KEMELIMPAHAN, DISTRIBUSI, DAN KARAKTERISTIK SARANG BURUNG SERAK JAWA (Tyto alba javanica) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung serak jawa (Tyto alba javanica) pertama kali dideskripsikan oleh

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. ton/hektar turun sekitar 0,13 ton/hektar menjadi 6,17 ton/hektar di tahun 2014

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

Penggunaan Serak Jawa (Tyto alba) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Persawahan Daerah Istimewa Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

Pola Aktivitas HarianPasangan Burung Serak Jawa (Tyto alba) di Sarang Kampus Psikologi Universitas Diponegoro Tembalang Semarang.

HA BAB I PENDAHULUAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menemukan empat jenis burung madu marga Aethopyga di

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN BURUNG DIBEBERAPA AREAL HUTAN KOTA MALANG SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI SKRIPSI

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PENELITI & PEMERHATI BURUNG DI INDONESIA

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MORFOMETRI BURUNG DIURNAL DI KAWASAN HUTAN LINDUNG DESA SEKENDAL KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

PENGEMBANGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SEBAGAI PENGENDALI HAMA TIKUS DI DESA BABAHAN DAN SENGANAN, PENEBEL, TABANAN, BALI

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian serta hasil pembahasan yang telah dilakukan. maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut;

Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No. 2, April 2016 ( )

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

2. TINJAUAN PUSTAKA. kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya,

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

BAB II BURUNG HANTU CELEPUK SIAU BURUNG HANTU ENDEMIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR KOMUNITAS BURUNG DENGAN VEGETASI DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

Burung Kakaktua. Kakatua

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A.

BAB I PENGANTAR. dan bentuk rangka yang memungkinkan untuk terbang (Harrison dan Greensmith,

Unnes Journal of Life Science

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

KEPADATAN DAN FREKUENSI JENIS BURUNG PEMANGSA DI HUTAN GUNUNG EMPUNG, TOMOHON, SULAWESI UTARA

BAB V PENUTUP. 1. Jenis-jenis burung pantai yang ditemukan di Kawasan Pesisir Trisik ada 21

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

PEMANFAATAN BURUNG HANTU UNTUK MENGENDALIKAN TIKUS DI KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

C. Model-model Konseptual

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU

IV. METODE PENELITIAN

PREFERENSI BURUNG HANTU CELEPUK REBAN (Otus lempiji Horsfield) TERHADAP UMPAN ROYHANI LAILY ASWARI

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SATUAN ACARA PERKULIAHAN PROGRAM STUDI: BIOLOGI Semester Genap Tahun 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

Transkripsi:

KEMELIMPAHAN, DISTRIBUSI, DAN KARAKTERISTIK SARANG BURUNG SERAK JAWA (Tyto alba javanica) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abudance, Distribution, and Nest Characteristics of Barn Owl In Yogyakarta Heri Susanto 1, Ign. Pramana Yuda 2, L. Indah Muwani Yulianti 3 Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari no 44 Yogyakarta paulusherisusanto@gmail.com Abstrak Burung serak jawa (Tyto alba javanica) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Serak Jawa (Tyto alba javanica) merupakan sub spesies yang hanya terdapat di Pulau Jawa. Akan tetapi burung ini pernah ditemukan di Sumatera bagian selatan dan tengah. Hal ini terjadi diakibatkan karena penebangan hutan. Serak Jawa tidak membangun sarangnya seperti kebanyakan burung lainnya. Burung ini memanfaatkan lubang alami pada pohon, celah perbukitan, gua dan lubang pada bangunan. Adanya penebangan hutan yang berlebihan membuat burung Serak Jawa semakin kehilangan habitat alaminya dan menggeser sarang burung Serak Jawa untuk beradaptasi dengan lingkungan perkotaan dengan memanfaatkan lubang pada bangunan bertingkat yang memiliki ketinggian lebih dari 6 meter dengan ratarata ketinggian sarang 7,8 meter dari permukaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah populasi, distribusi dan karakteristik sarang burung Serak Jawa yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Percobaan yang dilakukan menggunakan analisis deskriptif dengan survey lokasi, pengamatan serentak dan karakteristik sarang menurut Bibby dkk (2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan kemelimpahan burung Serak Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 17 individu yang berbeda dengan distribusi sarang pada RS Grhasia Kaliurang, Universitas Islam Indonesia, Universitas Mercubuana Wates, Vetri Taxi Yogyakarta dan Akper Karya Husada. Setiap sarang memiliki ketinggian dari tanah lebih dari 6 meter dengan ratarata ketinggian 7,8 meter, bahan konstruksi bangunan berupa genting, kayu, dan ternit, mempunyai 1 lubang masuk, materi dalam sarang berupa bulu dan pelet. Keywords : Burung Serak Jawa, Kemelimpahan, Distribusi, Karakteristik Sarang

