1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dewasa ini sudah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya dalam bidang ekonomi saja namun dalam bidang teknologi maupun hukum juga semakin berkembang. Saat ini teknologi informasi adalah bidang teknologi yang berkembang paling pesat, perkembangan teknologi yang sudah semakin modern dan cepat tersebut mengakibatkan setiap orang tidak bisa menghindar dari kemajuan teknologi, hal ini dikarenakan kebutuhan yang besar dari manusia akan teknologi itu sendiri yang justru menimbulkan ketergantungan manusia terhadap teknologi. Teknologi meliputi dalam segala aspek kehidupan, teknologi diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi tersebut tentunya berpengaruh besar terhadap pergaulan global berbagai negara. Indonesia yang termasuk dalam tata pergaulan hubungan global ini mau tidak mau harus mengikuti tantangan untuk melaksanakan pemahaman dalam tatanan baru itu. 1 Di Indonesia, perkembangan di bidang informasi sudah sangat pesat, hal ini didukung juga dengan perkembangan teknologi seperti komputer yang mendukung 1 H. Sutarman, 2007, Cyber Crime Modus Operandi dan Penanggulangannya, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, h.1.
2 dari kemajuan sarana informasi tersebut. Komputer merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial pada masyarakat, yaitu mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, yang terus menjalar kebagian lain dari sisi kehidupan manusia, sehingga muncul adanya norma baru, nilai-nilai baru, dan sebagainya. 2 Selain dengan adanya komputer, internet juga berpengaruh besar terhadap kemajuan informasi karena dengan adanya internet tersebut dapat memudahkan kita dalam memberikan dan menerima informasi dengan cepat. Khusus di dalam dunia maya yang sangat mudah diakses oleh setiap orang di seluruh dunia, biasanya dimanfaatkan sebagai sarana kebutuhan sehari-hari dari kebutuhan sosial misalnya pembuatan website, sarana hiburan, tempat untuk mempublikasikan karya mereka maupun yang paling sering di gunakan adalah untuk sarana informasi. Penyebaran informasi melalui internet umumnya dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis media sosial. Pengertian dari media sosial itu sendiri adalah media online partisipatif yang mempublikasikan berita, foto, dan video yang diumumkan melalui situs media sosial. Biasanya disertai dengan proses pemungutan suara untuk membuat media item menjadi lebih dikenal. Kemajuan teknologi yang merupakan hasil budaya manusia di samping membawa dampak positif, ternyata dalam perkembangannya juga dapat membawa dampak negatif bagi manusia dan lingkungannya, yaitu seperti ditandai dengan adanya kejahatan. Jenis kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan 2 Dikdik M. Arif mansyur & Elisatris Gultom, 2005, CYBER LAW Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT. Refika Aditama, Bandung, h.3.
3 kemajuan teknologi informasi adalah kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan aplikasi dari internet yang disebut sebagai kejahatan cyber crime. Cyber crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dengan menggunakan sarana komputer dan alat telekomunikasi lainnya. Seseorang yang menguasai dan mampu mengoperasikan komputer seperti operator, programmer, analis, consumer, manager dan kasir dapat melakukan cyber crime. Cara yang biasa digunakan adalah dengan merusak data, mencuri data dan menggunakannya secara ilegal. Faktor dominan terjadinya cyber crime adalah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi seperti telepon, hand phone dan alat telekomunikasi lain yang dipadukan dengan perkembangan teknologi komputer. Kejahatan cyber crime umumnya mencakup kejahatan penipuan, hacker, penyebaran berita palsu, penyebaran suatu hal yang mengandung unsur pornografi, tetapi bukan hal tersebut saja yang dapat dikatakan sebagai cyber crime banyak sekali bentuk kejahatan lain yang masih asing yang juga termasuk di dalam kategori cyber crime, salah satu dari kejahatan tersebut adalah kejahatan spam atau disebut sebagai spamming. Spam adalah penggunaan perangkat elektronik untuk mengirimkan pesan secara bertubi-tubi tanpa dikehendaki oleh penerimanya. Orang yang melakukan spam disebut spammer. Tindakan spam dikenal dengan nama spamming. Bentuk spam yang dikenal secara umum meliputi: spam surat elektronik, spam pesan instan,
4 spam Usenet newsgroup, spam mesin pencari informasi web (web search engine spam), spam blog, spam wiki, spam jejaring sosial. 3 Spamming merupakan salah satu kejahatan di dalam dunia maya. Kejahatankejahatan di dunia maya diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur perbuatan yang mendekati unsur-unsur dari perbuatan spamming, namun Pasal ini masih belum bisa digunakan sebagai acuan untuk menjerat pelaku karena terdapat kekaburan dalam penjelasannya, hal ini dikarenakan spamming sendiri memiliki berbagai bentuk untuk melakukan kejahatan atau luasnya kualifikasi pengertian dari spamming itu sendiri. Tindakan dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dijelaskan baik pengertiannya maupun bagaimana pengaturannya, dalam undang-undang tersebut hanya mencantumkan unsur-unsur dan kualifikasi dari cyber crime secara umum semata sehingga tidak membedakan apakah kualifikasi dari cyber crime tersebut termasuk kategori dari cracking, hacking, carding, phising, ataupun spamming. Melihat kekaburan norma yang ada di dalam pengaturan spamming menyebabkan perbuatan ini semakin menjamur di Indonesia. Para pelaku semakin November 2015. 3 Wikipedia, 2015, spam, URL : https://id.wikipedia.org/wiki/spam diakses tanggal 24
