1.2 Tujuan - Mengetahui alur proses produksi kokas batubara (coke)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Efisiensi PLTU batubara

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

PENGARUH VARIASI JUMLAH LUBANG BURNER TERHADAP KALORI PEMBAKARAN YANG DIHASILKAN PADA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI JUMLAH LUBANG 12, 16 DAN 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG

Kaji Eksperimental Effek Prilaku Briket Kokas Dengan Menggunakan Material Perekat Berbasis Dapat Diperbaharui

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

PIROLISIS Oleh : Kelompok 3

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus akan mengakibatkan menipisnya ketersediaan bahan. konsumsi energi 7 % per tahun. Konsumsi energi Indonesia tersebut

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab 2 Tinjauan Pustaka

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

1. Fabrikasi Struktur Baja

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketika ketergantungan manusia terhadap bahan bakar tak terbarukan

Mengapa Air Sangat Penting?

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Benda ini biasanya berwarna hitam, dan kadang berwarna coklat tua.

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

KOKAS DARI BATUBARA NON COKING : MENGHILANGKAN KETERGANTUNGAN KOKAS IMPOR. Suganal

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

JENIS-JENIS PENGERINGAN

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos

1. Pengertian Perubahan Materi

Prarancangan Pabrik Isopropanolamin dari Propilen Oksida dan Amonia Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PT. SUKSES SEJAHTERA ENERGI

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

Perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur besi baja ini sudah banyak menghasilkan produk seperti kawat baja, plat baja, maupun baja

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A.

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Sulfur dan Asam Sulfat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)

MAKALAH KIMIA PEMISAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

PERBANDINGAN PEMBAKARAN PIROLISIS DAN KARBONISASI PADA BIOMASSA KULIT DURIAN TERHADAP NILAI KALORI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 6 No. 2 Desember 2014 Hal :

PENGARUH PENAMBAHAN SALURAN UDARA PEMANAS DENGAN PIPA LURUS PADA TUNGKU BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281.

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN I.1

Pemanfaatan Batubara dan Biomassa dengan Proses Pirolisa untuk Sumber Energi dan Industri di Kalimantan Timur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

PEMANFAATAN KOTORAN AYAM DENGAN CAMPURAN CANGKANG KARET SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIOMASSA ONGGOK-BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kokas adalah bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batubara rendah abu dan rendah sulfur, batubara bitumen. Kokas batubara berwarna abu-abu, keras, dan berongga.kokas sebenarnya dapat terbentuk secara alami, namun bentuk yang umum digunakan adalah buatan manusia. Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar melebihi cadangan minyak bumi. Kegiatan penambangan batubara di Indonesia juga semakin meningkat dari tahun ke tahun dimana batubara diharapkan sebagai sumber alternatif, selain untuk ekspor juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi dalam negeri. Oleh karena itu perlu digalakkan program pemasyarakatan dan pembudayaan batubara. Salah satu caranya adalah dengan penanganan lebih lanjut proses pengembangan pembuatan kokas, karena merupakan komoditi penting yang banyak dibutuhkan pada industri berskala kecil sampai skala besar. Industri yang membutuhkan kokas antara lain industri pengecoran logam, industri gula, industri elektrode dan industri logam lainnya. Pemenuhan kebutuhan kokas di Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri (impor) Jepang, RRC, dan Taiwan. Mengingat kokas merupakan komoditi yang cukup penting, terutama pada industri logam dan baja, maka usaha pengembangan dan pemenuhan kebutuhan kokas dari dalam negeri menjadi sangat perlu. Kokas selain digunakan untuk meningkatkan kandungan karbon dalam besi, juga berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pereduksi maupun penyangga beban. Jadi jelas bahwa batubara bisa diharapkan sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada impor, yang tentunya dapat menghemat devisa. 1.2 Tujuan - Mengetahui alur proses produksi kokas batubara (coke) 1

