KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI BANGUN DATAR

dokumen-dokumen yang mirip
KREATIVITAS PENGAJUAN SOAL DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF MATERI BANGUN SEGI EMPAT KELAS VII SMP

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT DI SMP

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS PADA MATERI TRIGONOMETRI

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMP

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

PEMANFAATAN DIAGRAM DALAM PENYELESAIAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 6 PONTIANAK

Diniatul Hidayani Sipahutar 1, Dinda Kartika Prodi Pendidikan Matematika Unimed Medan.

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Kata kunci: pemecahan masalah matematika, proses berpikir kreatif, tahapan Wallas, tingkat berpikir kreatif

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA TERHADAP KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA DI SD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DENGAN WAWANCARA KLINIS PADA PEMECAHAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL KELAS VIII SMP

Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal

IMPLEMENTASI METODE PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DI MAN 1 PONTIANAK

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN DI SMP

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

RESPONS SISWA TERHADAP SAJIAN SIMBOL, TABEL, GRAFIK DAN DIAGRAM DALAM MATERI LOGARITMA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MTS KELAS VIII

EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN SELF CONFIDENCE MATEMATIS SISWA ABSTRAK

PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

PENGGUNAAN TUGAS MIND MIND SEBAGAI INSTRUMEN PENILAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA MATERI FUNGSI KUADRAT

PROSIDING ISSN:

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN GEOBOARD BANGUN DATAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA POHON MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VIII E SMP TAMANSISWA MALANG

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR (MP PKB) DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP

PENERAPAN PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK DALAM PEMECAHAN MASALAH MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL DI MTS

PENGARUH PENGGUNAAN HAND OUT DISERTAI MIND MAPPING TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI KELAS VIII SMPN 2 BATANG ANAI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

ABSTRACT. Keywords: Role Play, Writing, Negotiation Text.

PENERAPAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI KELAINAN DAN PENYAKIT REPRODUKSI MANUSIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, JULI 2011

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR KREATIF SISWA GAYA BELAJAR VISUAL DALAM MEMECAHKAN MASALAH PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI

Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Keterampilan Berpikir Kreatif

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP PENALARAN MATEMATIS PADA MATERI PERBANDINGAN SMP

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

PENERAPAN TEORI BRUNER BERBANTUAN KARTU SAPURA PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI SMP

PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DAN PENDEKATAN DEDUKTIF DALAM SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA MATERI JAJARGENJANG SMP

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR TEMATIK SISWA JURNAL. Oleh

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DI SMP ARTIKEL PENELITIAN

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA YANG DILENGKAPI MIND MAP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK

1. PENDAHULUAN. berkemampuan rendah.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Unnes Physics Education Journal PENERAPAN MODEL DISCOVERY TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

MODEL PEMBELAJARAN FREE INQUIRY (INKUIRI BEBAS) DALAM PEMBELAJARAN MULTIREPRESENTASI FISIKA DI MAN 2 JEMBER

AlphaMath ABSTRACT: Keyword: Differentiated Instruction Approach, Mathematical Problem Solving Ability PENDAHULUAN

PENERAPAN STRATEGI THINK TALK WRITE TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

PENGARUH TINGKAT KECEMASAN MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA

PRISMA 1 (2018)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Millathina Puji Utami et al., Model Pembelajaran Children Learning in Science (CLIS)...

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING BERBANTUAN SMARTPHONE

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN LOGIS MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DISCOVERY METHODS DI KELAS X SMA NEGERI 2 SIGLI. Fithri Angelia Permana

Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write, Kemampuan Awal, Kemampuan Pemahaman Konsep.

Leo Ferdinandus Manalu*, Asmadi M. Noer**, dan Rasmiwetti*** Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Riau

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

PENGARUH PENDEKATAN OPEN-ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

MODEL INQUIRY TRAINING DENGAN SETTING KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

METODE BUZZ GROUP DISERTAI MEDIA KELERENG SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS I SD NEGERI BINJAI UTARA

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING

PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Key Words: creative thinking, open ended problems. Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember 41

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Bandar Lampung yang

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK OPEN START DI SMP NEGERI 10 PONTIANAK

ANALISIS KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

(The Influence of Creative Problem Solving Learning Model by Video Media to The Student Achievement on The Material Environmental Pollution.

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Transkripsi:

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI BANGUN DATAR Sasmita, Bambang Hudiono, Asep Nurasangaji Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email : sasmita_mita70@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran problem posing pada materi bangun datar persegi dan persegi panjang di SMP Negeri 1 Sukadana. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan bentuk pra-eksperimen. Sampel penelitian ini adalah 32 siswa kelas VIII C. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dalam pembelajaran problem posing, 4 siswa (12,5%) berada pada kategori sangat kreatif, 5 siswa (15,625%) berada pada kategori kreatif, 1 siswa (3,125%) siswa berada pada kategori cukup kreatif, 14 siswa (43,75%) berada pada kategori kurang kreatif dan 8 siswa (25%) berada pada kategori tidak kreatif. Secara keseluruhan, hasil perhitungan dengan menggunakan uji Mc Nemar terdapat perubahan kemampuan berpikir kreatif siswa yang signifikan setelah diajar dengan pembelajaran problem posing. Kata kunci : Kemampuan berpikir kreatif, Problem Posing Abstract: This research aims to determine the creative thinking ability of students in problem posing learning on square and rectangular s topic at SMP Negeri 1 Sukadana. The method of the research was experiment method in form of Pre-Experimental Design. The sample of this research was 32 students of class VIII C. The results of data analysis showed that in problem posing learning, 4 students (12.5%) were categorized very creative, 5 students (15.625%) were categorized creative, 1 student (3.125%) were categorized quite creative, 14 students (43.75%) were categorized less creative and 8 students (25%) were categorized not creative. In entirety, the results of the calculations by using the Mc Nemar test there was significant changes of creative thinking ability of students after being taught by problem posing learning. Keywords : Creative Thinking Ability, Problem Posing 1 1

