BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87% pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anakanak tetapi juga golongan umur yang lebih tua, dan tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.364 kasus dengan 196 kematian (CFR sebesar 0,80%). Di Indonesia, selama lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan jumlah kejadian DBD maupun daerah persebaran penyakit. Dari tahun 1968-2005, Incidence rate (IR) DBD meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk menjadi 43,42 per 100.000 penduduk. Kasus DBD dilaporkan terjadi di Indonesia tahun 2009 mencapai 158.912, dengan case fatality rate (CFR) sebesar 0,89%. Insidensi di Indonesia umumnya meningkat pada bulan Januari hingga Februari. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2013, penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah provinsi Sumatera Utara sebagai angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. Berdasarkan KLB, wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat di klasifikasikan sebagai berikut, yaitu : 1
1. Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Di Indonesia, 382 dari 508 kabupaten dan kota merupakan daerah endemis DBD, sampai tahun 2009 tercatat 158,912 kasus. Pada tahun 2011 tercatat 24,362 kasus dengan 196 kematian (CFR : 0,80%) dimana penyebarannya semakin meluas serta menyerang tidak hanya pada anak-anak tetapi juga pada golongan umur yang lebih tua (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara kasus DBD pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2011 di mana pada tahun 2011 jumlah kasus DBD di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara sebanyak 6,032 dengan 85 orang meninggal. Puncak DBD di Sumatera Utara terlihat pada tahun 2010 dimana kasus DBD mencapai 8889 penderita dan korban meninggal sebanyak 103 Jiwa (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2013), sementara tahun 2012, jumlah kasusnya sebanyak 3,589 dengan 30 orang meninggal. Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat catatan kasus sebanyak 1.166 penderita dengan 4 orang meninggal di Kota Medan dimana telah mengalami penurunan dari tahun 2011 yang dilaporkan sebanyak 2.383 penderita dan 22 orang meninggal (Dinkes Kota Medan, tahun 2013). Berdasarkan data dari Dinkes Provinsi Sumatera Utara tercatat hingga September 2013 terjadi sebanyak 2.596 kasus DBD dan 25 orang meninggal dunia. Contoh : Kota Medan IR 1,5 per 1000 penduduk, Deli Serdang IR 0,7 per 1000 penduduk, Binjai IR 2,4 per 1000 penduduk, Langkat IR 0,7 per 1000 penduduk, Asahan IR 0,4 per 1000 penduduk, Tebing Tinggi IR 2,6 per 1000 penduduk, Pematang Siantar IR 4 per 1000 penduduk (Dinkes Kota Medan, tahun 2013)
2. Daerah Sporadis Demam Berdarah Dengue Contoh : Kota Sibolga IR 0,7 per 1000 penduduk, Tanjung Balai IR 0,4 per 1000 penduduk, Simalungun IR 0,5 per 1000 penduduk, Tapanuli Utara IR 0,5 per 1000 penduduk, Toba Samosir IR 0,7 per 1000 penduduk, Dairi IR 0,4 per 1000 penduduk, Padang Sidempuan IR 0,1 per 1000 penduduk, Labuhan Batu IR 0,1 per 1000 penduduk, Serdang Bedagai IR 0,1 per 1000 penduduk, dan Kabupaten Samosir IR 0,5 per 1000 penduduk. 3. Daerah Potensial (Epidemi) Demam Berdarah Dengue Contoh : Kabupaten Nias IR 0,3 per 1000 penduduk dan Nias Barat IR 0,3 per 1000 penduduk 4. Pandemi Demam Berdarah Dengue Contoh : Meksiko, Canada, Amerika Serikat, Perancis, Selandia Baru. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan, Kota Medan merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue. Dari 21 Kecamatan di Kota Medan, tercatat enam kecamatan yang merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue, yaitu Kecamatan Medan Denai, Medan Helvetia, Medan Perjuangan, Medan Amplas, Medan Baru, dan Medan Selayang (Dinkes Kota Medan, 2013). Propinsi Sumatera Utara dengan kejadian kasus DBD sebesar 5.987 dengan kematian sebanyak 78 orang dengan CFR sebesar 1,3% dan IR sebesar 46,64 menunjukan bahwa data DBD di Sumatera Utara lebih besar dari keadaan di Indonesia (Depkes RI, 2012b). Menurut Dinkes Kota Medan (2013), dari 21
