BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pengertian Perlindungan Hukum Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan hal tersebut, hukum harus mampu mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan sekecil-kecilnya. Perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan lain pihak. Dalam penelitian hukum ini peneliti mengacu pada tokoh aliran hukum Roberto Mangabeira Unger. Menurut Khudzaifah Dimyati (2005: 79) mengatakan bahwa tema pokok gagasan Roberto Mangabeira Unger terletak pada pendapat bahwa perkembangan rule of law yang merupakan hukum yang terikat pada norma-norma hukum umum dan otonom, hanya mungkin terjadi bila kelompok-kelompok dalam masyarakat saling bersaing untuk mengendalikan sistem hukum dan apabila ada standar-standar universal yang akan dapat mengesahkan hukum negara. Perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi yang salah satunya adalah perlindungan hukum. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), ditemukan adanya perlindungan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali, untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Ada beberapa pendapat dari para ahli yang dapat kita kutip sebagai suatu pedoman mengenai perlindungan hukum, yaitu : commit to user 10

2 11 Menurut Satjipto Rahardjo (2003: 121), perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan sesorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Menurut Muchsin (2003: 14), perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia. Menurut Hetty Hasanah (2004: 1), perlindungan hukum yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum. Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman. Kesimpulan dari hal tersebut di atas, bahwa perlindungan hukum dalam arti sempit adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, serta dalam bentuk yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu ketenteraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat sehingga tercipta keselarasan dan keseimbangan hidup masyarakat. Sementara ini perlindungan hukum dalam arti luas adalah tidak hanya diberikan kepada seluruh makhluk hidup maupun segala ciptaan Tuhan dan dimanfaatkan bersama-sama dalam rangka kehidupan yang adil dan damai. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, maka commit sistem to perlindungan user hukum yang dianut harus

3 12 berpijak pada dasar Negara Pancasila, yaitu tidak hanya melihat hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subjeksubjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Menurut Muchsin (2003: 26) perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan kepada pelaku usaha dalam melakukan kewajibannya. 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa tanggung jawab perusahaan, denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau pelaku usaha melakukan pelanggaran. Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum (Shidarta, 2004: 112). 2. Perlindungan Konsumen Pengertian konsumen menurut Abdul Halim Barkatullah (2010: 30) adalah pemakai, pengguna dan atau pemanfaatan barang dan atau jasa untuk tujuan tertentu. Sementara ini pengertian konsumen menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan pengertian di atas, subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus commit sebagai to user pemakai barang dan jasa. Istilah

4 13 orang sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut naturlijke person atau termasuk juga badan hukum (rechts person). Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri (Janus Sidabolok, 2000: 17). Perlindungan konsumen merupakan perlindungan dalam arti hukum yang diberikan kepada konsumen (mereka yang melakukan kontrak selain untuk tujuan bisnis untuk mendapatkan barang dan jasa dari mereka yang menyediakannya untuk tujuan bisnis). Perlindungan konsumen merupakan suatu kebijakan hukum pada saat ini untuk melindungi konsumen terhadap ketentuan-ketentuan di dalam kontrak yang tidak adil. Secara khususnya, konsumen dilindungi dari ketentuan-ketentuan yang mengecualikan atau membatasi tanggung jawab penjual secara tidak langsung atau dimilikinya hak menjual barang-barang tersebut (oleh penjual), apakah barang-barang tersebut sesuai dengan gambaran atau contoh, dan memiliki kualitas yang layak untuk diperdagangkan sesuai dengan tujuan utamanya. Pengertian Perlindungan Konsumen terdapat dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan: Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan penjelasan mengenai apa saja yang menjadi hak-hak konsumen yang tercantum dalam Pasal 4, yaitu : 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; commit to user

5 14 2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Suatu hubungan hukum akan menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Sebelum konsumen mengajukan tuntutan terhadap hakhaknya, sebaiknya konsumen melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Kewajiban konsumen yaitu untuk membayar harga barang dan/atau jasa yang telah dibelinya dalam setiap transaksi sesuai dengan kesepakatan antara konsumen dengan produsen atau pengusaha. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan apa saja yang menjadi kewajiban konsumen, yaitu : 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. commit to user

