PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

PENDAHULUAN. Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN Latar belakang

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

Transkripsi:

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. P. M. Noor, Sempaja, Samarinda ABSTRAK Kalimantan Timur memiliki potensi untuk pengembangan perbibitan ternak Kerbau Kalang, mengingat daerah ini memiliki sumberdaya alam dan manusia yang mendukung serta didukung kawasan pengembangan ternak menjadi agrowisata, khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara. Usaha ternak Kerbau Kalang sudah cukup lama dilakukan oleh masyarakat dan secara nyata dapat membantu ekonomi keluarga, karena dapat dijadikan sumber tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijadikan uang. Beberapa hambatan untuk menjadikan kerbau sebagai usahaternak yang menguntungkan, antara lain: (1) panjangnya interval kelahiran, (2) siklus estrus yang tidak tampak dan (3) angka kebuntingan yang rendah. Rendahnya angka kebuntingan/konsepsi bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1) tatalaksana pemeliharaan anak kerbau yang buruk termasuk pemberian pakannya, (2) kegagalan teknik perkawinan, (3) faktor internal hewan, dan (4) faktor kecelakaan. Semua ini adalah tantangan yang harus dihadapi semua pihak, bahwa ternak Kerbau Kalang masih memerlukan perhatian yang lebih besar dan perhatiannya perlu disejajarkan dengan ternak ruminansia besar lainnya. Kata kunci: Kerbau, perbibitan, agrobisnis, Kalimantan Timur PENDAHULUAN Kemajuan teknologi peternakan khususnya ternak ruminansia besar seperti ternak sapi potong saat ini sangat pesat, bila dibandingkan dengan kerbau sangatlah jauh berbeda. Tingkat konsumsi dan permintaan daging sapi lebih tinggi dibandingkan dengan daging kerbau, sehingga memacu pemerintah untuk lebih berkonsentrasi mengembangkan ternak sapi, bahkan penelitian-penelitian mengenai ternak sapi mendapatkan prioritas pertama dibandingkan ternak ruminansia lainnya. Banyak usaha-usaha penggemukan sapi yang mengimpor sapi bakalan dari luar negeri sehingga banyak devisa yang dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan daging sapi di Indonesia. Bila ditinjau dari kualitas, daging sapi dan kerbau sebenarnya sama baik kualitasnya. Jika kualitas daging sapi lebih baik dibandingkan dengan daging kerbau, kemungkinan disebabkan sistem pemeliharaan ternak yang diterapkan pada sapi lebih baik. Pada umumnya sapi dipelihara dengan manajemen pemeliharaan yang sangat baik/intensif, seperti pemberian pakan seimbang (kualitas dan kuantitas), dipelihara secara terus menerus di dalam kandang/intensif/ kereman, penanganan penyakit lebih terjamin, dan mutu genetiknya selalu ditingkatkan. Bahkan sebelum ternak dipotong di rumah potong hewan (RPH) terlebih dahulu ternak di istirahatkan, sehingga apabila dipotong akan menghasilkan kualitas karkas/daging yang prima. Manajemen pemeliharaan kerbau di Indonesia pada umumnya masih seadanya, hanya mengandalkan kondisi alam setempat, tetapi salah satu keunggulan ternak kerbau bila dibandingkan dengan ternak sapi adalah kemampuan mikroba yang ada di dalam rumen kerbau mencerna serat kasar atau pakan berkualitas rendah lebih baik dari ternak sapi. Oleh karena itu ternak kerbau relatif tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi, sehingga sangat cocok bila dikembangkan di kawasan yang memiliki lahan marginal. Pengembangan ternak kerbau di Propinsi Kalimantan Timur saat ini banyak terkonsentrasi di Kabupaten Nunukan dengan jumlah populasi lebih kurang 6.000 ekor dan urutan kedua adalah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan populasi sebesar 5.000 ekor. Ternak kerbau di dua daerah tersebut pada umumnya hidup di daerah rawa-rawa atau lahan dataran

