BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bahwa otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian otonomi daerah merupakan pemberdayaan Pemerintah Daerah dalam pengambilan keputusan sehingga daerah akan lebih leluasa untuk mengelola potensi sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kepentingan daerah itu sendiri. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, setiap daerah dituntut untuk meningkatkan kemandiriannya (Silalahi, 2002). Salah satu tolok ukur untuk melihat kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan mengukur seberapa besar kemampuan keuangan suatu daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah atau pemerintahan sendiri. Sumber keuangan utama yang dapat menunjang kemampuan keuangan daerah tersebut adalah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD merupakan sumber penerimaan yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan satu di antara penerimaan-penerimaan daerah tersebut adalah yang berasal dari penerimaan restribusi daerah. Hal ini sejalan dengan isi dari Undang
Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: Hasil Pajak Daerah, Hasil Restribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Hasil restribusi daerah perlu diusahakan agar menjadi pemasukan yang potensial dari PAD. Di antara berbagai jenis retribusi daerah yang ada, retribusi sampah merupakan sumber penerimaan PAD yang dikelola oleh sebuah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Untuk Kota Medan, SKPD yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan pelayanan persampahan dan mengelola penerimaan retribusinya adalah Dinas Kebersihan Kota Medan. Dinas Kebersihan inilah yang bertugas untuk memberikan dan mengelola pelayanan sampah dalam wilayah Kota Medan. Kegiatan pengelolaan tersebut tidak hanya meliputi aktivitas pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan serta pemusnahan sampah-sampah yang telah dihasilkan oleh masyarakat atau penduduk Kota Medan ke lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tetapi juga meliputi kegiatan pengutipan pembayaran balas jasa atas pelaksanaan pelayanan pengelolaan sampah yang disebut dengan Retribusi Sampah. Seyogianya hasil pengutipan retribusi sampah inilah yang dimanfaatkan untuk membiayai berbagai aktivitas pengelolaan sampah sebagaimana disinggung di atas. Oleh sebab itu seharusnya terdapat hubungan searah antara jumlah sampah atau jumlah penduduk yang dilayani dengan jumlah penerimaan retribusi sampah, di mana jumlah penerimaan retribusi sampah akan mengalami kenaikan bila jumlah penduduk yang dilayani mengalami pertambahan (Allen Consulting Group, 2003).
Fenomena yang terlihat selama tahun-tahun belakangan ini di Kota Medan adalah terdapatnya dua hal yang bertolak belakang, yaitu terjadinya pertambahan jumlah penduduk yang dilayani di satu pihak, yang berarti terjadinya peningkatan volume sampah yang berdampak pada peningkatan biaya pelayanan, sementara di pihak lain terjadinya penurunan hasil pengutipan retribusi sampah. Menurut data yang diperoleh dalam penelitian awal di Dinas Kebersihan Kota Medan diketahui bahwa jumlah hasil pengutipan retribusi sampah yang diterima dalam tahun 2008 hanya mencapai sebesar 92,20% dari jumlah retribusi sampah yang telah dianggarkan. Di tahun 2009 persentase hasil pengutipan ini justru semakin menurun lagi, yaitu hanya mencapai sebesar 88,70% dari jumlah yang dianggarkan. Bahkan di tahun 2010 hasil penerimaan aktual pengutipan retribusi sampah tersebut hanya mencapai 68,37% dibanding dengan anggaran penerimaan retribusi sampah yang telah ditetapkan. Terjadinya penurunan hasil pengutipan retribusi sampah ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor yang ada. Faktor-faktor tersebut mungkin berupa faktor yang melekat di badan yang mengelola sampah sendiri, misalnya pelayanan yang kurang memuaskan, atau karena besaran tarif pelayanan yang ditetapkan oleh Dinas Kebersihan terlalu tinggi. Dalam setiap pemberian pelayanan, baik buruknya tingkat pelayanan akan menentukan bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan tersebut. Hal ini selanjutnya akan mendorong penerima pelayanan tersebut untuk melakukan pembayaran atas pelayanan yang diberikan yang pada akhirnya akan menaikkan hasil penerimaan. Selanjutnya para penerima pelayanan juga selalu
menghubungkan pelayanan yang diterimanya dengan kelayakan tarif yang dibebankan kepadanya. Bila tarif yang dikenakan dipandang terlalu mahal, tentu akan menimbulkan keengganan mereka untuk melakukan pembayaran. Dengan demikian besarnya tarif juga akan mempengaruhi tinggi rendahnya hasil penerimaan retribusi, termasuk retribusi sampah. Selain itu, faktor-faktor yang melekat pada diri sipelanggan pelayanan persampahan sendiri dapat juga berpengaruh terhadap penerimaan retribusi sampah, misalnya rendahnya tingkat kemampuan untuk membayar retribusi sampah, dan juga rendahnya tingkat kesadaran atau kemauan sipenerima pelayanan dalam membayar retribusi sampah. Meskipun pelayanan yang diberikan cukup baik, namun bila pihak yang dilayani tidak atau kurang memiliki kemampuan dalam membayar (mungkin karena tarif yang ditetapkan kurang mempertimbangkan pendapatan penduduk yang dilayani) biaya pelayanan sampah yang telah diterimanya, maka hasil penerimaan retribusi juga akan tetap rendah. Oleh sebab itu tinggi rendahnya hasil penerimaan retribusi persampahan akan ditentukan juga oleh tingkat kemampuan membayar para penerima pelayanan persampahan. Begitu juga halnya, meskipun penerima pelayanan memiliki tingkat kemampuan untuk membayar, tetapi bila tingkat kesadarannya terhadap kewajiban untuk membayar biaya pelayanan yang telah diterimanya masih rendah, maka hasil penerimaan retribusi sampah akan tetap rendah, dan demikian pula sebaliknya.