6 15 3. Tinjauan Tentang Hak dan Kewajiban Pengembang (Developer) a. Pengertian Pengembang atau Developer Developer atau sering disebut dengan pengembang adalah perusahaan yang menjalankan bisnisnya untuk membangun sebuah kawasan dengan penataan infrastruktur dan fasilitas yang terdesain dengan baik, melalui analisis desain yang memperhatikan pengembangan ruang terbuka, fasilitas umum, sarana dan prasarana, sistem transportasi, serta perencanaan pertumbuhan kawasan dikemudian hari. Tujuan umum pengembang adalah menyiapkan sebuah hunian atau produk kelompok bangunan yang siap untuk digunakan baik sebagai hunian, bisnis atau kavling-kavling yang intinya dapat menarik minat para konsumen, bahkan beberapa pengembang memberi jasanya hingga memfasilitasi urusan perijinan dan urusan jual beli, serta melakukan kerjasama dengan bank pemberi kredit agar konsumennya mudah mendapatkan kredit. Berbagai macam tematik atau konsep yang ditawarkan oleh pengembang mengikuti pasar yang ada dan trend desain yang sedang populer saat ini, beberapa pengembang sangat berkomitmen dengan tematik desain, tetapi ada pula yang kosepnya hanya ikut-ikutan saja, sehingga hasil akhirnya tidak optimal, hanya mementingkan maksmalitas areal yang dapat dijual tidak lagi mempedulikan ruang terbuka publik yang cukup, sarana dan prasarana yang memadai, tadangan air hujan dan sebagainya yang tidak memiliki nilai jual langsung. Pengembang dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha, di mana menurut Pasal 1 angka 3 yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pengertian pengembang telah memenuhi syarat sebagai pelaku usaha, sehingga pengembang perumahan juga harus tunduk terhadap UUPK. commit to user

7 16 b. Hak dan Kewajiban Pengembang Hak pelaku usaha, yang dalam hal ini adalah pengembang, menurut Pasal 6 UUPK yaitu sebagai berikut. 1). Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 2). Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 3). Hak untuk melakukan rehabilitasi nama baik sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. 4). Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 5). Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha, yang dalam hal ini adalah pengembang, menurut Pasal 7 UUPK yaitu sebagai berikut. 1). Beritikad baik dalam melakukan kegitan usahanya. 2). Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. 3). Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 4). Menjamin mutu barang dan/jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. 5). Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan. 6). Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima atau commit dimanfaatkan to user tidak sesuai dengan perjanjian.

8 17 4. Tinjauan Tentang Hukum Perumahan a. Pengaturan dan Pengertian Perumahan Dalam hukum positif Indonesia, perumahan diatur secara khusus oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman). Sedangkan Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman). Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman). Dalam suatu perumahan harus dilengkapi dengan sarana, prasarana lingkungan, dan utilitas umum yang memadai. Menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perumahan dan Permukiman : Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman adalah : 1). Jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk menciptakan ruang dan bangunan yang teratur; 2). Jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan; commit to user

9 18 3). Jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) dan pencegahan banjir setempat. Dalam keadaan tidak terdapat air tanah sebagai sumber air bersih, jaringan air bersih merupakan sarana dasar. Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, menyatakan bahwa: Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.. Fasilitas penunjang dimaksud dapat meliputi aspek ekonomi yang antara lain, berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang meliputi aspek social budaya, antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olahraga, pemakaman, dan pertamanan. Sedangkan yang dimaksud dengan Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian (Pasal 1 angka 23 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman). Utilitas umum meliputi antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran. c. Asas dan Tujuan Penataan Perumahan dan Permukiman Penataan perumahan dan permukiman berdasarkan pada asas kesejahteraan; keadilan dan pemerataan; kenasionalan; keefisienan dan kemanfaatan; keterjangkauan dan kemudahan; kemandirian dan kebersamaan; kemitraan; keserasian dan keseimbangan; keterpaduan; kesehatan; kelestarian dan keberlanjutan; dan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman). Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, asas penataan perumahan dan permukiman dapat dijelaskan sebagi berikut : 1) Asas kesejahteraan Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga commit dapat to user melaksanakan fungsi sosialnya