5 leluasa untuk melaksanakan aksinya karena belum ada pengaturan yang jelas dan tegas mengenai perbuatan spamming. Berdasarkan pada latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat dan melakukan penelitian dalam penulisan skripsi yang berjudul KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana pengaturan perbuatan spamming melalui media sosial dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? 2. Bagaimanakah pengaturan Spamming dalam perundang-undangan Indonesia di masa mendatang? 1.3 Ruang Lingkup masalah Dalam penulisan karya ilmiah menentukan ruang lingkup masalah merupakan suatu hal yang sangat penting guna menjamin adanya keutuhan dan ketegasan serta
6 untuk mencegah kekaburan permasalahan karena terlalu luas dan terlalu sempit. 4 Agar tidak menyimpang terlalu jauh dari pokok permasalahannya, maka dalam penulisan skripsi ini diberikan suatu pembatasan dalam pembahasan dalam yaitu: 1. Ruang lingkup permasalahan pertama membahas tentang bagaimana pengaturan perbuatan spamming melalui media sosial dalam Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2. Ruang lingkup permasalahan kedua membahas tentang bagaimana pengaturan spamming dalam perundang-undangan Indonesia di masa mendatang dan perbandingan hukum terhadap perbuatan spamming melalui media sosial dengan Negara lain. 1.4 Orisinalitas Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakawan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali sepanjang yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah Kebijakan Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Spamming Melalui Media Sosial. Adapun penulisan penelitian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini melalui internet antara lain: 1. Nama : Christian Adhi Nugroho S Tempat : Universitas Jember 4 Soerjono Soekanto, 1983, Tata Cara Penyusunan Karya Ilmiah Bidang Hukum, Ghalian Indonesia, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), h. 12.
7 Judul : Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Penyebaran Spam Melalui Short Message Service (SMS) Permasalahan: 1) Apakah perbuatan penyebaran spam melalui short message service (SMS) dapat disebut sebagai tindak pidana ditinjau dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? 2) Bagaimanakah kebijakan hukum pidana dalam tahap formulatif terhadap perbuatan penyebaran spam melalui short message service (SMS)? 2. Nama : Ginanjar Sapto Hadi Tempat Judul : Universitas Pembangunan Nasional : Tindak Pidana Cyber Crime Dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Permasalahan: 1) Bagaimanakah pelaksanaan Undang Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) terhadap tindak pidana Cyber crime? 2) Bagaimanakah sistem pembuktian tindak pidana Cyber crime dalam UU ITE
8 Berdasarkan penulisan penelitian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, bahwa memang benar penulisan skripsi ini berbeda dengan penelitian yang dicantumkan diatas. Perbedaan dalam penulisan skripsi ini yaitu membahas bagaimana pengaturan terhadap perbuatan spamming melalui media sosial dlam Undang-Undang Nomro 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi Elektronik serta membahas bagaimana pengaturan spamming dalam perundang-undangan Indonesia di masa mendatang dan juga perbandingannya dengan Negara lain. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam skripsi ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan penelitian ini yaitu: 1.5.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah perbuatan spamming melalui media sosial dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana 1.5.2 Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan dan menganalisis tentang pengaturan terhadap tindak pidana spamming melalui media sosial dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
9 2. Untuk mengetahui pengaturan spamming dalam perundang-undangan Indonesia di masa mendatang dan perbandingan hukum terhadap perbuatan spamming melalui media sosial dengan Negara lain. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian skripsi ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu: 1.6.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum pidana, khususnya pemahaman teoritis mengenai pengaturan perbuatan spamming melalui media sosial dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta pengaturan spamming dalam perundang-undangan Indonesia di masa mendatang dan perbandingan hukum terhadap perbuatan spamming melalui media sosial dengan Negara lain. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah penulis dapat memperoleh pencerahan mengenai permasalahan yang penulis hadapi sehingga menjadi dasar pemikiran yang teoritis bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik perlu dikaji dalam perumusan konsepnya agar penerapan tersebut nantinya bisa memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum.
