HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN ADVERSITY QUOTIENT (AQ) Shofiyatus Saidah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENTINGNYA ADVERSITY QUOTIENT DALAM MERAIH PRESTASI BELAJAR. Oleh Zainuddin (Pendas, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

Resiliensi Remaja Ditinjau Dari Tipe Temperamen dan Adversity Quotient (AQ) di SMA Negeri 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Al-Qur an. Oleh karena itu, beruntunglah bagi orang-orang yang dapat menjaga

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS HUKUM ANGKATAN 2012 UNIVERSITAS DIPONEGORO.

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TERHADAP PENINGKATAN EFIKASI DIRI SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 KARANGMALANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH. Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SMA N NAWANGAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. mengetahui ada tidaknya hubungan Kontrol diri (variabel bebas) dan Perilaku

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

PETERPAN AND CINDERELLA SYNDROME

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PACE KABUPATEN NGANJUK TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

Kiky Floresta et al., Pelevelan Adversity Quotient (AQ) Siswa...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai (A) Tipe Penelitian (B). Identifikasi Variabel Penelitian, (C). Definisi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Disiplin Belajar terhadap

BAB III METODOLOGI. satu dari beberapa alternatif keputusan atau tindakan dimana tidak semua

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara variabel Hubungan Resiliensi dengan Stres Kerja Anggota. Gambar 3.1. Hubungan antar Variabel

BAB III METODE PENELITIAN

Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan Prestasi Mata Pelajaran Ekonomi

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur dan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENCONTEK PADA SISWA KELAS XI IPS MAN 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

PENGARUH KREATIVITAS BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATAKULIAH AKUNTANSI BIAYA II MAHASISWA FKIP AKUNTANSI UMS ANGKATAN 2012

BAB III METODE PENELITIAN. untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian menelusurinya ke

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB III METODE PENELITIAN. menganalisis data dengan menggunakan angka-angka, rumus atau model

Nur Asyah Harahap 1) dan Ria Jumaina 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB III METODE PENELITIAN. independent (bebas) dan variabel dependet (terikat). Variabel bebas yaitu

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tingkat Adversity Quotient Peserta Didik MTs Darul Karomah

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia) (edisi ke 10 Buku 2). Jakarta: Salemba.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

HUBUNGAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 BANTUL TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel penelitian ini terdiri dari tiga variabel yang diamati, yaitu: b. Kecerdasan Adversitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja,

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah tidaknya suatu penelitian sangat tergantung pada metodologi yang

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB III METODE PENELITIAN. bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2005: 247). Penelitian dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN NUMERIK, KECERDASAN EMOSI DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA

PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI

JURNAL HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN EFIKASI DIRI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA.

HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII

HUBUNGAN ANTARA ADVERSTY INTELLIGENCE DENGAN SCHOOL WELL-BEING (Studi pada Siswa SMA Kesatrian 1 Semarang)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN EFIKASI DIRI SISWA KELAS XI SMA N 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

PERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA

Transkripsi:

Jurnal Psikologi September 2014, Vol. II, No. 2, hal 54-61 HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN ADVERSITY QUOTIENT (AQ) Shofiyatus Saidah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan Lailatuzzahro Al-Akhda Aulia Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Self- Efficacy dengan Adversity Quotient (AQ). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 1 Sukorejo yang berjumlah 74 orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Variabel penelitian diukur dengan menggunakan skala self efficacy dan skala Adversity Respons Profile (ARP). Hasil penelitian menunjukkan r xy sebesar -0,0256 lebih kecil dari r tabel 5% sebesar 0,235. Hal ini menunjukkan bahwa bila Self Efficacy tinggi, maka Adversity Quotient (AQ) bisa tinggi, bisa juga rendah. Sebaliknya apabila Self Efficacy rendah, maka Adversity Quotient (AQ) bisa rendah, bisa juga tinggi. Kata kunci: Self Efficacy, Adversity Quotient (AQ), Remaja Pendahuluan Remaja-remaja pada zaman sekarang ini sangat membutuhkan efikasi diri yang tinggi untuk menghadapi perubahan kehidupan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut sacara tidak langsung mempengaruhi AQ remaja pada saat ini. Mereka sekarang telah banyak disuguhi dengan hal-hal yang bersifat instant, sehingga menyebabkan mereka malas berusaha atau bekerja keras untuk menggapai cita-cita yang mereka inginkan. Banyak hambatan yang menghadang perjalanan mereka menuju kesuksesan dan hambatanhambatan tersebut menjadi penghalang yang menakutkan bagi mereka. Tetapi kesuksesan akan didapatkan jika mereka memiliki kemampuan untuk merubah hambatan menjadi peluang (Aulia, 2011). Saat ini masih sering dijumpai banyak remaja khususnya remaja tingkat sekolah menengah atas (SMA) masih mengandalkan orang lain, seperti orang tua, guru, saudara, dan teman sebaya. Mereka sepertinya merasa lelah untuk bangkit dari kegagalan yang mereka hadapi, mereka mengaku takut menghadapi kegagalan, sehingga mereka tidak mempunyai 54

