1193 Studi potensi budidaya karang hias ekonomis penting mendukung... (Ofri Johan) STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA ABSTRAK Ofri Johan Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: ofrijohan@cria.indosat.net.id Survai potensi budidaya karang hias ini dilakukan terhadap beberapa kegiatan budidaya karang yang dilakukan oleh para pengusaha dengan metode fragmentasi di beberapa lokasi di Indonesia. Lokasi yang diamati meliputi Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Banyuwangi Jawa Timur, Lampung, dan Serangan-Bali. Pengamatan dilakukan secara langsung ke lokasi budidaya dengan mencatat jenis dan jumlah anakan karang yang ada dalam rak tempat pembesaran karang, mengamati dan mencatat jumlah induk karang. Data dianalisis untuk mengetahui logisnya jumlah antara induk dan anakan karang serta untuk mengetahui persentase komposisi jenis karang yang prioritas dibudidayakan oleh masing-masing perusahaan. Berdasarkan hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya karang hias di Indonesia sudah berjalan dengan baik dan tingkat keberhasilannya sudah baik pada jenis karang yang memiliki pertumbuhan cepat (karang bercabang) dan usaha uji coba masih diperlukan pada jenis karang yang berpolip besar karena memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan laju pertumbuhannya lebih lambat. Keberhasilan dari usaha budidaya dari kedua kelompok karang ini diharapkan dapat menggantikan pengambilan karang alam yang sampai saat ini masih berlangsung. Alternatif lain, perlu dilakukan uji coba budidaya karang hias secara seksual pada karang berpolip besar di masa yang akan datang untuk melihat tingkat keberhasilannya. KATA KUNCI: karang hias, karang berpolip besar, fragmentasi, produksi karang secara seksual PENDAHULUAN Perdagangan karang hias merupakan isu international sehingga sering ditemui beberapa permasalahan dan dikritik oleh masyarakat international tentang pengelolaannya di Indonesia. Sementara itu karang tersebut juga sudah dimasukkan kedalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) sejak tahun 1985 (Green & Hendy, 2009; Bruckner, 2000), sehingga dalam perdagangannya perlu mengikuti aturan CITES dan pengawasan serta manajemennya perlu dilakukan dengan baik di wilayah Indonesia. Saat ini ada 143 negara yang sudah meratifikasi dan terlibat aktif dalam keanggotaan CITES, salah satunya adalah Negara Indonesia. Ekspor dari biota yang sudah termasuk ke dalam Appendix II ini harus dilengkapi dengan surat izin dari negara pengekspor yang menyatakan bahwa ekspor biota yang dikirim tidak akan merusak sintasan dari biota yang bersangkutan atau dengan kata lain sudah mengikuti aturan yang ramah lingkungan (Houthus, 2002). Semua karang Scleractinian (stony coral), Tridacna (kima) dan kuda laut tergolong kedalam Appendix II CITES (Koldewey & Jones, 2007). Sejalan dengan perkembangan kegiatan perdagangan, ternyata ada beberapa jenis karang yang dipertanyakan keberadaan jumlah populasinya di alam, sehingga pengiriman ke luar negeri terutama ke negara-negara Eropa tidak diperbolehkan sampai diketahui dengan pasti jumlah populasinya. Jenis-jenis karang yang saat ini dilarang masuk ke Negara Eropa sejak tahun 1999 terdiri atas tujuh jenis karang yaitu Blastomussa merleti, Catalaphyllia jardinei, Cynarina lacrymalis, Euphyllia divisa, Euphyllia glabrescens, Plerogyra simplex, dan Trachyphyllia geoffroyi. Kemudian pada tahun 2000 ditambah dengan semua jenis pada genera Euphyllia dan Plerogyra, Hydnophora exesa, Hydnophora microconos, dan Blastomussa wellsi (Green & Shirley, 1999). Pengambilan karang yang diperdagangkan sebagai karang hias mencapai nilai sebesar US$ 500 juta per tahun. Karang tersebut berasal dari 17 genera dari ordo Athecata, Coenothecalia, Stolonifera, dan Scleractinia yang sudah dimasukan ke dalam Appendik II sejak tahun 1985 (Green & Hendry, 2009). Berdasarkan data CITES menunjukkan bahwa perdagangan karang hidup dan live rock terus meningkat dengan rata-rata mulai dari 12%-30% yang sebagian besar berasal dari Indonesia dan Fiji, sementara sekitar 80% tujuan ekspornya ke Amerika Serikat (Houlthus, 2002).