D alam standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika menurut Depdiknas (2006) disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Hal ini juga sesuai dengan kurikulum 2013 yang juga bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara,dan peradaban dunia. Pernyataan tersebut merupakan keharusan agar kemampuan berpikir logis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama menjadi fokus dalam pendidikan matematika. Siswono (2006: 1) mengatakan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan/ memunculkan suatu ide baru. Hal itu menggabungkan ide-ide yang sebelumnya belum dilakukan. Pada umumnya, berpikir kreatif dipicu oleh masalah-masalah yang menantang. Kemampuan berpikir kreatif dalam standar pemecahan masalah oleh NCTM (2000), diantaranya menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi dalam memecahkan masalah. Namun kondisi yang terjadi saat ini kemampuan berpikir kreatif siswa di Indonesia belum berkembang dengan baik dan masih tergolong rendah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh TIMSS tahun 2011 Indonesia berada pada ranking 36 dari 48 negara untuk skor matematika internasional kelas VIII. Dalam penelitian yang dilakukan TIMSS tahun 2011, kompetensi siswa yang diamati adalah pengetahuan, penerapan dan penalaran, sedangkan materinya mencakup pokok bahasan bilangan, geometri, aljabar, data dan peluang. Menurut hasil analisis TIMSS 2011, skor matematika siswa Indonesia berada di bawah rata-rata skor matematika siswa Internasional. Untuk kompetensi penalaran pada ranking ke-36 dari 48 negara. Hanya 17% dari siswa Indonesia yang memenuhi kompetensi penalaran. Kurangnya kemampuan penalaran dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa, karena kemampuan berpikir kreatif merupakan bagian dari penalaran. Menurut Munandar (2012: 55) sekolah memiliki peran dalam pengembangan kreativitas siswa khususnya dalam pembelajaran. Namun berpikir kreatif kurang menjadi perhatian guru dalam mengajarkan matematika. Salah satu faktanya hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Sukadana, soal-soal yang selalu diberikan kepada siswa dalam pembelajaran adalah soal-soal rutin yang hanya memiliki satu jawaban benar sesuai dengan buku teks. Sehingga membuat siswa cenderung menghafal solusi masalah atau soal sesuai dengan yang dicontohkan oleh guru. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis dengan memberikan soal dengan bentuk pengajuan soal terkait materi bangun datar di SMP Negeri 1 Sukadana yang diberikan kepada 28 siswa, ternyata lebih dari 50% siswa masih belum mampu mengajukan lebih dari satu soal dan belum mampu menyelesaikan soal tersebut dengan benar. Siswa masih kesulitan untuk mengungkapkan soal-soal yang biasanya sering ditemukan dalam pembelajaran. 2

Selain itu, rendahnya pengembangan kreativitas disebabkan pembelajaran di sekolah pada umumnya hanya melatih proses berpikir konvergen, terbatas pada penalaran verbal dan pemikiran logis. Sehingga siswa akan terbiasa dengan berpikir konvergen dan bila dihadapkan pada masalah, siswa akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah secara kreatif. Selain itu adanya penekanan bahwa guru selalu benar dan pengajaran berlebih pada hafalan karena padatnya kurikulum di sekolah. Tentu saja pembelajaran seperti ini tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, karena menurut Guilford dalam Munandar (2012: 12) bahwa adanya keterpaduan dua kemampuan berpikir yaitu kemampuan berpikir konvergen dan divergen dapat mewujudkan kreativitas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu program pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Belajar akan bermakna bagi peserta didik apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya. Karena itu, pemilihan pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting dan harus disesuaikan dengan kemampuan berpikir siswa, karena mata pelajaran matematika ini menuntut kemampuan berpikir, komunikasi, ketelitian, ketepatan perhitungan-perhitungan di dalam penyelesaiannya. Salah satu program pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pembelajaran problem posing. Menurut Suyitno (2010: 29) pembelajaran problem posing merupakan salah satu pembelajaran yang menuntut para siswa/peserta didik untuk mengajukan soal dan memecahkan sendiri soal yang diajukannya. Sejalan dengan Siswono (2006: 75) yang menyatakan bahwa problem posing) adalah pengajuan soal atau pertanyaan dari informasi yang disediakan. Latar belakang masalah dapat berdasar topik yang luas, soal yang sudah dikerjakan atau informasi tertentu yang diberikan kepada siswa. Jadi dalam pembelajaran problem posing siswa dilatih untuk bertanya. Hal ini diyakini mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, karena menurut siswono (2006: 81) bertanya adalah pangkal dari semua kreasi. Untuk penjelasan indikator berpikir kreatif dalam pengajuan masalah (Problem Posing) dijelaskan oleh Silver (1997: 76) sebagai berikut : (1) Kefasihan, siswa membuat banyak masalah yang dapat dipecahkan; (2) Siswa mengajukan masalah yang dapat dipecahkan dengan cara yang berbeda-beda. Siswa menggunakan pendekatan bagaimana jika tidak untuk mengajukan masalah; (3) Kebaruan, siswa memeriksa beberapa masalah yang diajukan kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda. Berdasarkan indikator berpikir kreatif, Siswono (2006: 3) mengkategorikan kemampuan berpikir kreatif ke dalam 5 tingkat berpikir kreatif, yaitu tingkat 4 (sangat kreatif), tingkat 3 (kurang kreatif), tingkat 2 (cuku kreatif), tingkat 1 (kurang kreatif), dan tingkat 0 (tidak kreatif). Siswa berada pada tingkat 4 jika siswa mampu memenuhi 3 komponen indikator berpikir kreatif (kefasihan, fleksibelitas, dan kebaruan), siswa berada pada tingkat 3 jika siswa memenuhi dua komponen indikator berpikir kreatif (kefasihan dan fleksibelitas atau kefasihan dan kebaruan), siswa berada pada tingkat 2 jika siswa memenuhi 1 komponen indikator berpikir kreatif (kebaruan atau fleksielitas saja), siswa berada 3