PENDAHULUAN Burung Serak (Tyto alba javanica) pertama kali dideskripsikan oleh Giovanni Scopoli (1769). Nama alba berkaitan dengan warnanya yang putih. Sedangkan Serak Jawa merupakan sub spesies dari famili Tyto alba yaitu Tyto alba javanica Gmel. Menurut Newton et al (1991), burung Serak Jawa merupakan burung raptor atau pemangsa yang menduduki puncak dari rantai makanan di suatu ekosistem di alam. Saat ini Serak Jawa harus beradaptasi dengan lingkungan perkotaan yang telah menggeser habitat asli mereka. Menurut buku Daftar Burung Indonesia no.2 (Sukmantoro dkk., 2007), Serak Jawa termasuk LC (Least concern). Mengacu pada Redlist IUCN tahun 2007, status ini berarti beresiko rendah atau belum ditemukan ancaman secara langsung terhadap spesies di alam. Debus (2009) menjelaskan status tersebut menunjukkan spesies ini umum dan bisa ditemukan melimpah jika kondisi (musim) yang menguntungkan. Serak jawa juga tidak umum ditemukan di Kalimantan dan di dataran rendah Sumatera, tetapi tersebar di Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan (akibat penebangan hutan), dan ada kemungkinan masuk ke Kalimantan Selatan (MacKinnon dkk. 2000). Menurut Raptor Club Indonesia (2011) ada 11 titik lokasi bersarang burung Serak Jawa di Daerah Yogyakarta sebagai berikut RS. Grhasia Kaliurang, Universitas Islam Indonesia, Gedung Universitas Mercubuana Wates, Gedung Eks Akindo, Gedung STIE Widya Wiwaha, Gedung Arkeologi Yogyakarta, Puro Pakualaman, SMP 16 Yogyakarta, Gedung Jogja Nasional Museum, Universitas Pembangunan Nasional Babarsari, SMKN 7 Yogyakarta. Habitat asli Serak Jawa berada pada lubang pohon atau lubang di tebing dan memiliki vegetasi alami di sekitarnya (Shawyer, 1994). Penurunan populasi burung Serak Jawa disebabkan oleh berkurangnya tempat yang bisa dijadikan untuk bersarang bagi burung ini (Golawski, 2003) serta banyaknya perburuan liar bagi burung Serak Jawa untuk diperjualbelikan secara ilegal.

