BAB I PENDAHULUAN. diikuti dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Resiko kerja yang tinggi disebabkan karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Zaman berkembang semakin pesat seiring dengan kemajuan di sektor

Menurut data National Fire Protection Association (NFPA) di U.S Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB I PENDAHULUAN. keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Keselamatan dan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja dengan mematuhi atau taat pada hukum dan aturan keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. bergeloranya pembangunan, penggunaan teknologi lebih banyak diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman, tidak dapat dimungkiri bahwa jumlah

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. produk yang akan dihasilkan untuk memenuhi persaingan pasar. Dalam masalah

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya prindustrian dengan mendayagunakan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan sumber daya manusia yang terampil harus berusaha untuk

PROSEDUR KEADAAN DARURAT KEBAKARAN B4T ( BALAI BESAR BAHAN & BARANG TEKNIK)

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dunia perindustrian di era globalisasi mengalami perkembangan yang semakin pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kesimpangsiuran informasi dan data korban maupun kondisi kerusakan,

GATOT SOEDARTO KESELAMATAN KERJA DAN PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN

IDENTIFIKASI JENIS BAHAYA & RESIKO K3

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tempat penyimpanan barang yang cukup rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gadis Novianita,2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup anggota organisasi dan masyarakat. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 39 TAHUN

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja merupakan harapan setiap manajemen perusahaan, hal ini dapat. lingkungan kerja di sekitar pekerja ( Baedhowi,2007).

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Agar mencapai tujuan perusahaan yang efektif dan efisien, sumber daya

MEMPELAJARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI METAL STAMPING PART

BAB 1 : PENDAHULUAN. kuat. (2) Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

Walikota Tasikmalaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. berskala besar, menengah ataupun kecil. Hal ini berpengaruh terhadap ketatnya

BAB I PENDAHULUAN. Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan di bidang manufaktur dan jasa sangat ketat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini adalah perusahaan jasa di bidang transportasi. Sektor

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. K3 menjadi salah satu bagian penting dalam dunia pekerjaan dewasa ini.

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PENCEGAH PEMADAM KEBAKARAN KOTA MEDAN

Kata Pengantar. Daftar Isi

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

ANALISIS KEPENTINGAN DAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (STUDI KASUS PROYEK GEDUNG P1 DAN P2 UKP)

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT X LAMPUNG TENGAH

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja

MANAJEMEN RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN PERLUASAN HOTEL MERCURE 8 LANTAI PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kerja karyawan. Di samping itu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang menjadi penentu pencapaian dan kinerja suatu perusahaan. Jika dalam proses

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA,

BAB IV HASIL PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

INFORMASI TENTANG PROSEDUR PERINGATAN DINI DAN EVAKUASI KEADAAN DARURAT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, masalah keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus menjadi perhatian semua pihak. Keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan tidak hanya diukur dari selesainya pekerjaan tersebut. Banyak hal yang dijadikan sebagai parameter penilaian terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Pekerjaan dinilai berhasil apabila keselamatan dan keamanan semua sumber daya yang ada terjamin, dapat terselesaikan, memberikan keuntungan, dan memberikan kepuasan kepada semua pihak. Keselamatan kerja merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan maupun oleh manajemen. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. (www.academia.edu) Banyak perusahaan dan instansi pemerintahan yang melibatkan tenaga kerja yang diikuti dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Resiko kerja yang tinggi disebabkan karena kurangnya keterampilan dan latihan kerja. Salah satu pekerjaan dengan resiko pekerjaan yang tinggi adalah petugas pemadam kebakaran. Petugas pemadam kebakaran merupakan orang dengan pekerjaan yang memiliki resiko tinggi berupa luka-luka dan penyakit akibat kerja yang dapat mengakibatkan cacat dan kematian. Faktanya bahwa lingkungan kerja selama keadaan darurat dan tak terduga serta petugas pemadam kebakaran yang belum siap akan kemungkinan terjadinya kecelakaan, membutuhkan pengalaman pelatihan dan pendidikan serta pengembangan alat pelindung diri untuk melindungi petugas pemadam kebakaran dari bahaya dan resiko pekerjaannya. Selama melakukan tugas operasionalnya, pemadam 1