10 19 2) Asas keadilan dan pemerataan Yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat. 3) Asas kenasionalan Yang dimaksud dengan asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional. 4) Asas keterjangkauan dan kemudahan Yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR. 5) Asas keefisienan dan kemanfaatan Yang dimaksud dengan asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. 6) Asas kemandirian dan kebersamaan Yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antarpemangku kepentingan. 7) Asas kemitraan Yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung. commit to user

11 20 8) Asas keserasian dan keseimbangan Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang. 9) Asas keterpaduan Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. 10) Asas kesehatan Yang dimaksud dengan asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat. 11) Asas kelestarian dan keberlanjutan Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan. 12) Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan Yang dimaksud dengan asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia. 13) Asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan Yang dimaksud dengan asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan landasan agar commit pengelolaan to user dan pemanfaatan rumah susun

12 21 dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif. Penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk : 1). Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka penungkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. 2). Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. 3). Memberikan arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional. 4). Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang lainnya (Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman). d. Pembangunan Perumahan Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang menyeluruh, dan terpadu yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait serta rencana, program dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman. Penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan dengan : 1). Penggunaan tanah yang langsung dikuasai negara. 2). Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah. 3). Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur (Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman). commit to user

13 22 Menurut Pasal 26 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, bahwa setiap orang atau badan hukum yang membangun rumah atau perumahan wajib : a) Mengikuti persyaratan : (1) Teknis, berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan keandalan sarana serta prasarana lingkungan. (2) Ekologis, berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya yang perlu dilestarikan. (3) Administratif berkaitan dengan pemberian izin usaha, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan serta pemberian hak atas tanah. b) Melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana pemantauan lingkungan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dampak negatif yang terjadi selama pelaksanaan pembangunan rumah atau perumahan. c) Melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan. Hal ini bertujuan untuk dapat mengambil tindakan koreksi bila terjadi dampak negatif dari pembangunan rumah atau perumahan. 5. Tinjauan Tentang Periklanan (Promosi) Dalam bahasa Inggris, iklan disebut sebagai advertising, dan dalam bahasa Latin disebut advertere yang artinya mengalihkan perhatian. Sehingga advertising dapatlah diartikan sebagai sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian audience terhadap sesuatu. Fred Danzig seorang editor Advertising Age pernah mengatakan bahwa iklan dapat membuat konsumen membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan atau diinginkan, bahkan si konsumen tersebut rela membayar dengan harga yang lebih mahal (Taufik H. Simatupang, 2004: 4). Dalam menawarkan perumahannya, pengembang melakukan kegiatan promosi melalui periklanan. Tujuan periklanan adalah untuk membujuk atau mempengaruhi konsumen untuk melakukan sesuatu, yang dalam hal ini adalah membeli perumahan yang ditawarkan oleh pengembang. Iklan diidentikkan dengan kata promosi sebagai suatu kegiatan pengenalan dan penyebarluasan informasi untuk menarik minat commit beli to konsumen. user Apabila dianalisis, definisi