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2009 1194 Kegiatan budidaya karang hias ini saat ini sudah dilakukan oleh beberapa lembaga peneliti, pecinta akuarium dan pengusaha yang ada di Indonesia. Target karang yang dibudidayakan saat ini adalah jenis karang yang umum ditemukan di alam di mana populasinya melimpah dan karang berpolip besar yang secara alamiah populasinya tidak umum ditemukan serta dilakukan juga terhadap jenis biota lain yang memiliki nilai ekonomis penting dan disukai oleh para pecinta akuarium di belahan dunia. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2009 pada lokasi Banyuwangi Jawa Timur dan Serangan Bali, sementara pada lokasi Kepulauan Seribu dan Lampung dilakukan pada bulan Juli 2009. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan langsung ke lapangan dan wawancara dengan tenaga teknis di lapangan dan pengusaha yang bersangkutan. Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi pencatatan jumlah dan jenis dari koloni anakan dan indukan karang, kondisi lokasi dan rak tempat karang secara umum, dan jumlah karang yang mati. HASIL DAN BAHASAN Hasil Penelitian Pada Tabel 1 terlihat bahwa jenis karang yang banyak dibudidayakan terutama pada jenis Acropora sp., Montipora sp., Stylopora pistillata, Pocillopora sp., dan Turbinaria sp.. Ada beberapa hal kenapa karang tersebut banyak dibudidayakan saat ini, di antaranya karena karang tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat dan tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lain dan karang tersebut memiliki nilai artistik sehingga banyak permintaan dari konsumen. Pada lokasi Serangan-Bali lebih banyak dicobakan jenis karang Acropora sp., jenis lain sebagian pengusaha juga melakukan uji coba namun tidak menunjukan pertumbuhan yang baik. Budidaya karang di Serangan Bali dilakukan pada reef flate (dataran terumbu) dan drof off (lereng terumbu) di mana lokasi ini sangat dipengaruhi oleh perubahan pasang dan surut. Kegiatan disaat pemotongan karang, pembersihan rak dan substrat karang serta panen dilakukan pada saat yang aman yaitu di surut terendah untuk menghindari risiko terbawa arus dan ombak. Pada lokasi Banyuwangi umumnya semua pengusaha melakukan budidaya karang pada kedalaman 5 m sampai 25 meter. Penempatan karang dapat disesuaikan dengan kondisi alam dari karang tersebut dan diharapkan mendekati atau sama kondisi dari asal habitatnya di mana karang tersebut diambil atau tumbuh dengan baik. Hal ini akan dapat membantu dan mengurangi tingkat stres dan kematian karang tersebut. Jenis karang yang dibudidayakan di lokasi Banyuwangi didominasi oleh karang Acropora sp., Euphyllia sp., Montipora sp., dan Caulastrea sp. (Tabel 2). Pada lokasi ini terlihat sudah lebih banyak jenis lain sehingga lebih beragam dibandingkan dengan lokasi lain baik di Serangan-Bali, Kepulauan Seribu-Jakarta, dan Lampung. Pada Tabel 1 telihat bahwa masih ada jenis karang yang memiliki anakan tapi tidak ditemukan induknya. Pada kegiatan survai ini kondisi tersebut akan menjadi catatan tersendiri sebagai masukan bagi pengusaha dan tim auditor tentang kondisi sesungguhnya di lapangan. Kejadian ini diharapkan akan diperbaiki di masa yang akan datang sehingga nantinya jelas dari mana sumber induk karang yang akan di ekspor karena kalau diambil terus dari alam dikuatirkan akan bertambah rusak kondisi karang. Kegiatan penanaman dan perawatan dilakukan dengan bantuan alat selam atau hookah (alat selam tradisional nelayan) dengan menggunakan compressor yang memiliki slang panjang langsung ke lokasi rak. Tentu saja investasi untuk kegiatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah lain yang lebih dangkal. Ada beberapa alasan pemilihan lokasi yang lebih dalam di Banyuwangi, di antaranya untuk alasan keamanan, banyak nelayan lain yang mengambil rak karang karena terbuat dari besi yang memiliki harga kalau dijual sebagai besi bekas atau untuk tujuan lain. Untuk mengantisipasinya, masing-masing pengusaha harus membuat rumah jaga di pinggir pantai untuk keamanan usaha budidaya karang yang mereka lakukan.
