BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase

dokumen-dokumen yang mirip
BABI PENDAHULUAN. Pada dasamya manusia merupakan individu yang beikembang. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

BABI PENDAHULUAN. menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

para1). BAB I PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN. menyambung nafkah dan ada pula yang ingin mengaktualisasikan diri. Kaum

Eni Yulianingsih F

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase

kemunduran fungsi-fungsi fisik, psikologis, serta sosial ekonomi (Syamsuddin, 2008, Mencapai Optimum Aging pada Lansia, para.1).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

Tabell.l. Usia Harapan Hidup Lansia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Era tahun 1960-an figur seorang model identik dengan bentuk tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organ reproduksi merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan

BABI PENDAHULUAN. Persahabatan merupakan hal yang bersifat universal yang dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Seperti yang telah diketahui bahwa rnenjelang abad ke 20, negara

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

Dalam sebuah siklus kehidupan, masa puber merupakan salah satu masa. yang tidak mudah untuk dilalui oleh individu. Masa puber dianggap sebagai masa

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan yang dijalani seorang individu mengalami

Perlahan tapi pasti segala yang ada di muka bumi ini semakin berkembang. semakin maju dan berkembang, yang menimbulkan adanya perubahan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I. yang pasti dihadapi dan harus dilalui dalam perjalanan hidup normal. seorang wanita dan suatu proses alamiah. Berdasarkan hasil studi

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khususnya bila menghadapi ketidakpastian dan ancaman dari luar dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern, bekerja merupakan suatu tuntutan yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BABI PENDAHULUAN. Dalam peri ode kehidupan seorang wanita, setelah melalui peri ode usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I A. Latar Belakang Masalah dewasa muda Tugas tugas pergembangannya Wanita Kebutuhan intimacy workaholic

Setiap fase kehidupan menuntut tugas-tugas perkembangan yang baru bagi. setiap individu, seperti pada masa dewasa awal yang merupakan waktu pertama

BABI. selama kebutuhan tlsiknya terpenuhi. Menurut Hurlock (1990: 259) memasuki. bulan pertama dan kedua barulah bayi bereaksi terhadap rangsang di

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BABI PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan salah satu aktivitas manus1a yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Manusia dilahirkan daiam keadaan yang tidak berdaya sarna sekaii. Sejak dilahirkan

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase dalam hidupnya. Salah satu fase yang hams dilalui adalah masa dewasa. Masa dewasa merupakan masa yang paling panjang dalam rentang kehidupan individu. Masa dewasa ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu masa dewasa awal (usia 18-40 tahun), masa dewasa madya (usia 40-60 tahun) dan masa dewasa akhir atau usia lanjut (usia 60 tahun keatas) (Hurlock, 2004: 246) Masa dewasa juga merupakan masa dimana individu mulai belajar untuk mandiri dan masa penyesuaian diri terhadap peran dan tugas barn sebagai individu yang lebih dewasa. Tugas perkembangan pada masa dewasa dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan juga mencakup pekerjaan, memilih pasangan atau ternan hidup, membentuk suatu keluarga kecil, menjalankan peran sebagai orangtua (mengasuh dan membesarkan anak) dan bergabung dengan kelompok so sial tertentu (Mappiare, 1983: 31 ). Seiring dengan perkembangan jaman, gaya hidup individu usia dewasa juga mengalami perubahan. Saat ini banyak individu yang berusia dewasa belum menikah, khususnya wanita. Hal ini terkait antara lain dengan adanya kebebasan bagi wanita untuk memutuskan menikah atau tidak (Tioso, 1997: 5). Hurlock (2004: 301) mengemukakan beberapa alasan lain yang dapat mendorong individu untuk melajang yaitu penampilan fisik yang kurang menarik, memiliki cacat fisik,