14 23 tersebut lebih menekankan pada pengenalan informasi untuk menarik minat beli konsumen. Secara de facto pemahaman terhadap definisi tersebut seringkali ditafsirkan pelaku usaha menjadi semacam alat, dengan menghalalkan muatan informasi apa saja, semata-mata untuk menggugah konsumen membeli. Tanpa disadari bahwa secara hukum ada informasi-informasi yang dilarang, meskipun menurut pertimbangan teknis pemasaran (marketing) sangat mungkin menggugah konsumen untuk membeli (Taufik H. Simatupang, 2004: 21). Pengertian promosi menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. Sarana promosi dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis (lesan). Promosi secara tertulis dapat melalui media elektronik maupun media cetak, sedangkan promosi secara tidak tertulis dapat dilakukan dengan cara dari mulut ke mulut seperti yang dilakukan sales yang mengunjungi dari rumah ke rumah. Salah satu sarana promosi perumahan melalui media cetak adalah dengan mempergunakan brosur. Melalui brosur, konsumen dapat melihat informasi mengenai perumahan yang ditawarkan pengembang, walaupun informasi tersebut belum lengkap. Dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, dikatakan bahwa periklanan merupakan salah satu sarana pemasaran dan sarana penerangan, yang memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Sehubungan dengan itu : a) Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. b) Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat, agama, tata susila, adat, budaya, suku, dan golongan. c) Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat. (Taufik H. Simatupang, 2004: 42). 6. Tinjauan Tentang Hak Konsumen Atas Informasi Pelaku Usaha Informasi dari pelaku usaha mengenai barang dan/atau jasa merupakan hal penting bagi konsumen. Melalui informasi tersebut konsumen dapat mempergunakan hak pilihnya secara commit benar. to user Hak untuk memilih merupakan hak

15 24 dasar yang tidak dapat dihapuskan oleh siapa pun. Dengan mempergunakan hak pilihnya, konsumen dapat menentukan cocok atau tidak cocoknya barang dan/atau jasa yang ditawarkan tersebut dengan kebutuhan masing-masing konsumen. Pelaku usaha melakukan berbagai cara untuk menawarkan barang dan/atau jasa produksinya. Dalam melakukan penawaran barang dan/atau jasanya, pelaku usaha harus memberikan informasi yang sebenar-benarnya. Pelaku usaha seharusnya tidak hanya memberikan informasi mengenai kelebihan dari barang dan/atau jasa tersebut, namun termasuk pula kekurangan yang masih ada pada barang dan/atau jasa tersebut. Tidak jarang informasi yang terdapat dalam penawaran yang diberikan oleh pelaku usaha terlalu berlebihan, sehingga informasi yang disampaikan tersebut menyesatkan (misleading information) atau tidak benar. Akibatnya, banyak konsumen yang merasa dirugikan atas itikad buruk pelaku usaha atas penawarannya. Dampak yang paling nyata banyak terjadi akibat dari ketidaksesuaian imformasi penawaran dengan realita adalah terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, pihak konsumen akan semakin dirugikan, di mana konsumen yang sering dirugikan adalah mayoritas berasal dari golongan ekonomi menengah. Dengan adanya pemberian informasi yang tidak benar dan menyesatkan dari pelaku usaha, maka UUPK mengatur mengenai system penawaran, promosi, atau pengiklanan barang dan/atau jasa. Pengaturan sistem penawaran, promosi atau pengiklanan barang dan/atau jasa dalam UUPK berbentuk perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Larangan perbuatan tersebut diatur dalam Bab IV UUPK yang terdiri dari 10 pasal, dimulai dengan Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Pasal 8 UUPK merupakan ketentuan yang berlaku secara umum bagipelaku usaha. Larangan tersebut meliputi. 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/jasa yang: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. commit to user

16 25 b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau neto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan.jasa tersebut. g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut. h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label. i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat. j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. 3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. commit to user

17 26 4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 UUPK tersebut dapat dibagi dalam 2 (dua) larangan pokok, yaitu: 1. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen. 2. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, tidak akurat, dan menyesatkan konsumen. Pasal 9 UUPK melarang setiap pelaku usaha untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan maupun memperdagangkan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: 1. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu. 2. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru. 3. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu. 4. barang dan/jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi. 5. barang dan/atau jasa tersebut tersedia. 6. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi. 7. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu. 8. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/jasa lain. 9. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lengkap. 10. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Dalam Pasal 10 UUPK, pelaku usaha yang menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: commit to user