pada tingkat 1 jika siswa hanya memenuhi indikator kefasihan saja dan siswa berada pada tingkat 0 jika siswa tidak memenuhi semua indikator berpikir kreatif. Dari hasil wawancara penelitian Nandasari (2013) bahwa dalam hal mengajukan pertanyaan, siswa-siswa merasa tertantang dan senang dapat menyalurkan kreativitasnya dalam mengajukan pertanyaan yang mereka buat sendiri kemudian menjawabnya. Kemudian dari hasil penelitian Wulandari (2011) menyatakan bahwa problem posing dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis. Sedangkan dalam kemampuan penalaran terdapat kemampuan berpikir kreatif. Dari uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran problem posing pada materi bangun datar. METODE Metode penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimen dengan rancangan penelitian one group pretest-posttest yang dapat digambarkan sebagai berikut. Tabel 1 Rancangan Penelitian Desain One Group Pretest Posttest Observasi Perlakuan Observasi Eksperimen O 1 X O 2 (Arikunto, 2010: 124) Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sukadana yang terdiri dari kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, dan VIII E dan sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII C. Pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pengukuran berupa tes kemampuan berpikir kreatif berupa tugas pengajuan masalah untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dan teknik komunikasi tidak langsung dengan menggunakan angket untuk melihat respon siswa terhadap pembelajaran problem posing. Instrumen penelitian divalidasi oleh satu orang dosen Pendidikan Matematika FKIP Untan dan dua orang guru SMP Negeri 1 Sukadana dengan hasil validasi bahwa instrumen yang digunakan valid. Hasil pretest dan posttest berupa hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa dianalisis dengan memberikan skor pada jawaban siswa, kemudian mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif siswa. Selain itu hasil tes kemampuan bepikir kreatif siswa juga dianalisis dengan uji Mc Nemar untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dan untuk peningkatan pencapaian tiap indikator berpikir kreatif dianalisis dengan 2 cara, yaitu dengan uji Mc Nemar dan perhitungan n-gain. Sedangkan untuk hasil angket respon siswa dianalisis dengan menggunakan skala likert. Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1) tahap persiapan, 2) tahap pelaksanaan, dan 3) tahap akhir. 4

Tahap persiapan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan, antara lain : 1) Melakukan observasi di SMP Negeri 1 Sukadana, 2) Melakukan wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Sukadana untuk memperoleh data, 3) Melakukan prariset di SMP Negeri 1 Sukadana, 4) Menyiapkan perangkat pembelajaran, 5) Melakukan validasi terhadap instrumen penelitian, 6) Melakukan revisi instrumen berdasarkan hasil validasi, dan 7) Menentukan waktu pelaksanaan penelitian dengan berkonsultasi dengan guru matematika yang mengajar di kelas VIII SMP Negeri 1 Sukadana. Tahap pelaksanaan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, antara lain: 1) Mengelompokkan siswa tingkat kemampuan (atas, menengah dan bawah) berdasarkan nilai ulangan semester genap, 2) Memberi pre-test kepada sampel penelitian, 3) Melakukan proses pembelajaran problem posing, 4) Memberikan post-test, dan 5) Menyebarkan angket respon siswa pada sampel penelitian. Tahap akhir Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap akhir, antara lain: 1) Menganalisis data, 2) Menarik kesimpulan, dan 3) Menyusun laporan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelas VIII C SMP Negeri 1 Sukadana. Pada kelas sampel ini akan diberikan perlakuan berupa pembelajaran problem posing pada materi bangun datar. Sampel penelitian berjumlah 32 siswa. Dari hasil penelitian diperoleh 3 kelompok data, yaitu data hasil pengelompokan siswa, data hasil tes kemampuan berpikir kreatif, dan data hasil angket respon siswa. Berdasarkan pengelompokan siswa yang didasarkan pada nilai ulangan umum matematika semester genap, diperoleh 3 kelompok tingkat kemampuan siswa, yaitu tingkat kemampuan kelompok atas, tingkat kemampuan kelompok menengah, dan tingkat kemampuan kelompok bawah. Hasil pengelompokkan siswa dapat disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Pengelompokkan Tingkat Kemampuan Siswa Jumlah Siswa Rata-rata Nilai Nilai Tertinggi Nilai Terendah Atas 5 84 89 78 Menengah 20 56,4 74 33 Bawah 7 24,286 30 25 1) Deskripsi Tingkat Berpikir Kreatif Sebelum Pembelajaran Problem Posing Dari hasil analisis hasil pretest, tingkat kemampuan siswa kelompok atas sebelum pembelajaran problem posing, yaitu 80% atau sebanyak 4 siswa berada pada tingkat berpikir tidak kreatif, 1 orang (20%) siswa berada pada tingkat kurang kreatif dan 0% atau tidak ada siswa yang berada pada tingkat berpikir 5