2 kebakaran dituntut untuk mampu mengenali jenis-jenis bahaya yang mungkin timbul pada saat bekerja (DEPDAGRI, 2005). Kebakaran merupakan kejadian yang dapat menimbulkan kerugian pada jiwa, peralatan produksi, proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja. Khususnya pada kejadian kebakaran yang besar dapat melumpuhkan bahkan menghentikan proses usaha, sehingga ini memberikan kerugian yang sangat besar. Oleh karena itu, Pemadaman kebakaran dituntut selalu siaga menghadapi setiap kejadian bencana, pasalnya bencana bisa datang tibatiba tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Tugas Pemadam kebakaran tidak hanya menangani kebakaran saja, tapi juga dituntut mampu menangani kejadian yang berkaitan dengan penyelamatan korban. Bahaya yang dihadapi petugas pemadam kebakaran antara lain seperti jatuh dari ketinggian selama bekerja dengan menggunakan tangga, menembus medan yang berasap dan terbakar sehingga mengganggu pasokan udara bersih, kehadiran gas CO2 dan hasil pembakaran lainnya di udara, menghirup bahan-bahan atau gas kimia beracun saat melakukan pemadaman, memasuki bangunan terbakar yang rawan runtuh, memasuki kawasan rawan listrik, dan sebagainya (International Labour Organization: ILO, 2000). Hal tersebut membuktikan bahwa keselamatan kerja (safety) merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh petugas pemadam kebakaran. Kota Cimahi merupakan salah satu kawasan yang mengalami perkembangan pesat dan peningkatan jumlah penduduk, yang pada tahun 1990 berjumlah 290.202 jiwa dan pada tahun 2015 tercatat sebanyak 591.584 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 2,12% per tahun. Kota Cimahi merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, untuk itu kebakaran menjadi salah satu bencana yang harus diwaspadai bagi wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi. (www.pojokbandung.com). Berdasarkan data dari pemadam kebakaran Kota Cimahi, sepanjang tahun 2015 Petugas Pemadam Kebakaran (Pemadam kebakaran) telah menangani

3 50 kasus kebakaran. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 26 kasus. (www.jabar.pojoksatu.id). Berdasarkan data diatas, bencana kebakaran sifatnya bisa terjadi kapan dan dimana saja tidak mengenal tempat maupun waktu. Kebakaran yang terjadi di kawasan perkotaan seperti pada permukiman padat, gedung tinggi, atau lingkungan industri merupakan bencana yang senantiasa menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat seperti kehilangan harta benda, gangguan terhadap kelestarian lingkungan, terhentinya proses produksi barang dan jasa, serta bahaya terhadap keselamatan jiwa manusia. Maka dari itu, petugas pemadam kebakaran wajib siaga 24 jam yang tidak mengenal hari libur dan siap memadamkan kebakaran dengan motto pantang pulang sebelum padam walaupun nyawa taruhannya. Walikota Cimahi menjelaskan kebijakan kebakaran dan bencana dalam urusan pemerintahan telah diamanatkan dalam undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, bahwa kebakaran merupakan sub urusan bagian dari urusan bidang ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat yang masuk dalam urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Dalam mengoptimalkan kinerja dan pelayanan terhadap masyarakat, maka terbentuklah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pemadam kebakaran Kota Cimahi sebagai Lembaga Pemerintah yang melayani masyarakat dibidang bencana kedaruratan seperti kebakaran, banjir, dan rescue yang menuntut kesigapan para personel pemadam kebakaran untuk selalu siap disaat terjadinya bencana. (www.cimahikota.go.id) Pemadam kebakaran memiliki visi yaitu terwujudnya profesionalisme satuan UPTD Pemadam kebakaran dalam menjaga dan memelihara kondisi lingkungan hunian yang aman, nyaman serta didukung dengan kondisi masyarakat yang sadar, paham, waspada dan mampu mencegah maupun menanggulangi kebakaran sedini mungkin. Misi-misi yang dimiliki