keyakinan akan diri mereka sendiri, dan mereka lebih suka mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan kesulitan yang mereka hadapi. Hal tersebut bisa disebabkan kurangnya rasa percaya diri atau karena remaja seringkali dihinggapi perasaan raguragu, terutama dalam pengambilan keputusan untuk bertindak (Elkind dalam Dariyo, 2004). Remaja pada usia SMA merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan massa kehidupan orang dewasa. Di masa ini remaja sering dikenal dangan masa pencarian jati diri (ego identity) (Desmita, 2009 dalam Rasyid, 2011). Pada umumnya para remaja merasa kesulitan mengambil keputusan karena mereka masih dalam masa yang labil. Mereka cenderung lebih mudah menyerah disaat mereka merasa kesulitan ketika masalah yang mereka hadapi tidak bisa diselesaikan. Jauh di dalam diri manusia terdapat kekuatan-kekuatan yang masih tidur nyenyak; kekuatan yang akan membuat mereka takjub, dan yang tidak pernah mereka bayangkan bahwa mereka memilikinya; kekuatan yang apabila digugah dan ditindaklanjuti akan mengubah kehidupan mereka dengan cepat (Marden, dalam Stoltz, 2003). Realita yang ada saat ini menunjukkan bahwa para remaja kurang begitu memiliki semangat atau daya juang dalam menghadapi kesulitan yang sedang mereka hadapi. Mereka terlalu mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah yang mereka hadapi. Mereka kurang memiliki atau bahkan tidak memiliki kemampuan Adversity. Kemampuan Adversity merupakan sebuah kemampuan untuk membangun karakter yang mencerminkan pribadi dan meningkatkan kepercayaan diri, serta kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang mengandung resiko dan keluar dari kondisi tidak menyenangkan (Aulia, 2011). Stoltz (2003) mengatakan bahwa Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. Adversity Quotient (AQ) merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh mana sikap, kemampuan, dan kinerja individu terwujud di dunia. Pendek kata, orang yang memiliki Adversity Quotient (AQ) tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang Adversity Quotient (AQ)nya lebih rendah. Individu yang 55

satu dengan lainnya mempunyai kecerdasan adversitas (AQ) yang berbeda-beda. Setiap kecerdasan adversitas seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti bakat, kemauan, kecerdasan, kesehatan, karakteristik kepribadian, genetika, pendidikan, dan keyakinan diri (Efikasi diri). Efikasi diri mengacu pada pengetahuan seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menyelesaikan tugas tertentu tanpa perlu membandingkannya dengan kemampuan orang lain (Wolfolk, 2009). Dalam setiap diri individu ada keyakinan diri (Self-Efficacy) yang menyertai kecerdasan adversitas (AQ) seseorang. Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu penilaian yang mengukur bagaimana seseorang dalam menghadapi masalah untuk dapat diberdayakan menjadi peluang (Stoltz, 2003). Sedangkan Self- Efficacy merupakan keyakinan seseorang bahwa dia dapat menjalankan suatu tugas pada suatu tingkat tertentu yang mempengaruhi tingkat pencapaian tugasnya (Bandura, 1986 dalam Alwisol, 2012). Menurut Bandura efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Sedangkan ekspektasi hasil adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu (Alwisol, 2012). Hidup ini menurut Stoltz (2003) bisa diibaratkan seperti mendaki gunung, kepuasan dicapai melalui usaha yang tidak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun kadang-kadang langkah yang ditapakkan terasa lambat dan menyakitkan. Untuk bisa mencapai kesuksesan, selain semangat yang tinggi juga dibutuhkan adanya efikasi diri (Self- Efficacy) yang tinggi pula untuk bisa mencapai puncak gunung atau kesuksesan tersebut. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi adalah ketika individu tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani secara efektif peristiwa dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka miliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan mening- 56