sangat kreatif, kreatif, dan cukup kreatif. Sedangkan tingkat berpikir kreatif siswa kelompok menengah 15% atau sebanyak 3 siswa berada pada tingkat berpikir kurang kreatif, 17 orang (85%) siswa berada pada tingkat tidak kreatif dan 0% atau tidak ada siswa kelompok menengah yang berada pada tingkat berpikir sangat kreatif, kreatif, dan cukup kreatif. Dan untuk tingkat berpikir kreatif siswa kelompok bawah 14,28% siswa berada pada tingkat kurang kreatif, 6 atau 85,72% siswa berada pada tingkat tidak kreatif dan 0% atau tidak ada siswa kelompok menengah yang berada pada tingkat berpikir sangat kreatif, kreatif, dan cukup kreatif. Hasil pretest siswa juga dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 3 Deskripsi Tingkat Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Kemampuan sebelum Pembelajaran problem posing Tingkat Berpikir Kreatif Atas Menengah Bawah N % N % N % Sangat Kreatif 0 0 0 0 0 0 Kreatif 0 0 0 0 0 0 Cukup Kreatif 0 0 0 0 0 0 Kurang Kreatif 1 20 3 15 1 14,28 Tidak Kreatif 4 80 17 85 6 85,72 2) Deskripsi Tingkat Berpikir Kreatif Setelah Pembelajaran Problem Posing Hasil deskripsi tingkat berpikir kreatif siswa dari hasil posttest dapat dilihat pada tebel 4 berikut. Tabel 4 Deskripsi Tingkat Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Kemampuan Ssetelah Pembelajaran problem posing Tingkat Berpikir Kreatif Atas Menengah Bawah N % N % N % Sangat Kreatif 3 60 1 5 0 0 Kreatif 2 40 3 15 0 0 Cukup Kreatif 0 0 1 5 0 0 Kurang Kreatif 0 0 12 60 2 28,57 Tidak Kreatif 0 0 3 15 4 71,43 Dari tabel di atas dapat dilihat tingkat berpikir kreatif siswa kelompok atas setelah pembelajaran problem posing, yaitu 3 siswa (60%) berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori sangat kreatif, 2 siswa (40%) berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori kreatif, dan tidak ada siswa yang berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori cukup kreatif, kurang kreatif dan tidak kreatif. Sedangkan tingkat berpikir kreatif siswa kelompok menengah 1 orang atau 5% siswa berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori sangat kreatif, 3 siswa atau 15% berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori kreatif, 5% siswa pada kategori cukup kreatif, 12 siswa (60 %) berada pada tingkat berpikir 6

Banyak Siswa kreatif dengan kategori kurang kreatif, sedangkan pada kategori tidak kreatif terdapat 3 orang siswa atau sebanyak 15% dari siswa kelompok menengah. Dan untuk tingkat berpikir kreatif siswa kelompok bawah 2 siswa atau 28,57% berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori kurang kreatif, 4 siswa lainnya (71,43%) berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori tidak kreatif, dan tidak ada siswa (0%) yang berada pada kategori sangat kreatif, kreatif dan cukup kreatif. 3) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Data hasil pretest dan posttest siswa juga dianalisis untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran problem posing. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif dapat dilakukan dengan analisis deskriptif, uji Mc Nemar dan perhitungan n-gain. Perhitungan dengan uji Mc Nemar dilakukan untuk mengetahui signifikansi peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa secara umum (uji hipotesis) dan untuk mengetahui signifikansi peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada tiap kemampuan. Jika tidak dapat dilakukan dengan uji Mc Nemar, maka dilanjutkan dengan uji Binomial. Sedangkan perhitungan N-gain dilakukan untuk melihat kategori peningkatan pencapaian tiap indikator berpikir kreatif siswa secara keseluruhan maupun pada tiap tingkat kemampuan. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil pretest dan posttest akan diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah komponen dari indikator yang mampu mereka capai pada saat pretest dan posttest seperti pada diagram berikut. 30 25 20 15 10 5 0 4 5 0 0 3 Komponen 2 Komponen 4 15 1 Komponen 28 8 Tidak ada komponen Jumlah Indikator Berpikir Kreatif Siswa yang Dipenuhi Pretest Posttest Gambar 1 Diagram Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Selain itu, peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa secara umum juga diketahui dengan melakukan uji Mc Nemar. Berdasarkan uji Mc Nemar diperoleh χ 2 hitung = 13,88 dan χ2 = 3,481. Ini berarti terjadi perubahan tabel (peningkatan) yang signifikan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemudian untuk peningkan kemampuan berpikir kreatif untuk tiap tingkat kemampuan dapat dilihat pada tabel berikut. 7

Persentase Pencapaian Tabel 5 Rekapitulasi Peningkatan (Perubahan) Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Tingkat Kemampuan Atas Menengah Bawah Uji Perubahan Mc Tidak Binomial Signifikan Nemar Signifikan - 0,031-9,38 - - - 1 Peningkatan pencapaian tiap indikator secara umum dilakukan dengan analisis perhitungan n-gain. N-gain untuk tiap peningkatan pencapaian indikator berpikir kreatif dapat dilihat pada diagram berikut. 80 70 60 50 40 30 20 10 0 71.87 31.25 12.50 12.50 0.67 0 0.31 0 0.12 Kefasihan Fleksibelitas Kebaruan Indikator Berpikir Kreatif Pretest Posttest N-gain Gambar 2 Diagram Peningkatan Persentase Pencapaian Indikator Berpikir Kreatif Siswa Kemudian kategori peningkatan (perubahan) pencapaian tiap indikator berdasarkan tiap kemampuan dapat dilakukan dengan menganalisis hasil pretest dan posttest siswa tiap tingkat kemampuan untuk mengetahui nilai n-gain seperti pada tabel berikut. Tabel 6 Rekapitulasi n-gain Persentase Pencapaian Indikator atas Menengah Bawah Pre. Post. n-gain Pre. Post. n-gain Pre. Post. n-gain Kefasihan 20 80 1 15 85 0,76 14,28 28,57 0,166 Fleksibelitas 0 100 1 0 25 0,25 0 0 - Kebaruan 0 60 0,6 0 5 0,05 0 0-8

