I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang memadukan antara fungsi nutrisi dan kesehatan, yang sering disebut pangan fungsional. Menurut BPOM (2005) pangan fungsional diartikan sebagai pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu bahan yang dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional adalah beras. Beras merupakan penyumbang kalori dan protein yang terbesar bagi penduduk Indonesia. Sekitar 52 55% kalori dan 45 48% protein bagi sebagian besar penduduk Indonesia berasal dari beras. Cara pengolahan beras yang paling umum adalah dimasak menjadi nasi atau bubur nasi (Ristek, 2002). Beras bukan hanya sebagai sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk (> 90%), juga berkaitan erat dengan segala aspek kehidupan. Namun beras sering dihindari oleh penderita diabetes melitus (DM) karena ada anggapan bahwa mengonsumsi nasi dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat (BALITPA, 2004). Hampir 80% prevalensi Diabetes Mellitus adalah Diabetes
2 Mellitus tipe 2, yang berarti gaya hidup (life styles) yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi Diabetes Mellitus (Depkes, 2009). Peningkatan daya cerna dari karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya peningkatan gula darah (Willet et al., 2002). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu penderita diabetes untuk mengkonsumsi beras yaitu dengan menurunkan kemampuan daya cerna pati beras sehingga diharapkan penderita diabetes dapat tetap menjaga kadar gula mereka meskipun mengkonsumsi beras (Himmah dan Handayani, 2012). Senyawa yang diyakini dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat melalui penghambatan pencernaan dan penyerapan di usus halus adalah senyawa polifenol (Kati, 2010). Senyawa polifenol berfungsi sebagai antioksidan dan dapat menurunkan aktivitas enzim amilase dan tripsin. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa kompleks polifenol dan pati yang mempengaruhi enzim sehingga tidak dapat mengenai substrat pati (Himmah dan Handayani, 2012). Salah satu contoh senyawa polifenol yang dapat menurunkan daya cerna adalah flavonoid (Barros et al., 2012). Salah satu sumber senyawa polifenol adalah daun pegagan. Kandungan kimia pegagan antara lain asiaticosi asiatic acids, thankuniside, isothankuniside, madecassoside (triterpenoid), flavonoid, brahmoside, brahminoside, brahmic acid, madasiatic acid, mesoinositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, resin, tannin serta garam mineral seperti K, Na, Mg, Fe (Lasmadiwati, 2004), minyak atsiri (1%), pektin (17.25%) dan vitamin B (Santa dan Bambang, 1992). Berdasarkan kandungan kimia yang terdapat pada daun pegagan, senyawa polifenol yang terdapat pada daun pegagan adalah asiaticosi asiaticacids,
3 madecassoide, tannin, dan flavonoid. Oleh sebab itu, penambahan estrak daun pegagan pada proses pembuatan nasi instan diduga dapat menurunkan daya cerna pati melalui penghambatan aktivitas enzim amilase. Pegagan (Centella asiatica L. Urban) adalah tumbuhan herbal yang sudah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat di Indonesia. Menurut Handra (2004), tumbuhan ini digunakan untuk menyembuhkan luka, sakit perut, obat cacing, dan kencing batu. Pegagan juga digunakan sebagai obat demam, pembersih darah, serta digunakan untuk mengobati kusta dan sipilis. Sementara itu, informasi tentang pengaruh penambahan daun pegagan terhadap daya cerna nasi belum diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan uji apakah penambahan daun pegagan pada pembuatan nasi instan dapat mempengaruhi daya cernanya, karena daun pegagan memiliki kandungan asiaticosi asiatic acids, madecassoide, tannin, dan flavonoid yang tergolong kedalam senyawa polifenol (Wijaya et al., 2012). Oleh karena itu, perlu dikaji pula apakah penambahan daun pegagan tersebut dapat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan sifat sensori dari nasi instan yang akan dihasilkan. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan konsentrasi optimal ekstrak pegagan yang dapat digunakan dalam pengolahan nasi instan agar didapatkan pati dengan tingkat hidrolisis yang rendah, tetapi memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan memiliki sifat sensori terbaik.