1195 Studi potensi budidaya karang hias ekonomis penting mendukung... (Ofri Johan) Tabel 1. Jenis dan jumlah karang pada indukan (F0) dan anakan (F1) pada beberapa perusahaan di Serangan, Bali Jenis karang Keterangan: F0 (indukan); F1 (anakan) Demonia Sarana Bali PNJ PBB FO F1 FO F1 FO F1 FO F1 FO F1 Hydnopora microconus 8 Euphyllia glabrescens 40 40 290 297 Turbinaria sp. 12 42 6 214 31 91 28 68 2 Pocillopora damicornis 50 17 156 80 Galaxea sp. 24 57 65 42 103 2 Hydnopora rigida 69 70 176 29 Montipora lamellosa 70 Seriatopora hystrix 72 70 93 83 245 Seriatopora caliendrum 86 27 99 9 Merulina sp. 11 98 70 48 105 12 5 Pocillopora verrucosa 127 186 1 42 37 Stylopora pistillata 12 140 77 20 97 16 71 26 22 Acropora humilis 401 136 62 Montipora sp. 259 419 109 571 119 1951 51 225 264 435 Acropora millepora 795 Acropora sp. 1.523 4.846 269 4.195 340 3.306 203 1.869 2.076 2.028 Poritidae 1 11 46 55 1 Acropora robusta 32 Caulastrea sp. 42 63 458 23 30 Achantaster sp. 30 48 Euphyllia cristata 60 Euphyllia ancora 94 30 Favia sp/favites sp. 1 2 3 14 Cyphastrea sp. 7 Heliopora sp. 24 7 Favidae 57 9 368 Seriatopora sp. 4 16 42 11 33 50 Pachyseris sp. 13 Echinopora sp. 41 sp Euphyllia sp. 12 26 30 Hydnopora sp. 13 17 59 57 80 Pachyseris sp. 11 3 Pocillopora sp. 2 0 42 13 94 Physogyra sp. 2 Platygyra sp. 56 84 Tubastrea sp. 291 Kegiatan budidaya karang pada lokasi Kepulauan Seribu-Jakarta terpusat pada Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Pada umumya dilakukan pada kedalaman 3 4 meter, namun ada satu perusahaan hingga kedalaman 29 m. Jenis karang yang dibudidayakan di Kepulauan Seribu lebih banyak jenis Acropora sp. dibandingkan jenis lain. Jenis karang lain yang dibudidayakan seperti karang Hydnopora sp., Caulastrea sp., Pocillopora sp., dan Porites sp. (Tabel 3).
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2009 1196 Tabel 2. Jenis dan jumlah karang pada indukan (F0) dan anakan (F1) di Banyuwangi Jenis karang Lestari akuarium Segoro utomo FO F1 FO F1 Euphyllia paraancora 200 180 Montipora mollis 142 Alveopora excelsa 126 303 Acropora sp. 125 311 447 866 Hydnophora rigida 75 49 605 Montipora capricornis 63 Acropora elegantula 20 79 Montipora confusa 20 83 Turbinaria reniformis 20 100 Acropora antocercis 19 79 Caulastrea curvata 19 168 Turbinaria mesenterina 19 89 Euphyllia glabrescens 18 114 285 2561 Acropora pulchra 18 16 Hydnophora microconus 18 79 Sylopora pistilata 18 89 Tubastrea faulkner 18 68 Acropora nobilis 17 42 Euphyllia yaeyamaensis 17 85 Merulina ampliata 17 177 Pectinia sp. 17 85 Acropora tenuis 16 47 Porites lichen 16 81 Acropora florida 15 Acropora formosa 15 36 Montipora verrucosa 15 Echinopora sp. 12 63 Echynophyllia sp. 7 40 Galaxea sp. 84 1720 Montipora sp. 794 874 Caulastrea sp. 84 670 Favites sp. 623 Tubipora sp. 138 436 Favia sp. 326 Lobophyllia sp. 81 322 Turbinaria sp. 235 261 Acanthastrea sp. 136 Porites sp. 72 42 Diploastrea sp. 10 Acropora humilis 142 Cyphastrea sp. Euphyllia ancora 218 Faviidae 84 Keterangan: F0 (indukan); F1 (anakan) Usaha budidaya karang dibina oleh Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan mengeluarkan petunjuk pelaksanaan tersendiri, di mana petunjuk tersebut berbeda dibandingkan dengan lokasi lain. Umumnya raknya terbuat dari bahan paralon PVC yang tempat pengikatan substratnya
1197 Studi potensi budidaya karang hias ekonomis penting mendukung... (Ofri Johan) Tabel 3. Jenis dan jumlah karang pada indukan (F0) dan anakan (F1) di Lampung Jenis karang F0 F1 Acropora millepora 24 236 Montipora sp. 7 0 Hydnophora rigida 12 272 Echinophora sp. 13 120 Acropora sp. 12 277 Turbinaria sp. 12 64 Galaxea sp. 12 258 Seriatopora hystrix 12 225 Montipora sp. 12 Merulina sp. 12 87 Caulastrea sp. 12 120 Acropora sp. 24 528 Montipora negrescens 12 239 Keterangan: F0 (indukan); F1 (anakan) menggunakan waring. Berbeda dengan lokasi di Serangan dan Banyuwangi umumnya menggunakan rak besi, pengikatan substrat ke rak ada yang diikat menggunakan karet, dan ada juga yang mendesain raknya sedemikian rupa sehingga substrat yang memiliki tonggak bagian bawahnya bisa ditancapkan ke dasar rak. Cara ini lebih