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di sarang sarang aktif yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu RS. Grhasia Kaliurang, Universitas Islam Indonesia, Gedung Universitas Mercubuana Wates, Gedung Eks Akindo, Gedung STIE Widya Wiwaha, Gedung Arkeologi Yogyakarta, Puro Pakualaman, SMP 16 Yogyakarta, Gedung Jogja Nasional Museum, Universitas Pembangunan Nasional Babarsari, SMKN 7 Yogyakarta, Universitas Janabadra Yogyakarta, Gedung Vetri Taxi, serta Gedung Akper Karya Husada dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai Juli 2016, mulai pukul 18.00-00.00 WIB (setiap kali pengamatan). Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi survey, di dalam survey terbagi menjadi 4 tahap yaitu desk study, survey tahap 1 - onsite scoping survey, survey tahap 2 investigate field survey, survey tahap 3 nest site verification survey, dalam menghitung jumlah populasi dengan metode pengamatan serentak (Cooperative) dengan mengamati individu yang keluar dari sarang. Untuk menentukan karakteristik sarang dari Serak Jawa menurut buku Bibby dkk (2000) yaitu ketinggian sarang, bahan kontruksi bangunan, lubang masuk, serta materi dalam sarang. Analisis data digunakan analisis deskriptif. HASIL DAN PEMABAHASAN A. Distibusi Sarang Burung Serak Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta Distribusi sarang burung Serak Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta setelah dilakukan penelitian ini dihasilkan beberapa titik lokasi bersarang yang dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Hasil Penelitian Distribusi Burung Serak Jawa di Perkotaan Daerah Istimewa Yogyakarta Keterangan: 1. Universitas Islam Indonesia 2. Universitas Mercubuana Wates 3. Universitas Pembangunan Nasional Babarsari 4. SMKN 7 Yogyakarta 5. Jogja Nasional Museum 6. SMP N 16 Yogyakarta 7. Gedung Arkeologi Yogyakarta 8. STIE Widya Wiwaha 9. RS Grhasia Kaliurang 10. Vetri Taxi Yogyakarta 11. Fakultas FMIPA UNY 12. Gedung Akper Karya Husada Dari hasil yang didapatkan pada tahun 2011 Raptor Club Indonesia, didapatkan 11 (sebelas) titik perjumpaan dengan burung Serak Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil penelitian yang dilakukan, banyak titik lokasi sarang aktif yang sudah tidak digunakan burung Serak Jawa yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi lokasi sarang aktif burung Serak Jawa

No Distribusi di Daerah Istimewa Yogyakarta Survei Raptor Club Indonesia 2011 Hasil Penelitian 2016 1 RS. Grhasia Kaliurang + + 2 Universitas Islam Indonesia + + 3 Gedung Universitas Mercubuana Wates + + 4 Gedung Eks Akindo + - 5 Gedung STIE Widya Wiwaha + - 6 Gedung Arkeologi Yogyakarta + - 7 Puro Pakualaman + - 8 SMP 16 Yogyakarta + - 9 Gedung Jogja Nasional Museum 10 Universitas Pembangunan Nasional Babarsari + - + - 11 SMKN 7 Yogyakarta + - Keterangan : + : Sarang Aktif - : Sarang Tidak Aktif (Tidak Dijumpai) Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah lokasi perjumpaan sehingga lokasi tersebut tidak digunakan untuk bersarang burung Serak Jawa pada bulan Mei 2015 sampai bulan Juli 2016, faktor tersebut didapatkan dari hasil wawancara yang meliputi: 1. Penutupan lubang pada gedung yang digunakan untuk bersarang. 2. Terjadi perubuhan gedung yang digunakan untuk bersarang. 3. Kematian yang disebabkan oleh faktor lingkungan.

B. Kemelimpahan Burung Serak Jawa Kemelimpahan Burung Serak Jawa di 5 (lima) titik lokasi bersarang meliputi Gedung Universitas Mercubuana Wates, Gedung RS Grhasia Kaliurang, Gedung Universitas Islam Indonesia, Gedung Vetri Taxi, dan Gedung Akper Karya Husada memiliki jumlah populasi 19 individu yang berbeda. Hasil penelitian jumlah populasi dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4 : Jumlah Populasi 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Mei 2015 Agustus 2015 Nov-15 Gedung Universitas Mercubuana Wates Gedung Universitas Islam Indonesia Februari 2016 Apr-16 Juli 2016 Gedung RS Grhasia Kaliurang Gedung Vetri Taxi Gedung Akper Karya Husada Gambar 2. Kemelimpahan burung Serak Jawa jantan