10 1.6.2 Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa Diharapkan agar dapat memberikan referensi dan pengembangan wawasan berpikir bagi diri sendiri maupun pembaca mengenai kebijakan kriminalisasi terhadap perbuatan spamming melalui media sosial. b. Bagi Penegak Hukum Diharapkan agar skripsi ini dapat dijadikan refrensi bagi penegak hukum agar dalam melakukan tugasnya dalam menegakkan hukum terhadap perbuatan spamming melalui media sosial sehingga dapat berjalan secara optimal. c. Bagi Masyarakat Untuk memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat terhadap aturanaturan yang berlaku tentang perbuatan spamming melalui media sosial pada semua orang agar lebih berhati-hati dalam berkegiatan di dunia maya. 1.7 Landasan Teoritis Sebelum membahas permasalahan dalam skripsi ini, maka terlebih dahulu akan diuraikan beberapa teori atau landasan untuk menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Pred. R. Kelinger mengatakan bahwa teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. 5 Adapun teori-teori yang dipergunakan dalam penilitian ini meliputi : 5 Pred R. Kelinger, 1996, Asas-asas Penelitian Behavioral, Cetakan Kelima, Edisi Indonesia Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h.14
11 1.7.1 Teori Kebijakan Kriminal (criminal policy) Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tidak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat dipidana). Jadi, pada hakikatnya kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal) dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana (penal policy). Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya- upaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy). 6 Kebijakan penanggulangan kejahatan atau politik kriminal (criminal policy) adalah suatu kebijakan atau usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan. Politik Kriminal itu merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas (law enforcement policy), yang seluruhnya merupakan bagian dari politik sosial (social 6 Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disngkat Barda Nawawi Arief I), h.77.
12 policy), yaitu suatu usaha dari masyaraat atau Negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. 7 berikut: Sudarto mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu sebagai a. Dalam arti sempit adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum berupa pidana. b. Dalam arti luas adalah keseluruhan fungsi ari aparatur penegakan hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. c. Dalam arti yang paling luas adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertuuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. 8 1.7.2 Konsep Kriminalisasi Kriminalisasi merupakan tindakan atau penatapan penguasa mengenai suatau perbuatan yang pada mulanya dianggap oleh masyarakat merupakan perbuatan yang dapat dipidana menjadi suatu perbuatan pidana. Menurut Moeljatno ada tiga kriteria kriminalisasi dalam pembaharuan hukum pidana, yaitu: 1. Penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan terlarang (perbuatan pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat 2. Kedua, apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah jalan yang utama untuk mencegah dilanggarnya larangan-larangan tersebut. 3. Ketiga, apakah pemerintah dengan melewati alat-alat negara yang bersangkutan, betul-betul mampu untuk benar-benar melaksanakan ancaman pidana kalau ternyata ada yang melanggar larangan. 9 1.7.3 Teori Kebijakan Hukum Pidana 7 Muladi dan Barda Nawawi, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Muladi dan Barda Nawawi I), h.1 8 Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Sudarto I), h. 113-114 9 Moeljatno, 1983, Azas-azas hukum pidana, Bina Aksara, Jakarta, h.5
13 Kebijakan hukum pidana merupakan bagian daripada politik kiminal (criminal policy). Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Kebijakan hukum pidana adalah bagaimana mengusahakan atau membuat atau merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Maka melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam artia memenuhi syarat keadilan dan daya guna. 10 yakni: Kebijakan hukum pidana merupaan serangkaian yang terdiri atas tiga tahapan 1. Tahap kebijakan formulatif yaitu kekuasaan dalam hal menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana berorientasi pada permasalahan pokok dalam hukum pidana meliputi perbuatan yang bersifat melawan hukum, kesalahan/pertanggungjawaban pidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan oleh pembuat undang-undang 2. Tahap kebijakan yudikatif/aplikatif yaitu kekuasaan dalam hal menerapkan hukum pidana oleh aparat penegak hukum atau pengadilan 3. Tahap kebijakan eksekutif/administatif yaitu kekuasaan dalam hal melaksanakan hukum pidana oleh aparat pelaksana/eksekusi pidana. 11 Dengan adanya tahap formulasi, maka upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparatur/penegak hukum tetapi merupakan tugas pembuat hukum, kebijakan legislatif merupakan tahap yang paling stategis dari penal policy. Oleh karena itu kesalahan/kelemahan kebijakan legislatif merupakan 10 Sudarto,2007, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Sudarto II), h.153 11 Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif Teoritis dan Praktik, PT. Alumni, Bandung, h.391
