BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe,

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

Penghantaran obat secara transdermal dibuat dalam bentuk patch. Dimana patch terdiri dari berbagai komponen, namun komponen yang paling penting dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten.

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin, dan ibuprofen dengan aksinya menghambat enzim siklooksigenase (Kantor, 1986). Sediaan ketoprofen yang ada di pasaran berupa sediaan per-oral, per-rektal, dan per-parenteral. Prevalensi penderita yang besar pada geriatrik menyebabkan masalah dalam penggunaan ketoprofen per oral, seperti sulitnya pasien untuk menelan sediaan tablet dan kapsul, serta menyebabkan gangguan saluran cerna ketika digunakan dalam jangka waktu yang lama (Rhee et al., 2001). Ketoprofen memiliki log P 3,11 (Arora et al., 2014), serta memiliki berat molekul yang rendah (260 Dalton), sehingga sesuai untuk penghantaran secara transdermal melalui kulit (Adachi et al., 2011). Penelitian nanoemulsi ketoprofen untuk penghantaran secara transdermal sudah pernah dilakukan oleh Kim et al. (2008) dan Rhee et al. (2001). Viskositas sediaan nanoemulsi yang cenderung rendah mengakibatkan sulitnya sediaan untuk menempel ketika diaplikasikan di kulit. leh karenanya, dalam penelitian ini ketoprofen diformulasikan dalam bentuk nanoemulgel dengan terlebih dahulu mengoptimasi bagian nanoemulsinya. Nanoemulgel adalah sediaan yang dibuat dari pencampuran nanoemulsi ke dalam gel. Nanoemulgel menjadi terobosan baru dalam pengembangan sediaan 1

2 obat karena stabil dan merupakan pembawa yang baik untuk obat hidrofobik. Emulgel yang baik untuk pemakaian topikal memiliki karakteristik tiksotropik, tidak berlemak, mudah diratakan, mudah dihilangkan, larut air, bersifat melunakkan, tidak berwarna, memiliki penampilan yang menyenangkan, bening, dan memiliki waktu simpan yang lama (Kute dan Saudagar, 2013). Pada proses pembuatan nanoemulgel umumnya didahului dengan pembuatan nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan campuran atau dispersi air dan minyak yang distabilkan oleh surfaktan. Nanoemulsi memiliki karakteristik campuran yang stabil dengan ukuran partikel diantara 20-200 nm (Chen et al., 2010). Luas permukaan yang besar pada sistem nanoemulsi dan ukurannya yang kecil akan meningkatkan penetrasi obat melalui permukaan kulit (Bouchemal et al., 2004). Pada penelitian ini, sunflower oil digunakan sebagai fase minyak, tween 80 sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai ko-surfaktan, dan akuades sebagai fase air, serta xanthan gum sebagai thickening agent. Sunflower oil memiliki cukup banyak asam oleat dan asam linoleat ( Brien, 2009). Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik yang memiliki HLB tinggi, yaitu 15,0 (Rowe et al., 2009). HLB tween 80 yang tinggi memudahkan untuk membuat nanoemulsi o/w, adanya fungsi lain dari kandungan sunflower oil, asam oleat dan asam linoleat, sebagai emulsifying agent, serta propilen glikol sebagai ko-surfaktan yang memiliki rantai pendek yang mampu menempatkan diri dengan ikatan hidrogen pada celah sistem nanoemulsi akan memaksimalkan proses emulsifikasi yang terjadi untuk membentuk nanoemulsi.

