1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular (CVD), salah satu nya penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia (WHO, 2012; Roger et al., 2012). PJK yang mengancam nyawa adalah suatu kondisi klinis yang dikenal sebagai sindrom koroner akut (ACS) akibat infark myocard yang ditandai dengan elevasi segmen ST (STEMI), atau non-st (NSTEMI), atau angina pectoris yang tidak stabil (Unstable Angina Pectoris) (Aroney et al., 2006). Separuh penderita PJK berpotensi di rawat inap (Aroney et al., 2006; Chew et al., 2008; Briffa et al., 2011). Redfern et al., (2014) menem ukan dari 2299 penderita PJK terdapat 46% dirujuk kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan rehabilitasi, 65% mendapatkan obat-obat perawatan rawat jalan yang memadai, dan 27% menerima obat-obatan pencegahan yang optimal. Di Amerika Serikat, pasien PJK dengan miokard infark berkisar dari 14% menjadi 55% (Suaya et al., 2007). Di Inggris terdapat 28,6% pasien yang terdaftar di RS untuk mendapatkan perawatan rehabilitasi (Bethell et al., 2007) dan di Kanada, terdapat sekitar 30% pasien ( Dafoe et al., 2006). Beberapa faktor yang menyebabkan pasien jantung tidak rutin bahkan hilang dari program perawatan rehabilitasi di antara nya adalah sistem kesehatan, provider, dan faktor pasien nya sendiri (Scott et al., 2002). Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (2013) berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebesar 0,5% at au diperkirakan sekitar 883.447orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarka n diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%).
2 Tabel 1. Estimasi Penderita Penyakit Jantung Koroner pada Umur 15 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2013 % Diagnosis/ Estimasi Gejala Jumlah (D/G) Absolut No. Provinsi % Diagnosis Dokter (D) Estimasi Jumlah Absolut (D/G) (D) 1. Aceh 0,7 2,3 22.240 73.073 2. Sumatera Utara 0,5 1,1 44.698 98.336 3. Sumatera Barat 0,6 1,2 20.567 41.133 4. Riau 0,2 0,3 8.214 12.321 5. Jambi 0,2 0,5 4.625 11.563 6. Sumatera Selatan 0,4 0,7 21.919 38.358 7. Bengkulu 0,3 0,6 3.748 7.495 8. Lampung 0,2 0,4 11.121 22.242 9. Kep. Bangka Belitung 0,6 1,2 5.669 11.338 10. Kep. Riau 0,4 1,1 5.476 15.058 11. DKI Jakarta 0,7 1,6 53.265 121.748 12. Jawa Barat 0,5 1,6 160.812 514.597 13. Jawa Tengah 0,5 1,4 120.447 337.252 14. DI Yogyakarta 0,6 1,3 16.663 36.104 15. Jawa Timur 0,5 1,3 144.279 375.127 16. Banten 0,5 1,0 40.370 80.740 17. Bali 0,4 1,3 12.272 39.885 18. Nusa Tenggara Barat 0,2 2,1 6.405 67.257 19. Nusa Tenggara Timur 0,3 4,4 9.350 137.130 20. Kalimantan Barat 0,3 0,9 9.218 27.653 21. Kalimatan Tengah 0,3 1,7 4.825 27.340 22. Kalimantan Selatan 0,5 2,2 13.612 59.892 23. Kalimantan Timur 0,5 1,0 13.767 27.535 24. Sulawesi Utara 0,7 1,7 11.892 28.880 25. Sulawesi Tengah 0,8 3,8 14.888 70.719 26. Sulawesi Selatan 0,6 2,9 34.434 166.429 27. Sulawesi Tenggara 0,4 1,7 6.158 26.170 28. Gorontalo 0,4 1,8 3.019 13.584 29. Sulawesi Barat 0,3 2,6 2.402 20.817 30. Maluku 0,5 1,7 5.308 18.049 31. Maluku Utara 0,2 1,7 1.436 12.208 32. Papua Barat 0,3 1,2 1.672 6.690 33. Papua 0,2 1,3 4.298 27.936 INDONESIA 0,5 1,5 883.447 2.650.340 Sumber: Data Riset Kesehatan Dasar (2013), Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI. Sedangkan penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) berdasarkan kelompok umur, banyak ditemukan pada penderita kelompok umur 45-54 tahun, 55-64 tahun