sering gagal dalam mencari pasangan, adanya kesempatan untuk berkarier, jarang mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan lawan jenis yang cocok dan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan pemikahan yang dialami oleh orang-orang terdekat (keluarga atau ternan). Alasan untuk hidup melajang di usia dewasa yang banyak diungkapkan oleh wanita dewasa yang tinggal di kota-kota besar khususnya adalah karier. Pada wanita yang sudah bekerja dan memiliki prestasi dalam pekerjaannya, keputusan untuk melajang atau menunda untuk menikah diambil agar mereka dapat memfokuskan diri untuk mengembangkan karier karena mereka menganggap jika sudah menikah maka konsentrasi mereka akan terbagi antara keluarga dan pekerjaan (Hurlock, 2004:300). Semakin tinggi jabatan yang dimiliki oleh individu maka tanggungjawab terhadap pekerjaannya tentu akan lebih besar dan waktu yang diluangkan juga lebih banyak, sehingga mereka tidak memiliki banyak waktu untuk menjalin hubungan dengan orang lain terutama dalam mencari pasangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2006:59-60) kepada wanita lajang yang bekerja didapatkan hasil bahwa alasan sebagian besar subjek masih melajang adalah karena belum menemukan pasangan yang sesuai dan adanya keinginan untuk meniti karier. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam menjalani masa lajangnya, subjek mengisi hari-harinya dengan mengikuti berbagai kegiatan seperti berolah raga, pelayanan di gereja, jalan-jalan. Demikian pula menurut Agung (Jawa Post, 2008, Jangan Pernah Turunkan Standar Hidup, h.34) ada tiga penyebab yang melatarbelakangi seorang wanita bel urn menikah. Yang pertama, karena melajang merupakan pilihan

hidupnya. Kedua, karena kemapanan sosial yang dimiliki oleh wanita tersebut, sebenamya ada keinginan untuk menikah tapi karena terlalu sibuk bekerja sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk menjalin hubungan yang serius dengan lawan jenis, selain itu faktor kemandirian wanita juga membuat mereka menetapkan standar yang tinggi bagi calon pasangannya. Menurut Hasibun (dalam Stefani, 2000:59) ada beberapa kendala yang banyak dialami oleh wanita yang memilih melajang dan tetap berkarier, antara lain adanya pandangan negatif dari masyarakat yang memandang wanita yang sudah dewasa tapi belum menikah sebagai wanita yang tidak laku atau perawan tua, munculnya peran ganda yang harus dijalankan apabila seorang wanita karier menikah (dimana seorang wanita dituntut untuk dapat menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus sebagai pekerja dengan baik). Santrock (dalam Dariyo, 2004:146) mengatakan pula bahwa dalam menjalani kehidupan melajang di usia dewasa, ada suka dan duka. Individu yang hidup melajang memiliki kebebasan yang penuh atas dirinya, bebas menjalin persahabatan baik dengan lawan jenis maupun dengan ternan sejenis, bebas melakukan apa saja, bisa fokus pada pekerjaan, dapat hidup mandiri dan tidak memiliki beban untuk mengurus rumah tangga. Namun ada saat-saat dimana individu yang hidup melajang merasa kesepian dan rindu untuk memiliki keluarga kecil, ingin memiliki seseorang untuk berbagi suka dan duka. Hidup melajang lama-kelamaan akan mendatangkan perasaan cemas, kesepian, kehilangan tujuan serta merasa bosan (Jawa Post, 2006, Kehidupan Perempuan Karier yang Memilih Lajang, Ingin Normal, Was-was, lalu Pasrah, h. 10).

