I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur yang sering terjadi pada manusia baik usia muda maupun tua (Akphan dan Morgan, 2002). Kandidiasis oral disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan spesies jamur dari genus Candida. Dari keseluruhan spesies tersebut, Candida albicans merupakan mikroorganisme utama yang terlibat dalam proses terjadinya infeksi akibat jamur, yaitu mencapai 50% dari seluruh kasus infeksi jamur. Penelitian sebelumnya menunjukkan tingkat kematian akibat infeksi kandidiasis secara sistemik mencapai 30-50% (Williams dan Lewis, 2004). Proses terjadinya kandidiasis belum sepenuhnya dimengerti, tetapi sejumlah faktor predisposisi diketahui dapat menyebabkan perubahan Candida dari flora normal komensal menjadi organisme patogenik (Greenberg et al., 2008). Faktor predisposisi penyebab kandidiasis oral terbagi menjadi dua, yaitu lokal dan sistemik. Faktor predisposisi lokal, yaitu perubahan lingkungan kavitas oral seperti adanya kerusakan kelenjar saliva, penggunaan gigi tiruan, kanker mulut, dan leukoplakia mampu mendorong pertumbuhan Candida dan mempengaruhi respon imun mukosa oral, sedangkan faktor predisposisi sistemik sering berhubungan dengan status endokrin dan imun pasien (Akphan dan Morgan, 2002; Greenberg et al., 2008). Lesi kandidiasis oral dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rongga mulut sehingga membatasi asupan makanan yang mempengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup pasien. Beberapa obat antijamur mulai banyak digunakan untuk 1
2 mengatasi masalah tersebut. Obat antijamur yang efisien digunakan untuk perawatan kandidiasis oral adalah poliena dan azol (Reichart et al., 2000). Obat antijamur dari golongan polien lebih banyak digunakan daripada obat dari golongan azol karena jarang menimbulkan resistensi. Resistensi terhadap obat antijamur azol terjadi disebabkan oleh adanya kegagalan sel jamur untuk mengakumulasi azol, perubahan afinitas derivat azol CYP51A1, peningkatan CYP51A1, dan modifikasi jalur biosintesis sterol dengan cara menginaktivasi sterol delta 5,6 yang dapat secara tidak langsung menyebabkan peningkatan CYP51A1 (Hartman dan Sanglard, 1997). Cytochrome P450, family 51, subfamily A, polypeptide 1 (CYP51A1) adalah enzim utama dalam biosintesis sterol membran sel jamur yang berlokasi pada kromosom 7q21.2-q21.3 (Acton, 2012). Salah satu obat antijamur dari golongan poliena yang banyak digunakan untuk mengatasi infeksi akibat Candida albicans adalah nistatin. Nistatin diketahui efektif secara in vitro menghambat pertumbuhan Candida albicans dibandingkan dengan agen antijamur lainnya karena jarang menimbulkan resistensi (Khan dan Baqai, 2010). Nistatin bekerja dengan cara berikatan dengan sterol membran sel jamur terutama ergosterol sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada permeabilitas membran sel jamur dan mekanisme transpornya. Sel jamur kehilangan banyak kation dan makromolekul sehingga mengalami kematian (Rahardjo, 2004). Peningkatan penggunaan nistatin dapat menimbulkan toksisitas antara lain, kerusakan ginjal, anemia hemolitik, gangguan fungsi alat pencernaan, dan gangguan fungsi hati (Novilla et al., 2009). Toksisitas nistatin merupakan masalah potensial sehingga diperlukan identifikasi agen antijamur baru yang dapat
3 mengatasi masalah tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan ekstrak kulit manggis dan komponen aktifnya memiliki toksisitas yang rendah baik secara in vitro dan in vivo, sehingga sesuai untuk digunakan sebagai alternatif pengobatan infeksi jamur (Rassameemasmaung et al, 2007). Kulit manggis mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas farmakologi misalnya antiinflamasi, antihistamin, antibakteri, antijamur bahkan untuk pengobatan atau terapi penyakit HIV (Suksamrarn et al., 2003). Aktivitas antijamur ekstrak kulit manggis terbukti dapat menghambat pertumbuhan jamur antara lain, Fusarium vasinfectum, Alternaria tenuis, dan Dreschlera oryza (Pedraza-Chaverri et al., 2008). Ekstrak kulit manggis yaitu xanthone, saponin, tanin dan flavonoid beraksi pada membran sel jamur untuk menghambat pertumbuhan jamur. Xanthone bekerja dengan cara menyerang struktur dan fungsi dari membran sel jamur khususnya ergosterol (Kaomongkolgit et al., 2009). Saponin, tanin, dan flavonoid bekerja dengan cara membentuk kompleks dengan protein dan merusak membran sel jamur sehingga menyebabkan jamur tidak berkembang (Sulistyawati et al., 2009). Beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) khususnya kulit manggis memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai agen antijamur. Penelitian mengenai khasiat kulit manggis dibandingkan dengan nistatin dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans secara in vitro sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilaporkan.
4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, timbul permasalahan yaitu: 1. Apakah ekstrak etanolik kulit manggis (Garcinia mangostana L.) mempunyai potensi sebagai antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro? 2. Apakah terdapat perbedaan potensi antijamur antara ekstrak etanolik kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dengan nistatin terhadap Candida albicans secara in vitro? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kulit manggis telah dilaporkan, antara lain penelitian yang dilakukan Ari et al. (2013) mengenai adanya daya antijamur ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dengan konsentrasi minimum sebesar 25% terhadap jamur Candida tropicalis secara in vitro pada penderita HIV/AIDS. Sejauh ini, belum ada penelitian mengenai potensi antijamur ekstrak etanolik kulit manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Candida albicans yang merupakan penyebab utama kandidiasis oral. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui potensi ekstrak etanolik kulit manggis (Garcinia mamgostana L.) sebagai antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro.
5 2. Mengetahui perbedaan potensi antijamur ekstrak etanolik kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dengan nistatin terhadap Candida albicans secara in vitro. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah: 1. Menambah informasi ilmiah mengenai potensi ekstrak etanolik kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai obat antijamur. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau referensi penelitian selanjutnya.