rendah yang merupakan lahan resapan air hujan, sehingga sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak setempat sangat tergantung pada perubahan curah hujan. Rata-rata tingkat kepemilikan kerbau sebesar 5 ekor per peternak dengan tingkat kelahiran mencapai 80% per 2 tahun. Harga per ekor kerbau dewasa mencapai Rp. 5,5 juta, sehingga dalam waktu dua tahun peternak dapat memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp. 22 juta. Dari hasil tersebut banyak anggota kelompok tani ternak kerbau yang dapat menunaikan ibadah haji, meskipun usainya masih muda. Pengembangan usahaternak kerbau sebaiknya dikaitkan dengan usaha yang berorientasi agrobisnis, karena konsep tersebut mengindikasikan bahwa setiap upaya peningkatan produktivitas usaha ternak harus memperhitungkan segi-segi efisiensi, ketersediaan sumberdaya, dan peluang pasar. Berdasarkan hasil laporan-laporan penelitian ternak kerbau di Indonesia, terutama kerbau rawa, ada beberapa hambatan untuk menjadikan kerbau sebagai usaha ternak yang menguntungkan, yaitu: (1) panjangnya interval kelahiran, (2) siklus estrus yang tidak tampak dan (3) angka kebuntingan yang rendah. Rendahnya angka kebuntingan/konsepsi bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1) tatalaksana pemeliharaan anak kerbau yang buruk termasuk pemberian pakannya, (2) kegagalan teknik perkawinan, (3) faktor internal hewan, dan (4) faktor kecelakaan (MURTI, 2002). Produktivitas yang ditampilkan oleh individu ternak sebenarnya merupakan representatif dari resultante respon terhadap pengaruh lingkungan, potensi genetik dan interaksi genotipelingkungan. Perbaikan lingkungan untuk peningkatan produktivitas umumnya relatif cepat, namun apabila terdapat keterbatasan kapasitas potensi genetiknya, respon yang diharapkan tidak sebanding dengan input yang diberikan, sehingga diperlukan upaya tambahan perbaikan kapasitas potensi genetik agar respon produktivitas yang diharapkan dapat terwujud. POTENSI KERBAU KALANG Perkembangan populasi dan produksi daging Populasi ternak kerbau di Kalimantan Timur sekitar 14.500 ekor, yang tersebar di 13 kabupaten/kota. Jumlah populasi ternak kerbau yang tertinggi berturut-turut adalah Kabupaten Nunukan (± 6.000 ekor), Kutai Kartanegara (± 5.000 ekor), dan Kutai Timur (± 2.000 ekor), sedangkan kabupaten/kota lainnya populasinya dibawah 1.000 ekor (DINAS PETERNAKAN KALTIM, 2005). Bangsa kerbau yang ada di Kalimantan Timur didominasi kerbau kalang. Disebut kalang karena sistem pemeliharaannya di kalang pada saat lingkungannya banjir, rumput dibawakan ke kalang dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Populasi kerbau selama lima tahun terakhir (tahun 2000 s/d 2005) meningkat sebesar 15% (dari 13.600 menjadi 15.900 ekor) atau sebesar 3% per tahun. Peningkatan populasi kerbau ini disebabkan: (1) ketersediaan hijauan pakan yang masih melimpah (rumput kumpai); (2) peternak jarang menjual kerbaunya, kecuali untuk alasanalasan tertentu yang dianggap penting dan mendesak seperti untuk membangun rumah atau naik haji. Ternak kerbau dianggap peternak sebagai tabungan dan status sosial (peternak kerbau kalang pada umumnya didominasi oleh suku Banjar). Alasan lain kerbau dijual adalah kerbau betina yang pernah melahirkan tetapi tidak bisa memelihara anaknya dan kerbau jantan yang dijual setelah umurnya mencapai 3 tahun. Dalam satu kalang jumlah pejantan harus