katkan komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakukannya dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampu setelah mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya (Bandura, 1997 dalam Risalatuna, 2013). Individu yang memiliki efikasi diri yang rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin dicapai, dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya tugas tersebut, dan konsekuensi dari kegagalannya, serta lambat untuk memulihkan kembali perasaan mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997 dalam Risalatuna, 2013). Stoltz (2003) membagi tiga kelompok manusia yang diibaratkan sedang dalam perjalanan mendaki gunung, yaitu pertama, low-aq dinamakan quitters, kelompok yang melarikan diri dari tantangan. Yang kedua, moderat-aq dinamakan campers, kelompok yang terhenti ditengah tantangan. Yang ketiga, high-aq dinamakan climbers, kelompok yang suka mencari tantangan. Quitters adalah mereka yang berhenti mendaki. Mereka yang menolak diberi kesempatan oleh gunung. Mereka mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki, dan dengan demikian juga meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan, sehingga orang Quitters memiliki efikasi diri yang rendah. Campers adalah mereka yang berkemah, yaitu mereka yang pergi tidak seberapa jauh, lalu berkata sejauh ini sajalah saya mampu mendaki (atau ingin mendaki). Karena bosan, mereka mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Mereka memilih untuk menghabiskan sisa-sisa hidup mereka duduk di situ, sehingga efikasi diri orang-orang Campers lebih tinggi dari Quitters, karena mereka berhenti 57

ditengah kesuksesan yang belum seutuhnya didapatkan. Climbers adalah mereka yang seumur hidup mebaktikan dirinya pada pendakian. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik dia terus mendaki, sehingga orang Climbers mempunyai efikasi diri yang paling tinggi, karena mereka akan terus berjuang untuk mencapai kesuksesan. Dari tiga kelompok manusia menurut Stoltz (2003) di atas, bisa disimpulkan bahwa efikasi diri sangat mempengaruhi kesuksesan seseorang. Seseorang yang tidak mempunyai keyakinan akan apa yang ia kerjakan, maka ia tidak bisa memperoleh kesuksesan seperti yang ia harapkan. Namun, bila ia mempunyai keyakinan yang tinggi, maka ia akan terus berusaha tanpa mengenal kata menyerah untuk bisa menggapai kesuksesan yang diharapkan. Metode Penelitian Subjek Penelitian dan Instrumen Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswa di SMK Negeri 1 Sukorejo dengan jumlah 74 siswa, dengan menggunakan teknik simple random sampling. Hal tersebut dikarenakan pengambilan anggota sampel populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi dianggap homogen (Sugiyono, 2011). Variabel tergantung (Y) yaitu Adversity Quotient (AQ). Pengumpulan data menggunakan skala Adversity Respons Profile (ARP) dengan aitem yang berjumlah 30. Variabel bebas (X) yaitu Self Efficacy. Pengumpulan data menggunakan skala self efficacy dengan aitem berjumlah 40. Analisa Data Untuk menjawab hipotesis, data penelitian diolah menggunakan teknik analisa regresi 1 prediktor. Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan peneliti sebanyak 74 siswa, dengan klasifikasi 1 siswa quitters, 72 siswa campers, dan 1 siswa climbers. Dari uji analisis regresi 1 prediktor diperoleh Freg sebesar 0,081836, dengan db 1 lawan 72 diperoleh Ftab 5% sebesar 3,89. Jadi F hitung Ftab 5%. Maka korelasinya dinyatakan tidak signifikan, 58

artinya tidak ada hubungan antara Self Efficacy dengan Adversity Quotient (AQ) pada remaja di SMKN 1 Sukorejo. Hasil tersebut memiliki arti, jika tingkat efikasinya tinggi maka Adversity Quotient (AQ) bisa tinggi atau rendah, sebaliknya jika efikasinya rendah, maka Adversity Quotient (AQ) bisa rendah atau tinggi. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan statistik dengan hasil -0,026 yang menunjukkan tidak ada korelasi antara Self Efficacy dan Adversity Quotient (AQ). Koefisien determinan sebesar 0,066%, hal ini menunjukkan bahwa sumbangan Self Efficacy sangat kecil terhadap Adversity Quotient (AQ). Banyak faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient (AQ), salah satunya adalah Self Efficacy seperti yang diungkapkan oleh Stoltz (2003), namun dari hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa antara Adversity Quotient (AQ) dan Self Efficacy tidak ada korelasi. Menurut Zainun (dalam Zainuddin 2012) bahwa Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga jika remaja mengalami kesulitan dalam masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi dan pola pikir dalam menghadapi persoalan atau masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Selain dipengaruhi oleh Self Efficacy tingkat Adversity Quotient (AQ) seseorang bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Zainuddin (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient (AQ) adalah pola asuh orang tua, dimana cara orang tua mendidik anak akan sangat berpengaruh terhadap Adversity Quotient (AQ) anak. Pengaruh lingkungan keluarga, karena keluarga menjadi tempat utama dalam mendidik anak dari lahir sampai menuju kedewasaannya, dan keluarga merupakan pengaruh yang sangat penting dalam membentuk karakter anak. Pengaruh lingkungan sekolah, karena di sekolah anak menentukan berbagai macam hal yang bisa mempengaruhi dirinya, terutama pergau- 59