4 Pemadam kebakaran yaitu meningkatkan peran dan fungsi satuan kerja dalam melaksanakan tugas dibidang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran atau bencana lain, dan mengembangkan manajemen sumber daya yang berhasil. Pemadam kebakaran juga memiliki tugas pokok dan fungsi yang dikenal dengan panca dharma yaitu pencegahan dan pengendalian kebakaran, pemadaman kebakaran, penyelamatan, pemberdayaan masyarakat, dan penanganan kebakaran bahan berbahaya dan beracun. Saat ini petugas UPTD Pemadam Kebakaran Kota Cimahi berjumlah 36 orang yang terdiri dari 3 regu dimana setiap regu berjumlah 12 orang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada kepala UPTD Pemadam kebakaran Cimahi, dalam bekerja personelnya wajib menggunakan APD lengkap dan bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Karena setiap pekerjaan yang dapat menimbulkan resiko harus dilakukan dengan prosedur yang ketat dan tetap untuk meniadakan atau mengurangi resiko/kesalahan. Apabila ada personelnya yang melanggar, maka akan diperingatkan secara langsung. Apabila APD milik petugas sudah tidak layak digunakan mereka akan mengajukan untuk diganti pada manajemen. Sebagai wujud komitmen terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), manajemen telah menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), serta melakukan upaya untuk menekan terjadinya angka kecelakaan kerja, seperti : melakukan identifikasi bahaya, penentuan pengendalian, evaluasi, training, sosialisasi dan memfasilitasi APD dan alat pemadam kebakaran dengan kualitas terbaik. Namun fakta yang diperoleh bahwa 10 (27,78%) petugas pemadam kebakaran mempersepsi bahwa manajemen mensosialisasikan mengenai prosedur darurat secara rutin. 20 (55,56%) petugas pemadam kebakaran mempersepsi bahwa APD diganti secara berkala. 31 (86,11%) petugas pemadam kebakaran selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) saat bekerja.

5 Pada tahun 2014, seorang personel Pemadam kebakaran Kota Cimahi mengalami luka bakar dibagian wajah saat memadamkan api disebuah pabrik. Resiko pekerjaan yang tinggi, maka dalam menanggulangkan bencana petugas pemadam kebakaran wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti pelindung wajah, pakaian pelindung, sarung tangan, helm safety, masker, sepatu khusus, dan alat keselamatan lainnya. Petugas pemadam kebakaran selain terlatih untuk menyelamatkan korban dari kebakaran atau melakukan pemadaman, juga dilatih untuk menyelamatkan korban-korban seperti kecelakaan lalu lintas, gedung runtuh, banjir, gempa bumi, dan sebagainya. Mereka juga ditugaskan untuk melakukan tugas-tugas penyelamatan yang tidak menyangkut adanya korban seperti evakuasi sarang tawon, menyelamatkan korban bunuh diri, menyelamatkan orang atau hewan yang terjebak, menanggulangi pohon tumbang, dll. Petugas pemadam kebakaran juga terkadang ditugaskan untuk memberi sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat tentang kebakaran dan cara menanggapinya. (www.wikipedia.com) Menurut Cooper (2000: 92), pekerjaan apapun yang merupakan hubungan timbal balik antara orang, produksi, dan lingkungan kerja, penting untuk melakukan analisis, memeriksa dan mengidentifikasi bahaya serta resiko keselamatan kerja demikian pula pada potensi bahaya kebakaran. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang petugas pemadam kebakaran, ditemukan bahwa dalam hal penggunaan APD, sebanyak 100% petugas menggunakan APD ketika melakukan penanggulangan bencana. Mengenai kecelakaan kerja, sebanyak 70% tidak pernah mengalami kecelakaan, dan sebanyak 30% pernah mengalami kecelakaan saat bekerja. Mengenai pelatihan dan sosialisasi keselamatan kerja, sebanyak 100% petugas pemadam kebakaran pernah mendengar dan mengikutinya. Mengenai kekhawatiran akan kecelakaan saat bekerja, sebanyak 70% merasa khawatir mengalami