dibatasi karena sering terjadi perkelahian serta (3) Ternak kerbau dimanfaatkan tenaganya sebagai ternak kerja untuk menarik batangbatang kayu dan setelah kerbau tersebut tua baru dijual untuk dipotong. Kualitas daging kerbau tersebut pada umumnya kurang disukai, karena kualitasnya kurang baik dibandingkan daging sapi atau ternak lainnya. Produksi daging kerbau di Kalimantan Timur pada tahun 2005 sekitar 165 ton (DINAS PETERNAKAN KALTIM, 2005). Dari produksi tersebut, tiga kabupaten tertinggi sebagai produsen daging kerbau adalah Kabupaten Nunukan (45 ton), Kutai Kartanegara (44 ton) dan Kota Samarinda (31 ton). Khusus untuk Kota Samarinda ternak kerbau yang dipotong di RPH pada umumnya didatangkan dari Sulawesi Tengah, dimana setiap bulan rata-rata ternak 211

kerbau yang dipotong di RPH sebanyak 10 ekor. Satu ekor kerbau dewasa memiliki rata-rata berat hidup mencapai 500 kg, dimana dressing percentage berkisar 46-55% (3-5% lebih rendah daripada sapi) dan berat kulit sekitar 12,5-14% dari berat hidup. Total daging tanpa lemak yang dapat dipisah sekitar 15% dan tulang-tulangnya 17-18% (MORGAN, 1992 dalam MURTI, 2002). Daging kerbau kurang banyak mengandung lemak intramuskuler daripada daging sapi. Bila berat karkas rata-rata 50% dari berat hidup (berat hidup kerbau dewasa rata-rata 500 kg yang dipotong di RPH), maka dalam satu tahun telah dipotong sebanyak 660 ekor, atau sekitar 4,55% dari populasi ternak kerbau di Kalimantan Timur. Daging kerbau menyumbang 0,55% dari total produksi daging di Kalimantan Timur yang sebesar 30.000 ton (tahun 2005). Performans kerbau kalang Kerbau mempunyai sifat lambat dewasa dan lambat untuk kawin kembali sesudah beranak. Sifat yang kurang baik ini akan bertambah lagi bila disertai dengan pakan yang kurang baik. Masa kebuntingan kerbau lebih lama satu bulan daripada sapi, gejala estrusnya kurang jelas dan perkawinan sering dilakukan pada malam hari sehingga akan menyulitkan pengontrolan pemiliknya, serta angka reproduksinya rendah. Di Indonesia berdasarkan hasil survei, telah diketemukan persentase panen anak kerbau sebesar 54,7%. Hal-hal diatas menyebabkan kerbau sering dianggap kurang produktif. Pada kondisi pakan yang jelek, setidaknya kerbau dapat tumbuh menyamai sapi, tetapi pada kondisi pakan yang sangat baik, misalnya pada penggemukan, kecepatan pertumbuhannya tidak dapat melampaui pertumbuhan sapi. Kerapatan dari kelenjar keringat kerbau hanyalah sepersepuluh dari yang dipunyai sapi. Selain itu, kerbau mempunyai bulu yang sangat jarang, sehingga mengurangi perlindungannya terhadap sinar matahari langsung. Hal-hal inilah yang menyebabkan kerbau kurang tahan terhadap sengatan sinar matahari maupun udara yang dingin. Penurunan temperatur yang tiba-tiba dapat menimbulkan pneumonia dan kematian. Daging kerbau hampir sama dengan daging sapi, tetapi daging kerbau lebih merah karena mempunyai pigmentasi yang lebih banyak dan kurang lemak intramuskulernya. Sejarah terbentuknya kelompok kerbau kalang di Kabupaten Kutai Kartanegara Perkembangan kerbau kalang saat ini bermula dari usaha seorang penduduk Desa Melintang pada tahun 1918 yang membeli kerbau dari kampung Dayak Kelawit Bentian sejumlah 18 ekor yang terdiri dari 6 ekor jantan dan 12 ekor betina. Menurut H. ARMAN mantan ketua kelompok ternak kerbau kalang Lebak Singkil pada jaman dahulu pembelian kerbau dilakukan dengan sistem tukar menukar barang atau barter yaitu dengan melakukan penukaran barang berupa emas, tembakau atau garam. Ternak kerbau tersebut kemudian dibawa ke salah satu tempat di Desa Muara Wis, ternak kerbau