3 Thickening agents yang sering dipakai dalam pembuatan nanoemulgel, yaitu karbopol 934, karbopol 940, xanthan gum dan HPMC 2910. Xanthan gum digunakan sebagai thickening agent karena stabil dan memiliki viskositas yang baik pada rentang ph dan suhu yang luas sehingga diharapkan tidak ada interaksi negatif yang terjadi antara nanoemulsi ketoprofen dengan xanthan gum. Selain itu, xantham gum tidak toksik dan tidak mengiritasi. ptimasi komposisi sunflower oil sebagai fase minyak, tween 80 sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai ko-surfaktan, dan akuades sebagai fase air dilakukan dengan menguji kejernihan dan stabilitas nanoemulsi yang dihasilkan. Formula nanoemulsi optimum diukur diameter tetesannya dan dibuat menjadi sediaan nanoemulgel ketoprofen dengan bantuan xanthan gum sebagai thickening agent. Pada penelitian ini yang dilakukan adalah proses formulasi yang kedepannya diharapkan berpotensi untuk penghantaran transdermal. B. Rumusan Masalah 1. Apakah campuran sunflower oil, tween 80-propilen glikol, dan air dapat membentuk sistem nanoemulsi ketoprofen yang stabil, jernih, dan homogen? 2. Berapakah proporsi campuran sunflower oil, tween 80-propilen glikol, dan air yang dapat membentuk nanoemulsi ketoprofen optimum? 3. Berapakah ukuran dan besaran distribusi ukuran tetesan yang dihasilkan oleh formula optimum nanoemulsi ketoprofen? 4. Bagaimanakah ukuran dan distribusi tetesan formula optimum nanoemulsi ketoprofen yang dihasilkan setelah ditambahkan xanthan gum?

4 C. Tujuan Penelitian 1. Membuat sistem nanoemulsi ketoprofen yang stabil, jernih, dan homogen dengan menggunakan campuran sunflower oil, tween 80-propilen glikol, dan air. 2. Memperoleh proporsi campuran sunflower oil, tween 80-propilen glikol, dan air yang membentuk nanoemulsi ketoprofen optimum. 3. Mengetahui ukuran dan distribusi ukuran tetesan yang dihasilkan oleh formula optimum nanoemulsi ketoprofen. 4. Mengetahui ukuran dan distribusi ukuran tetesan formula optimum nanoemulsi ketoprofen setelah ditambahkan xanthan gum. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai formulasi ketoprofen dalam bentuk nanoemulsi dan nanoemulgel, sehingga dapat menjadi alternatif baru dalam formulasi ketoprofen untuk aplikasi transdermal. E. Tinjauan Pustaka 1. Ketoprofen CH 3 CH Gambar 1. Struktur Kimia Ketoprofen (Moffat et al., 2011)

5 Ketoprofen adalah turunan asam propionat dengan nama kimia asam 2-(3- benzoilfenil) propionat. Ketoprofen memiliki rumus molekul C 16 H 14 3 dengan bobot molekul sebesar 254,3. Ketoprofen merupakan asam lemah dengan pka 4,5. Ketoprofen memiliki jarak lebur antara 93-96 o C berupa serbuk kristal putih (Moffat et al., 2011). Ketoprofen mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter, praktis tidak larut dalam air (Depkes RI, 1995). Panjang gelombang maksimum ketoprofen dalam larutan alkali adalah 262 nm (A = 647) (Moffat et al., 2011). Ketoprofen memiliki berat molekul yang rendah 260 Dalton (Adachi et al., 2011). Ketoprofen memiliki logp 3,11 (Arora et al., 2014). Selain itu, ketoprofen dapat mengiritasi saluran pencernaan ketika diberikan per oral. Kerusakan ginjal dan jantung menjadi efek samping yang lebih berbahaya ketika penggunaan kronis oleh pasien geriatrik (Adachi et al., 2011). Ketoprofen merupakan obat golongan NSAID yang biasa digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. Dosis oral yang diberikan kepada pasien adalah 50 mg empat kali sehari atau 75 mg tiga kali sehari. Dosis ketoprofen untuk penggunaan oral bisa ditingkatkan hingga 300 mg sehari, sedangkan 200 mg untuk sediaan lepas lambat (Lacy et al., 2009). 2. Nanoemulsi Nanoemulsi merupakan campuran atau dispersi air dan minyak yang distabilkan oleh surfaktan. Nanoemulsi memiliki karakteristik campuran yang stabil dengan ukuran partikel diantara 20-200 nm (Chen et al., 2010). Nanoemulsi memiliki kapasitas kelarutan lebih tinggi dari larutan miselar sederhana, lebih