2,5 Jumlah Populasi 2 1,5 1 0,5 0 Mei 2015 Agustus 2015 Nov-15 Gedung Universitas Mercubuana Wates Gedung Universitas Islam Indonesia Gedung Akper Karya Husada Februari 2016 Apr-16 Juli 2016 Gedung RS Grhasia Kaliurang Gedung Vetri Taxi Gambar 3. Kemelimpahan burung Serak Jawa Betina Jumlah Populasi 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Mei 2015 Agustus Nov-15 2015 Gedung Universitas Mercubuana Wates Gedung Universitas Islam Indonesia Februari 2016 Apr-16 Juli 2016 Gedung RS Grhasia Kaliurang Gedung Vetri Taxi Gedung Akper Karya Husada Gambar 4. Kemelimpahan burung Serak Jawa Muda Hasil jumlah populasi pada lokasi perjumpaan di Gedung Universitas Mercubuana Wates diperoleh jumlah populasi pada bulan Mei 2015 adalah 3 individu yang berbeda, terdapat satu burung Serak Jawa jantan, satu burung Serak Jawa betina, dan satu burung Serak Jawa yang masih muda. Sedangkan pada bulan Agustus 2015, November 2015, Februari 2016, April 2016, dan Juli 2016 didapatkan hasil

perjumpaan 5 (lima) jenis individu yang berbeda yaitu tiga burung Serak Jawa jantan dan dua burung Serak Jawa betina. Dari hasil pada lokasi Gedung Universitas Mercubuana Wates, terdapat kenaikan jumlah populasi dari 3 (tiga) menjadi 5 (lima) individu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perkembangbiakan burung Serak Jawa karena ketersediaan makanan dan lokasi dalam bersarang yang mendukung sehingga dapat terjadinya kenaikan dalam jumlah populasi. Hasil pada lokasi perjumpaan di Gedung Rumah Sakit Grahasia Kaliurang pada bulan Mei 2015 didapatkan jumlah populasi 3 (tiga) jenis individu yang berbeda yaitu satu burung Serak Jawa jantan, satu burung Serak Jawa betina, dan satu burung Serak Jawa muda. Pada bulan Agustus 2015 didapatkan hasil jumlah populasi masih tetap 3 (tiga) jenis individu yang berbeda namun terdapat dua burung Serak Jawa jantan, dan satu burung Serak Jawa betina, terdapatnya tambahan burung Serak Jawa jantan ini dikarenakan burung Serak Jawa muda yang sudah menjadi dewasa dan teramati jenis kelamin berdasarkan morfologi tubuh burung Serak Jawa. Pada bulan November 2015 didapatkan jumlah populasi 4 (empat) jenis individu yang berbeda yaitu dua burung Serak Jawa jantan, satu burung Serak Jawa betina, dan satu burung Serak Jawa muda. Hasil ini menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah populasi burung Serak Jawa yang dikarenakan cukupnya ketersediaan pakan dan lokasi sarang yang mendukung untuk dapat berkembang biak. Pada bulan Februari 2016, April 2016, dan Juli 2016 didapatkan hasil 4 (empat) individu yang berbeda yaitu dua burung Serak Jawa jantan dan dua burung Serak Jawa betina. Terdapatnya tambahan satu burung Serak Jawa betina dikarenakan burung Serak Jawa muda yang sudah menjadi dewasa dan teramati jenis kelamin betina berdasarkan morfologi tubuh burung Serak Jawa. Hasil pada lokasi perjumpaan Gedung Universitas Islam Indonesia pada bulan Mei 2015 dan Agustus 2015 didapatkan jumlah populasi 4 (empat) individu yang berbeda yaitu dua burung Serak Jawa jantan dan dua burung Serak Jawa betina. Pada bulan November 2015 didapatkan jumlah populasi menjadi 5 (lima) individu yang