tersebut berkembang hingga sekarang dengan anggota kelompok yang cukup banyak. Populasinya terus bertambah, karena selain beranak juga ada penambahan populasi yang diperoleh dari bantuan pemerintah (BANPRES) pada tahun 1990 sebanyak 10 ekor, karena dianggap berhasil dalam pemeliharaannya pada tahun 1998 diberi lagi bantuan kerbau sebanyak 30 ekor (MAWI, 2006). Permasalahan-permasalahan pemeliharaan kerbau kalang Permasalahan yang dihadapi dalam pemeliharaan kerbau kalang, diantaranya adalah: 1) Pada saat musim penghujan dimana kapasitas air sungai lebih tinggi dari biasanya menyebabkan kerbau-kerbau tersebut tidak bisa dilepas seperti biasanya dan harus dimasukkan ke kalang-kalang sampai air surut. Keadaan seperti ini biasanya terjadi sampai 4 bulan lamanya. Pada saat seperti itu peternak mempunyai kegiatan ekstra yaitu memotong rumput untuk kerbau-kerbau tersebut yang pada bulan kemarau tidak dilakukan karena kerbau tersebut digembalakan.

2) Populasi ternak yang bertambah terus setiap tahun menyebabkan kalang-kalang yang ada tidak mencukupi untuk ternak kerbau dan bahan kandang biasanya menggunakan kayu yang tahan terhadap genangan air, seperti jenis kayu ulin yang saat ini cukup mahal harganya. 3) Pada saat ternak digembalakan di musim kemarau sering terjadi ternak kerbau merusak dan memasuki areal pertanian penduduk sekitar. 4) Perbaikan mutu genetik ternak kerbau yang ada jarang dilakukan, baik melalui program inseminasi buatan (IB) maupun memasukkan ternak kerbau pejantan unggul di kelompok ternak kerbau yang ada, sehingga mutu genetik ternak yang ada mulai menurun. Indikator hal tersebut terlihat saat ini berat badan hidup rata-rata ternak kerbau kalang yang ada di dua Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai sebesar 300-350 kg/ekor. 5) Rasio antara kerbau jantan dan betina tidak seimbang, yaitu 10 pejantan berbanding 170 induk yang dapat mengakibatkan rendahnya angka kebuntingan, terbukti jumlah kelahiran setiap tahun dari jumlah induk 170 ekor hanya mencapai angka kelahiran 35 ekor (20%). 6) Penyakit yang sering dialami oleh ternak kerbau adalah diare/mencret yang sering terjadi pada musim penghujan, dimana ternak kerbau berada di kalang-kalang yang hanya mengandalkan hijauan pakan Kumpai yang memiliki kandungan air cukup tinggi di musim penghujan. Di musim kemarau kualitas rumput lebih baik dengan kandungan air lebih rendah. 7) Kurangnya informasi mengenai harga pasar ternak kerbau, sehingga ternakternak yang dijual kebanyakan dibawah harga standar ternak kerbau. Selain itu, pedagang membeli ternak terkadang dengan cara kredit yang sampai saat ini ada yang belum melunasinya. Alternatif pemecahan masalah 1) Masalah penurunan mutu genetik ternak kerbau yang ada di kelompok ternak, dapat diatasi dengan memasukkan ternak kerbau pejantan unggul dalam kelompok tersebut dan rasio jantan:betina dapat diatur 1:10. Selain itu, teknologi IB dapat digunakan dalam peningkatan mutu genetik ternak, semen beku saat ini sudah tersedia di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, Malang. Pemuliabiakan kerbau di Indonesia belum banyak dikerjakan secara sistematis. Seleksi belum dikerjakan dengan baik, pada umumnya peternak lebih condong memilih kerbau yang jinak daripada kerbau yang besar, biasanya digunakan sebagai ternak kerja dan kurang penggunaannya untuk pemuliabiakan, sehingga kerbau-kerbau di peternak menunjukkan kecenderungan mengecil, karena kehilangan sifat genetik dalam kecepatan pertumbuhan dan tubuh yang besar (HARDJOSUBROTO, 1994). 