- Mengetahui manfaat yang dimiliki oleh kokas batubara (coke) 2

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Kokas Kokas adalah bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batubara rendah abu dan rendah sulfur, batubara bitumen. Kokas batubara berwarna abu-abu, keras, dan berongga. Kokas sebenarnya dapat terbentuk secara alami, namun bentuk yang umum digunakan adalah buatan manusia. gambar 1. kokas 2.2 Sejarah Kokas Kokas digunakan orang-orang China pertama kali untuk pemanasan dan memasak sekurang-kurangnya pada abad kesembilan. Pada dekade pertama abad kesebelas, pandai besi China di lembah Sungai Kuning mulai menggunakan kokas untuk bahan bakar di tungku mereka, sebagai pemecahan masalah bahan bakar untuk wilayah yang jarang terdapat pepohonan di sana. Pada tahun 1603, Hugh Plat menyatakan bahwa batubara dapat dibakar dengan cara yang analog dengan cara pembakaran arang yang diproduksi dari kayu. Proses ini tidak dipraktekkan sampai tahun 1642, ketika kokas digunakan untuk memanggang ragi di Derbyshire. 3

Pada tahun 1709, Abraham Darby I membangun tanur pembakaran kokas untuk menghasilkan besi cor. Kekuatan kokas yang besar membuat blast furnace dibangun lebih tinggi dan lebih besar. Selanjutnya, ketersediaan besi murah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya Revolusi Industri. Di Inggris pada tahun-tahun pertama lokomotif kereta api uap, kokas merupakan bahan bakar yang umum digunakan. Hal ini terutama karena didorong oleh peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan. Setiap lokomotif diharuskan "mengkonsumsi asapnya sendiri" yang secara teknis tidak mungkin untuk dilakukan sampai mulai digunakannya firebox arch, namun membakar kokas rendah emisi asap dianggap memenuhi persyaratan. Namun, aturan ini diamdiam mulai diabaikan dan batubara yang lebih murah menjadi bahan bakar umum, seiring dengan kereta api yang mulai diterma di kalangan masyarakat umum. Pada akhir abad 19, para penambang di bagian barat Pennsylvania, USA menyediakan batubara yang menjadi bahan baku untuk kokas. Pada tahun 1885, Rochester and Pittsburgh Coal and Iron Company mem bangun string oven kokas terpanjang di dunia di Walston, Pennsylvania, dengan 475 oven dan panjangnya 2 km (1,25 mil). Output mereka mencapai 22.000 ton per bulan. The Minersville Coke Oven di Huntingdon County, Pennsylvania itu dicatatkan dalam Daftar Tempat Bersejarah Nasional USA pada tahun 1991. 2.3 Produksi Kokas Kandunagan volatil dari batubara -termasuk air, gas batubara, dan batu baratar- didorong keluar karena dipanggang dalam tungku atau oven pengap pada suhu setinggi 2.000 C (3.600 F) meskipun biasanya sekitar 1.000-1.100 C ( 1832-2012 F). Fasilitas paling modern oven kokas tetap menghasilkan "produk sampingan". Saat ini, hidrokarbon volatil juga dimanfaatkan, setelah pemurnian, dalam proses pembakaran yang terpisah untuk menghasilkan energi. Tungku kokas (oven) 4