berbeda yaitu dua burung Serak Jawa jantan, dua burung Serak Jawa betina, dan satu burung Serak Jawa muda. Hasil ini menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah populasi burung Serak Jawa yang dikarenakan cukupnya ketersediaan pakan dan lokasi sarang yang mendukung untuk dapat berkembang biak. Pada bulan Februari 2016, April 2016, dan Juli 2016 didapatkan jumlah populasi masih tetap 5 (lima) individu yang berbeda yaitu tiga burung Serak Jawa jantan dan 2 burung Serak Jawa betina. Terdapatnya tambahan satu burung Serak Jawa betina dikarenakan burung Serak Jawa muda yang sudah menjadi dewasa dan teramati jenis kelamin berdasarkan morfologi tubuh burung Serak Jawa. Hasil pada lokasi perjumpaan Gedung Vetri Taxi pada bulan Mei 2015 dan Agustus 2015 didapatkan jumlah populasi 2 (dua) jenis individu yang berbeda yaitu satu burung Serak Jawa jantan dan satu burung Serak Jawa betina. Pada bulan November 2015 didapatkan jumlah populasi menjadi 3 (tiga) jenis individu yang berbeda yaitu satu burung Serak Jawa jantan, satu burung Serak Jawa betina, dan satu burung Serak Jawa muda. Hasil ini menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah populasi burung Serak Jawa yang dikarenakan cukupnya ketersediaan pakan dan lokasi sarang yang mendukung untuk dapat berkembang biak. Pada bulan Februari 2016, April 2016, dan Juli 2016 didapatkan jumlah populasi masih tetap 3 (lima) jenis individu yang berbeda yaitu satu burung Serak Jawa jantan dan dua burung Serak Jawa betina. Terdapatnya tambahan satu burung Serak Jawa betina dikarenakan burung Serak Jawa muda yang sudah menjadi dewasa dan teramati jenis kelamin berdasarkan morfologi tubuh burung Serak Jawa. Hasil pada lokasi perjumpaan Gedung Akper Karya Husada pada bulan Mei 2015, Agustus 2015, November 2015, Februari 2015, April 2016, dan Juli 2016 didapatkan jumlah populasi burung Serak Jawa adalah 2 (dua) jenis individu berbeda yaitu satu burung Serak Jawa jantan dan satu burung Serak Jawa betina. Tidak terdapatnya penambahan populasi pada Gedung Akper Karya Husada dikarenakan penangkapan anak-anak dari burung Serak Jawa oleh masyarakat sekitar untuk dijual

dan dipelihara. Informasi ini saya dapatkan dengan wawancara dengan penjaga malam Gedung Akper Karya Husada. Dari hasil wawancara tersebut seharusnya terdapat kenaikan populasi namun diakibatkan oleh penangkapan liar yang menyebabkan tidak bertambahnya jumlah populasi burung Serak Jawa pada lokasi Gedung Akper Karya Husada. C. Karakteristik Sarang Burung Serak Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta Karakteristik sarang burung Serak Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta setelah dilakukan penelitian memiliki beberapa karakter tempat bersarang. Karakter tersebut meliputi, ketinggian sarang, bahan kontruksi bangunan, lubang masuk, dan materi dalam sarang yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Sarang Burung Serak Jawa No. Parameter Gedung Vetri Taxi Yogyakarta 1. Ketinggian Sarang (Meter) Gedung Akper Karya Husada Yogyakarta Rumah Sakit Grahasia Kaliurang Universitas Islam Yogyakarta Universitas Mercubuana Wates 8 6 7 10 8 2. Bahan Kontruksi Bangunan 3. Lubang Masuk (Entrance) Ternit (alas), Kayu dan Genting (atap) Ternit (alas), Kayu dan Genting (atap) Ternit (alas), Kayu dan Genting (atap) Ternit (alas), Kayu dan Genting (atap) Ternit (alas), Kayu dan Genting (atap) Satu Satu Satu Satu Satu 4. Materi Dalam Sarang Pelet dan Bulu Pelet dan Bulu Pelet dan Bulu Pelet dan Bulu Pelet dan Bulu

