BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

2

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RUJUK BALIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

Visi Pendidikan Spesialis dan Subspesialis: Menjadi bagian integral dalam Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEBUTUHAN DATA DAN INFORMASI UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN SDMK

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

Keynote Speech. Nila Farid Moeloek. Disampaikan pada Mukernas IAKMI XIV Manado, 18 Oktober 2017

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PRAKTEK SPESIALIS DI ERA SJSN. Aru W. Sudoyo Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PAPDI

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

DUKUNGAN REGULASI DALAM PENGUATAN PPK PRIMER SEBAGAI GATE KEEPER. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, epilepsy, stroke,

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. Jenis kelamin 4. Obesitas. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : Data Penyakit Kardiovaskuler

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN KEBUTUHAN SDM KESEHATAN. Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

B. SUMBER PENDANAAN (10) PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (PPSDMK) (Juta Rupiah) Prakiraan Kebutuhan

Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang. pengendalian terhadap pengisian dokumen rekam medis.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular (CVD), salah satu nya penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia (WHO, 2012; Roger et al., 2012). PJK yang mengancam nyawa adalah suatu kondisi klinis yang dikenal sebagai sindrom koroner akut (ACS) akibat infark myocard yang ditandai dengan elevasi segmen ST (STEMI), atau non-st (NSTEMI), atau angina pectoris yang tidak stabil (Unstable Angina Pectoris) (Aroney et al., 2006). Separuh penderita PJK berpotensi di rawat inap (Aroney et al., 2006; Chew et al., 2008; Briffa et al., 2011). Redfern et al., (2014) menem ukan dari 2299 penderita PJK terdapat 46% dirujuk kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan rehabilitasi, 65% mendapatkan obat-obat perawatan rawat jalan yang memadai, dan 27% menerima obat-obatan pencegahan yang optimal. Di Amerika Serikat, pasien PJK dengan miokard infark berkisar dari 14% menjadi 55% (Suaya et al., 2007). Di Inggris terdapat 28,6% pasien yang terdaftar di RS untuk mendapatkan perawatan rehabilitasi (Bethell et al., 2007) dan di Kanada, terdapat sekitar 30% pasien ( Dafoe et al., 2006). Beberapa faktor yang menyebabkan pasien jantung tidak rutin bahkan hilang dari program perawatan rehabilitasi di antara nya adalah sistem kesehatan, provider, dan faktor pasien nya sendiri (Scott et al., 2002). Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (2013) berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebesar 0,5% at au diperkirakan sekitar 883.447orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarka n diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%).

2 Tabel 1. Estimasi Penderita Penyakit Jantung Koroner pada Umur 15 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2013 % Diagnosis/ Estimasi Gejala Jumlah (D/G) Absolut No. Provinsi % Diagnosis Dokter (D) Estimasi Jumlah Absolut (D/G) (D) 1. Aceh 0,7 2,3 22.240 73.073 2. Sumatera Utara 0,5 1,1 44.698 98.336 3. Sumatera Barat 0,6 1,2 20.567 41.133 4. Riau 0,2 0,3 8.214 12.321 5. Jambi 0,2 0,5 4.625 11.563 6. Sumatera Selatan 0,4 0,7 21.919 38.358 7. Bengkulu 0,3 0,6 3.748 7.495 8. Lampung 0,2 0,4 11.121 22.242 9. Kep. Bangka Belitung 0,6 1,2 5.669 11.338 10. Kep. Riau 0,4 1,1 5.476 15.058 11. DKI Jakarta 0,7 1,6 53.265 121.748 12. Jawa Barat 0,5 1,6 160.812 514.597 13. Jawa Tengah 0,5 1,4 120.447 337.252 14. DI Yogyakarta 0,6 1,3 16.663 36.104 15. Jawa Timur 0,5 1,3 144.279 375.127 16. Banten 0,5 1,0 40.370 80.740 17. Bali 0,4 1,3 12.272 39.885 18. Nusa Tenggara Barat 0,2 2,1 6.405 67.257 19. Nusa Tenggara Timur 0,3 4,4 9.350 137.130 20. Kalimantan Barat 0,3 0,9 9.218 27.653 21. Kalimatan Tengah 0,3 1,7 4.825 27.340 22. Kalimantan Selatan 0,5 2,2 13.612 59.892 23. Kalimantan Timur 0,5 1,0 13.767 27.535 24. Sulawesi Utara 0,7 1,7 11.892 28.880 25. Sulawesi Tengah 0,8 3,8 14.888 70.719 26. Sulawesi Selatan 0,6 2,9 34.434 166.429 27. Sulawesi Tenggara 0,4 1,7 6.158 26.170 28. Gorontalo 0,4 1,8 3.019 13.584 29. Sulawesi Barat 0,3 2,6 2.402 20.817 30. Maluku 0,5 1,7 5.308 18.049 31. Maluku Utara 0,2 1,7 1.436 12.208 32. Papua Barat 0,3 1,2 1.672 6.690 33. Papua 0,2 1,3 4.298 27.936 INDONESIA 0,5 1,5 883.447 2.650.340 Sumber: Data Riset Kesehatan Dasar (2013), Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI. Sedangkan penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) berdasarkan kelompok umur, banyak ditemukan pada penderita kelompok umur 45-54 tahun, 55-64 tahun

