terhadap bahaya banjir, dan (4) peran pihak-pihak yang berkepentingan (penerima dampak) dalam kegiatan/kebijakan penanggulangan bencana banjir yang berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan penelitian yang akan dipecahkan dan diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perubahan tutupan lahan terbangun antara tahun 1994 dan tahun 2007 di Kota Padang? 2. Bagaimana karakteristik banjir dan tingkat kerawanan Kota Padang terhadap banjir? 3. Bagaimana respon peningkatan laju urbanisasi terhadap bahaya banjir di Kota Padang? 4. Bagaimana bentuk dan tingkat partisipasi penerima dampak bencana banjir dalam kebijakan penanggulangan bencana banjir yang berkelanjutan di Kota Padang?

8 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan Penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi laju perluasan lahan terbangun antara tahun 1994 sampai tahun 2007 di Kota Padang. 2. Mempelajari karakteristik banjir dan mengetahui zonasi daerah rawan banjir di Kota Padang. 3. Mengetahui respon peningkatan laju urbanisasi terhadap bahaya banjir di Kota Padang. 4. Mengetahui bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir yang berkelanjutan di Kota Padang. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, manfaat bagi peneliti, dan manfaat bagi pemegang kebijakan, sebagai berikut: 1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah terjadinya proses berpikir ilmiah melalui kegiatan penelitian yang mencirikan berkembangnya ilmu dan pengetahuan di bidang penataan wilayah rawan banjir. 2. Manfaat bagi peneliti adalah dapat berkembangnya kemampuan penalaran dalam rangka membentuk kemandirian peneliti dalam melakukan penelitian yang original 3. Manfaat bagi pemegang kebijakan dalah adalah sebagai dasar untuk mengembangkan kebijakan penanggulangan bencana banjir berbasis masyarakat di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat dan daerah lain yang memiliki kesamaan permasalahan.