2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

'~j ~ OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

RAHASIA KEPUTUSAN..*) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

2 tentang Tata Cara Tetap Pelaksana Harian Jabatan Struktural di Lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dengan Peraturan Kepala Bada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pengertian 1/20/2016 5

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Ittama.dpr.go.id. 4/13/2016 Irtama

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Indonesia Nomor 75 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Ap

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembar

2016, No NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 3. Peraturan Presiden Nom

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

9. Kementerian adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya disingkat Kementerian. BAB II TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL DEWAN ENERGI NASIONAL NOMOR : 001 K/70.RB/SJD/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI

2 Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik I

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Peg

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik

2017, No Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tinda

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-07/M.

Transkripsi:

No.809, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BMKG. Whistleblowing. Sistem. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, serta dalam rangka penguatan pengawasan untuk mendorong pengungkapan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika perlu mengatur Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran (Whistleblowing System); b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran (Whistleblowing System) di lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dengan Peraturan Kepala Badan;

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Ncgara Rcpublik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik ndonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74); 6. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 tentang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; 7. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor KEP.03 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; 8. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor 04 Tahun 2014 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; 9. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika;

3 10. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang bekerja di lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 2. Kepala Badan adalah Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 3. Sekretaris Utama adalah Sekretaris Utama BMKG. 4. Para Pejabat Tinggi Madya adalah Para Pejabat Tinggi Madya di Lingkungan BMKG 5. Inspektur adalah Inspektur BMKG. 6. Terperiksa adalah Pegawai yang menjadi obyek pemeriksaan atau pihak yang sedang diperiksa atas pelaporan pelanggaran. BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Kepala Badan ini meliputi : a. asas; b. pelaporan pelanggaran; c. sistem pelaporan dan penanganan pelanggaran (whistleblowing system);

4 d. hak dan kewajiban Terperiksa dan whistleblower; dan e. perlindungan dan penghargaan whistleblower. Pasal 3 Tujuan Peraturan Kepala Badan ini sebagai pedoman : a. mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan penyelenggaraan negara yang bersih serta bebas korupsi, kolusi dan nepotisme di BMKG; dan b. meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan di BMKG. BAB III ASAS Pasal 4 Pengelolaan whistleblowing system dilakukan dengan berdasarkan asas : a. adil/ tidak diskriminatif; b. kerahasiaan; c. transparan; d. jujur; e. akurat; f. akuntabel; dan g. praduga tak bersalah. BAB III PELAPORAN PELANGGARAN Pasal 5 Pegawai yang mengetahui adanya pelanggaran di lingkungan BMKG dapat menyampaikan pelaporan di lingkungan BMKG. Pasal 6 Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 merupakan whistleblower. Pasal 7 Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat berupa dugaan pelanggaran: a. korupsi, kolusi, dan nepotisme; b. penyalahgunaan wewenang; c. pungutan liar; d. gratifikasi;

5 e. benturan kepentingan; f. kelalaian dalam pelaksanaan tugas; dan/atau g. perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan kewajibannya, kepatutan, dan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disampaikan kepada: a. Pejabat Tinggi Madya; atau b. Inspektur. (2) Pejabat Tinggi Madya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib meneruskan kepada Inspektur. Pasal 9 Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus memuat : a. identitas yang jelas dan benar; dan b. uraian fakta terjadinya pelanggaran dengan disertai bukti. Pasal 10 Pelaporan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat disampaikan melalui : a. laporan langsung; dan/atau b. laporan tidak langsung. Pasal 11 (1) Laporan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a disampaikan melalui tatap muka dan/atau surat. (2) Laporan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b disampaikan secara online melalui aplikasi pelaporan yang telah tersedia.