2) Penyakit-penyakit yang timbul dapat diatasi dengan bantuan pengobatan dari pihak Dinas Peternakan setempat dan hal ini sudah dilakukan secara berkala, tetapi juga perlu dialokasikan dana yang memadai. 3) Pada musim penghujan perlu ditambahkan hijauan atau jerami hasil pertanian yang memiliki kandungan serat kasar tinggi (jerami padi, jerami jagung dan lain-lain). ALTERNATIF MODEL PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU Perbibitan ternak Kerbau Kalang di Kalimantan Timur sebagai komoditi agrobisnis dan agrowisata dapat dikembangkan dan dilaksanakan dengan beberapa persyaratan, antara lain: 1) Dapat mengubah tujuan sistem produksi yang masih bersifat tradisional sesuai dengan tuntutan perkembangan ekonomi global yang secara tidak langsung akan mempengaruhi struktur agroindustri peternakan, tentunya disesuaikan dengan sumberdaya alam dan kemampuan peternak, sehingga diperoleh optimasi usaha yang menguntungkan. 2) Untuk menerapkan sistem usahaternak kerbau yang berorientasi agrobisnis, maka skala usaha atau tingkat kepemilikan ditingkatkan dari rata-rata 3-5 ekor/ peternak menjadi 10 ekor/peternak. 211

Program ini akan dapat terwujud apabila didukung dengan penerapan inovasi teknologi pembibitan ternak kerbau, seperti penggunaan pejantan unggul dan memperpendek calving interval. Peningkatan jumlah kepemilikan ternak akan meningkatkan pendapatan peternak dan mengubah tipologi usahaternak yang pada awalnya memelihara kerbau sebagai pekerjaan sampingan menjadi pekerjaan utama. 3) Perlu diubah pola pemeliharaan ternak kerbau secara individu menjadi berkelompok, untuk efisiensi sumberdaya manusia, pendanaan dan waktu. 4) Pembinaan model pengembangan perbibitan ternak kerbau yang dilaksanakan oleh peternak kecil, sebaiknya didampingi dengan program penyuluhan yang intensif dengan tujuan untuk membantu peternak merencanakan program perbibitan dan mengatur sistem kelembagaan desa yang mengarah pada skala agrobisnis. Peran Balai-balai Penyuluhan di daerah dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di tingkat propinsi menjadi sangat penting, seiring dengan program Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. 5) Apabila suatu kawasan akan dijadikan agrowisata ternak kerbau Kalang, maka fasilitas umum di daerah tersebut harus dibangun dan disertai dengan promosi serta koordinasi yang baik antar lembaga dan dinas/instansi. KESIMPULAN Usaha ternak kerbau kalang di Kalimantan Timur masih memerlukan perhatian yang serius dari para peneliti, penyuluh, dan pengambil keputusan dalam hal pengembangannya. Rendahnya kemampuan reproduksi kerbau Kalang, memacu pemerintah propinsi untuk segera memprogramkan suatu model pengembangan perbibitan ternak kerbau kalang berorientasi agrobisnis. Program perbaikan performans ternak seperti program seleksi, pemberian pakan yang baik, pemeliharaan yang baik, dan pencegahan penyakit serta mengatur sistem kelembagaan di pedesaan perlu diwujudkan. DAFTAR PUSTAKA SETIADI, B. 2003. Alternatif Konsep Perbibitan dan Pengembangan Usaha Ternak Kambing. Makalah Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Kaltim di Samarinda, tgl. 23-24 Desember 2003. DINAS PETERNAKAN KALTIM. 2005. Statistik Peternakan. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Timur. Samarinda. HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. MAWI, S.H. 2006. Laporan Perkembangan Ternak Kerbau Kalang di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dinas Peternakan Kabupaten Kutai Kartanegara. Tenggarong. MURTI, T.W. dan G. CIPTADI. 1988. Kerbau Perah dan Kerbau Kerja. Penerbit PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.