mudah dalam penempatan dan dalam proses panen namun apabila berada pada perairan yang berarus dan berombak, substrat yang sudah ada karangnya dapat terangkat sehingga posisinya tidak teratur lagi. Pada lokasi di Lampung masih belum banyak pengusaha yang melakukan usaha budidaya karang ini, hanya 2 perusahaan yang diamati dan data tersebut dapat terwakili oleh Tabel 3 di atas. Jenis karang yang dibudidayakan masih didominasi oleh jenis karang bercabang yaitu Acropora sp., Galaxea sp., dan Seriatopora hystrix (Tabel 3). BAHASAN Saat ini karang dari kelompok berpolip besar sebagian besar masih diambil dari alam, sehingga sangat dikuatirkan akan mengancam populasi keberadaannya. Beberapa studi telah mencobakan untuk memperbanyak melalui fragmentasi (aseksual) seperti pada jenis karang Cynarina lacrymalis, Caulastrea sp., Fungia sp., Scolymia sp., Trachyphyllia sp. Penelitian melalui fragmentasi ini sudah menunjukkan hasil namun masih perlu dilanjutkan ke tingkat hasil yang lebih optimal. Sementara penelitian reproduksi karang secara seksual masih belum pernah dilakukan. Kegiatan ini jelas akan membutuhkan ketelitian, ketekunan dan banyak waktu dibandingkan dengan cara sebelumnya untuk memperoleh keberhasilan. Tentu saja hal ini menjadi suatu tantangan bagi para peneliti dan harapan bagi pengusaha dan pecinta akuarium dunia dari hasil reproduksi seksual diharapkan dapat menyelamatkan populasi di alam yang saat ini pengambilannya masih berlangsung di Indonesia untuk tujuan karang hias. Ada 24 jenis karang yang sudah berhasil dibudidayakan dan sudah diberikan izin untuk pengiriman ke luar negeri seperti terlihat pada Tabel 4. Beberapa eksportir lain berusaha untuk mencoba membudidayakan jenis tambahan dan sedang diusulkan dapat diberikan izin ekspor, namun saat ini masih dalam penilaian ulang tentang keberhasilan usaha budidaya jenis yang baru diusulkan tersebut. Kemajuan usaha budidaya karang di Indonesia cukup mengembirakan dan diharapkan beberapa tahun ke depan kuota pengambilan dari alam yang masih diberikan hingga saat ini dapat dihentikan, namun masih perlu dilakukan usaha uji coba pada karang berpolip besar di mana sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang baik karena pertumbuhannya yang lambat. Audit usaha budidaya karang pada pengusaha idealnya dilakukan setiap 2 tahun, namun karena keterbatasan waktu dan tenaga auditor saat ini baru dapat dilakukan. Di antaranya sudah ada
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2009 1198 Tabel 4. Jenis karang yang dinilai sudah berhasil dibudidayakan dan diberikan izin untuk ekspor saat ini Jenis karang Acropora spp. Hydnophora rigida Merulina ampliata Montipora spp. Pocillopora damicornis Pocillopora eydouxi Pocillopora verrucosa Porites cylindrica Porites lichen Porites nigrescens Seriatopora caliendrum Seriatopora hystrix Stylopora pistillata Caulastrea sp. Echinophyllia aspera Echinopora lamellosa Euphyllia glabrescens Euphyllia ancora Galaxea astreata Galaxea fascicularis Turbinaria mesenterina Turbinaria peltata Turbinaria reniformis Turbinaria stellulata pengusaha yang sudah melakukan aktivitas budidaya karang hias sampai 6 tahun. Untuk perpanjangan izin mereka harus dilakukan auditor untuk mengetahui perkembangan usaha mereka, tingkat keramahtamahan dalam pemanfaatan induk karang dan jumlah anakan yang mereka persiapkan untuk dikirim ke luar negeri. DAFTAR ACUAN Bruckner, A.W. 2000. New threat to coral reef; trade in coral organisms. Proceeding of International Workshop on the trade in stony corals: Development of sustainable management guidelines. NOAA, 6 pp. Green, E.P., & Hendry, H. 2009. Is CITES an effective tool for monitoring trade in corals? Coral Reefs, 18: 403-407. Green, E.P. & Shirley, F. 1999. The Global trade in coral. World Conservation Monitoring Conservation Center. World Conservation Press, Cambridge, UK, 70 pp. Paul Houlthus. 2002. The marine international trade-trade and management. coral reef report, 16 pp. Koldewey, H. & Jones, R. 2007. Working with HM Customs to improve CITES enforcement for corals, clams and seahorses. Life Lines: 95 Januari 2007, 16 pp.