BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Kebakaran adalah suatu resiko nyala api yang tidak diinginkan, tidak terkendali dan dapat mengakibatkan kerugian harta, benda, bahkan jiwa. Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 disebutkan bahwa bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan. Api/pembakaran adalah suatu proses oksidasi cepat yang umumnya menghasilkan panas dan nyala. (Raymond 2009) (Fire Behaviour And Combustion Processes) Hal. 52). Dimana unsur pembentuk api, yaitu bahan bakar, sumber panas dan oksigen yang bereaksi satu sama lainnya (Ramli 2010). Dari tahun ke tahun peristiwa kebakaran terus meningkat terutama di wilayah DKI Jakarta, peningkatan ini pula menunjukkan bahwa sebagai indikasi adanya 1
2 peningkatan aktivitas kota yang tinggi. Dari data yang di miliki oleh Dinas Pemadam Kebakaran Dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 telah terjadi sebanyak 708 kasus kebakaran dan meningkat di tahun 2011 dengan kasus kebakaran sebanyak 953 kasus. Demikian pula yang terjadi di tahun 2012, kabakaran yang terjadi di tahun tersebut sebanyak 1.013 kasus kebakaran. Sedangkan data kebakaran yang di dapat dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta hingga tanggal 28 Desember 2013 tercatat 990 kasus dengan kerugian lebih dari Rp. 2 Milyar. Untuk mencegah terjadinya kebakaran dan akibat yang dapat ditimbulkan dari kebakaran tersebut, maka penting adanya penanggulangan kabakaran, yakni segala daya dan upaya untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. Bangunan gedung dengan jumlah penghuni yang banyak dan dengan aktivitas yang tinggi merupakan tempat yang beresiko terhadap kejadian kebakaran, sehingga kebakaran di bangunan gedung menjadi isu penting dan sangat diperhatikan. Data yang dikeluarkan oleh Dinas Pemadam Kebakaran Dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta menunjukan bahwa pada tahun 2010 tercatat sebanyak 161 bangunan gedung yang terbakar dan pada tahun 2011 sebanyak 224 bangunan gedung. Sedangkan pada tahun 2012 tercatat sebanyak 235 bangunan gedung yang terbakar. Untuk tahun 2013 hingga tanggal 28 Desember tercatat 241 bangunan gedung yang terbakar. Hal ini menunjukan bahwa sistem penanganan kebakaran pada bangunan masih dirasa kurang baik yang disebabkan oleh
3 beberapa kendala, diantaranya rendahnya sarana dan prasarana sistem proteksi kebakaran yang ada pada bangunan tersebut. Menurut Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Bapak Subejo bahwa penyebab umum kebakaran dibangunan gedung lebih banyak disebabkan oleh peralatan listrik, kemudian perilaku manusia, ditambah lagi peralatan proteksi kebakaran yang terpasang pada bangunan tidak berfungsi dengan baik, seperti detektor, APAR, sprinkler, dan juga hidran kebakaran. Selain itu sarana penyelamatan jiwa pada bangunan juga perlu diperhatikan, karena banyak kasus yang terjadi ketika bangunan gedung terbakar, sarana penyelamatan jiwa yang ada tidak dapat berfungsi dengan baik seperti ruang tangga darurat yang tidak kedap asap, sarana jalan keluar yang terkunci, dan tidak adanya penunjuk arah jalan keluar. Hal ini penting dan menjadi perhatian sehingga terbitlah peraturan yang mengatur tentang keselamatan gedung dari bahaya kebakaran yang diharapkan gedung-gedung yang ada akan semakin aman. Isyarat tentang prosedur proteksi kebakaran yang harus di aplikasikan dengan baik tertuang pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 pasal 3 yang menyebutkan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja termasuk mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran, mencegah, dan mengurangi bahaya peledakan, memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
4 Menurut KEPMEN PU No. 10/KPTS/2000 menyebutkan bahwa suatu bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang sesuai dengan: fungsi bangunan, beban api, intensitas kebakaran, potensi bahaya kebakaran, ketinggian bangunan, kedekatan dengan bangunan lain, sistem proteksi aktif yang terpasang dalam bangunan, ukuran kompartemen kebakaran, tindakan petugas pemadam kebakaran, elemen bangunan lainnya yang mendukung, dan juga evakuasi penghuni. Pada bangunan bertingkat aspek proteksi kebakaran adalah sangat vital, mengingat pada bangunan tinggi harus memiliki suatu sistem yang kompleks dan mandiri dalam hal pencegahan dan penanggulangan bahaya kabakaran. PT. Tigapancar Nusasejahtera merupakan salah satu bangunan yang cukup tinggi yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki 6 lapis lantai (termasuk 1 lapis semi basement) dan 1 lantai bismen dengan jumlah penghuni kurang lebih sebanyak 100 orang karyawan dari pihak tenant yang terdiri dari ± 5 perusahan, 50 orang dari pihak manajemen dengan aktivitas perkantoran yang tinggi dimana terdapat sumber sumber kebakaran seperti listrik, penggunaan komputer untuk server, pemanas air serta terdapat ruang penyimpan bahan bakar untuk penggerak mesin genset, dan mempunyai potensi bahaya kebakaran lainnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat tentang gambaran sistem kebakaran di PT. Tigapancar Nusasejahtera dengan menggunakan
5 standar peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya KEPMEN PU No. 10/KPTS/2000, PERMENAKER No. 04/Men/1980, PERMENAKER No. 02/MEN/1983, PERDA DKI Jakarta No. 8 Tahun 2008, dan peraturan yang terkait lainnya 1.2. Tujuan Kegiatan 1.2.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang Sistem Tanggap Darurat Bencana Kebakaran PT. Tigapancar Nusasejahtera. 1.2.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui proses penanganan evakuasi tanggap darurat kebakaran di PT. Tigapancar Nusasejahtera. 2. Mengetahui sarana penyelamatan jiwa/evakuasi tanggap darurat kebakaran di PT. Tigapancar Nusasejahtera.
6 1.3. Manfaat 1.3.1. Bagi Manajemen di PT. Tigapancar Nusasejahtera a. Menjadi bahan masukan yang bermanfaat khususnya dalam upaya penanganan evakuasi tanggap darurat saat terjadi keadaan darurat kebakaran. b. Menciptakan kerjasama yang baik antara Manajemen PT. Tigapancar Nusasejahtera dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta. 1.3.2. Bagi FIKES Universitas Esa Unggul a. Sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi mahasiswa dengan mempraktekkan ilmu yang didapat di dunia kerja. b. Hasil dari magang diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademis sebagai informasi terhadap penelitian selanjutnya. c. Sebagai sarana untuk membina kerja sama dengan institusi lain dibidang K3. d. Menambah bahan referensi FIKES, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang berhubungan dengan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. e. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa, sehingga diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia potensial yang diperlukan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
7 1.3.3. Bagi Mahasiswa a. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam hal yang berhubungan dengan program keselamatan dan kesehatan kerja khususnya dalam Sistem Tanggap Darurat Bencana Kebakaran di PT. Tigapancar Nusasejahtera. b. Dapat menerapkan keilmuan K3 yang diperoleh di bangku kuliah dalam praktek pada kondisi kerja yang sebenarnya.