Berikut ini pendapat seorang wanita mengenai kondisinya yang masih melajang di usia dewasa. Ketika ditanya mengenai statusnya yang masih lajang Soelistyawatie mengatakan bahwa ada kalanya orangtuanya menyuruhnya untuk menikah tetapi saat ini dia sangat menikmati kehidupannya sebagai seorang lajang, banyaknya aktivitas yang dilakukan membuatnya lupa akan kesendiriannya namun ada kalanya diajuga merasakan kesepian (Jawa Post, 2008, Kalau Tua Hidup di Panti Jompo, h. 47). Kecemasan atas status melajang biasanya muncul ketika seorang wanita memasuki usia dewasa (terutama memasuki usia 30 tahun) dan belum memiliki pasangan. Perasaan cemas ini akan semakin dirasakan oleh wanita tersebut apabila ada desakan atau tuntutan dari keluarga untuk segera menikah. Melajang di usia 35 tahun, membuat Fanny merasa gelisah karena sering mendapat pertanyaan dari ibunya tentang kapan dirinya akan menikah. Sebenamya Fanny juga ingin segera menikah namun belum ada laki-laki yang tepat untuknya, selain itu dia juga merasa cemas akan masa-masa setelah menikah nanti (PDPERSI online, 2007, Wanita Lajang di Kota Besar, Tuntutan Jaman ataukah Soal Kejiwaan.?, para 11-13). Hal serupa juga disampaikan oleh Santi, dia merasa belum siap untuk menikah saat ini karena takut kariemya akan berantakan setelah menikah (Jawa post online, 2007, Emerita Trian Arisanti, Enjoy Melajang Menjelang Usia 31 Tahun, para. 12&22). Walaupun memiliki pekerjaan dan karier yang baik namun ketiga wanita tersebut memiliki perasaan kurang nyaman dengan statusnya yang masih melajang di atas usia 30 tahun. Keresahan tersebut dirasakan karena adanya

tekanan atau tuntutan dari keluarga yang mempertanyakan kapan individu akan menikah. Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan peneliti tanggal 29 Mei 2008 pada dua orang wanita lajang yang merupakan anggota jemaat GPIB "Bahtera Hayat", didapatkan hasil serupa, yaitu ada perasaan cemas dengan status lajang, apalagi mengingat usia yang sudah memasuki usia 30 tahun. Perasaan cemas ini akan semakin kuat dirasakan ketika mereka harus menghadiri acara keluarga atau undangan pemikahan. Memikirkan statusnya yang masih melajang diusia 30 tahun ke atas membuat mereka susah tidur, kurang percaya diri, kurang bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa semakin bertambahnya umur maka standar dalam menentukan calon pasangan juga semakin tinggi, dimana hal ini juga dirasakan menjadi salah satu kendala dalam menentukan pasangan hidupnya. Gejala-gejala yang dialami oleh 2 orang wanita melajang di jemaat GPIB "Bahtera Hayat" tersebut, temyata juga dialami oleh 10 orang anggota jemaat lainnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di gereja tersebut. Menurut PPDGJ III (2002: 72) kecemasan disebabkan oleh adanya situasi atau objek yang sebenamya tidak membahayakan, namun objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam. Pada wanita-wanita lajang yang disebutkan di atas, keresahan yang dirasakan ini lama-kelamaan dapat menimbulkan perasaan cemas dalam diri individu tersebut. Perasaan cemas ini timbul karena adanya harapan sosial tuntutan pada salah satu tugas perkembangan dewasa awal yang belum terpenuhi, yaitu tugas untuk memilih pasangan hidup.

Mengingat bahwa kehidupan manusia merupakan satu kesatuan yang utuh, dimana perkembangan pada tahap sebelumnya merupakan dasar untuk tahap perkembangan berikutnya, maka apabila ada tugas perkembangan yang terhambat atau tidak berj alan dengan baik, tug as perkembangan mas a berikutnya tidak dapat berjalan dengan optimal. Demikian pula pada wanita lajang yang bekerja, hila kecemasan tersebut terns muncul dan dibiarkan maka dapat mengganggu penguasaan atas tugas perkembangan lainnya, misalnya dalam hal kecemasan yang mengganggu konsentrasi sehingga tidak dapat bekerja dengan maksimal. Dacey dan Fiore (2000: 8-11) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan yaitu faktor biologis (adanya ketidakseimbangan hormonal dan aktivitas otak yang tidak normal), faktor psikologis (adanya interaksi antara faktor biologis dengan pengalaman yang mengganggu) dan faktor sosial (adanya pengaruh dari lingkungan sosial seperti ternan, keluarga, orangtua). Selain itu, kecemasan yang dialami oleh individu menurut Davidoff (1991:63) dipengaruhi oleh sikap, pengharapan, pengalaman masa lalu, persepsi dan penilaian individu terhadap suatu rangsangan yang dianggap mengancam atau membahayakan. Primus (dalam Nuralita & Hadjam, 2002:153) mengatakan bahwa kecemasan disebabkan oleh adanya bahaya baik dari dalam ataupun dari luar diri individu yang oleh individu ditafsirkan lain, karena adanya persepsi yang keliru. Kondisi status lajang pada seseorang berhubungan dengan kepuasan hidup atau psychological well-beingnya. Wanita yang berpandangan positif terhadap status laj angnya mempunyai kemampuan untuk menerima diri apa adanya,