6 kecelakaan saat bekerja, dan sebanyak 30% tidak merasa khawatir mengalami kecelakaan kerja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 10 orang petugas pemadam kebakaran, sebanyak 70% petugas tidak pernah mengalami kecelakaan saat bekerja, dan sebanyak 30% pernah mengalami kecelakaan saat melakukan penanggulangan. Sebanyak 10% yang pernah mengalami kecelakaan tersebut terjadi ketika kebakaran di pabrik pensil, hampir tertimpa bangunan 4 lantai yang akan runtuh, dan pernah tersetrum saat bekerja. Sebanyak 10% petugas mengalami kecelakaan ketika melakukan evakuasi korban tenggelam dalam sumur yang beracun, tali yang digunakan hampir putus dan kesulitan bernafas. Sebanyak 10% lainnya ketika melakukan evakuasi sarang tawon, sudah menggunakan APD lengkap namun petugas merasa bahwa sarung tangan yang digunakan tidak cukup tebal sehingga tersengat lebah. Cooper (2000) menyebutkan bahwa, kecelakaan kerja merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan atau diduga sama sekali yang terjadi di tempat kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia (unsafe act) yaitu sebesar 96% dan kondisi berbahaya yang disebabkan oleh peralatan (unsafe condition) sebesar 4%. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan ditempat kerja. Mengenai penyebab terjadinya kecelakaan kerja, menurut 40% petugas pemadam kebakaran kecelakaan dapat terjadi karena kelalaian seperti penggunaan APD yang kurang tepat dan ketidaktahuan atau skill kurang seperti penanganan yang tidak tepat, 20% mempersepsi karena tidak mengikuti prosedur atau arahan komandan di lapangan, dan 40% petugas pemadam kebakaran mempersepsi bahwa terlalu berani, dan resiko penanggulangan yang berat. Berdasarkan pernyataan diatas, terlihat bahwa sekalipun tingkat kecelakaan kerja rendah, namun potensial untuk terjadinya kecelakaan kerja tetap tinggi.

7 Fenomena kecelakaan diatas merupakan salah satu dari banyaknya kecelakaan kerja yang dialami petugas pemadam kebakaran. Braurer (1990); dalam Winarsunu, 2008) menyebutkan bahwa kecelakaan kerja adalah satu atau lebih peristiwa yang tidak diinginkan dan direncanakan yang disebabkan oleh perilaku berbahaya, kondisi berbahaya, atau keduanya yang dapat menyebabkan dampak langsung atau tidak langsung yang kurang menyenangkan. Salah satu cara untuk meminimalisir kecelakaan kerja tersebut adalah dengan membentuk keselamatan kerja yang diselenggarakan oleh manajemen. Persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai pentingnya keselamatan kerja dan keselamatan kerja yang diimplementasikan oleh manajemen di lingkungan kerja petugas pemadam kebakaran tersebut disebut safety climate (Cooper, 2000:204). Hal tersebut dilihat dari dimensi management commitment, management action, personal commitment to safety, perceived risk level, effect of the required work pace, beliefs about accident causation, effects of job induced stress, effectiveness of safety communication within the organisation, the effectiveness of emergency procedures, the importance of safety training, dan status of safety people and safety committees within an organisation. Persepsi yang positif terhadap iklim keselamatan kerja pada organisasi merupakan sarana yang tepat dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong munculnya semangat dan mendorong para karyawan untuk berperilaku aman. Diharapkan dengan persepsi terhadap iklim keselamatan kerja kondusif akan meningkatkan perilaku keselamatan pada petugas. Sebaliknya persepsi yang negatif, terhadap iklim keselamatan kerja menyebabkan perilaku tidak aman sehingga menimbulkan kecelakaan kerja yang nantinya akan mempengaruhi produktifitasnya dalam bekerja. Di pemadam kebakaran Kota Cimahi belum ada komite atau organisasi khusus yang mengawasi mengenai keselamatan kerja (safety), namun manajemen memiliki prosedur tetap, memberikan pelatihan, dan sosialisasi yang harus dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran

8 untuk memperhatikan keselamatan kerja anggotanya. Upaya manajemen diatas merupakan bentuk keseriusan manajemen dalam meningkatkan keselamatan kerja anggotanya. Berdasarkan data diatas menunjukan betapa pentingnya safety climate bagi para petugas pemadam kebakaran. Hal ini menyebabkan peneliti tertarik untuk melihat gambaran persepsi dari para petugas pemadam kebakaran mengenai pentingnya keselamatan kerja, dan keselamatan kerja yang diimplementasikan oleh manajemen di dalam lingkungan kerja, yakni safety climate yang ada di UPTD Kota Cimahi saat ini. 1.2. Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui profil mengenai dimensi safety climate pada Petugas Pemadam Kebakaran Kota Cimahi. 1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan profil mengenai dimensi safety climate pada Petugas Pemadam Kebakaran Kota Cimahi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dimensi safety climate secara lebih rinci pada petugas pemadam kebakaran Kota Cimahi yang terukur melalui sebelas dimensi management commitment, management action, personal commitment to safety, perceived risk level, effect of the required work pace, beliefs about accident causation, effects of job induced stress, effectiveness of safety communication within the organisation, the effectiveness of emergency procedures, the importance of safety training, dan status of safety people and safety committees within an organisation.