membakar gas hidrokarbon yang dihasilkan oleh proses pembuatan kokas mengakibatkan terjadinya proses karbonisasi. Batubara yang sebagai umpan dalam proses karbonisasi dimasukan ke tungku (pada tahap v), di mana batubara melewati zona karbonisasi suhu rendah, pada suhu sekitar 375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475 sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai 1000 o C (pada tahap vii) untuk menjalani karbonisasi. Batubara bitumen harus memenuhi seperangkat kriteria untuk digunakan sebagai kokas batubara, ditentukan oleh teknik uji batubara tertentu. Termasuk diantaranya kadar air, kadar abu, sulfur, kandungan volatil, tar, dan plastisitas. Pengujian ini ditargetkan untuk menghasilkan kokas dengan kekuatan yang sesuai (umumnya diukur oleh coke strength after reaction (CSR). Pengujian lainnya juga dipertimbangkan, termasuk untuk memastikan coke tidak menggelembung terlalu banyak selama produksi dan menghancurkan oven melalui tekanan dinding yang berlebihan. Semakin besar zat terbang (volatil) dalam batubara, semakin banyak byproduk diproduksi. Umumnya tingkat 26-29% zat terbang dalam campuran batubara dianggap baik untuk tujuan mendapatkan kokas. Jadi jenis batubara lain bisa dicampur secara proporsional untuk mencapai tingkat volatil yang dapat diterima sebelum proses produksi kokas dimulai. Kokas alami terbentuk ketika lapisan batubara dipotong oleh intrusi vulkanik. Gangguan ini memanaskan batubara di sekitarnya dalam suasana anoxic sehingga terbentuklah zona kokas (biasanya beberapa meter) di sepanjang gangguan itu. Namun, kokas alami sangat bervariasi dalam hal kekuatan dan kadar abunya, dan 5

umumnya dianggap tidak dapat dijual kecuali dalam beberapa kasus sebagai produk termal. 2.4 Penggunaan Kokas Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi dalamblast furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit) untuk mengumpulkan besi. Karena konstituen penghasil asap dibuang selama proses pembuatan kokas, kokas menjadi bahan bakar yang baik untuk kompor dan tungku yang tidak cocok untuk pembakaran batubara bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan sedikit atau tidak berasap saat pembakaran, sedangkan batubara bitumen akan menghasilkan banyak asap. Ditemukan secara tidak sengaja, kokas memilik sifat perisai panas yang unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai perisai panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo. Dalam bentuk akhirnya, bahan ini disebut AVCOAT 5026-39. Bahan ini telah digunakan baru-baru ini sebagai perisai panas pada kendaraan Pathfinder Mars. Meskipun tidak digunakan untuk pesawat ulang-alik modern, NASA telah merencanakan untuk memanfaatkan kokas dan bahan lainnya untuk perisai panas pesawat ruang angkasa generasi berikutnya, bernama Orion, sebelum proyek itu dibatalkan. Kokas secara luas digunakan sebagai pengganti batubara untuk pemanas domestik menyusul diberlakukannya zona tanpa asap di Inggris. 6

BAB III PEMBAHASAN 3.1 The Formed- Coke Making Process ( Proses Pembuatan/Produksi Kokas) 3.1.1 Tahap Pembentukan(forming Stage) Noncaking Coal adalah bahan baku utama (60-80%). Batubara dikeringkan hingga kandungan air 2-3% (pada tahap i ). Batubara kering digerus (pada tahap ii ). Pengikat ditambahkan ke bubuk batu bara, bahan ini kemudian dicampur (pada tahap iii ), dan dicetak (pada tahap iv), sehingga memperoleh batubara umpan. 3.1.2 Tahap Karbonisasi (carbonizing stage) Karbonisasi batubara adalah proses distilasi kering di mana sirkulasi udara dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam tanur bakar yang memuat batubara. Proses karbonisasi merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Batubara yang sebagai umpan dalam proses karbonisasi dimasukan ke tungku (pada tahap v), di mana batubara melewati zona karbonisasi suhu rendah, pada suhu sekitar 375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475 sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai 1000 o C (pada tahap vii) untuk menjalani karbonisasi. Tingkat panas yang tinggi harus dikendalikan sehingga batubara tidak pecah dan hancur akibat batubara mengalami pertambahan atau penyusutan volume. 7