mampu mengembangkan dan mewujudkan potensi-potensi dirinya, mampu membentuk hubungan akrab dengan orang lain dan dapat mengatasi tekanantekanan sosial dari lingkungan sekitamya, sehingga individu tidak akan terlalau merasa cemas akan status lajangnya (Setiorini, 2007:58). Dengan demikian perasaan cemas yang dirasakan oleh wanita dewasa terhadap status lajangnya dapat dipengaruhi oleh bagaimana pandangan atau penilaian individu tersebut terhadap status lajang. Penilaian dan pandangan individu atau persepsi terhadap status lajang dipengaruhi oleh pengetahuan, masa lalu dan pengalaman individu. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang didapat dengan menyimpulkan informasi tersebut dan menafsirkan pesan, jadi persepsi merupakan bagaimana individu memberikan makna pada stimuli yang diperoleh melalui indera atau sensory stimuli (Rakhmat, 2000:64). Persepsi bersifat individual karena dipengaruhi oleh perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu. Persepsi individu terhadap sesuatu mempengaruhi cara individu dalam bersikap dan berperilaku. Jika persepsi individu negatif terhadap sesuatu maka sikap dan perilaku yang akan dimunculkan juga negatif. Sesuai dengan paparan diatas, maka peneliti menduga bahwa kecemasan wanita terhadap status lajang dapat berkurang apabila wanita tersebut memiliki persepsi yang positif terhadap kehidupan melajang, karena individu yang memiliki persepsi positif terhadap kehidupan melajang maka sikapnya lebih positif terhadap kehidupan melajang, sehingga perilaku yang nampak cenderung

mengarah pada menenma dengan baik kehidupan lajangnya tersebut (tidak cemas). Sebaliknya individu dengan persepsi negatif terhadap kehidupan melajang akan bersikap negatif terhadap kehidupan melajang, sehingga perilakunya cenderung akan menjauh, menghindari, atau tidak dapat menerima kehidupan melajang terse but. 1.2. Batasan Masalah Peneliti memfokuskan penelitiannya hanya pada hubungan kecemasan terhadap status lajang dan persepsi terhadap kehidupan melajang pada wanita dewasa awal. Subjek dibatasi pada wanita dewasa awal yang berusia antara 30-40 tahun dan masih berstatus lajang, yakni individu yang belum menikah, memiliki keinginan untuk menikah, tidak sedang menjalin suatu hubungan yang romantis dengan orang lain dan merupakan anggota j emaat Gereja GPIB "Bahtera Hayat" dan GMIST "IKHTIJS" Surabaya. Penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian yang melihat hubungan antara 2 (dua) variabel. 1.3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara persepsi terhadap hidup melajang dan kecemasan wanita dewasa awal terhadap status laj ang?

1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara persepsi terhadap hidup melajang dan kecemasan wanita dewasa awal terhadap status laj an g. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat teoritik Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori dalam ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan mengenai hubungan antara persepsi terhadap hidup melajang dan kecemasan wanita dewasa awal terhadap status lajang. 1.5.2. Manfaat praktis Penelitian m1 JUga diharapkan dapat memberikan masukan-masukan praktis bagi: a. Para wanita dewasa khususnya bagi wanita yang masih lajang, agar dapat memahami keterkaitan antara kecemasan terhadap status lajang dan persepsi wanita dewasa terhadap kehidupan melajang. b. Orangtua yang memiliki anak gadis yang masih melajang, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para orangtua untuk membantu anak dalam mengurangi kecemasan yang dialaminya karena statusnya yang masih melajang.