6 BAB IV SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) Bagian Kesatu Umum Pasal 12 Pelaporan sebagamana dimaksud dalam Pasal 10 wajib ditindaklanjuti oleh Inspektur. Pasal 13 Tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 melalui sistem pelaporan dan penanganan pelanggaran (whistleblowing system). Pasal 14 Penanganan pelaporan pelanggaran oleh Pegawai dilakukan melalui : a. verifikasi; dan/atau b. pemeriksaan. Bagian Kedua Verifikasi Pasal 15 (1) Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilaksanakan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja. (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang berdasarkan persetujuan Inspektur. Pasal 16 (1) Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilakukan oleh Tim Verifikasi. (2) Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan para pejabat fungsional auditor di lingkungan BMKG. (3) Tim Verifikasi sebagaimana dimakud pada ayat (1) ditetapkan oleh Inspektur. Pasal 17 Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) memiliki tugas dan wewenang : a. melakukan pengumpulan data dan keterangan lainnya yang berkaitan dengan pelaporan pelanggaran;

7 b. melakukan verifikasi dan analisis terhadap data dan keterangan yang dikumpulkan; c. mengumpulkan bukti awal yang cukup berdasarkan hasil verifikasi dan analisis; dan d. menyusun dan menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi. Pasal 18 (1) Laporan Hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d paling sedikit memuat : a. sumber informasi dan/atau pelaporan; b. uraian indikasi terjadinya pelanggaran; c. uraian indikasi jenis perbuatan pelanggaran; d. perkiraan waktu terjadinya indikasi pelanggaran; dan e. kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut. (2) Sistematika Laporan Hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai Contoh A sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Kepala Badan ini. Pasal 19 Laporan Hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disampaikan kepada Inspektur. Pasal 20 Laporan Hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, sebagai dasar bagi Inspektur untuk memutuskan laporan pelanggaran : a. ditindaklanjuti dengan pemeriksaan; atau b. tidak ditindaklanjuti dengan tahap pemeriksaan. Bagian Kedua Pemeriksaan Pasal 21 (1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, dilakukan oleh Tim Pemeriksa. (2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur unit kerja di lingkungan BMKG yang memiliki tugas di bidang hukum, pengawasan, dan pembinaan sumber daya manusia. (3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah dari unsur unit kerja terkait di Lingkungan BMKG sesuai dengan substansi pelaporan pelanggaran yang ditangani.

8 (4) Tim Pemeriksa sebagaimana dimakud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Utama. Pasal 22 Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 memiliki tugas dan wewenang : a. melakukan pemeriksaan berdasarkan bukti awal yang cukup; b. melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik internal maupun eksternal dalam penanganan pelaporan pelanggaran; c. meminta keterangan, penjelasan, data, dan informasi serta konfirmasi bukti-bukti pendukung mengenai laporan yang disampaikan; d. melakukan upaya-upaya lainnya dalam rangka memperoleh bukti, informasi, keterangan dan petunjuk yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. mengundang whistleblower, terperiksa dan pihak-pihak yang mungkin terkait dengan laporan yang disampaikan; f. menetapkan atau memutuskan ada atau tidak adanya pelanggaran; dan g. menyusun dan menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan. Pasal 23 Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Tim Pemeriksa dapat membuat berita acara permintaaan keterangan. Pasal 24 (1) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf g paling sedikit memuat : a. dasar pemeriksaan; b. tujuan dan ruang lingkup pemeriksaan; c. uraian jenis pelanggaran; d. fakta-fakta atau kejadian yang terungkap; e. penyebab dan dampak pelanggaran; f. kerugian keuangan negara yang mungkin timbul; g. pihak-pihak yang terlibat; h. bukti dan hasil pemeriksaan; i. telaah hukum; dan j. kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.

9 (2) Sistematika Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai Contoh B sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Kepala Badan ini. Pasal 25 (1) Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, harus diklarifikasi kepada Terperiksa dan atasan langsung Terperiksa. (2) Dalam hal atasan langsung terperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat diduga terlibat dalam dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, maka atasan langsung Terperiksa tersebut tidak diikutkan dalam proses klarifikasi. Pasal 26 Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf g disampaikan kepada : a. Kepala Badan; b. Sekretaris Utama; c. atasan langsung Terperiksa secara berjenjang; dan d. pejabat yang diberi kewenangan di bidang pembinaan kepegawaian. Pasal 27 Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ditindaklanjuti dengan : a. menetapkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dalam hal ditemukan adanya pelanggaran; atau b. menetapkan pemulihan nama baik, dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN TERPERIKSA DAN WHISTLEBLOWER Pasal 28 Dalam sistem pelaporan dan penanganan pelanggaran (whistleblowing system), Terperiksa berhak : a. mendapatkan perlindungan yang didasarkan pada asas praduga tidak bersalah; b. memberikan hak jawab; c. menyampaikan bukti bahwa tidak melakukan Pelanggaran; d. menghadirkan saksi yang meringankan; dan