3 dan 65-74 tahun. Berdasarkan diagnosis/ gejala, Penyakit Jantung Koroner cukup banyak pula ditemukan pada penduduk kelompok umur 15-24 tahun. Tabel 2. Estimasi Penderita Penyakit Jantung Koroner Umur 15 Tahun Menurut Kelompok Umur Tahun 2013 No. Kelompok Umur (Tahun) % Diagnosis Dokter Estimasi Jumlah Absolut % Diagnosis/ Gejala (D/G) Estimasi Jumlah Absolut (D/G) (D) (D) 1. 15-24 0,1 42.613 0,7 298.290 2. 25-34 0,2 86.006 0,9 387.025 3. 35-44 0,3 109.852 1,3 476.024 4. 45-54 0,7 187.342 2,1 562.026 5. 55-64 1,3 197.142 2,8 424.614 6. 65-74 2,0 170.398 3,6 306.716 7. 75+ 1,7 68.147 3,2 128.276 Sumber: Data Riset Kesehatan Dasar (2013), Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI Untuk menekan morbiditas dan mortalitas, pemerintah melakukan reformasi pada kebijakan subsistem pembiayaan kesehatan di Indonesia dengan dikembangkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan dengan UU No. 40/2004, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang pelaksanaannya dimulai pada tahun 2014 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) (GTZ AUSAID, 2012). Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara umum adalah mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilakukan terstruktur dengan berjenjang. Regionalisasi sistem rujukan melakukan pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstruktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi (Depkes, 2013; BPJS, 2013). Rujukan kesehatan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung-jawab secara timbal balik, baik horisontal dan vertikal maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan. Ada dua jenis rujukan yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Rujukan medis berkaitan

4 dengan pengobatan dan pemulihan (pengiriman pasien, spesimen, transfer pengetahuan). Rujukan kesehatan berkaitan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan (sarana, teknologi dan operasional) (Kemenkes, 2012). Pada umumnya rujukan kesehatan mengikuti pola piramid yang dimulai dari pelayanan tingkat dasar ke pelayanan diatasnya. Pada penelitian Afsar AH dan Younus M (2004) di beberapa negara berkembang, masyarakat sering melewati fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama sehingga menyebabkan overload kunjungan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Sedangkan Omaha et al. (1998) mengemukakan rujukan non piramid juga dapat terjadi karena dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan pada tingkat lebih rendah. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan di tingkat bawah atau kurangnya kualitas layanan rujukan di tingkat bawah (Luti et al., 2012). Studi Navaneethan et al. (2008) menunjukkan bahwa 15-80% pasien terlambat di rujuk, karena berbagai faktor, seperti usia, ras, jenis kelamin, status asuransi, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan, sistem kesehatan, dan lingkungan. Sulitnya mencapai fasilitas layanan kesehatan menyebabkan rujukan tidak efektif dan keterlambatan rujukan. Pada penelitian Bourguet et al. (1998) serta Byrd dan Moskowitz (1987) menemukan bahwa pelacakan rujukan balik merupakan tugas penting bagi penyedia perujuk layanan kesehatan primer untuk memastikan bahwa rujukan lanjutan atau balik telah sampai. Studi telah menemukan bahwa 25-50% dari dokter umum yang merujuk tidak tahu apakah pasien mereka benar-benar bertemu dengan dokter spesialis yang mereka rujuk, sehingga keberhasilan rujukan dan rujukan balik tidak dapat diketahui (Mehrotra et al., 2011). Kisworini dan Hendrartini (2004) melakukan upaya meminta surat rujukan balik sebagai salah satu alat untuk pengendali rujukan dilakukan oleh hampir semua responden (93,3%) tapi surat rujukan balik tersebut tidak pernah didapatkan dari RS. Hal ini disebabkan format surat rujukan yang ada tidak lagi memuat kolom balasan dari RS dan Dokter Spesialis kurang memberikan dorongan balik kepada dokter keluarga.