6 stabil dibandingkan emulsi dan dispersi, dapat diproduksi dengan sedikit energi dan memiliki shelf-life yang panjang (Vior et al., 2011). Ukuran partikel yang kecil, campuran yang jernih, dan stabil membuat nanoemulsi memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan emulsi dan suspensi. Menurut Jaiswal et al. (2014), beberapa keunggulan dari nanoemulsi antara lain: (1) meningkatkan bioavailibilitas obat, (2) tidak toksik, (3) tidak mengiritasi, (4) meningkatkan stabilitas fisik, (5) meningkatkan absorpsi dengan memperkecil ukuran partikel dan memperluas permukaan, (6) mudah di formulasikan, (7) meningkatkan kelarutan obat suka lemak. Nanoemulsi dibuat dengan metode emulsifikasi secara spontan (metode titrasi). Cara pembuatan nanoemulsi sangat mudah hanya dengan pencampuran minyak, air, surfaktan, dan kosurfaktan, dalam proporsi yang tepat, dengan agitasi ringan (Shafiq-un-Nabi et al., 2007). Nanoemulsi memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai emulgator minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjaga stabilitas lapisan film antar muka, dan ko-surfaktan untuk membantu surfaktan sebagai emulgator. Komponen dalam formulasi nanoemulsi harus memenuhi syarat seperti dapat diterima secara farmasetis, tidak menyebabkan iritasi, tidak sensitif terhadap kulit, dan masuk dalam kategori GRAS (Generally Regarded As Safe) (Shakeel et al., 2007). Formula nanoemulsi yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan dan kosurfaktan, rasio masing-masing komponen, ph dan suhu saat emulsifikasi terjadi,

7 serta sifat fisikokimia obat (Date et al., 2010). Komponen utama nanoemulsi adalah : a. Minyak Minyak menjadi salah satu faktor penentu dalam formulasi nanoemulsi. Kelarutan obat dalam fase minyak adalah kriteria penting dalam pemilihan minyak. Kemampuan nanoemulsi untuk menjaga obat dalam bentuk terlarut sangat dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam fase minyak (Azeem et al., 2008). bat-obat hidrofobik memiliki proses solubilisasi yang baik dalam minyak bervolume molar kecil/medium seperti trigliserida, digliserida ataupun monogliserida rantai medium (Lawrence dan Rees, 2000). Namun, minyak dengan banyak komponen rantai hidrokarbon, seperti trigliserida rantai panjang lebih sulit teremulsi dibandingkan trigliserida rantai menengah (Sadurní et al., 2005). Penggunaan satu jenis fase minyak jarang memberikan respon emulsifikasi dan penghantaran obat yang optimum (Makadia et al., 2013). Minyak nabati memiliki campuran komponen yang dapat memudahkan proses emulsifikasi dan kelarutan obat. Pada penelitian ini fase minyak yang dipakai adalah sunflower oil. (H 2 C) 6 CH 3 (CH 2 ) 6 CH (a) CH 3 H (b) Gambar 2. Struktur Kimia, (a) Asam leat, (b) Asam Linoleat (Rowe et al., 2009)

8 Sunflower oil didapatkan dari biji tanaman Helianthus annuus L, berwarna kuning pucat. Sunflower oil memiliki beberapa komponen asam lemak, asam lemak yang paling banyak, yaitu asam oleat (14,0% - 39,4 %) dan asam linoleat (48,3% - 74,0%) ( Brien, 2009). Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat biasa digunakan sebagai fase minyak untuk penghantaran obat secara transdermal dan memiliki kemampuan sebagai enhancer (He et al., 2010). b. Surfaktan Surfaktan merupakan emulgator untuk menurunkan tegangan antarmuka. Faktor keamanan merupakan penentu dalam pemilihan surfaktan dalam formulasi nanoemulsi karena jumlah yang terlalu besar dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan gastrointestinal. Surfaktan non ionik merupakan pilihan utama dalam pembuatan nanoemulsi karena kurang toksik bila dibandingkan dengan surfaktan ionik dan memiliki nilai CMC yang kecil (Azeem et al., 2008). Nilai HLB juga faktor penting dalam penentu keberhasilan formulasi nanoemulsi. Nilai HLB yang baik untuk formulasi nanoemulsi o/w adalah lebih dari 10. Kombinasi yang tepat sangat diperlukan antara surfaktan dengan nilai HLB tinggi dan rendah untuk mendapatkan formulasi nanoemulsi yang stabil (Shakeel et al., 2007). Pada penelitian ini surfaktan yang dipakai adalah tween 80. Tween 80 atau polyoxyethylene 20 oleate (C 64 H 124 26 ) berupa cairan kuning yang memiliki HLB 15. Polysorbates mengandung dua puluh unit