18 27 1. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa 2. kegunaan suatu barang dan/atau jasa 3. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa 4. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan 5. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa Tampaknya, apa yang dirumuskan dalam Pasal 10 UUPK tersebut berkaitan dengan adanya fakta material dalam suatu iklan, di mana pernyataan menyesatkan mengenai harga, kegunaan, kondisi, tanggungan, jaminan, tawaran potongan harga, hadiah, maupun bahaya penggunaan barang dan/atau jasa dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih atau membeli produk yang diiklankan. Dalam praktek bisnis kerap timbul pernyataan palsu yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang sebenarnya, yang menyesatkan atau suatu produk yang dijual atau iklan yang membohongi konsumen dengan cara mengungkapkan halhal yang tidak benar, serta mempergunakan opini subyektif yang berlebihan tanpa didukung fakta (Dedi Harianto dalam Jurnal Equality, Volume 13 Nomor 1: 2008) Selanjutnya ketentuan Pasal 11 UUPK, mengatur pelaku usaha yang menjual melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan: 1. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu. 2. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi. 3. tidak berniat menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain. 4. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual yang lain. 5. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain. 6. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral. commit to user

19 28 Pasal 12 UUPK berhubungan dengan larangan yang dikenakan bagi pelaku usaha yang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam suatu waktu dan dalam jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut sesungguhnya tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan tersebut. Ketentuan Pasal 13 UUPK melarang pelaku usaha untuk menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan: 1. suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya. 2. obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain. Pasal 13 ayat (2) UUPK juga bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen agar harga jenis barang da/atau jasa yang ditawarkan tetap dapat terjangkau oleh konsumen. Dalam hal ini disadari adanya pemberian hadiah secara otomatis ikut menaikkan harga barang dan/atau jasa yang dimaksud. Pasal 14 UUPK melarang pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk keperluan diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, yang meliputi: 1. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan. 2. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa. 3. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan. 4. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. Untuk Pasal 15 UUPK mengatur larangan pelaku usaha yang menawarkan barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Selanjutnya Pasal 16 UUPK melarang pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan apabila: commit to user

20 29 1. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan. 2. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Pasal 17 UUPK secara khusus memberlakukan larangan bagi pelaku usaha periklanan untuk memproduksi iklan yang: 1. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa. 2. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa. 3. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa. 4. `tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa. 5. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan. 6. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Pasal 17 merupakan pasal yang secara khusus ditujukan pada perilaku pelaku usaha periklanan yang mengelabui konsumen melalui iklan yang diproduksinya. Mengelabui konsumen melalui iklan dapat terjadi dalam bentuk pernyataan yang salah, pernyataan yang menyesatkan, dan iklan yang berlebihan. Iklan sebagai salah satu bentuk informasi, merupakan alat bagi produsen untuk memperkenalkan produknya kepada masyarakat agar dapat mempengaruhi kecenderungan masyarakat untuk mempergunakan atau mengonsumsi produknya. Demikian pula sebaliknya, masyarakat akan memperoleh gambaran mengenai produk yang dipasarkan melalui iklan. Namun masalahnya adalah iklan tersebut tidak selamanya memberikan informasi yang benar atau lengkap mengenai suatu produk, sehingga konsumen dapat saja menjatuhkan pilihan terhadap suatu produk tertentu berdasarkan informasi yang tidak lengkap tersebut. Secara umum informasi yang disampaikan kepada konsumen dengan cara merepresentasikan suatu produk dengan berbagai cara melalui media massa, namun dalam pelaksanaannya commit kadang to terjadi user misrepresentasi. Misrepresentasi