Kecamatan di Kota Medan, telah tercatat 1.110 kasus dan 8 orang meninggal dunia yang terjadi sejak Januari hingga Desember 2013. Medan Denai salah satu Kecamatan yang paling endemis di Kota Medan. Kecamatan Medan Denai terdiri dari 6 Kelurahan yaitu : Kelurahan Desa Binjai, Tegal Sari Mandala III, Denai dan Medan Tenggara yang pada Januari hingga Desember 2013 terjadi 50 kasus Demam Berdarah Dengue. Menurut data dari Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai (2013), peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam memajukan upaya pemberantasan DBD. Peran serta masyarakat dapat meningkatkan peran dan kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan derajat kesehatan masyarakat. Upaya pemberantasan DBD salah satunya dengan pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan PSN dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan pesan inti 3M Plus (Mengubur kaleng-kaleng bekas, Menguras tempat penampungan air secara teratur dan menutup tempat penyimpanan air dengan rapat serta penggunaan bubuk abate). Keberhasilan terhadap kegiatan PSN ini dapat diukur dengan mengukur Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%, diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Kegiatan mengukur keberadaan vektor dilakukan oleh peran serta masyarakat yang telah dikoordinir oleh RT/RW dan tenaga kesehatan yang telah dilantik menjadi kader. Peran serta masyarakat sangat dipengaruhi motivasi, pengetahuan, dan sikap dalam pencegahan penyakit DBD.
Pencegahan DBD merupakan salah satu upaya yang terintegrasi dalam program penanggulangan DBD. Tercapainya program pencegahan DBD sangat tergantung pada Peran Serta Masyarakat dalam pencegahan DBD baik pencegahan secara fisik maupun secara kimiawi. Penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti, et al (2011), menyatakan bahwa perilaku dari masyarakat akan sangat menentukan tingkat kesehatan dari masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat yang baik akan memberikan dampak yang baik bagi kesehatan, dan sebaliknya perilaku masyarakat yang tidak baik akan berdampak buruk bagi kesehatannya. Tercatatnya Kota Pekanbaru sebagai daerah endemis DBD, diperkirakan ada keterkaitannya dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa masih ditemukannya sekitar 43%, masyarakat Kecamatan Pekanbaru Kota berperilaku kurang baik dalam PSN-DBD sehingga masih ditemukannya keberadaan Jentik Nyamuk yang merupakan indikator dari potensi terjangkitnya masyarakat terhadap DBD. Penelitian ini menyebutkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Pekanbaru Kota masih tergolong rendah, yaitu 92% dibanding Nilai Standar yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan yang lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan dapat dicegah atau dikurangi. Kewaspadaan dini sangat diperlukan untuk mengetahui prediksi keadaan suatu daerah yang berpotensi memiliki penyebaran kasus penyakit DBD. Mengingat penyebaran DBD yang relatif singkat, hal ini di maksudkan agar para ahli di bidang kesehatan dapat segera menentukan kebijakan yang berupa upaya-upaya pencegahan maupun upaya penanganan yang efektif serta dalam jangka waktu yang singkat.