3 dan 65-74 tahun. Berdasarkan diagnosis/ gejala, Penyakit Jantung Koroner cukup banyak pula ditemukan pada penduduk kelompok umur 15-24 tahun. Tabel 2. Estimasi Penderita Penyakit Jantung Koroner Umur 15 Tahun Menurut Kelompok Umur Tahun 2013 No. Kelompok Umur (Tahun) % Diagnosis Dokter Estimasi Jumlah Absolut % Diagnosis/ Gejala (D/G) Estimasi Jumlah Absolut (D/G) (D) (D) 1. 15-24 0,1 42.613 0,7 298.290 2. 25-34 0,2 86.006 0,9 387.025 3. 35-44 0,3 109.852 1,3 476.024 4. 45-54 0,7 187.342 2,1 562.026 5. 55-64 1,3 197.142 2,8 424.614 6. 65-74 2,0 170.398 3,6 306.716 7. 75+ 1,7 68.147 3,2 128.276 Sumber: Data Riset Kesehatan Dasar (2013), Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI Untuk menekan morbiditas dan mortalitas, pemerintah melakukan reformasi pada kebijakan subsistem pembiayaan kesehatan di Indonesia dengan dikembangkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan dengan UU No. 40/2004, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang pelaksanaannya dimulai pada tahun 2014 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) (GTZ AUSAID, 2012). Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara umum adalah mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilakukan terstruktur dengan berjenjang. Regionalisasi sistem rujukan melakukan pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstruktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi (Depkes, 2013; BPJS, 2013). Rujukan kesehatan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung-jawab secara timbal balik, baik horisontal dan vertikal maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan. Ada dua jenis rujukan yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Rujukan medis berkaitan
4 dengan pengobatan dan pemulihan (pengiriman pasien, spesimen, transfer pengetahuan). Rujukan kesehatan berkaitan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan (sarana, teknologi dan operasional) (Kemenkes, 2012). Pada umumnya rujukan kesehatan mengikuti pola piramid yang dimulai dari pelayanan tingkat dasar ke pelayanan diatasnya. Pada penelitian Afsar AH dan Younus M (2004) di beberapa negara berkembang, masyarakat sering melewati fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama sehingga menyebabkan overload kunjungan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Sedangkan Omaha et al. (1998) mengemukakan rujukan non piramid juga dapat terjadi karena dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan pada tingkat lebih rendah. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan di tingkat bawah atau kurangnya kualitas layanan rujukan di tingkat bawah (Luti et al., 2012). Studi Navaneethan et al. (2008) menunjukkan bahwa 15-80% pasien terlambat di rujuk, karena berbagai faktor, seperti usia, ras, jenis kelamin, status asuransi, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan, sistem kesehatan, dan lingkungan. Sulitnya mencapai fasilitas layanan kesehatan menyebabkan rujukan tidak efektif dan keterlambatan rujukan. Pada penelitian Bourguet et al. (1998) serta Byrd dan Moskowitz (1987) menemukan bahwa pelacakan rujukan balik merupakan tugas penting bagi penyedia perujuk layanan kesehatan primer untuk memastikan bahwa rujukan lanjutan atau balik telah sampai. Studi telah menemukan bahwa 25-50% dari dokter umum yang merujuk tidak tahu apakah pasien mereka benar-benar bertemu dengan dokter spesialis yang mereka rujuk, sehingga keberhasilan rujukan dan rujukan balik tidak dapat diketahui (Mehrotra et al., 2011). Kisworini dan Hendrartini (2004) melakukan upaya meminta surat rujukan balik sebagai salah satu alat untuk pengendali rujukan dilakukan oleh hampir semua responden (93,3%) tapi surat rujukan balik tersebut tidak pernah didapatkan dari RS. Hal ini disebabkan format surat rujukan yang ada tidak lagi memuat kolom balasan dari RS dan Dokter Spesialis kurang memberikan dorongan balik kepada dokter keluarga.