21 30 merupakan pernyataan tidak benar yang dilakukan oleh suatu pihak untuk membujuk pihak lain dalam suatu perjanjian. Dengan demikian, masalah dasar dari misrepresentasi adalah dampak dari suatu pernyataan yang disampaikan sebelum terjadinya perjanjian (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 106). UUPK memang tidak mengatur secara khusus bagaimana system penawaran yang harus ditaati oleh pelaku usaha. Namun, dengan adanya larangan-larangan yang diatur UUPK dalam penawaran, promosi maupun periklanan dapat dijadikan sebagai acuan bagi pelaku usaha untuk tidak memberikan informasi yang dapat menyesatkan konsumen. Untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen dari tindakan tidak baik pelaku usaha, UUPK mengatur mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut tercantum dalam Bab XIII Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 UUPK, namun terhadap pelanggaran Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK hanya dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 62 dan Pasal 63 UUPK. Rumusan Pasal 62 UUPK menentukan bahwa pelaku usaha dan/atau pengurusnya yang melakukan pelanggaran terhadap: 1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam: a Pasal 8, mengenai barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. b Pasal 9 dan Pasal 10, mengenai informasi yang tidak benar. c Pasal 13 ayat (2), mengenai penawaran obat-obatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan. d Pasal 15, mengenai penawaran barang secara paksaan (fisik). e Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e mengenai iklan yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan atau menyesatkan. f Pasal 17 ayat (2), mengenai peredaran iklan yang dilarang. Dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidanan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda sebanyak Rp ,00 (dua milyar rupiah). 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam: a. Pasal 11, mengenai penjualan commit secara to user obral atau lelang.

22 31 b. Pasal 12, mengenai penawaran dengan tarif khusus. c. Pasal 13 ayat (1), mengenai pemberian hadiah secara cuma-cuma. d. Pasal 14, mengenai penawaran dengan memberikan hadiah melalui undian. e. Pasal 16, mengenai penawaran melalui pesanan. f. Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f mengenai produksi iklan yang bertentangan dengan etika, kesusilaan, dan ketentuan hukum yang berlaku. Dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian, maka akan diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku secara umum. Sanksi-sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berdasarkan Pasal 63 UUPK berupa: 1. Perampasan barang tertentu. 2. Pengumuman keputusan hakim. 3. Pembayaran ganti rugi. 4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen. 5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran. 6. Pencabutan izin usaha. Adanya pengaturan dalam UUPK mengenai sistem penawaran, promosi, maupun pengiklanan yang harus ditaati oleh pelaku usaha beserta sanksisanksinya apabila terjadi pelanggaran, sudah dapat mewujudkan hak konsumen atas informasi dari pelaku usaha. Hal ini dapat dilihat dari adanya batasanbatasan atau larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam melakukan penawaran, promosi, maupun pengiklanan seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut diantaranya adalah mengenai manfaat kegunaan barang dan/atau jasa, efek samping atas penggunaan barang dan/atau jasa, tanggal kadaluwarsa, kualitas barang dan/atau jasa, serta kondisi barang dan/atau jasa. Informasi commit to tersebut user dapat disampaikan baik secara

23 32 lisan maupun tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada label yang melekat pada kemasan produk, maupun melalui iklan-iklan yang disampaikan oleh pelaku usaha, baik melalui media cetak maupun media elektronik. B. Kerangka Pemikiran Promosi yang Dijanjikan Oleh Pengembang Atau Developer Di Wilayah Karisidenan Surakarta Peraturan Perundang-undangan: - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman. Fakta Hukum : - Konsumen mendapatkan perlindungan hukum atau belum atas promosi yang dilakukan oleh Developer atas jaminan kualitas rumah yang ditawarkan - Upaya Hukum Konsumen Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan Bagan : Kebutuhan manusia akan papan (rumah) merupakan kebutuhan pokok (primer) yang sangat penting dan harus dipenuhi. Hal ini dikarenakan rumah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia yaitu sebagai tempat tinggal, tempat membina keluarga, dan tempat untuk melindungi keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan rumah (perumahan) commit to tersebut, user masyarakat membeli perumahan