9 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis 1. Memberikan informasi dan wawasan mengenai profil dimensi safety climate pada bidang industri dan organisasi. 2. Memberikan sumbangan dan masukan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti safety climate. 3. Mendorong dikembangkannya penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan topik serupa. 1.4.2. Kegunaan Praktis a. Memberikan informasi kepada manajemen dan kepala pemadam kebakaran Kota Cimahi mengenai profil safety climate para petugas pemadam kebakaran, sebagai bahan evaluasi guna mengoptimalkan safety climate yang diharapkan berguna bagi pengembangan petugas pemadam, staff dan pihak lain yang terkait. b. Memberikan masukan dan informasi pada para petugas pemadam kebakaran mengenai safety climate sehingga mereka dapat memahami permasalahan mengenai keselamatan kerja dan untuk dijadikan bahan dalam meningkatkan kualitas kinerjanya agar produktivitas lebih optimal dan tujuan organisasi dapat tercapai. 1.5. Kerangka Pikir Petugas pemadam kebakaran merupakan orang dengan pekerjaan yang memiliki resiko tinggi berupa luka-luka dan penyakit akibat kerja yang dapat mengakibatkan cacat dan kematian. Cooper (2000) menyebutkan bahwa, kecelakaan kerja merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan atau diduga sama sekali yang terjadi di tempat kerja. Salah

10 satu cara untuk meminimalisir kecelakaan kerja tersebut adalah dengan membentuk keselamatan kerja yang diselenggarakan oleh manajemen. Petugas pemadam kebakaran terdiri dari berbagai masa kerja, usia, status kepegawaian, dan pendidikan terakhir. Bekerja dengan sigap dan siap 24 jam, serta situasi yang berbeda oleh karena itu, kondisi lingkungan kerja berpengaruh terhadap resiko kecelakaan kerja yang tinggi bagi petugas pemadam kebakaran. Menurut Clarke (2006), yang mempengaruhi atau menghambat safety climate pekerja adalah lingkungan kerja, dan beberapa aspek demografis seperti usia, jabatan, masa kerja, dan pekerjaan itu sendiri. Kondisi lingkungan kerja petugas pemadam kebakaran sendiri berkaitan dengan perilaku aman mereka ditempat bekerja, pelatihan dan sosialisasi yang diberikan manajemen, serta kondisi APD yang tersedia. Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Umumnya kinerja personil meningkat sejalan dengan peningkatan usia pekerja. Masa kerja menunjukan seberapa lama seseorang bekerja pada organisasi, makin lama pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil petugas tersebut. Siagian (1995) mengatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya. Pada petugas pemadam kebakaran yang sudah bekerja cukup lama, diharapkan terlatih dalam bertindak dan mengambil keputusan. Serta memiliki pengalaman yang lebih banyak berkaitan dengan kebakaran dan evakuasi. Tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi biasanya memiliki tingkat pemahaman kerja yang lebih baik. Soeprihanto (2000) menyatakan, pendidikan formal dapat memberi kesempatan berprestasi yang lebih baik pada diri seorang pekerja. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, akan lebih mudah dalam memahami instruksi, prosedur dan arahan yang diberikan. Status kepegawaian menunjukan pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut

11 memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Pada petugas pemadam kebakaran terdapat 2 golongan, ada PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan ada THL (Tenaga Harian Lepas). Apabila ada kenaikan upah, pangkat atau bonus maka akan merubah perilaku dan perasaanya dalam bekerja. Persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai pentingnya keselamatan kerja dan keselamatan kerja yang diimplementasikan oleh manajemen di lingkungan kerja petugas pemadam kebakaran tersebut disebut safety climate (Cooper, 2000:204). Untuk melihat gambaran safety climate pada petugas pemadam kebakaran, harus pula dilihat dari dimensi management commitment, management action, personal commitment to safety, perceived risk level, effect of the required work pace, beliefs about accident causation, effects of job induced stress, effectiveness of safety communication within the organisation, the effectiveness of emergency procedures, the importance of safety training, dan status of safety people and safety committees within an organisation. Dimensi yang pertama adalah management commitment yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran terhadap kesungguhan manajemen dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman. Petugas yang memiliki persepsi yang positif terhadap management commitment, melihat dan memaknai manajemen Pemadam kebakaran Kota Cimahi melakukan apel secara rutin setiap pagi, dan melakukan evaluasi setelah melakukan penanggulangan bencana. Hal tersebut akan berdampak pada komitmen petugas pemadam terhadap organisasi, lebih menerapkan prosedur safety yang telah disediakan dan diterapkan oleh manajemen. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi yang negatif, melihat dan memaknai manajemen, kurang memperhatikan keselamatan kerja petugas seperti tidak memperhatikan kelayakan APD petugas. Dimensi yang kedua adalah management action yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran terhadap keterlibatan manajemen dalam hal keselamatan kerja. Petugas pemadam

12 kebakaran yang memiliki persepsi positif terhadap management action, melihat dan memaknai manajemen melibatkan petugas pemadam dalam pengambilan keputusan mengenai keselamatan kerja dalam bekerja sehingga petugas merasa dipedulikan dan dikontrol, memastikan petugas memahami dengan jelas mengenai tanggung jawab keselamatan kerja, dan secara konsisten mendorong petugas untuk mematuhi prosedur keselamatan kerja. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi negatif terhadap management action, melihat dan memaknai manajemen UPTD kurang peka terhadap tindakan-tindakan yang tidak aman yang dilakukan oleh petugas, dan tidak memberikan teguran atau peringatan kepada petugas untuk melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety). Persepsi petugas tersebut akan berdampak pada aksi dalam bekerja. kurangnya perhatian dari manajemen akan berdampak pada petugas yang kurang terkontrol dalam bekerja, sehingga petugas kurang disiplin dalam penerapan prosedur safety. Dimensi ketiga adalah personal commitment to safety, yaitu persepsi individu dan keterlibatan petugas pemadam kebakaran dalam aktivitas keselamatan kerja berdasarkan penerimaan yang kuat dan keyakinan dalam tujuan keselamatan kerja dalam organisasi dan kemauan untuk mengarahkan usaha dalam meningkatkan keselamatan di tempat kerja. Petugas pemadam kebakaran dengan personal commitment to safety yang tinggi, artinya petugas tersebut mempersepsi bahwa keselamatan kerja (safety) penting dalam bekerja, hal tersebut akan berdampak pada perilaku petugas pemadam kebakaran dalam bekerja, yakni petugas akan senantiasa menggunakan APD dan mematuhi seluruh prosedur safety yang telah dibuat oleh manajemen UPTD. Petugas dengan personal commitment to safety yang rendah, cenderung tidak akan memperdulikan keselamatan dalam bekerja, seperti penggunaan APD yang tidak lengkap. Dimensi keempat adalah perceived risk level, yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai tindakan manajemen UPTD dalam mendeteksi resiko lingkungan kerja