Bertolak dari permasalahan yang telah diidentifikasi di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang masalah hasil pengutipan retribusi sampah di Kota Medan dan menuangkannya dalam sebuah penelitian yang berjudul: Pengaruh Tingkat Pelayanan, Kemampuan Membayar, dan Kemauan Membayar Masyarakat terhadap Penerimaan Retribusi Sampah di Kota Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian mengenai latar belakang dan fenomena di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah tingkat pelayanan, kemampuan membayar dan kemauan membayar masyarakat berpengaruh terhadap penerimaan retribusi sampah di Kota Medan, baik secara simultan maupun secara parsial? 1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan uraian-uraian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah menemukan bukti empiris tentang pengaruh faktor-faktor tertentu berupa tingkat pelayanan, kemampuan membayar dan kemauan membayar masyarakat terhadap penerimaan retribusi sampah di Kota Medan, baik secara simultan maupun secara parsial. 1.4 Manfaat penelitian
Adapun berbagai manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Medan khususnya Dinas Kebersihan Kota Medan dalam membuat kebijakan yang terkait dengan tingkat pelayanan persampahan dan pengutipan retribusi sampah di Kota Medan. 2. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan di bidang akuntansi sektor publik, khususnya tentang faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi sampah sebagai salah satu sumber penerimaan PAD. Faktor-faktor yang diteliti dalam hal ini hanya terdiri atas tingkat pelayanan sampah, kemampuan membayar dan kemauan membayar masyarakat terhadap retribusi sampah. 3. Bagi dunia ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang akuntansi sektor publik yang sekaligus dapat dijadikan referensi bagi peneliti-peneliti lainnya di masa yang akan datang yang tertarik dengan masalah pengutipan retribusi sampah dalam rangka mewujudkan kota yang bersih dan berwawasan lingkungan. 1.5 Originalitas Penelitian
Penelitian ini terinspirasi dari hasil penelitian Arizal (2003) dengan judul Faktor-faktor Sosiologis yang Mempengaruhi Penerimaan Retribusi Sampah (Survei di Masyarakat Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Propinsi Jambi). Penelitian Arizal menggunakan faktor-faktor sosiologis yang terdiri dari agama, pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan sebagai variabel independen yang dapat digolongkan sebagai faktor-faktor yang melekat pada diri sipenerima pelayanan sampah. Sementara dalam penelitian ini variabel independennya terdiri dari tingkat pelayanan, kemampuan membayar dan kemauan membayar yang dapat dikelompokkan sebagai faktor yang melekat pada diri pihak yang meberi pelayanan dan faktor yang melekat pada diri pihak yang menerima pelayanan. Selain itu, penelitian Arizal dilaksanakan di sebuah wilayah yang lebih kecil, yaitu di Kecamatan Bangko, Propinsi Jambi, sementara penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara yang akan meliputi areal yang lebih luas yang meliputi lebih dari satu wilayah kecamatan. Perbedaan lainnya terletak pada pihak yang dijadikan responden, di mana dalam penelitian Arizal yang menjadi responden adalah rumah tangga, sementara dalam penelitian ini yang dijadikan responden adalah para petugas Dinas Kebersihan yang secara langsung terlibat dalam pemberian pelayanan dan juga melakukan pengutipan retribusi sampah.