24 33 melalui pengembang (developer) perumahan. Berbagai penawaran dilakukan oleh pengembang untuk mempromosikan dan memasarkan produk-produknya. Salah satunya dengan mempergunakan sarana iklan atau brosur sebagai sarana mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat dan/atau dipasarkan oleh pengembang kepada konsumennya. Kepercayaan masyarakat seringkali disalahgunakan oleh pengembang. Dalam melakukan penawaran perumahan tidak jarang informasi yang diberikan oleh pengembang tidak sesuai realisasinya, sehingga informasi yang disampaikan tersebut tidak benar dan tidak jujur. Salah satu informasi dari pengembang yang tidak sesuai dengan realisasinya adalah informasi mengenai kualitas bangunan, dimana realisasi kualitas bangunan yang dilaksanakan adalah tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Hal ini juga terjadi atas konsumen perumahan di wilayah Surakarta. Brosur penawaran perumahan dari developer tercantum mengenai informasi spesifikasi bangunan, namun informasi tersebut tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen. Akibat kualitas bangunan di bawah Standar Nasional Indonesia tersebut, konsumen perumahan dapat melakukan upaya hukum. Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat diimplementasikan untuk meneliti mengenai ketidaksesuaian realisasi kualitas bangunan perumahan dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen, yaitu: 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman. 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain peraturan perundang-undangan tersebut, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dapat juga digunakan untuk meneliti apakah kualitas bangunan perumahan yang ditawarkan oleh developer sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Dari berbagai aturan hukum tersebut, dapat diketahui ada atau tidak perlindungan hukum bagi konsumen atas informasi kualitas bangunan yang ditawarkan oleh developer, jika informasi tersebut tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. commit to user

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] Bagian Kedua Sanksi Pidana Pasal 61 Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pasal

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA A. Hak Dan Kewajiban Konsumen 1. Hak-Hak Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah : 1. Hak atas kenyamanan,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Perdagangan bebas berakibat meluasnya peredaran barang dan/ jasa yang dapat

Lebih terperinci

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN Disusun oleh: Subagyo Surabaya, Oktober 2010 Diperbolehkan memperbanyak buku panduan ini tanpa seizin penulis hanya untuk kepentingan nonkomersiil

Lebih terperinci

BAB III. A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang

BAB III. A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang 1 BAB III HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM #tashaproject A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen. BAB III KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Konsumen Kata konsumen merupakan istilah yang biasa digunakan masyarakat untuk orang yang mengonsumsi atau memanfaatkan suatu barang atau jasa. Selain itu sebagian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. a. bahwa dalam pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

Perlindungan hukum bagi konsumen perumahan griya kurnia indah atas informasi kualitas bangunan oleh pengembang PT Putra Pratama

Perlindungan hukum bagi konsumen perumahan griya kurnia indah atas informasi kualitas bangunan oleh pengembang PT Putra Pratama Perlindungan hukum bagi konsumen perumahan griya kurnia indah atas informasi kualitas bangunan oleh pengembang PT Putra Pratama Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB III IKLAN PANCINGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Perlindungan Konsumen. Akan tetapi dalam Undang-undang Republik

BAB III IKLAN PANCINGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Perlindungan Konsumen. Akan tetapi dalam Undang-undang Republik BAB III IKLAN PANCINGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Iklan Pancingan Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, seiring

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran Konsumen, menurut Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1 tentang Perlindungan Konsumen, diartikan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 9 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian dan Batasan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam memberikan pengertian dan batasan hukum perlindungan konsumen, terdapat beberapa

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Konsumen 1. Pengertian Konsumen Menurut Sri Handayani (2012: 2) konsumen (sebagai alih bahasa dari consumen), secara harfiah berarti" seseorang yang membeli barang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DASAR HUKUM 1. UU NO.8/99 Ttg Perlindungan Konsumen 2. UU NO.2/81 Ttg Metrologi Legal 3. UU NO.2/66 Ttg Hygiene 4. UU NO.23/92 Ttg Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Hukum Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MENIMBANG : a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012 BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012 2.1 Arti Penting Pelabelan Pada Produk Rokok Pencantuman label dalam suatu produk sangatlah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Perlindungan konsumen sebelum terbentuknya undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

ANALISIS KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Supriyanta Dosen Fak. Hukum UNISRI Surakarta

ANALISIS KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Supriyanta Dosen Fak. Hukum UNISRI Surakarta ANALISIS KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Supriyanta Dosen Fak. Hukum UNISRI Surakarta superprian@gmail.com ABSTRAK Hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Lampiran I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN PERIKLANAN SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN PERIKLANAN SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN PERIKLANAN SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : I Dewa Gede Arie Kusumaningrat I Wayan Parsa Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : Menetapkan :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen adalah setiap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG,

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, SALINAN WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga. Pokok Bahasan Konsep Sanitasi Lingkungan Proses pengelolaan air minum; Proses pengelolaan air limbah; Proses pengelolaan persampahan perkotaan; Konsep dasar analisis system informasi geografis (GIS) untuk

Lebih terperinci

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Aspek Hukum Perjanjian 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen Perlindungan Hukum tercipta karena adanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, transaksi melalui internet sudah dikenal sejak tahun 1996. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan

Lebih terperinci

ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PROMOSI BARANG DALAM PERDAGANGAN 1 Oleh: Steven Kanter Posumah 2

ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PROMOSI BARANG DALAM PERDAGANGAN 1 Oleh: Steven Kanter Posumah 2 ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PROMOSI BARANG DALAM PERDAGANGAN 1 Oleh: Steven Kanter Posumah 2 A B S T R A K Tujuan dilakukanm penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentukbentuk perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/5/2009 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENGAWASAN BARANG DAN/ATAU JASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Setelah melalui uraian teori dan analisis, maka dalam penelitian diperoleh

BAB IV PENUTUP. Setelah melalui uraian teori dan analisis, maka dalam penelitian diperoleh BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui uraian teori dan analisis, maka dalam penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Etika pelaku usaha yang tidak dibenarkan oleh Al-Qur an adalah adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari rumah, membaca surat kabar, melihat reklame, pamflet, menyetel radio,

BAB I PENDAHULUAN. dari rumah, membaca surat kabar, melihat reklame, pamflet, menyetel radio, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari tanpa sadar kita selalu digoda iklan. Sejak mulai berangkat dari rumah, membaca surat kabar, melihat reklame, pamflet, menyetel radio, televisi, sampai kembali

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Undang Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang : Perumahan dan Pemukiman

Undang Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang : Perumahan dan Pemukiman Undang Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang : Perumahan dan Pemukiman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 4 TAHUN 1992 (4/1992) Tanggal : 10 MARET 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/23; TLN NO. 3469 DENGAN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh No Aspek-aspek minimal Perda 1. Ketentuan Umum; Muatan 1. Daerah adalah Kabupaten/Kota... 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Penelitian tentang perlindungan konsumen terhadap periklanan diantaranya:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Penelitian tentang perlindungan konsumen terhadap periklanan diantaranya: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perlindungan konsumen terhadap periklanan diantaranya: 1. Tim Kompilasi Perlindungan Konsumen yang dipimpin oleh Dr.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman dalam

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KONTRAK DAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi.

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi. PERILAKU KONSUMEN Maya Dewi Savitri, MSi. PERTEMUAN 12 Perlindungan Konsumen MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 3 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = Melindungi seluruh bangsa sebagaimana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENGAWASAN BARANG DAN ATAU JASA YANG BEREDAR DI PASAR MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 PENERAPAN HUKUM TERHADAP LABEL DAN IKLAN PANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN 1 Oleh: Siti Nurzuhriyah Puasa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 4: Major national food regulation: Food Act (7/1996) Consumer Protection Act (8/1999) Food Labeling

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTATANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK REKONDISI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Hubungan Hukum antara Pelaku

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN. defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

BAB III TINJAUAN TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN. defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang BAB III TINJAUAN TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Perlindungan Konsumen Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1280, 2013 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PADA KAWASAN INDUSTRI, PERDAGANGAN,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

Lebih terperinci