5 Puskesmas Kecamatan Menteng sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) memberikan pelayanan rujukan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) yang dilakukan secara berjenjang dan regionalisasi. Angka rujukan di Puskesmas Kecamatan Menteng pada tahun 2014 masih tinggi seperti terlihat pada tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Data Kunjungan Pasien Rawat Jalan BPU Puskesmas Kecamatan Menteng Bulan Januari - Desember 2014 Jumlah Jumlah total Jumlah pasien kunjungan total BPU pasien pasien peserta BPU peserta JKN JKN yang No. Bulan Jumlah pasien BPU tanpa jaminan (Umum) Persentase pasien peserta JKN yang dirujuk dari BPU dirujuk 1. Januari 214 511 725 318 43,68 2. Februari 397 1088 1485 439 29,56 3. Maret 463 1494 1957 450 22,99 4. April 465 1770 2235 466 20,85 5. Mei 464 1378 1842 477 25,89 6. Juni 398 1700 2098 557 26,55 7. Juli 275 1023 1298 337 25,96 8. Agustus 333 1628 1961 466 23,76 9. September 403 1581 1984 404 20,36 10. Oktober 401 1751 2152 542 25,18 11. November 358 1903 2261 489 21,63 12. Desember 391 1909 2300 548 23,83 Sumber : Laporan pencatatan data kunjungan pasien rawat jalan BPU Puskesmas Kecamatan Menteng. Dari tabel diatas dapat di ketahui jumlah pasien BPU yang dirujuk ke FKTL dari total pasien peserta JKN yang dirujuk. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi agar dapat diketahui kualitas rujukan FKTP ke FKTL dan rujukan balik dari FKTL ke FKTP. B. Perumusan Masalah Pelaksanaan sistem rujukan dan rujukan balik memerlukan adanya alur sistem rujukan dan rujukan balik yang jelas atau berjenjang seperti piramid, yang dimulai dari pelayanan tingkat dasar sampai pelayanan diatasnya. Akan tetapi ada polapola yang berbeda dalam melakukan rujukan tergantung dari keinginan yang

6 menangani dengan melewati tingkatan yang lebih rendah ke tingkat lanjut. Pada saat ini, di Puskesmas Kecamatan Menteng telah memiliki sistem alur rujukan dan rujukan balik yang jelas secara tertulis kepada pasien, tetapi networking atau jaringan berbasis online atau call centre ke RS rujukan belum tersedia, dan formulir rujuk balik yang berisi jawaban rujukan balik dari faskes lanjutan ke Puskemas Kecamatan Menteng tidak terisi lengkap bahkan tidak ada dari dokter spesialis sehingga tidak ada follow up pengobatan pasien Program Rujuk Balik (PRB) dan kontinuitasnya. Karena itu, monitoring sangat diperlukan untuk peningkatan kualitas rujukan yang dikirim dokter puskesmas ke RS sesuai indikasi dan rujukan balik dari dokter spesialis/ sub spesialis ke dokter puskesmas sehingga perlu diteliti bagaimana evaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas rujukan dan rujukan balik serta menganalisis nya pada pasien rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan yaitu karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan), enabling factors (akses dan kualitas informasi), reinforcing factors (pengambil keputusan), ketepatan diagnosa, ketepatan terapi awal, kecepatan perujukan dan waktu sampai tempat rujukan pada pasien rujukan rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng dengan rujukan balik (jawaban rujukan dan kepuasan pasien) b. Evaluasi sistem pelayanan rujukan medis dari Puskesmas (FKTP) k e RS (FKTL) dan rujukan balik dari RS (FKTL) ke Puskesmas (FKTP) pada pasien rujukan rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN.