10 e. mendapatkan pernyataan pemulihan nama baik apabila tidak ditemukan indikasi pelanggaran pada saat verifikasi dan/ atau pemeriksaan. Pasal 29 Dalam sistem pelaporan dan penanganan pelanggaran (Whistleblowing System), Terperiksa berkewajiban: a. memberi keterangan dengan benar dan jujur; b. bekerja secara kooperatif dengan Tim Pemeriksa; dan c. memenuhi panggilan di setiap tahapan yang dilaksanakan dalam penanganan pelaporan pelanggaran. Pasal 30 Dalam sistem pelaporan dan penanganan pelanggaran (Whistleblowing System), whistleblower berhak: a. dirahasiakan identitasnya; b. dapat memberikan pernyataan tanpa tekanan dari pihak manapun; c. tidak dapat dituntut secara hukum atas kesaksian yang sedang atau yang telah diberikan; d. mengetahui perkembangan penanganan pelaporan pelanggaran; atau e. mendapatkan perlindungan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 31 Dalam sistem pelaporan dan penanganan pelanggaran (Whistleblowing System), whistleblower berkewajiban: a. menyampaikan seluruh informasi yang sebenar-benarnya; b. penyampaian pelaporan pelanggaran tidak berindikasi kepentingan pribadi; c. penyampaian pelaporan pelanggaran tanpa adanya paksaan/pengaruh dari pihak lain; dan d. bersikap koorporatif pada saat memberikan informasi. BAB VI PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN WHISTLEBLOWER Pasal 32 (1) Kepala Badan wajib memberikan perlindungan kepada whistleblower. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak diterimanya pelaporan.

11 Pasal 33 Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan dengan cara: a. menjaga kerahasiaan identitas whistleblower; b. memberikan rasa aman dalam memberikan keterangan; c. memberikan bantuan hukum; d. meminta perlindungan kepada instansi yang berwenang; dan/atau e. perlindungan dari tindakan balasan administratif kepegawaian dan jaminan hak kepegawaian. Pasal 34 (1) Kepala Badan dapat memberikan penghargaan kepada whistleblower sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal pelaporan: a. berdasarkan hasil pemeriksaan, terbukti telah terjadi pelanggaran disiplin; atau b. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum terbukti telah melawan hukum. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 35 Dalam hal Terperiksa beritikad baik dan bekerjasama dalam pengungkapan pelaporan, dapat direkomendasikan untuk diberikan keringanan dalam pemberian hukuman disiplin. Pasal 36 Pegawai yang berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti menyampaikan laporan palsu dan/atau bersifat fitnah, dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 37 Pejabat yang terbukti menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangannya untuk melakukan tindakan balasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e, dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

12 BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 2015 KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA, ANDI EKA SAKYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY

13 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA CONTOH A SISTEMATIKA LAPORAN HASIL VERIFIKASI Bab I Simpulan dan Rekomendasi Hasil Verifikasi a. Dasar Verifikasi b. Tujuan Verifikasi c. Lingkup Verifikasi d. Simpulan Hasil Verifikasi e. Rekomendasi Tim Verifikasi Bab II Uraian Hasil Verifikasi a. Sumber Informasi Indikasi Pelanggaran b. Uraian Fakta Indikasi Pelanggaran c. Jenis Perbuatan Pelanggaran d. Waktu Terjadinya Pelanggaran e. Kesimpulan dan Rekomendasi Bab III Penutup www.peraturan.go.id

14 CONTOH B SISTEMATIKA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN Bab I Simpulan dan Rekomendasi Hasil Penelitian a. Dasar Pemeriksaan b. Tujuan Pemeriksaan c. Lingkup Pemeriksaan d. Simpulan Hasil Pemeriksaan e. Rekomendasi Tim Pemeriksa Bab II Uraian Hasil Penelitian a. Sumber Informasi Indikasi Pelanggaran b. Uraian Fakta Indikasi Pelanggaran c. Jenis Perbuatan Pelanggaran d. Waktu Terjadinya Pelanggaran e. Kesimpulan dan Rekomendasi Bab III Penutup KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA, ANDI EKA SAKYA