Pada karaktersitik burung Serak Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta beberapa parameter yang diamati adalah a. Ketinggian sarang dari tanah Berdasarkan penelitian ini kelima sarang yang diamati menunjukkan bahwa burung Serak Jawa memilih tempat untuk bersarang dengan ketinggian l ebih dari 5 meter dari permukaan tanah dan merupakan tempat tertinggi di masing-masing lokasi sarang. Sarang di Universitas Islam Indonesia memiliki ketinggian yang paling tinggi bila dibandingkan dengan sarang-sarang yang lain. Sarang di gedung tersebut memang terletak hampir di puncak gedung yang ditempati. Keempat sarang yang lainnya juga tak jauh berbeda. Bisa disimpulkan bahwa untuk pemilihan tempat bersarang terkait dengan ketinggian Serak Jawa cenderung memilih puncak gedung yang ditempati. b. Bahan kontruksi bangunan. Bahan yang digunakan burung Serak Jawa agar dapat merasa aman menggunakan bahan kontruksi yang terdiri dari ternit (alas), kayu dan genting (atap), hal ini dilakukan oleh burung Serak Jawa terutama ketika masa berbiak atau bertelur tiba.

c. Lubang Masuk (Entrance) Jumlah lubang masuk yang umum pada sarang burung Serak Jawa adalah satu. Lubang masuk di semua sarang berukuran relatif lebih besar dibandingkan dengan tubuh bahkan bisa dikatakan lebar. d. Materi dalam sarang Materi sarang dari kelima sarang yang ditemukan menunjukkan hasil yang sama yaitu berupa sisa mangsa yang tidak dimakan dan dibiarkan terurai, pelet dan bulu burung itu sendiri yang lepas dari kulitnya. A. Simpulan SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik 3 kesimpulan, yaitu: 1. Kemelimpahan burung Serak Jawa pada daerah perkotaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 17 individu berbeda. 2. Distribusi burung Serak Jawa pada daerah perkotaan Daerah Istimewa Yogyakarta dari hasil survey raptor club Indonesia (2011) teradapat 11 titik lokasi bersarang, hasil pada peneltitian pada bulan Mei 2015 sampai Juli 2016 didapatkan 5 titik lokasi bersarang. Sarang Serak Jawa yang ditemukan berada di lima lokasi yaitu : Gedung Mercubuan Wates, Gedung RS Grhasia Kaliurang, Gedung Universitas Islam Indonesia, Gedung Vetri Taxi, dan Gedung Akper Karya Husada. Terjadi penurunan titik lokasi bersarang yang

disebabkan faktor lingkungan seperti penutupan lubang pada gedung yang digunakan untuk bersarang, terjadi perubuhan gedung yang digunakan untuk bersarang dan kematian yang disebabkan oleh faktor lingkungan. 3. Karakteristik sarang Burung Serak Jawa meliputi semua sarang menunjukkan bahwa Serak Jawa memilih lokasi bersarang pada ketinggian dari tanah lebih dari 6 meter dengan rata-rata ketinggian 7,8 meter, bahan konstruksi bangunan berupa genting, kayu, dan ternit, mempunyai 1 lubang masuk, materi dalam sarang berupa bulu dan pellet. B. Saran Penelitian ini masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, saran yang perlu disampaikan antara lain: 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daerah jelajah burung Serak Jawa pada setiap lokasi bersarang. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis pakan pada setiap lokasi bersarang di daerah perkotaan. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk identifikasi pelet pada setiap lokasi sarang. 4. Perlu adanya edukasi terhadap masyarakat di sekitar sarang untuk tidak menangkap burung Serak Jawa dan dapat berperan aktif dalam menjaga kelestarian Serak Jawa. 5. Perlu adanya pembuatan RUBUHA (Rumah Burung Hantu) atau nest box pada sekitar lokasi sarang aktif, agar Serak Jawa dapat memiliki