lan teman sebaya, dimana dalam pergaulan tersebut anak mulai mengelompok dan bisa menentukan mana teman yang bisa dijadikan satu kelompok. Pengaruh lingkungan masyarakat, apabila lingkungan yang diterima baik, maka baik pula pengaruhnya, tetapi apabila lingkungan yang diterima kurang baik, maka buruk pula pengaruh yang didapat. Kesimpulan Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Self Efficacy dengan Adversity Quotient (AQ) di SMK Negeri 1 Sukorejo. Hal ini dapat ditunjukkan dengan diperolehnya hasil rxy sebesar -0,026. Dengan demikian bila Self Efficacy tinggi, maka Adversity Quotient (AQ) mungkin tinggi mungkin juga rendah. Sebaliknya bila Self Efficacy rendah, maka Adversity Quotient (AQ) mungkin tinggi mungkin juga rendah, yang menunjukkan tidak ada korelasi antara Self Efficacy dan Adversity Quotient (AQ). Dari hasil analisa regresi diperoleh Freg sebesar 0,081836, dengan Ftab 5% sebesar 3,89, maka Freg F tab 5%., dengan demikian hal ini memperkuat bukti bahwa tidak ada hubungan antara Self Efficacy dengan Adversity Quotient (AQ) pada remaja di SMKN 1 Sukorejo. Koefisien determinan (R²) sebesar 0,066%, hal ini menunjukkan bahwa sumbangan Self Efficacy untuk meramalkan Adversity Quotient (AQ) adalah sangat kecil. Daftar Pustaka Alwisol. 2012. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: P.T Rineka Cipta 7 Aulia, Lailatuzzahro. A. 2011. Resiliensi Remaja Ditinjau Dari Tipe Tempramen dan Adversity Quotient (AQ) Di SMA Negri 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Yudharta Pasuruan Azwar, Syaifuddin. 2010. Tes Prestasi, Fungsi dan Pengem-bangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, Syaifuddin. 2010. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, Syaifuddin. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, Syaifuddin. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia 60

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: P.T Remaja Rosdakarya Hurlock, Elizabeth. B. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga Kelly, Estalita. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Diktat pada Jurusan Psikologi UYP Pasuruan: tidak diterbitkan Kelly, Estalita. 2010. Statistik Psikologi 1. Diktat pada Jurusan Psikologi UYP Pasuruan: tidak diterbitkan Kelly, Estalita. 2010. Statistik Psikologi 2. Diktat pada Jurusan Psikologi UYP Pasuruan: tidak diterbitkan Pranandari, Kenes. & Puspitawati, Ira. 2008. Adversity Quotient Viewed From The Differnce Problem-Focused Emotion-Focused Cipong And Parents In The Singgle Women, (Online) (http://papers.gunadarma.ac.id/in dex.php/psychology/article/view/ 200/1 72. diakses 16 April 2013) Pranandari, Kenes. 2008. Kecerdasan Adversitas Ditinjau Dari Pengatasan Masalah Bebasis Permasalahan Dan Emosi Pada Orang Tua Tunggal Wanita, (Online) (http://ejournal.gunadarma.ac.id/i ndex.php/psiko/article/view/287/2 31. diakses 16 April 2013) Rasyid, Riyanti. 2011. Remaja Dan Efikasi Diri, (Online) (http://riyantirasyid.blogspot.com/ 2011/02/belajar-menulis.html. diakses 08 April 2013) Santrock, John. W. 2007. Remaja, Jilid 2. Jakarta: Erlangga 8 Sisca. 2007. Adversity Quotient Pada Pedagang Etnis Cina, (Online) (http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8 080/xmlui/handle/123456789/141 6?sh ow=full. diakses 16 April 2013) Slavin, Robert. E. 2011. Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktik, Jilid Dua. Jakarta: P.T Indeks Stoltz, Paul.G. 2003. Adversity Quotien: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: P.T Grasindo Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: P.T Raja Grasindo Persada 61