14 kesalahan stategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. 1.7.3 Konsep Tindak Pidana Istilah tindak pidana hakekatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata starbaarfeit dalam bahasa Belanda. Beberapa istilah yang digunakan menerjemahkan kata starbaarfeit oleh sarjana-sarjana di Indonesia antara lain: tindak pidana, delik, dan perbuatan pidana. Sementara dalam berbagai perundang-undangan digunakan istilah, antara lain: Peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatanperbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam dengan hukum dan tindak pidana. 12 Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undangundang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. 13 Wirjono Prodjodikoro merumuskan tindak pidana sebagai suatu perbuatan 12 Ismu Gunadi W. dan Jonaedi Efendi, 2011, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Prestasi Pustaka Publishier, Jakarta, h.40-41 13 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996. hlm. 7.
15 yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. 14 1.7.4 Teori Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat penegak hukum untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana. 15 1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif karena penelitian ini mengkaji hukum yang dikonsepsikan sebagai norma atau kaedah yang berlaku dalam masyarakat yaitu dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang selanjutnya dikaitkan dengan permasalahan yang akan dibahas. 14 E.Y. Kanter, dkk, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, h. 208-209. 15 Mardjono Reksodiputro. 1994, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta,, h.76
16 Penelitian normatif memiliki cirri-ciri sebagai berikut: beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma/asas hukum, tidak menggunakan hipotesis, menggunakan landasan teoritis, menggunakan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian hukum normatif digunakan beranjak dari adanya persoalan dalam aspek norma hukum, yaitu norma yang kabur atau tidak jelas (vague van normen), norma yang konflik (geschijld van normen), maupun norma yang kosong (leemten van normen) yang ada dalam peraturan perundang-undangan terkait permasalahan yang hendak diteliti. 1.8.2 Jenis Pendekatan Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan perundang-undangan (the statue approach), pendekatan fakta (The Fact Approach), pendekatan perbandingan (Comparative Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conseptual approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini. 16 Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undangundang yang sesuai dengan isu yang bersangkutan dengan tindak spamming. Pendekatan fakta digunakan berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat mengenai tindak spamming. Pendekatan perbandingan digunakan dengan 16 Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h.302
17 membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Pendekatan analisis konsep hukum digunakan untuk memahami kebijakan kriminalisasi dan penegakan hukum terhadap tindak spamming. 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Sumber bahan hukum primer Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan. Sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah : a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik c. Doktrin 2. Sumber bahan hukum sekunder Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum ini meliputi literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literaturliteratur hukum (buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli seperti buku tentang hukum pidana, buku tentang cyber crime, pendapat para sarjana, jurnal-jurnal hukum maupun literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh via internet.
18 3. Sumber bahan hukum tersier Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document). 17 Telaah kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. 1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum Untuk menganalisis bahan hukum digunakan teknik analisis seperti deskripsi, evaluasi, argumentasi, sistematisasi. Teknik deskripsi adalah teknik dasar yang tidak dapat dihindari penggunanya. Dimana berarti uraian terhadap suatu kondisi aposisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu 17 H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penulisan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.107.
19 pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukan kedalaman penalaran hukum. Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat.