BAB III. A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

Menimbang : Mengingat :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III IKLAN PANCINGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Perlindungan Konsumen. Akan tetapi dalam Undang-undang Republik

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prodi Manajemen Industri Katering Universitas Pendidikan Indonesia PELAYANAN PRIMA

TADLI> <S KUALITAS DALAM JUAL-BELI

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

BAB IV PENUTUP. Setelah melalui uraian teori dan analisis, maka dalam penelitian diperoleh

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

BAB III TINJUAN TEORITIS

Sadd al-dhari< ah merupakan bentuk wasilah atau perantara. Al-Syaukani

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Penelitian tentang perlindungan konsumen terhadap periklanan diantaranya:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU USAHA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Merlin M. Paat 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

ANALISIS KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Supriyanta Dosen Fak. Hukum UNISRI Surakarta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

Regulasi Pangan di Indonesia

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ETIKA BISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH X WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI/ AGRIBISNIS, UNIVERSITAS JEMBER 2017

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

PENEYELESAIAN SENGKETA PELANGGARAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN Oleh: Fridolin Situngkir 2

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PROMOSI BARANG DALAM PERDAGANGAN 1 Oleh: Steven Kanter Posumah 2

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN DAN PEMBAYARAN PADA TRANSAKSI SECARA ON LINE

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

Keamanan Pangan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB III TINJAUAN TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN. defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

Lex Administratum, Vol. III/No. 6/Ags/2015

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. substansinya, sehingga peneliti tidak mengutip penelitian orang lain. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. dengan mannusia yang lainnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, kemudian

RechtsVinding Online

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. macam variasi barang maupun jasa. Banyaknya variasi barang maupun jasa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. variasi produk barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. 27 Kemajuan di bidang

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

LEMON LAW, SUATU UPAYA HUKUM BAGI PEMILIK KENDARAAN DI AMERIKA (STUDI PERBANDINGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA)

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

Transkripsi:

1 BAB III HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM #tashaproject A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar-menukar barang (barter). Meskipun jual beli dengan sistem barter telah ditinggalkan, diganti dengan sistem mata uang, tetapi terkadang esensi jual beli seperti itu masih berlaku. Di jaman sekarang transaksi jual beli sudah semakin berkembang. Sudah tidak lagi penjual dan pembeli harus bertemu atau bertatap muka saat melakukan jual beli. Jual beli saat ini hanya dengan menggunakan kecanggihan teknologi yaitu handphone. Hanya dengan aplikasi yang sudah tersedia, banyak orang bisa melakukan kegiatan jual beli apapun dengan sangat mudah. Mau muda, remaja, tua, pria, wanita semuanya bisa mengakses transaksi jual beli dengan aplikasi yang berkembang saat ini. Di kalangan mereka yang sedang terkenal adalah menggunakan kecanggihan teknologi aplikasi yaitu Instagram. Sebuah aplikasi yang bisa digunakan semua orang hanya dengan men-download lewat handphone mereka dan bisa meng-upload gambar sesuka hati mereka. Dari situlah muncul ide orang untuk membuka lapak atau berjualan di dalam aplikasi tersebut. Jual beli makin mudah, hanya melakukan order atau pemesanan melalui kontak yang sudah disediakan oleh penjual yang telah dicantumkan

2 di biodata toko penjual. Setelah itu pembeli melakukan transaksi pembayaran via bank dengan cara mentransfer pembayaran ke nomor rekening penjual. Setelah penjual menerima pembayaran, penjual langsung mengirim barang pesanan pembeli ke alamat pembeli. Dengan semudah itu transaksi jual beli bisa dilakukan saat ini. Tanpa perlu keluar rumah, atau tanpa perlu ke pasar pembeli bisa memilih barang yang diinginkan dengan melihat gambar-gambar yang sudah disediakan. Karena kemudahan inilah pembeli dan penjual banyak yang menggunakan aplikasi untuk membeli sesuatu. Karena para penjual juga merasa kalau membeli barang dengan online via aplikasi, barang yang disediakan lebih beragam, lebih update, lebih bagus dibanding yang ada di pasaran. Tapi tidak semuanya kualitas barang online bagus dan sesuai dengan gambar atau keterangan yang dicantumkan. Banyak juga barang yang sudah sampai di alamat pembeli ada cacat atau rusak. Karena itu pembeli juga harus jeli untuk memilih barang yang kualitasnya baik saat membeli secara online. Tapi banyak juga pembeli yang menyediakan pengembalian barang jika ada cacat pada barang saat barang sampai di alamat tujuan. Pengembalian atau pertukaran barang yang cacat dengan barang baru itu dinamakan retur. Tetapi tidak semuanya menerima barang retur. Penulis menemukan salah satu toko online bernama #tashaproject yang menjual Fashion Hijab mulai dari jilbab sampai pakaian muslim untuk remaja wanita yang dimana semua barangnya homemade buatan sendiri

3 dengan menjahit sendiri yang dilakukan oleh penjual dengan beberapa karyawannya. Dari sebelum melakukan transaksi pembayaran, pihak penjual #tashaproject sudah menginformasikan kepada calon pembeli, jika ada cacat barang dengan hasil produksi barang kami. Silahkan melakukan retur dengan CS (Customer Service) kami. Nanti akan kami ganti dengan barang baru yang lebih baik. Itulah kutipan beberapa kalimat dari penjelasan bisa nelakukan retur yang dilakukan oleh pembeli dan penjual. Karena hal itu, banyak pembeli yang menjadi langganan bahkan reseller di #tashaproject. Karena menurut pembeli, di dunia jual beli online jarang ada penjual yang menerima komplain retur dari pembeli. Jadi para pembeli menilai kalau Tashaproject bertanggungjawab dengan penjualan produk mereka. Mereka melayani dengan baik para pembelinya dengan menunjukkan kualitas produk yang mereka jual. B. Perlindungan Konsumen Terhadap Pembeli/Konsumen dalam Undangundang Perlindungan Konsumen Perkembangan perekonomian yang pesat, telah menghasilkan beragam jenis dan variasi barang dan/atau jasa. Dengan dukungan teknologi dan informasi, perluasan ruang, gerak dan arus transaksi barang dan/atau jasa telah melintasi batas-batas wilayah negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai pilihan jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif.

4 Kondisi seperti ini, pada satu sisi menguntungkan konsumen, karena kebutuhan terhadap barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi dengan beragam pilihan. Namun pada sisi lain, fenomena tersebut menempatkan kedudukan konsumen terhadap produsen menjadi tidak seimbang, di mana konsumen berada pada posisi yang lemah. Karena konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besarnya melalui kiat promosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen. Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi produsen jelas sangat merugikan kepentingan rakyat. Pada umumnya produsen berlindung di balik standart contact atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni antara konsumen dan produsen, ataupun melalui informasi semu yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. Hal tersebut bukan menjadi gejala regional saja, tetapi sudah menjadi persoalan global yang melanda seluruh konsumen di dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan satu cabang baru ilmu hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen. 1 Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Lebih-lebih jika produk yang dihasilkan oleh produsen merupakan jenis produk yang terbatas, produsen dapat 1 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Kencana, 2013),1.

5 menyalahgunakan posisinya yang monopolistis tersebut. Hal itu tentu saja akan merugikan konsumen. Hubungan hukum antara produsen dan konsumen memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi. 2 Hubungan hukum antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan telah terjadi sejak proses produksi, distribusi, pemasaran, dan penawaran. 3 Di Indonesia, untuk melindungi kepentingan konsumen dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan pengaturan hak-hak konsumen melalui undang-undang. Pembentukan undang-undang tersebut merupakan bagian dari implementasi sebagai negara kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 di samping sebagai konstitusi politik juga dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi yang mengandung ide negara kesejahteraan. Karena sesungguhnya perlindungan konsumen adalah bagian dari perlindungan hak asasi manusia (HAM). Bahwa ruang lingkup konsep HAM tidak hanya dalam konteks hubungan antara rakyat dan negara, namun lebih luas lagi HAM perspektif hubungan antarmasyarakat, yakni hubungan antara produsen dan konsumen. Dalam hal ini, produsen mengakui eksistensi konsumen sebagai manusia dan makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki hak-hak universal dan patut memperoleh apresiasi secara positif. Dalam Islam, pengaturan tentang konsumen mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah SWT. setiap pergerakannya dalam mengonsumsi 2 Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jakarta, 1996),23. 3 Baru Swastia, Manajemen Modern, (Yogyakarta: Liberty, 1997),25.

6 barang dan/atau jasa adalah manifestasi zikir atas nama Allah. Batasanbatasan yang diberikan Islam kepada konsumen untuk tidak mengonsumsi barang dan/atau jasa yang haram, agar konsumen selamat baik di dunia maupun di akhirat. Konsumen dalam ekonomi Islam tidak semata-mata hanya untuk mengonsumsi kebendaan yang didasarkan pada rasionalisme semata, tetapi juga konsumen untuk kerohanian, sosial, dan lingkungan. 4 Allah SWT memerintahkan kepada umatnya, dalam hal ini konsumen, untuk mengonsumsi makanan yang baik, halal dan bermanfaat bagi manusia, juga memanfaatkan segala anugerah-nya sebagai wujud ketaatan kepada-nya. Produsen dalam Islam berkaitan erat dengan pekerjaan, yaitu suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan mengeluarkan seluruh potensinya untuk mencapai tujuan tertentu. Karena produksi terkait dengan proses memberi nilai tambah bagi manusia, maka produksi yang dilakukan harus berdasarkan amal kebaikan. Oleh karena itu, produksi dalam ekonomi Islam tidak sekadar untuk meningkatkan material saja dengan tujuan duniawi, tetapi juga untuk meningkatkan moral sebagai sarana untuk mencapai tujuan ukhrawi. 5 Islam tidak mengatur hak-hak konsumen secara berurutan sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun Islam melindungi hak-hak konsumen dari perbuatan curang dan informasi yang 4 Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),16. 5 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995),36.

7 menyesatkan, serta memberikan hak atas keselamatan dan kesehatan, hak untuk memilih, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, hak untuk mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa, dan hak untuk mendapatkan ganti rugi. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 6 Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut. Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu: 7 1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati. 2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen. Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat. 6 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 7 Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993),152.

8 Hal ini terkait dengan Pasal 64 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi: Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undangundang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undangundang ini. 8 C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha Perspektif Undang- Undang Perlindungan Konsumen Indonesia melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut: 9 1. Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. 2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. 4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakannya. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. 8 Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 9 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

9 7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif. 8. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Selain memperoleh hak-hak tersebut, konsumen juga memiliki kewajiban untuk: 10 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatn barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban pelaku usaha antara lain: 11 1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 10 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 11 Pasal 7 Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

10 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan. 6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 7. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Secara bersamaan, pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang harus dilindungi. Hak-hak pelaku usaha ini juga merupakan bagian dari kewajiban konsumen, yaitu: 12 1. Hak untuk menerima pembayarn yang sesuai dengan kesepakatan yang mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindsn konsumen yang beritikad tidak baik. 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. 12 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

11 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan larangan-larangan bagi pelaku usaha yang berujung pada kerugian konsumen. Pelanggaran terhadap laranganlarangan tersebut merupakan tindak pidana. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: 13 1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. 3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. 4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. 13 Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

12 5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. 6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. 7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. 8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label. 9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat. 10. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. 14 Pelaku usaha juga dilarang untuk memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, 14 Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

13 dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. 15 Maka, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya fari peredaran. 16 Pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: 17 1. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu. 2. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru. 3. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori tertentu. 4. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi. 5. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia. 6. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi. 7. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu. 8. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu. 15 Pasal 8 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 16 Pasal 8 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 17 Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

14 9. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain. 10. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap. 11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: 18 1. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa. 2. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa. 3. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa. 4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan. 5. Bahaya penggunan barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan: 19 1. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu. 2. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi. 18 Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 19 Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

15 3. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain. 4. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain. 5. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain. 6. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan. 20 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan /atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan. 21 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberiah hadiah berupa barang dan/atau jasa lain. 22 20 Pasal 12 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 21 Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 22 Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

16 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk: 23 1. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan. 2. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa. 3. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan. 4. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. 24 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk: 25 1. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan. 2. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: 26 1. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa. 2. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa. 3. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa, 23 Pasal 14 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 24 Pasal 15 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 25 Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 26 Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

17 4. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa. 5. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan. 6. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.