4) Hasil Angket Respon Siswa Adapun hasil angket respon siswa disajikan pada tabel berikut. Tingkat Kemampuan Tabel 7 Hasil Angket Respon Siswa Skor Skor Rata- Maksimal Rata Persentase Respon Atas 36,7 44 85,45 Menengah 35,3 44 80,22 Bawah 32,42877 44 73,70 Rata-rata keseluruhan 35,03 44 79,61 Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 24 Oktober 2014 sampai dengan tanggal 5 November 2014 di kelas VIII C SMP Negeri 1 Sukadana. Pretest diberikan pada tanggal 24 Oktober 2014 dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif awal siswa sebelum pembelajaran problem posing. Penskoran yang digunakan untuk pretest dan posttest siswa digunakan skor kategori untuk tiap soal. Siswa mendapat skor 1 jika siswa memenuhi indikator yang terdapat pada soal. Dan siswa mendapat skor 0 jika siswa tidak mampu memenuhi indikator dalam soal. Tiap satu soal memuat satu indikator. Berdasarkan hasil pretest tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa kelompok atas, menengah dan bawah. Dari hasil tersebut, kemampuan berpikir siswa kelompok atas, menengah dan bawah masih sangat rendah karena semua siswa pada tiap tingkat kemampuan hanya berada pada kategori kurang kreatif dan tidak kreatif. Bahkan untuk siswa pada tingkat kemampuan atas, kemampuan berpikir kreatif dari hasil pretest tidak sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Siswa yang berada pada kategori kurang kreatif berarti siswa tersebut hanya mampu memenuhi indikator kefasihan, yaitu siswa mampu membuat banyak masalah (soal) matematika yang terkait bangun datar dengan jawaban benar. Dalam soal ini siswa diminta untuk mengajuan lebih dari 1 soal dengan jawaban yang benar. Informasi dalam soal ini berupa gambar persegi panjang dengan panjang 10 cm dan lebar 8 cm. Siswa A9 dalam mengerjakan soal nomor 1, dilihat dari lembar jawaban siswa, siswa A9 mampu membuat 2 buah soal terkait dengan luas dan keliling dari gambar persegi panjang yang diberikan. Kemudian siswa tersebut juga mampu menjawab soal yang diajukan dengan benar. Meskipun sudah mampu membuat soal dengan fasih, namun tingkat kesulitan soal-soal yang dibuat oleh siswa yang termasuk fasih masih tergolong mudah untuk diselesaikan. Kemudian untuk siswa yang berada pada kategori tidak kreatif berarti siswa tersebut tidak memenuhi satupun komponen indikator berpikir kreatif. Rata-rata kesalahan siswa mengarah pada kurang penguasaan materi yang disebabkan lupa rumus keliling dan luas karena materi yang dipelajari sudah 9

dilewati cukup lama. Diantaranya ada beberapa siswa yang kesulitan untuk membuat pertanyaan, bahkan tidak dapat membuat pertanyaan sama sekali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Silver dan Cai (1996: 522) bahwa kelemahan utama dari penerapan problem posing berkaitan dengan penguasaan bahasa di mana siswa mengalami kesulitan dalam membuat kalimat tanya. Selanjutnya soal nomor 2 yang memuat indikator fleksibelitas, yaitu siswa mampu mengajukan masalah (soal) matematika yang terkait bangun datar dengan cara penyelesaian yang beragam (divergen) atau siswa mampu mengajukan soal dengan menggunakan strategi pengajuan soal yang berbeda. Jadi dalam soal nomor 2 siswa diminta untuk membuat soal matematika yang terkait bangun datar dengan cara penyelesaian yang beragam atau membuat soal dengan menggunakan strategi pengajuan soal yang berbeda (menambah atau mengubah informasi yang diberikan dalam pengajuan masalah). Untuk nomor 2 semua siswa mendapatkan skor 0 artinya tidak ada siswa yang mampu memenuhi indikator fleksibelitas. Beberapa siswa mencoba membuat soal divergen, namun dalam menjawab siswa sebenarnya masih menggunakan rumus yang sama, hanya saja siswa mengubahubah letak simbol dalam rumus. Hal ini disebabkan karena siswa belum berpengalaman dalam membuat soal yang divergen seperti yang diperintahkan dalam soal. Dengan demikian kriteria fleksibilitas dalam menilai kreativitas sulit ditemukan. Sedangkan siswa yang lain membuat kesalahan dengan membuat soal yang tidak memuat masalah matematika dan membuat soal dengan menanyakan sesuatu yang sudah diketahui berdasarkan informasi yang diberikan. Kemudian soal nomor 3 yang memuat indikator kebaruan, yaitu siswa mampu mengajukan soal yang tidak biasa untuk tingkat kemampuannya atau siswa mampu membuat masalah yang jarang diajukan oleh siswa yang lain. Jadi dalam soal nomor 2 siswa diminta untuk membuat soal matematika yang terkait bangun datar dengan cara membuat soal yang benar-benar baru dan berbeda dari soal yang telah diajukan sebelumnya karena untuk mengajukan dua soal saja siswa sudah cukup kesulitan. Untuk soal ini, semua siswa mendapatkan skor 0 artinya tidak ada siswa yang mampu memenuhi indikator kebaruan. Dari hasil pemaparan menunjukkan tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa kelompok atas, menengah dan bawah. Dari hasil tersebut baik untuk kemampuan berpikir siswa kelompok atas, menengah dan bawah masih sangat rendah. Secara umum dari siswa tingkat kemampuan atas, menengah dan bawah, 12,5% (4 siswa) berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori kurang kreatif dan 87,5% (28 siswa) berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori tidak kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa kurang atau belum dilatih oleh guru dalam pembelajaran sebelumnya terutama kemampuan berpikir kreatif dalam hal mengajukan masalah. Hal ini sesuai dengan pernyataan guru mata pelajaran yang menyatakan bahwa siswa belum terlalu mengenal bahkan masih sangat asing dengan problem posing (pembuatan soal/ masalah) karena selama ini pembelajaran lebih difokuskan untuk mencapai penyampaian materi sesuai tuntutan kurikulum sehingga siswa hanya dilatih untuk berpikir secara konvergen ke satu arah yaitu menemukan jawaban benar, tanpa dikenalkan bagaimana seni memunculkan soal atau pertanyaan yang mampu membantu siswa untuk berpikir kreatif. 10