13 bagi keselamatan kerja petugas pemadam kebakaran. Petugas pemadam kebakaran yang mempersepsi perceived risk level secara positif, melihat manajemen mengetahui resiko dari pekerjaan yang dilakukan oleh petugas dan memberikan pemahaman kepada petugas mengenai resiko tersebut, seperti dengan petugas pemadam kebakaran untuk selalu waspada dan tidak lupa menggunakan APD lengkap untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Namun petugas pemadam kebakaran yang mempersepsikan perceived risk level secara negatif, petugas memaknai manajemen kurang peka terhadap resiko bahaya yang ada di lingkungan kerja, seperti APD yang sudah tidak layak digunakan. Dimensi kelima adalah effect of the required work pace yaitu persepsi petugas mengenai dampak dari diperlukannya kecepatan kerja terhadap perilaku aman dalam bekerja. Petugas pemadam kebakaran dengan persepsi yang positif terhadap effect of the required work pace, mempercayai bahwa kecepatan kerja yang dibutuhkan bagi produktivitas tidak menjadi hambatan bagi petugas untuk berperilaku aman dalam bekerja, sehingga petugas tetap menggunakan APD yang lengkap saat bekerja. Petugas yang mempersepsikan effect of the required work pace secara negatif, mengabaikan keselamatan kerja, dan lebih mengutamakan target produksi. Petugas akan cenderung ceroboh dalam bekerja, tidak menggunakan APD yang lengkap. Dimensi keenam adalah beliefs about accident causation yaitu pemahaman dan keyakinan petugas pemadam kebakaran mengenai perilaku tidak aman dalam bekerja. Petugas pemadam kebakaran yang mempersepsi secara potitif mengenai beliefs about accident causation, memahami penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan kerja, sehingga petugas dapat mampu menghindari setiap penyebabnya sendiri. Petugas pemadam kebakaran yang mempersepsi secara negatif mengenai beliefs about accident causation, cenderung memaknai kecelakaan kerja sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari, sehingga petugas pemadam kebakaran cenderung berperilaku masa bodo dan bekerja semaunya sendiri.

14 Dimensi ketujuh adalah effects of job induced stress yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai dampak stress kerja terhadap perilaku aman dalam bekerja, dan kesempatan yang diberikan oleh manajemen UPTD untuk dapat mengendalikan aktivitas kerja Pemadam kebakaran tersebut. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi positif mengenai effects of job induced stress akan memaknai bahwa petugas pemadam kebakaran harus memiliki kontrol atas pekerjaan mereka, seperti mengarahkan energi agar dapat melakukan pekerjaan dengan simbang, agar tidak menjadi stress karena tuntutan kerja yang terlalu tinggi atau rendah. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi negatif mengenai effects of job induced stress akan lebih cenderung tidak mau terlibat dalam diskusi untuk mengurangi pengaruh stress kerja yang berhubungan dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Dimensi kedelapan adalah effectiveness of safety communication within the organisation yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran terhadap sistem komunikasi mengenai keselamatan kerja yang diimplementasikan oleh manajemen UPTD di lingkungan pekerjaan petugas pemadam kebakaran tersebut. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi positif mengenai effectiveness of safety communication within the organisation, maka informasi mengenai keselamatan kerja akan mengalir dengan baik, dari atasan ke bawahan, atau sesama petugas pemadam kebakaran, seperti informasi kelayakan APD yang digunakan. Sebaliknya effectiveness of safety communication within the organisation yang dipersepsi negatif oleh petugas pemadam kebakaran, hal ini menandakan bahwa komunikasi yang terjalin kurang baik antara atasan, bawahan, atau sesama petugas pemadam kebakaran, adanya hambatan dalam hal umpan balik petugas pemadam kebakaran terhadap informasi mengenai keselamatan kerja dilingkungan kerjanya, komunikasi berkontribusi sangat besar terhadap keselamatan kerja petugas pemadam kebakaran.

15 Dimensi kesembilan adalah the effectiveness of emergency procedures yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai tindakan manajemen dalam mengatasi keadaan darurat yang mengancam keselamatan kerja petugas di lingkungan pekerjaan Pemadam kebakaran tersebut. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi positif mengenai the effectiveness of emergency procedures memaknai bahwa manajemen memberikan fasilitas untuk petugas pemadam kebakaran dalam menghadapi keadaan darurat, seperti menyediakan alat keselamatan atau P3K jika ada petugas pemadam kebakaran yang mengalami kecelakaan saat bekerja. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi negatif mengenai the effectiveness of emergency procedures memaknai bahwa manajemen kurang memperhatikan keselamatan kerja petugas pemadam kebakaran dalam keadaan darurat. Dimensi kesepuluh adalah the importance of safety training yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai tindakan manajemen dalam memberikan pelatihan mengenai keselamatan kerja terhadap petugas di lingkungan pekerjaannya. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi positif mengenai the importance of safety training akan memaknai manajemen menyediakan pelatihan-pelatihan bagi petugas pemadam kebakaran, mensosialisasikan prosedur keselamatan kerja, seperti penanggulangan bencana, evakuasi korban, penggunaan APD, dan hal tersebut dapat diterima dan ditangkap dengan baik oleh petugas pemadam kebakaran. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi negatif mengenai the importance of safety training memaknai manajemen tidak memberikan pelatihan yang up to date dan rutin bagi petugas pemadam kebakaran. Dimensi kesebelas adalah status of safety people and safety committees within an organisation yaitu persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai peran komite keselamatan kerja yang dibentuk oleh manajemen dalam pengelolaan keselamatan kerja di lingkungan pekerjaan petugas pemadam kebakaran tersebut. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi positif mengenai status of safety people and safety committees within an organisation