Batubara yang telah terkarbonisasi (coke), didinginkan hingga mencapai suhu 100 o C atau lebih rendah. Suhu di pendinginan (pada tahap viii) oleh gas yang bersuhu normal dimasukkan dari bawah tungku sebelum kokas dikeluarkan dari tungku. 3.1.3 Gas yang dihasilkan ( generated Gas) Gas hasil pemanasan kokas (300-350 o C) meninggalkan bagian atas tungku yang didinginkan oleh recooler ( pada tahap ix ) dan pendingin utama ( pada tahap x ). Setelah menghilangkan asap tar ( pada tahap xi ), sebagian besar gas dikembalikan ke tungku. Porsi gas yang berlebihan dikeluarkan dari sistem, yang kemudian mengalami rectification dan desulfurisasi untuk menjadi bahan bakar bersih yang memiliki nilai kalori tinggi, (3800kcal/Nm3). 3.1.4 Produk sampingan( byproducts) Cairan dalam gas dibawa ke decanter ( pada tahap xii ) yang memisahkan ammonia dan tar dengan dekantasi dan pengendapan. Masing-masing produk sampingan tersebut digunakan untuk tanaman yang ada untuk perawatan lebih lanjut. Setelah dinormalisasi, tar digunakan kembali sebagai pengikat untuk pembentukan kokas. 3.1.5 Sirkulasi Gas (Gas recycle ) Gas hasil pemisahkan kabut tar di electric precipitator dipanaskan sampai sekitar 1000 o C pada suhu tungku pemanas gas yang tinggi ( pada tahap xiii ), dan kemudian dimasukan ke zona karbonisasi bersuhu tinggi ( pada tahap vii ). Gas yang dipanaskan sampai 450 o C pada suhu tungku pemanas gas rendah ( pada tahap xiv ) kendalikan ejektor ( pada tahap xv ). Ejektor ( xv ) menghisap gas bersuhu tinggi yang digunakan untuk mendinginkan kokas untuk memberi umpan ke zona karbonisasi bersuhu rendah (vi) pada suhu gas sekitar 600 o C. 8

Gambar 2. Alur proses produksi kokas batubara 9

3.2 Pemanfaatan Kokas Batubara Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi dalamblast furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit) untuk mengumpulkan besi. Karena konstituen penghasil asap dibuang selama proses pembuatan kokas, kokas menjadi bahan bakar yang baik untuk kompor dan tungku yang tidak cocok untuk pembakaran batubara bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan sedikit atau tidak berasap saat pembakaran, sedangkan batubara bitumen akan menghasilkan banyak asap. Ditemukan secara tidak sengaja, kokas memilik sifat perisai panas yang unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai perisai panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo. Dalam bentuk akhirnya, bahan ini disebut AVCOAT 5026-39. Bahan ini telah digunakan baru-baru ini sebagai perisai panas pada kendaraan Pathfinder Mars. Meskipun tidak digunakan untuk pesawat ulang-alik modern, NASA telah merencanakan untuk memanfaatkan kokas dan bahan lainnya untuk perisai panas pesawat ruang angkasa generasi berikutnya, bernama Orion, sebelum proyek itu dibatalkan. Kokas secara luas digunakan sebagai pengganti batubara untuk pemanas domestik menyusul diberlakukannya zona tanpa asap di Inggris. 10

BAB IV PENUTUP 4. 1 Kesimpulan - Secara umum kokas batubara terbentuk dari proses pemanasan batubara sebagai umpan yang dimasukkan ke dalam tungku pembakaran. Lalu dipanaskan pada suhu rendah dari 375-475 derajat Celsius sehingga terbentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475 sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai 1000 o C (pada tahap vii) untuk menjalani karbonisasi. - Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi dalamblast furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit) untuk mengumpulkan besi. Selain itu, kokas memiliki sifat perisai panas yang unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai perisai panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo. 4. 2 Saran Melihat hasil riset para ilmuan saat ini yang banyak menemukan manfaat dan kegunaan dari kokas batu bara semakin beragam. Namun, hal ini kurang didukung oleh jumlah industry yang memproduksi kokas itu sendiri. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya perkembangan dalam industry kokas itu sendiri segi dari kuantitas maupun kualitas. Sehingga kegunaan kokas tersebut bias dimanfaatkan secara optimal. 11

DAFTAR PUSTAKA http://bangngabua.blogspot.com/2011/06/kokas-batubara.html http://www.jualbatubara.com/2012/10/sejarah-produksi-dan-penggunaan-kokas.html Center for Coal Utilization, Japan; and Japan Iron and Steel Federation Period: 1978 1986 12