Kemudian untuk dua pertemuan selanjutnya, yaitu pada tanggal 29 dan 30 Oktober 2014 kelas VIII C diberi perlakuan dengan pembelajaran problem posing. Sebelum melakukan pembelajaran, terlebih dahulu dijelaskan langkah-langkah dan tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa dibagi menjadi 6 kelompok. Pada saat melakukan penelitian, dalam proses pembelajaran, siswa terlihat antusias terutama untuk siswa dengan tingkat kemampuan dan sedang. Keaktifan siswa semakin terlihat pada tahap menampilkan masalah, di mana siswa diharuskan untuk membuat pertanyaan sesuai dengan lembar problem posing yang telah diberikan. Siswa juga dikenalkan dan diarahkan untuk membuat soal-soal divergen serta dibimbing untuk membuat soal dengan cara mengubah dan memodifikasi informasi yang diberikan. Setelah pembelajaran dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan selesai, pada pertemuan berikutnya siswa diberikan posttest dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa setelah mengikuti pembelajaran problem posing dan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah diajarkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Setelah mengerjakan posttest siswa diberikan lembar angket untuk mengetahui respon siswa selama proses pembelajaran problem posing berlangsung. Berdasarkan hasil analisis skor posttest siswa, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa tingkat kemampuan atas, menengah dan bawah. Siswa tingkat kemampuan atas berada pada kategori sangat kreatif dan kreatif, tidak ada siswa yang berada pada kategori cukup kreatif dan kreatif. Hal ini berarti setelah pembelajaran, siswa pada tingkat kemampuan atas mampu memenuhi paling sedikit dua komponen indikator kemampuan berpikir kreatif. Siswa tingkat kemampuan atas yang berada pada kategori sangat kreatif, berarti siswa tersebut mampu memenuhi indikator kefasihan, fleksibelitas dan kebaruan. Sedangkan siswa tigkat kemampuan atas yang berada pada kategori kreatif berarti siswa mampu memenuhi indikator kefasihan dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibelitas saja. Secara keseluruhan, siswa kelompok atas mampu memenuhi indikator kefasihan dan fleksibelitas, hanya saja untuk indikator fleksibelitas ada siswa yang mampu memenuhi indikator fleksibelitas menurut Silver (1997:78), yaitu mengacu pada kemampuan siswa dalam mengajukan masalah yang memiliki beragam penyelesaian. Dan ada pula siswa yang mampu memenuhi indikator fleksibelitas menurut Kontorovich (2011), yaitu mengacu pada tipe soal yang diajukan berdasarkan penerapan strategi strategi pengajuan masalah yang digunakan artinya siswa mengajukan soal dengan cara memodifikasi dan menambah informasi yang diberikan. Hal ini terjadi karena perbedaan kemampuan siswa dalam memahami soal-soal divergen, siswa yang masih bingung dengan soal divergen setelah pembelajaran menganggap membuat soal dengan memodifikasi informasi pada lembar problem posing lebih mudah untuk dilakukan. Kemudian berdasarkan hasil analisis skor posttest, siswa tingkat kemampuan menengah dominan berada pada kategori kurang kreatif. Hal ini berarti setelah pembelajaran siswa tingkat kemampuan menengah sudah mampu memenuhi indikator kefasihan. Kemudian pada tingkat kemampuan menengah juga terdapat 1 siswa yang berada pada kategori sangat kreatif, 3 siswa pada 11

kategori kreatif dan 1 siswa berada pada kategori cukup kreatif. Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa-siswa tersebut selama penbelajaran menunjukkan rasa ingin tahu yang kuat dan mau mengikuti pembelajaran dengan baik, karena menurut Carl Roger dalam Munandar (2012: 34) ciri pribadi kreatif adalah terbuka terhadap pengalam dan mau bermain dengan konsep. Namun, pada siswa tingkat kemampuan menengah juga terdapat 3 orang siswa yang berada pada kategori tidak kreatif, hal ini berarti masih ada siswa tingkat kemampuan menengah yang tidak mampu memenuhi semua komponen indikator berpikir kreatif. Beberapa hal yang menyebabkan siswa membuat kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan posttest adalah kurangnya penguasaan materi, karena selama pembelajaran ada beberapa siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik, tidak ikut bekerja dalam kelompok dan mengandalkan ketua kelompok yang dipilih dari siswa tingkat kemampuan atas. Selain itu bentuk informasi yang diberikan pada saat posttest juga berbeda pada saat pembelajaran sehingga menurut siswa bersangkutan, informasi yang diberikan cukup rumit. Kesalahan lain yang dilakukan siswa adalah kesalahan dalam menyelesaikan soal, sehingga menyebabkan siswa tidak memenuhi indikator kefasihan. Kemudian berdasarkan hasil analisis skor posttest siswa tingkat kemampuan bawah, tidak terdapat banyak antara kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran problem posing. Siswa pada tingkat kemampuan bawah masih berada pada kategori kurang kreatif dan tidak kreatif. hanya saja pada kategori kurang kreatif yang sebelumnya hanya dipenuhi oleh satu orang siswa, setelah pembelajaran mampu dipenuhi oleh dua orang siswa. Dan siswa yang tidak kreatif sebanyk 5 siswa setelah pembelajaran problem posing. Diantara 5 siswa ini ada beberapa siswa yang masih belum bisa membuat soal dengan benar dan sebagian yang lain sudah mampu membuat soal, akan tetapi masih terdapat kesalahan dalam menjawab. Penyebabnya adalah kurang pemahaman akan materi dan informasi gambar yang diberikan berbeda pada saat pembelajaran, sehingga siswa bingung untuk mengajukan soal dan menyelesaikannya. Rata-rata soal yang diajukan siswa kelompok bawah tergolong sangat mudah untuk diselesaikan dibandingkan dengan siswa kelompok atas dan menengah karena menyesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa. Hal ini menunjukkan bahwa problem posing tidak memberikan perubahan yang ukup baik untuk siswa tingkat kemampuan bawah. Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, kemampuan berpikir kreatif siswa sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Siswa dengan tingkat kemampuan atas secara umum lebih baik daripada kemampuan berpikir siswa pada tingkat kemampuan menengah dan siswa dengan tingkat kemampuan menengah secara umum lebih baik daripada kemampuan berpikir siswa pada tingkat kemampuan bawah. Hal ini sesuai hasil penelitian Safarida (2012) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa sesuai dengan tingkat prestasi/ tingkat kemampuan siswa. Secara umum dari 32 siswa setelah pembelajaran problem posing, 12,5% (4 siswa) berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori sangat kreatif, 15,625% (5 siswa) berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori kreatif, 3,125% berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori cukup kreatif, 43,75% 12

berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori kurang kreatif dan 25% siswa berada pada tingkat berpikir kreatif dengan kategori tidak kreatif. Kemampuan berpikir kreatif siswa dikatakan meningkat apabila dipenuhi paling sedikit dua syarat dari syarat-syarat berikut : 1) siswa yang memenuhi tiga komponen berpikir kreatif meningkat, artinya banyaknya siswa yang memenuhi tiga komponen berpikir kreatif pada saat posttest lebih banyak daripada pretest, 2) siswa yang memenuhi dua komponen berpikir kreatif meningkat, artinya banyaknya siswa yang memenuhi dua komponen berpikir kreatif pada saat posttest lebih banyak daripada pretest. 3) siswa yang memenuhi satu komponen berpikir kreatif meningkat, artinya banyaknya siswa yang memenuhi satu komponen berpikir kreatif pada saat posttest lebih banyak daripada pretest. 4) siswa yang tidak memenuhi komponen berpikir kreatif menurun, artinya banyaknya siswa yang tidak memenuhi komponen berpikir kreatif pada saat posttest lebih sedikit daripada pretest. Berdasarkan pemaparan hasil pretest dan posttest,telah diketahui bahwa pada saat pretest tidak ada siswa yang mampu memenuhi 3 komponen dan mengalami peningkatan pada saat posttest menjadi 4 orang siswa yang memenuhi 3 komponen indikator berpikir kreatif. Kemudian juga tidak ada siswa yang memenuhi 2 komponen indikator berpikir kreatif pada saat pretest dan mengalami peningkatan pada saat posttest menjadi 5 orang siswa. Sedangkan yang memenuhi 1 komponen terdapat 4 orang siswa pada saat pretest dan mengalami peningkatan pada saat posttest menjadi 15 orang siswa. Sedangkan siswa yang tidak memenuhi satupun komponen indikator berpikir kreatif pada saat pretest sebanyak 28 siswa dan mengalami penurun pada saat posttest menjadi 8 orang siswa. Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan terhadap pemaparan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif dikatakan meningkat karena pemaparan hasil pretest dan hasil posttest memenuhi semua syarat bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dikatakan meningkat. Kemudian untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa secara umum juga dilakukan uji Mc Nemar. Berdasarkan uji Mc Nemar, diperoleh χ 2 hitung : = 13,88 dan χ2 tabel = 3,481. Karena χ2 tabel < χ2 hitung, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif sebelum dan setelah pembelajaran problem posing. Berdasarkan hasil pretest dan posttest juga dilakukan analisis dengan uji Mc Nemar untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa untuk tiap tingkat kemampuan. Untuk analisis hasil pretest dan posttest siswa tingkat kemampuan atas, karena tidak bisa dilanjutkan dengan uji Mc Nemar, maka dilakukan uji Binomial. Berdasarkan uji Binomial diperoleh harga p = 0,031 dan α = 0,05. Karena nilai p < α, maka terjadi perubahan (peningkatan) yang signifikan pada tingkat kemampuan atas. Kemudian berdasarkan uji Mc Nemar pada siswa tingkat kemampuan menengah, diperoleh χ 2 = 9,38 dan hitung χ 2 tabel = 3,48. Karena χ2 tabel < χ2 hitung, maka terjadi perubahan (peningkatan) yang signifikan pada tingkat kemampuan menengah. Kemudian untuk siswa 13