16 memaknai prosedur tetap yang telah dibentuk telah benar-benar sesuai, seperti kebijakan dan prosedur keselamatan kerja yang sesuai dengan standar dan hukum. Petugas pemadam kebakaran yang memiliki persepsi negatif mengenai status of safety people and safety committees within an organisation memaknai prosedur tetap tidak terlalu berperan dalam keselamatan terhadap petugas pemadam kebakaran. Kesebelas dimensi diatas yang diukur akan menghasilkan suatu profil kelompok safety climate yang dipersepsi oleh petugas pemadam kebakaran Kota Cimahi. Profil safety climate berdasarkan teori M.D Cooper berkisar dari alarming, poor, average, good, hingga excellent. Profil tersebut mencerminkan persepsi petugas pemadam kebakaran Kota Cimahi terhadap 11 dimensi yang diukur. Level alarming menandakan bahwa persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai dimensi dari safety climate sangat mengkhawatirkan, dengan kata lain petugas pemadam kebakaran mempersepsi secara negatif. Petugas pemadam kebakaran tidak memaknai pentingnya keselamatan kerja dan tidak melihat adanya upaya yang telah dilakukan manajemen mengenai keselamatan kerja. Level poor menandakan bahwa persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai dimensi dari safety climate kurang adekuat atau kurang memenuhi syarat, dengan kata lain petugas pemadam kebakaran kurang melihat dan memaknai secara positif mengenai pentingnya keselamatan kerja dan upaya manajemen UPTD dalam hal keselamatan kerja. Level average menandakan bahwa persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai dimensi dari safety climate cukup adekuat atau memadai. Petugas pemadam kebakaran cukup memaknai pentingnya keselamatan kerja, dan melihat upaya manajemen dalam menangani keselamatan kerja. Level good menandakan bahwa persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai dimensi dari safety climate adekuat (memadai). Petugas pemadam kebakaran melihat dan

17 memaknai dimensi safety climate secara positif. Petugas pemadam kebakaran memaknai pentingnya keselamatan kerja, dan melihat secara positif upaya manajemen UPTD dalam menangani keselamatan kerja. Level excellent menandakan bahwa persepsi petugas pemadam kebakaran mengenai dimensi dari safety climate sangat adekuat. Petugas pemadam kebakaran melihat dan memaknai dimensi safety climate secara sangat positif. Petugas pemadam kebakaran memaknai bahwa keselamatan kerja sangat penting, dan melihat manajemen sangat berupaya dalam menangani keselamatan kerja.

18 Usia Masa kerja Status kepegawaian Pendidikan terakhir Excellent Kondisi lingkungan kerja Kondisi APD Good Petugas Pemadam Kebakaran Kota Safety Climate Level Average Cimahi Poor 1. Management commitment 2. Management action 3. Personal commitment to safety 4. Perceived risk level 5. Effect of the required work pace 6. Beliefs about accident causation 7. Effects of job induced stress 8. Effectiveness of safety communication within the organisation 9. The effectiveness of emergency procedures 10. The importance of safety training 11. Status of safety people and safety committees within an organisation. Alarming Bagan 1.1 Kerangka Pikir

19 1.6. Asumsi Penelitian 1. Petugas pemadam kebakaran Kota Cimahi memiliki level safety climate yang berbedabeda 2. Penyediaan fasilitas berupa APD untuk petugas pemadam kebakaran, merupakan upaya manajemen dalam mengoptimalkan keselamatan kerja petugas di lingkungan kerja 3. Pelatihan dan sosialisasi yang diberikan pada petugas, merupakan bentuk keseriusan manajemen dalam menangani keselamatan kerja petugas.