5 Puskesmas Kecamatan Menteng sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) memberikan pelayanan rujukan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) yang dilakukan secara berjenjang dan regionalisasi. Angka rujukan di Puskesmas Kecamatan Menteng pada tahun 2014 masih tinggi seperti terlihat pada tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Data Kunjungan Pasien Rawat Jalan BPU Puskesmas Kecamatan Menteng Bulan Januari - Desember 2014 Jumlah Jumlah total Jumlah pasien kunjungan total BPU pasien pasien peserta BPU peserta JKN JKN yang No. Bulan Jumlah pasien BPU tanpa jaminan (Umum) Persentase pasien peserta JKN yang dirujuk dari BPU dirujuk 1. Januari 214 511 725 318 43,68 2. Februari 397 1088 1485 439 29,56 3. Maret 463 1494 1957 450 22,99 4. April 465 1770 2235 466 20,85 5. Mei 464 1378 1842 477 25,89 6. Juni 398 1700 2098 557 26,55 7. Juli 275 1023 1298 337 25,96 8. Agustus 333 1628 1961 466 23,76 9. September 403 1581 1984 404 20,36 10. Oktober 401 1751 2152 542 25,18 11. November 358 1903 2261 489 21,63 12. Desember 391 1909 2300 548 23,83 Sumber : Laporan pencatatan data kunjungan pasien rawat jalan BPU Puskesmas Kecamatan Menteng. Dari tabel diatas dapat di ketahui jumlah pasien BPU yang dirujuk ke FKTL dari total pasien peserta JKN yang dirujuk. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi agar dapat diketahui kualitas rujukan FKTP ke FKTL dan rujukan balik dari FKTL ke FKTP. B. Perumusan Masalah Pelaksanaan sistem rujukan dan rujukan balik memerlukan adanya alur sistem rujukan dan rujukan balik yang jelas atau berjenjang seperti piramid, yang dimulai dari pelayanan tingkat dasar sampai pelayanan diatasnya. Akan tetapi ada polapola yang berbeda dalam melakukan rujukan tergantung dari keinginan yang
6 menangani dengan melewati tingkatan yang lebih rendah ke tingkat lanjut. Pada saat ini, di Puskesmas Kecamatan Menteng telah memiliki sistem alur rujukan dan rujukan balik yang jelas secara tertulis kepada pasien, tetapi networking atau jaringan berbasis online atau call centre ke RS rujukan belum tersedia, dan formulir rujuk balik yang berisi jawaban rujukan balik dari faskes lanjutan ke Puskemas Kecamatan Menteng tidak terisi lengkap bahkan tidak ada dari dokter spesialis sehingga tidak ada follow up pengobatan pasien Program Rujuk Balik (PRB) dan kontinuitasnya. Karena itu, monitoring sangat diperlukan untuk peningkatan kualitas rujukan yang dikirim dokter puskesmas ke RS sesuai indikasi dan rujukan balik dari dokter spesialis/ sub spesialis ke dokter puskesmas sehingga perlu diteliti bagaimana evaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas rujukan dan rujukan balik serta menganalisis nya pada pasien rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan yaitu karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan), enabling factors (akses dan kualitas informasi), reinforcing factors (pengambil keputusan), ketepatan diagnosa, ketepatan terapi awal, kecepatan perujukan dan waktu sampai tempat rujukan pada pasien rujukan rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng dengan rujukan balik (jawaban rujukan dan kepuasan pasien) b. Evaluasi sistem pelayanan rujukan medis dari Puskesmas (FKTP) k e RS (FKTL) dan rujukan balik dari RS (FKTL) ke Puskesmas (FKTP) pada pasien rujukan rawat jalan Penyakit Jantung Koroner (PJK) peserta JKN.