Terjadinya peningkatan kasus DBD setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Kondisi ini diperburuk dengan pemahaman masyarakat yang kurang tentang DBD dan juga partisipasi masyarakat yang sangat rendah, terlihat dari kondisi lingkungan yang buruk dan mempermudah pertumbuhan nyamuk DBD (Hermansyah, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Jane (2012), tentang perilaku masyarakat dalam pemberantasan penyakit DBD di kabupaten Minahasa utara yang menunjukan bahwa motivasi merupakan landasan seseorang dalam melakukan tindakan sehingga motivasi sangat mempengaruhi seseorang dalam bertindak perlu diperhatikan, untuk pengetahuan yang baik sehingga mengetahui cara dalam pencegahan DBD, untuk sikap berkaitan dengan aktivitas di lingkungan seperti IRT yang mendukung aktivitas pemiliharaan dan perawatan kebersihan sekitar rumah mereka. Masyarakat yang memiliki pengetahuan, sikap, dan motivasi yang baik dalam peran pencegahan DBD maka akan baik tindakan masyarakat dalam melakukan kegiatan kewaspadaan dini dalam pencegahan penyakit DBD. Upaya pencegahan penyakit DBD secara aktual terus dilakukan oleh Puskesmas Desa Binjai, antara lain pengasapan (fogging) dan lavarsida (abate) namun belum berhasil juga menghasilkan cara yang efektif dalam penanggulangan DBD. angka kematian DBD cenderung menurun walaupun kasus bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa langkah antisipasi masih belum berjalan baik dan langkah penanggulangan belum efektif untuk menekan angka kesakitan. Rendahnya antisipasi
kejadian DBD antara lain disebabkan karena waktu, tempat, dan angka kejadian DBD antara lain disebabkan karena waktu, tempat, dan angka kejadian belum dapat diprediksi dengan baik. Namun kejadian DBD masih menjadi persoalan kesehatan, hal ini diasumsikan dipengaruhi oleh multi faktor seperti alokasi anggaran yang terbatas untuk program penanggulangan DBD, lemahnya koordinasi Dinas Kesehatan Kota dengan lintas sektoral, dan belum terbentuknya partisipasi masyarakat secara optimal seperti dalam bentuk kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Peran serta masyarakat sangat berperan besar dalam penanggulangan penyakit DBD, namun masyarakat masih sering dijadikan objek yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu untuk melakukan intervensi untuk dirinya sendiri. Menurut data dari Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai (2013), tidak terdapat penderita Demam Berdarah Dengue yang meninggal dunia, akan tetapi tercatat 23 kasus tahun 2013 di Kelurahan Desa Binjai tersebut. Sedangkan di tahun 2014 semakin meningkat tercatat telah terjadi 34 kasus penyakit DBD. Dengan perkataan lain, kasus Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Puskesmas Desa Binjai di Kelurahan Binjai mencakup lebih dari sepertiga kasus Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Denai. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan peneliti pada Desember 2013, pada wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai, wawancara singkat dengan 7 kepala keluarga didapati bahwa umumnya masyarakat sudah mengenal tentang DBD, namun upaya pencegahannya hanya 0,596 per 100 Kepala Keluarga = 59,6% terbatas pada fogging, dan membersihkan saluran air dan kamar mandi, namun program secara utuh tentang pencegahan DBD belum dipahami, selain itu mayoritas
juga mengemukakan bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, hanya dilakukan oleh ibu rumah tangga dan jika mempunyai pembantu atau anak perempuan saja yang membersihkan lingkungan rumah maka masih rendahnya kesadaran dari keluarga terhadap upaya pencegahan DBD. Maka untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi peran serta masyarakat untuk kewaspadaan dini dalam pencegahan penyakit deman berdarah dengue. 1.2 Perumusan Masalah Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor-faktor yang memengaruhi peran serta masyarakat untuk kewaspadaan dini dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Tahun 2014? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peran serta masyarakat untuk Kewaspadaan Dini dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai 2014. 1.4 Hipotesis 1. Ada pengaruh pengetahuan kepala keluarga terhadap peran serta masyarakat untuk kewaspadaan dini dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.
2. Ada pengaruh motivasi kepala keluarga terhadap peran serta masyarakat untuk kewaspadaan dini dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014. 3. Ada pengaruh sikap kepala keluarga terhadap peran serta kepala keluarga untuk kewaspadaan dini dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Untuk pihak Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai sebagai bahan informasi dalam meningkatkan peran serta masyarakat untuk pencegahan demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai di Kecamatan Medan Denai tahun 2014. 2. Menjadi masukan bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan yang telah di peroleh selama ini. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi peran serta masyarakat untuk kewaspadaan dini dalam pencegahan penyakit DBD.