tingkat kemampuan bawah, dilakukan uji Binomial. Berdasarkan uji Binomial diperoleh harga p = 1 dan α = 0,05. Karena nilai p > α, maka tidak terjadi perubahan (peningkatan) yang signifikan pada tingkat kemampuan bawah. Hal ini terjadi karena siswa pada tingkat atas lebih baik dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan sebagian besar siswa pada tingkat kemampuan bawah banyak melewatkan tahapan pembelajaran, terutama dalam diskusi kelompok banyak siswa pada tingkat kemampuan bawah tidak ikut bekerja sama. Selanjutnya untuk mengetahui kategori peningkatan pencapaian tiap indikator kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran problem posing dilakukan perhitungan n-gain. Secara keseluruhan untuk peningkatan pencapaian indikator kefasihan diperoleh n-gain sebesar 0,678 dengan kategori sedang. Untuk peningkatan pencapaian indikator fleksibelitas diperoleh n-gain sebesar 0,312 dengan kategori sedang. Sedangkan untuk peningkatan pencapaian indikator kebaruan diperoleh n-gain sebesar 0,125 dengan kategori rendah. Berdasarkan perhitungan n-gain peningkatan pencapaian indikator kemampuan berpikir kreatif juga dilihat dari tiap tingkat kemampuan siswa. Untuk siswa tingkat kemampuan atas, pada indikator kefasihan dan fleksibelitas, diperoleh n-gain sebesar 1. Ini berarti terjadi peningkatan dengan kategori tinggi untuk indikator kefasihan dan fleksibelitas. Sedangkan untuk indikator kebaruan diperoleh n-gain sebesar 0,6, berarti terjadi peningkatan dengan kategori sedang untuk indikator kebaruan. Untuk siswa pada tingkat kemampuan menengah, diperoleh n-gain berturut-turut untuk indikator kefasihan, fleksibelitas, dan kebaruan, yaitu 0,76, 0,25, dan 0,05. Ini berarti terjadi peningkatan dengan kategori tinggi untuk kefasihan dan terjadi peningkatan dengan kategori rendah untuk fleksibelitas dan kebaruan. Kemudian untuk siswa tingkat kemampuan bawah hanya diperoleh n-gain untuk indikator kefasihan, yaitu 0,166. Ini berarti terjadi peningkatan dengan kategori rendah untuk indikator kefasihan. Dan tidak terjadi peningkatan pad indikator fleksibelitas dan kebaruan. Hasil angket respon yang diberikan kepada 32 siswa menunjukkan dan memperkuat bahwa pembelajaran problem posing adalah salah satu pembelajaran yang tepat untuk melatih kemampuan berpikir kreatif siswa. Keseluruhan siswa yang merupakan sampel penelitian memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran problem posing. Hal ini didukung oleh rerata skor sebesar 35,03 atau 79,61% dari skor total 44. Rerata skor siswa tingkat kemampuan atas lebih baik dari siswa tingkat kemampuan menengah dan rerata skor siswa tingkat kemampuan menengah lebih baik dari siswa tingkat kemampuan bawah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan secara umum bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran problem posing pada materi bangun datar di kelas VIII SMP Negeri 1 Sukadana diantaranya, 4 siswa (12,5%) berada pada kategori sangat kreatif, 5 siswa (15,625%) berada pada kategori kreatif, 1 siswa (3,125%) siswa berada pada kategori cukup kreatif, 14 siswa (43,75%) berada pada kategori kurang 14

kreatif dan 8 siswa (25%) berada pada kategori tidak kreatif. Berdasarkan uji Mc Nemar, pembelajaran problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi bangun datar di kelas VIII SMP Negeri 1 Sukadana dengan peningkatan yang signifikan dan mendapat respon yang positif dari siswa dengan rata-rata persentase respon sebesar 79,61%. Siswa tingkat kemampuan atas memberikan persentase respon positif yang lebih besar dibandingkan persentase respon positif siswa tingkat kemampuan menengah. Kemudian siswa tingkat kemampuan menengah memberikan persentase respon positif yang lebih besar dari persentase respon positif siswa tingkat kemampuan bawah. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut : (1) dalam penerapkan model problem posing guru perlu lebih memperhatikan waktu, keaktifan siswa dalam menyelidiki masalah dan berdiskusi agar memperoleh hasil yang lebih baik dalam pembelajaran, (2) dalam mengimplementasikan pembelajaran problem posing dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, guru selain perlu mempersiapkan semua komponen pembelajaran dengan matang juga perlu mempertimbangkan tingkat penguasaan matematika siswa karena pembelajaran problem posing lebih tepat diterapkan pada kelas dengan rata-rata penguasaan matematika siswa tergolong tinggi, (3) bagi peneliti yang ingin mengambil penelitian sejenis agar dilakukan penelitian tentang proses berpikir kreatif siswa dalam pengajuan masalah tetapi dengan karakteristik subjek penelitian yang berbeda, dan (4) kepada peneliti lanjutan yang berminat untuk melakukan penelitian yang sejenis supaya memperhatikan kelemahankelemahan yang ada pada penelitian ini yaitu informasi untuk pengajuan soal dalam tes berpikir kreatif yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif hanya menggunakan gambar sehingga kurang maksimal dalam menggali kreativitas siswa. Disarankan untuk tidak menggunakan informasi berupa gambar saja, tetapi menggunakan informasi benda konkret dan situasi secara verbal. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas Kontorivich, Igor. 2011. Indicators of Creativity in Problem Posing : How Indicative are they?. (Online). Prosiding. Tersedia: http://132.68.98.220/personal_files/971350680445.pdf. (1 Mei 2014) Munandar, Utami. 2012. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 15

Nandasari, Whilis Intan. 2013. Problem Posing Matematis Berbasis Modalitas Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Aritmatika Sosial di Kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak. Skripsi. Pontianak : Universitas Tanjungpura NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. American: Library of Congress Cataloguing in Publication. Safarida, Rita. 2012. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pemecahan Masalah pada Materi Bangun Datar Segi Empat di Kelas VIII A MTs Negeri 1 Pontianak. Skripsi. Pontianak : Universitas Tanjungpura Silver, E. & Cai, J. 1996. An analysis of Aritmatic Problem Posing by Midlle School Students. Journal for Research In Mathematics Education Silver, Edward A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. Jurnal. (Online). (http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm, diakses 25 April 2014) Siswono, Tatag Yuli Eko. 2006. Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika. Jurnal. (Online). (http://tatagyes.files.wordpress.com/2007/10/tatag_jurnal_unej.pdf, diakses 4 April 2014). Suyitno, Amin. 2010. Menggabungkan Model Pembelajaran Problem Posing dan Mind Mapping yang dikemas dalam Kegiatan Lesson Study Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Daya Serap Siswa dalam Belajar Matematika. Jurnal. (Online). ( http://prosiding.upgrismg.ac.id/index.php/umkpls/smls/paper/viewf ile/41/40, diakses 1 Juli 2014), TIMSS. 2011. International Students Achievement In Mathematics. (Online). ( http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/international-results mathematics.html, diakses 4 April 2014) Wulandari, Enika. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pendekatan Problem Posing Di Kelas VII A SMA Negeri 2 Yogyakarta. Skripsi. (Online). (http://eprints.uny.ac.id/1709/1/enika_wulandari.pdf, diakses (2 Mei 2014) 16