7 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pihak puskesmas Sebagai bahan evaluasi dan masukan untuk peningkatan kualitas pelaksanaan sistem rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di cakupan wilayah kerja nya sehingga pelayanan rujukan dan rujukan balik yang diberikan dapat terlaksana dengan baik, cepat dan sesuai indikasi klinis, diluar kompetensi dokter puskesmas dan keterbatasan sarana dan prasarana, SOP dan berjenjang disertai dengan adanya pencatatan data rujukan yang lengkap sehingga dapat mengendalikan jumlah rujukan (screening rujukan) ke RS. 2. Bagi pasien Sebagai peserta JKN, pasien mendapatkan pengetahuan dan wawasan lebih tentang sistem rujukan rawat jalan dan rujukan balik dari fasilitas kesehatan tingkatpertama ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. 3. Bagi BPJS Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pembuat kebijakan di berbagai tingkat pemerintahan untuk perbaikan dan sosialisasi pelaksanaan JKN, mengembangkan sistem networking online dan call centre yang dapat mentransfer atau menginformasikan langsung data pasien sistem rujukan dan jawaban rujukan balik antar puskesmas ke pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (RS) atau sebaliknya dan mapping fasilitas rujukan antar jejaring sehingga memudahkan pasien dan tenaga kesehatan untuk mengakses ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan. 4. Bagi RS Sebagai bahan evaluasi dan monev untuk lebih meningkatkan koordinasi pelayanan rujukan rawat jalan dan feedback jawaban rujukan balik sebagai follow up terapi pengobatan dan tindakan medis lanjut yang telah diberikan dokter spesialis/ DPJP kepada pasien. 5. Bagi Dinas Kesehatan Sebagai bahan evaluasi dan monev untuk lebih optimalisasi faskes dan peningkatan SDM, sarana dan prasarana, monitoring dan evaluasi berkala dan
8 berkesinambungan dalam koordinasi antara pihak jejaring terkait yaitu Puskesmas-RS rujukan-dokter Layanan Primer-Dinas Kesehatan. 6. Bagi Dokter Layanan Primer Sebagai bahan acuan untuk lebih optimalisasi pelayanan kesehatan tingkat primer yang berperan sebagai gate keeper untuk screening rujukan dan peningkatkan UKP serta UKM melalui promotif dan preventif yang komprehensif, berkesinambungan dan saling berkoordinasi dengan jejaring puskesmas-rs-dinas Kesehatan. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ghisi et al. (2013), dalam Jurnal PubMed, Physician Factors Affecting Cardiac Rehabilitation Referral and Patient Enrollment: A Systematic Review. Penelitian ini bertujuan mengetahui peranan dokter umum dan faktor-faktor yang mendukung dokter umum dalam melakukan rujukan pasien jantung ke perawatan spesialis. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesialisasi medis (misalnya, spesialis jantung lebih mungkin untuk merujuk, n = 8 studi) dan alasan dokter yang dilaporkan lainnya (misalnya, laporan dokter dari alasan mereka untuk perawatan spesialis yang berkaitan dengan rujukan). Faktor dokter terkait dengan pendaftaran pasien di perawatan rehabilitasi jantung adalah dukungan dokter, spesialisasi medis dan sikap dokter. Perbedaan nya dengan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Penelitian ini menggunakan cross sectional pada pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng yang mendapatkan rujukan dari puskesmas ke RS dan rujukan balik dari RS ke puskesmas. 2. Penelitian Mehrotra et al. (2011), dalam Jurnal PubMed, Dropping the Baton: Specialty Referrals in the United States. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi peningkatkan proses khusus-rujukan, seperti menggunakan gatekeeper dan pedoman rujukan. Penelitian ini adalah penelitian deskripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan kompetensi membuat dokter layanan primer
9 merujuk pasien ke spesialis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Perbedaan nya dengan penelitian yang akan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Perbedaan nya dengan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Penelitian ini menggunakan cross sectional pada pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng yang mendapatkan rujukan dari puskesmas ke RS dan rujukan balik dari RS ke puskesmas. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Luti et al. (2012), dalam Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, tahun 2012, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Sistem Rujukan Kesehatan Daerah Kepulauan Di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem rujukan di daerah kepulauan di Kabupaten Lingga. Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah ada upaya-upaya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Lingga dalam meningkatkan sistem rujukan. Perbedaan nya dengan peneliti teliti bertujuan mengevaluasi kualitas rujukan dan rujukan balik pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng. Penelitian ini menggunakan cross sectional pada pasien rawat jalan PJK peserta JKN di Puskesmas Kecamatan Menteng yang mendapatkan rujukan dari puskesmas ke RS dan rujukan balik dari RS ke puskesmas.