9 oxyethylene yang termasuk dalam hydrophilic nonionic surfactants. Tween 80 digunakan luas sebagai emulsifying agent untuk membentuk emulsi o/w yang stabil. Tween 80 dikategorikan ke dalam GRAS luas digunakan untuk formulasi oral, parenteral, dan topikal. Selain itu, tween 80 merupakan bahan yang tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe et al., 2009). H y z R H H x w R = H w + x + y + z = 20 Gambar 3. Struktur Kimia Tween 80 (Rowe et al., 2009) c. Ko-surfaktan Ko-surfaktan ditambahkan pada formula nanoemulsi untuk membantu surfaktan sebagai emulgator. Tegangan antarmuka dan film antarmuka sulit tercapai bila hanya menggunakan surfaktan, dibutuhkan ko-surfaktan untuk mencapai kondisi tersebut. Ko-surfaktan menurunkan ikatan pada tegangan antarmuka dan film antar muka sehingga mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk mengambil beberapa lekukan yang diperlukan untuk membentuk nanoemulsi (Shafiq et al., 2006). Penambahan ko-surfaktan pada formula yang mengandung surfaktan dapat meningkatkan kelarutan dan absorpsi obat pada

10 formula (Han et al., 2011). Pada penelitian ini ko-surfaktan yang dipakai adalah propilen glikol. H H 3 C H Gambar 4. Struktur Kimia Propilen glikol (Rowe et al., 2009) Propilen glikol atau 1,2-Dihydroxypropane (C 3 H 8 2 ) merupakan cairan kental tidak berwarna dan transparan yang umum digunakan sebagai ko-solven. Propilen glikol diklasifikasikan sebagai GRAS, bahan yang tidak toksik dan sedikit mengiritasi (Rowe et al., 2009). Propilen glikol memiliki HLB 3,4 (Ansel, 1989). 3. Nanoemulgel Nanoemulgel dibuat dari nanoemulsi yang di campurkan dengan thickening agent. Emulgel yang baik untuk pemakaian topikal memiliki karakteristik thixotropik, tidak berlemak, mudah diratakan, mudah dihilangkan, larut air, melunakkan, tidak berwarna, penampilan yang menyenangkan, bening, dan waktu simpan yang lama (Kute dan Saudagar, 2013). Menurut Kute dan Saudagar (2013), beberapa keuntungan sistem penghantaran obat secara topikal antara lain: (1) terhindar dari metabolisme lintas pertama, (2) mudah diaplikasikan, (3) menghindari fluktuasi kadar obat, (4) mudah mengakhiri pemakaian obat, (5) penghantaran obat lebih spesifik pada tempat tertentu, (6) menghindari ketidaksesuain obat dengan saluran