sarang baru ketika gedung yang digunakan sebagai sarang dilakukan renovasi. DAFTAR PUSTAKA Abdulloh, Z. 2011. Preferensi Bersarang Burung Serak Jawa (Tyto alba javanica) di Yogyakarta. Skripsi S1. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Baskoro, K. 2005. Tyto alba : Biologi, Perilaku, Ekologi dan Konservasi. Pencinta Alam Haliaster Biologi. Universitas Diponegara. Semarang. Bibby, C. dan Burgess, N. D. 1992. Bird Census Techniques. Academic Press, London. Bibby, C., M. Jones, dan S. Marsden, 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. BirdLife International-Indonesia Programme. Bogor. Debus, S. 2009. The Owls of Australia : A Field Guide to Australian Night Birds. Birds Australia. Australia. Dewi, M.P., dkk. 2003. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan Burung Pemangsa. Binamitra Megawarna. Jakarta. Drent R.H. dan Daan H. 1980. The Timing of Birds Breeding Seasons: the Perrins Hypothesis Revisited Especially for migrants. Ardea 94 (3) : 305 322. Golawski, A., Kasprzykowski, A., Kowalski, M. 2003. The Occurrence of the Barn Owl Tyto alba in Sacred Buildings in Central-Eastern Poland. Ornis Hungarica 12-13: 1-2. Hadi, S. 2008. Pola Aktivitas Harian Pasangan Burung Serak Jawa di Sarang Kampus Psikologi Universitas Diponegoro Temabalang Semarang. Universitas Diponegoro Tembalang Semarang. Semarang. Heru, S. B. Siburian, J. Wanasura, S. Chong, K. C. dan Thiagarajan, S. 2000. Large Scal Use of Barn Owl (Tyto alba) for Controlling Rat Population in Oil Palm Plantations in Riau, Sumatera. In : Proceeding of the International Planters Conference to Theis Use in Rodent Control. Fakultas Sains. Universitas Malaya. Kuala Lumpur. Kutilang Indonesia. 2011. Serak Jawa. www.kutilang.or.id. Diakses tanggal 22 September 2016.

Lewis, P.D.1998. The Owl Page. http://www. Owlpages.com. Diakses tanggal 22 September 2016. MacKinnon.J., Karen Philipps, Bas van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI. Jakarta. Marti, C.D., A.F. Poole, and L.R. Bevier. 2005. Barn Owl (Tyto alba), The Birds of North America Online (A. Poole, Ed.). Cornell Lab of Ornithology: Retrieved from the Birds of North America. Ithaca. Mikkola, H. 1983. Owls of Europe. Buteo Books. South Dakota. Newton, I., Wyllie, I. 2002. Rodenticides In British Barn Owls (Tyto Alba). Ecology and Conservation of Owls. CSIRO Publishing 5(2) : 286-295. Retna, A.K. 2007. Preferensi Habitat Burung Serak (Tyto alba javanica Gmel.) Sebagai Pemangsa Tikus di Ekosistem Persawahan. Jurnal Ilmu- Ilmu Pertanian Indonesia 2(3) : 307-315. Shawyer, C. R. 2011. Barn Owl Tyto alba Survey Methodology and Techniques for use in Ecological Assessment: Developing Best Practice in Survey and Reporting. IEEM, Winchester. Sukmantoro, W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp & M.. 2007. Daftar Burung Indonesia no. 2. Indonesian Ornithologists Union. Bogor. Taylor, I. 1994. Barn Owls : Predator-Prey Relationships and Conservation. University Press. Cambridge. Weick F. 2006. Owls (Strigiformis) Annotated and Illustrated Checklist. Springer- Verlag Berlin Heidelberg. Germany.