4 1.3. Kerangka Pemikiran Beras selama ini dikenal masyarakat sebagai bahan pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi atau hiperglikemik (Indrasari et al., 2008). Indeks glikemik yang tinggi dapat memicu kenaikan kadar glukosa darah dalam tubuh dengan cepat dan menyebabkan penyakit diabetes mellitus (Himmah dan Handayani, 2012). Beras yang berasal dari padi yang mengandung amilosa lebih dari 20 % yang membuat butiran nasinya tidak berlekatan dan agak keras. Kandungan amilosa ini berpotensi untuk dikendalikandaya cerna patinya (Wijaya et al., 2012) dan dapat digunakan untuk memproduksi pati resisten (Herawati, 2011). Indeks glikemik dan daya cerna beras dapat berubah dengan adanya zat antigizi pangan. Indeks glikemik dan daya cerna karbohidrat beras juga dapat diturunkan melalui proses penghambatan enzim α-amilase. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah dengan penambahan komponen polifenol. Zat antigizi ini dapat menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun (Himmah dan Handayani, 2012). Senyawa polifenol banyak terkandung dalam tanaman, salah satunya adalah daun pegagan (Lasmadiwati, 2004). Kandungan senyawa polifenol, antara lain tanin dapat mengendapkan protein dan polisakarida. Polifenol juga mengandung gugus hidroksi dan karboksilat sehingga membentuk kompleks yang kuat antara protein dan polifenol (Wijaya et al., 2012). Daun pegagan umumnya digunakan dalam bentuk ekstrak dan rebusan. Daun pegagan yang dipilih untuk diekstraksi merupakan daun pegagan segar yang dikeringkan dengan dioven pada suhu 40 ºC selama dua hari atau dengan
5 dikeringkan pada sinar matahari selama 3 hari. Kemudian daun tersebut dihaluskan dengan menggunakan blender. Senyawa polifenol (tanin) diyakini dapat berperan menurunkan daya cerna pati karena membentuk senyawa kompleks dan dapat menghambat kerja enzim pencernaan. Semakin banyak senyawa kompleks yang terbentuk maka akan semakin banyak sisi atau bagian pati yang tidak dikenali oleh enzim (Himmah dan Handayani, 2012). Penelitian nasi instan fungsional dengan daya cerna rendah telah dilakukan oleh Widowati (2007) menggunakan ekstrak teh hijau. Proses pembuatan nasi instan menggunakan beras varietas Memberamo dengan perendaman dalam ekstrak teh hijau 4%. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa daya cerna pati tanpa ekstrak teh hijau yaitu 71,18% dan setelah diproses menjadi nasi fungsional dengan ekstrak teh hijau menurun menjadi 41,39% dengan kadar fenol 1,68%. Senyawa polifenol telah terbukti memberikan perlindungan terhadap perkembangan kanker, penyakit jantung, diabetes, osteoporosis, dan penyakit neurodegeneratif (Pandey and Rizvi, 2009). Hal ini karena senyawa polifenol yang terdapat dalam tanaman memiliki aktivitas antioksidan (Sreeramulu et al., 2013). Berdasarkan hal tersebut, penambahan ekstrak daun pegagan pada nasi instan diharapkan meningkatkan aktivitas antioksidan pada nasi tersebut. Polifenol yang terkandung pada daun pegagan dapat menyebabkan bahan pangan berubah menjadi coklat yang terjadi selama penyimpanan lama karena reaksi browning (Yanchun et al., 2008). Sehingga penggunaannya harus dibatasi agar tidak memberikan kesan yang tidak disukai pada nasi instan.
6 1.4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat konsentrasi ekstrak pegagan yang tepat sehingga menghasilkan nasi instan dengan tingkat hidrolisis pati rendah dan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi serta memiliki kualitas hedonik yang disukai.