11 gastrointestinal, (7) mempermudah pemakaian obat yang memiliki waktu paruh yang singkat dan jendela terapeutik sempit, (8) daerah aplikasi yang luas dibandingkan dengan rongga hidung dan bukal, (9) menghindari risiko dan ketidaknyamanan terapi melalui intravena dan proses absorpsi yang dipengaruhi perubahan ph, kehadiran enzim, dan waktu pengosongan lambung. Sebagian besar obat hidrofobik tidak bisa dicampurkan langsung ke dalam basis gel karena kelarutan menjadi penghalang dan masalah akan timbul selama proses pelepasan obat. Emulgel membantu dalam pemcampuran obat hidrofobik ke fase minyak dan fase tersebut terdispersi dalam fase air membentuk emulsi o/w. Emulsi ini dapat dicampur ke dalam basis gel. Hal ini dapat memberikan stabilitas dan pelepasan obat yang lebih baik bila dibandingkan mencampurkan obat langsung ke dalam basis gel (Kute dan Saudagar, 2013). Thickening agents merupakan bahan yang digunakan untuk meningkatkan konsistensi sediaan. Beberapa thickening agents yang biasa digunakan, yaitu karbopol 934, karbopol 940, HPMC 2910 (Kute dan Saudagar, 2013). Xanthan gum digunakan oleh Chen et al. (2006) untuk membuat gel dari formulasi mikroemulsi ibuprofen. Pada penelitian kali ini digunakan xanthan gum sebagai Thickening agent. Xanthan gum berupa serbuk halus berwarna putih dan mempunyai sifat free-flowing. Xanthan gum biasa digunakan untuk thickening dan emulsifying agent. Xanthan gum dikategorikan ke dalam GRAS, sebagai eksipien yang tidak toksik dan tidak mengiritasi. Xanthan gum stabil dan memiliki viskositas yang baik pada rentang ph dan suhu yang luas (Rowe et al., 2009).

12 CH 2 H CH 2 H H H H n CH 2 H H H C 2 - Na + H H CH 2 H H H H Gambar 5. Struktur Kimia Xanthan gum (Rowe et al., 2009) 4. Simplex lattice design ptimasi menggunakan simplex lattice design merupakan metode dalam desain eksperimental berbasis pada pengolahan data menggunakan persamaan matematis. Kombinasi bahan dalam formulasi dibuat sedemikian rupa sehingga data eksperimen dapat digunakan untuk memprediksi respon dengan cara yang sederhana dan efisien (Bolton dan Bon, 2010). Proporsi semua komponen dalam campuran bernilai satu yang menyebabkan proporsi tidak sepenuhnya independen. Setiap perubahan proporsi salah satu komponen dalam campuran akan merubah proporsi sedikitnya satu atau lebih komponen lainnya. Apabila q adalah komponen dari zat aktif dan eksipien dengan desain proporsi X 1, X 2,...,X q, maka : 0 X i 1 (X i merupakan angka 1 sampai q)...(1)

13 Jumlah campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu sama, dapat dinyatakan sebagai persamaan 2. X 1 + X 2 +... + X q = 1...(2) Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi komponen-komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas suatu gambar dengan q tiap sudut dan q1. Jika ada tiga komponen (q=3) maka area dinyatakan dalam dua dimensi yang merupakan gambar segitiga sama sisi seperti yang terlihat pada gambar 6. Gambar 6. Simplex Lattice Design Model Tiga Komponen (Armstrong, 2006) Tiga komponen di desain sebagai X 1, X 2, dan X 3. Setiap sudut dalam segitiga sama sisi tersebut menunjukan komponen murni. Titik B menunjukan komponen murni X 2. Begitu juga untuk titik A dan C. Batas-batas dari segitiga berupa garis lurus mewakili sistem dua komponen. Titik D merupakan campuran komponen X 1 dan X 3. Skala masing-masing komponen meningkat searah dengan arah jarum jam. Bagian dalam dari segitiga seperti titik E merupakan campuran