7 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pihak puskesmas Sebagai bahan evaluasi dan masukan untuk peningkatan kualitas pelaksanaan sistem rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di cakupan wilayah kerja nya sehingga pelayanan rujukan dan rujukan balik yang diberikan dapat terlaksana dengan baik, cepat dan sesuai indikasi klinis, diluar kompetensi dokter puskesmas dan keterbatasan sarana dan prasarana, SOP dan berjenjang disertai dengan adanya pencatatan data rujukan yang lengkap sehingga dapat mengendalikan jumlah rujukan (screening rujukan) ke RS. 2. Bagi pasien Sebagai peserta JKN, pasien mendapatkan pengetahuan dan wawasan lebih tentang sistem rujukan rawat jalan dan rujukan balik dari fasilitas kesehatan tingkatpertama ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. 3. Bagi BPJS Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pembuat kebijakan di berbagai tingkat pemerintahan untuk perbaikan dan sosialisasi pelaksanaan JKN, mengembangkan sistem networking online dan call centre yang dapat mentransfer atau menginformasikan langsung data pasien sistem rujukan dan jawaban rujukan balik antar puskesmas ke pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (RS) atau sebaliknya dan mapping fasilitas rujukan antar jejaring sehingga memudahkan pasien dan tenaga kesehatan untuk mengakses ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan. 4. Bagi RS Sebagai bahan evaluasi dan monev untuk lebih meningkatkan koordinasi pelayanan rujukan rawat jalan dan feedback jawaban rujukan balik sebagai follow up terapi pengobatan dan tindakan medis lanjut yang telah diberikan dokter spesialis/ DPJP kepada pasien. 5. Bagi Dinas Kesehatan Sebagai bahan evaluasi dan monev untuk lebih optimalisasi faskes dan peningkatan SDM, sarana dan prasarana, monitoring dan evaluasi berkala dan

8 berkesinambungan dalam koordinasi antara pihak jejaring terkait yaitu Puskesmas-RS rujukan-dokter Layanan Primer-Dinas Kesehatan. 6. Bagi Dokter Layanan Primer Sebagai bahan acuan untuk lebih optimalisasi pelayanan kesehatan tingkat primer yang berperan sebagai gate keeper untuk screening rujukan dan peningkatkan UKP serta UKM melalui promotif dan preventif yang komprehensif, berkesinambungan dan saling berkoordinasi dengan jejaring puskesmas-rs-dinas Kesehatan. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ghisi et al. (2013), dalam Jurnal PubMed, Physician Factors Affecting Cardiac Rehabilitation Referral and Patient Enrollment: A Systematic Review. Penelitian ini bertujuan mengetahui peranan dokter umum dan faktor-faktor yang mendukung dokter umum dalam melakukan rujukan pasien jantung ke perawatan spesialis. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesialisasi medis (misalnya, spesialis jantung lebih mungkin untuk merujuk, n = 8 studi) dan alasan dokter yang dilaporkan lainnya (misalnya, laporan dokter dari alasan mereka untuk perawatan spesialis yang berkaitan dengan rujukan). Faktor dokter terkait dengan pendaftaran pasien di perawatan rehabilitasi jantung adalah dukungan dokter, spesialisasi medis dan sikap dokter. Perbedaan nya dengan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Penelitian ini menggunakan cross sectional pada pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng yang mendapatkan rujukan dari puskesmas ke RS dan rujukan balik dari RS ke puskesmas. 2. Penelitian Mehrotra et al. (2011), dalam Jurnal PubMed, Dropping the Baton: Specialty Referrals in the United States. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi peningkatkan proses khusus-rujukan, seperti menggunakan gatekeeper dan pedoman rujukan. Penelitian ini adalah penelitian deskripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan kompetensi membuat dokter layanan primer

9 merujuk pasien ke spesialis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Perbedaan nya dengan penelitian yang akan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Perbedaan nya dengan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Penelitian ini menggunakan cross sectional pada pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng yang mendapatkan rujukan dari puskesmas ke RS dan rujukan balik dari RS ke puskesmas. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Luti et al. (2012), dalam Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, tahun 2012, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Sistem Rujukan Kesehatan Daerah Kepulauan Di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem rujukan di daerah kepulauan di Kabupaten Lingga. Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah ada upaya-upaya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Lingga dalam meningkatkan sistem rujukan. Perbedaan nya dengan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Penelitian ini menggunakan cross sectional pada pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng yang mendapatkan rujukan dari puskesmas ke RS dan rujukan balik dari RS ke puskesmas.