14 komponen X 1, X 2, dan X 3. Penentuan batas bawah dan batas atas dalam setiap komponen menyebabkan area dari segitiga sama sisi menjadi lebih kecil (Armstrong, 2006). F. Landasan Teori Minyak menjadi faktor penting dalam formulasi nanoemulsi karena kelarutan obat dan ukuran partikel dipengaruhi oleh sifat fisikokimia minyak. Salah satu minyak nabati yang digunakan untuk pembuatan nanoemulsi adalah sunflower oil yang memiliki kandungan beberapa asam lemak terutama kandungan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan asam linoleat. Asam oleat dan asam linoleat diharapkan dapat memudahkan proses kelarutan obat dan emulsifikasi. Nanoemulsi ketoprofen dapat dihasilkan dari asam oleat dengan kadar optimum 3% (Arora et al., 2014). Safflower oil yang memiliki kandungan asam oleat dan asam linoleat yang tinggi seperti sunflower oil pernah digunakan oleh Vyas et al. (2007) untuk menghasilkan nanoemulsi saquinavir yang jernih, stabil dan menghasilkan ukuran tetesan 140 nm. Selain komponen minyak, komponen lain yang penting dalam nanoemulsi adalah campuran surfaktan dan ko-surfaktan. Tween 80 digunakan sebagai surfaktan karena relatif tidak toksik bila dibandingkan dengan surfaktan ionik dan memiliki HLB 15 yang mampu membantu terbentuknya nanoemulsi minyak dalam air. Selain itu kandungan asam oleat di dalam tween 80 membantu meningkatkan kelarutan obat.

15 Surfaktan bila digunakan tanpa ko-surfaktan akan lebih sulit untuk menurukan tegangan permukaan. Ko-surfaktan digunakan untuk mempercepat emulsifikasi dan membuat nanoemulsi menjadi lebih stabil. Propilen glikol termasuk ke dalam ko-surfaktan alkohol, mengandung gugus hidroksi yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksi tween 80 sehingga membantu efektivitas pembentukan nanoemulsi. Nanoemulsi dapat dibuat pada kadar optimum s-mix sebesar 26% (Widyaningrum, 2015). Kadar optimum s-mix pada pembuatan mikroemulsi ketoprofen adalah sebesar 40% (Maharini, 2013). Tween 80 dan propilen glikol pernah digunakan oleh Chen et al. (2006) untuk membuat mikroemulsi ibuprofen yang stabil dan menghasilkan ukuran tetesan 12-17 nm. Selain itu, tween 80 dan propilen glikol juga pernah digunakan oleh Kumar dan Pathak (2009) untuk membuat nanoemulsi risperidone yang menghasilkan sistem yang stabil dengan transmitan 99,32% dan ukuran tetesan 15,5 ± 0,11 nm. Xanthan gum digunakan sebagai thickening agent karena stabil dan memiliki viskositas yang baik pada rentang ph dan suhu yang luas sehingga diharapkan tidak ada interaksi negatif yang terjadi antara nanoemulsi ketoprofen dengan xanthan gum. Selain itu xantham gum tidak toksik dan tidak mengiritasi. Penelitian Arora et al. (2014) berhasil memformulasikan ketoprofen menjadi nanoemulgel yang memiliki ukuran tetesan kurang dari 100 nm. Xanthan gum digunakan oleh Chen et al. (2006) untuk membuat gel dari formulasi mikroemulsi ibuprofen yang dapat meningkatkan viskositas dan mempertahankan struktur mikroemulsi.

16 Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu tersebut, diperkirakan bahwa sunflower oil, tween 80-propilen glikol, dan akuades dapat digunakan untuk formulasi nanoemulsi ketoprofen dan menghasilkan nanoemulsi yang homogen dan stabil. Penggunaan xanthan gum sebagai thickening agent juga diperkirakan dapat menghasilkan nanoemulgel ketoprofen yang baik. G. Hipotesis Berdasarkan uraian landasan teori tersebut dapat dirumuskan hipotesis : 1. Campuran sunflower oil, tween 80-propilen glikol, dan air dapat membentuk sistem nanoemulsi ketoprofen yang stabil, jernih, dan homogen. 2. Proporsi campuran 2-4% sunflower oil, 28-30% tween 80-propilen glikol, dan 65,5-67,5% air dapat membentuk nanoemulsi ketoprofen yang optimum. 3. Ukuran tetesan yang dihasilkan oleh formula optimum nanoemulsi ketoprofen bernilai antara 20-200 nm dengan distribusi partikel yang seragam. 4. Ukuran dan distribusi ukuran tetesan formula optimum nanoemulsi ketoprofen dapat dipertahankan setelah ditambahkan xanthan gum.