LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KERANGKA TEORITIS

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. Bone Bolango adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan yang dilakukan. Seperti halnya yang terjadi di Bali.

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lipat pada tahun Upaya pencapaian terget membutuhkan dukungan dari

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

WALIKOTA TASIKMALAYA,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Bantul secara umum masih dalam kategori sedang. hampir sama dengan Peran Pemerintah Daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

BAB I PENDAHULUAN. mau tidak mau harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar mampu

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEGIATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia memposisikan pembangunan pertanian sebagai basis utama

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh


PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN BT. Mencakup empat bagian kecamatan yaitu kecamatan Sei Binge,

1. BAB I PENDAHULUAN

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN : 1996 SERI : D.11.

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

Analisis Kelayakan dan Perspektif Pengembangan Asuransi Pertanian pada Usahatani Padi dan Jagung

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

(REVIEW) RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT IRIGASI PERTANIAN TA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI LAHAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. tanaman khususnya padi (Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2015).

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1984 TANGGAL 26 JANUARI 1984 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK N OMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF KABUPATEN DEMAK

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA Oleh : Sumaryanto Masdjidin Siregar Deri Hidayat Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006

RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Kendala terpenting yang dihadapi untuk memacu pertumbuhan produksi pangan khususnya padi adalah turunnya kapasitas lahan yang diakibatkan oleh overintensifikasi pada lahan sawah dan penurunan kualitas irigasi. Sindroma overintensifikasi terkait dengan intensitas tanam yang tinggi dengan dosis pemupukan yang cenderung melebihi kabutuhan optimal, sedangkan turunnya kualitas irigasi merupakan akibat dari degradasi kinerja irigasi. Karena lebih dari 80 persen produksi padi di Indonesia berasal dari lahan irigasi maka degradasi kinerja irigasi merupakan ancaman nyata terhadap masa depan pasokan pangan nasional. Dampak kemunduran kinerja irigasi bersifat langsung dan tidak langsung. Dampak langsung adalah turunnya produktivitas, turunnya intensitas tanam, dan meningkatnya risiko usahatani. Dampak tidak langsung adalah melemahnya komitmen petani untuk mempertahankan ekosistem sawah karena buruknya kinerja irigasi mengakibatkan lahan tersebut kurang kondusif untuk usahatani padi. 2. Penyebab rendahnya kualitas fisik jaringan irigasi dapat dipilah menjadi dua kategori: (1) adanya kerusakan prasarana, (2) akibat salah disain. Kategori (1) terkait dengan terbatasnya sumberdaya yang tersedia untuk melakukan pemeliharaan dan atau perbaikan; atau akibat dari terjadinya perubahan lingkungan sekitarnya atau di wilayah hulunya sehingga jaringan irigasi di wilayah tersebut rusak. Kategori (2) terkait dengan sistem pembangunan prasarana fisik yang tidak dilaksanakan dengan prosedur yang benar. Secara empiris, kasuskasus yang terkait dengan kategori (1) lebih banyak ditemukan daripada kategori (2). 3. Urgensi perbaikan kinerja jaringan irigasi terkait dengan beberapa faktor berikut. Pertama, peningkatan produksi padi merupakan program nasional yang strategis sementara itu dalam jangka pendek kemampuan pemerintah untuk melakukan peningkatan luas tanam padi melalui perluasan lahan sawah baru (new construction) sangat terbatas. Kedua, perbaikan kinerja jaringan irigasi tidak hanya potensial untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah untuk memproduksi padi tetapi juga potensial untuk meningkatkan pendapatan petani. Ketiga, dalam batasbatas tertentu perbaikan kinerja jaringan irigasi kondusif untuk mengerem laju konversi lahan sawah ke penggunaan lainnya. Keempat, perbaikan kinerja jaringan irigasi terutama di level tertier dengan menempatkan petani sebagai pelaku utamanya adalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang relevan RE- 1

dengan implementasi kebijakan pengelolaan irigasi yang baru. Kelima, perbaikan kinerja jaringan irigasi merupakan salah satu cara untuk menekan kemubaziran investasi pembangunan sistem irigasi. 4. Sasaran penelitian ini adalah menghasilkan data, informasi, dan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki kinerja jaringan irigasi. Tujuan penelitian adalah: (1) Mengevaluasi kinerja jaringan irigasi dengan penekanan pada aspek operasi dan pemeliharaannya; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi kinerja jaringan irigasi; dan (3). Mengidentifikasi potensi dan kendala yang dihadapi dalam perbaikan kinerja jaringan irigasi. 5. Kajian dilakukan pada sistem irigasi teknis di Daerah Irigasi Brantas (Provinsi Jawa Timur), Daerah Irigasi Way Sekampung (Provinsi Lampung), dan Daerah Irigasi Wawotobi (Sulawesi Tenggara). Daerah Irigasi Brantas dipilih untuk mewakili suatu sistem irigasi di Jawa yang paling maju dan pola tanamnya paling dinamis. Daerah Irigasi Way Sekampung dipilih untuk mewakili wilayah irigasi di Luar Jawa di kawasan barat, sedangkan Daerah Irigasi Wawotobi dipilih untuk mewakili ekosistem pesawahan di luar Jawa di kawasan timur. 6. Responden dalam penelitian ini terdiri dari dua kategori yaitu (a) lembaga atau organisasi yang secara langsung menangani operasi dan pemeliharaan irigasi dan (b) pengguna air irigasi. Butir (a) terdiri dari dua sub kategori yaitu: (i) lembaga yang secara langsung menangani operasi dan pemeliharaan irigasi pada level primer dan sekunder yakni aparat dinas pengairan, dan (ii) organisasi petani pengguna air irigasi (Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A). Pengguna air irigasi adalah petani penggarap lahan sawah. 7. Pemilihan responden kategori lembaga pengelola air mengacu pada unit analisis wilayah lokasi penelitian yang terpilih, sedangkan pemilihan responden pengguna air irigasi menggunakan prosedur random sampling.. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dan kualitas partisipasi digunakan model mlogit. Kesimpulan 8. Dari evaluasi diperoleh kesimpulan bahwa degradasi kinerja irigasi terjadi akibat pengaruh simultan dari degradasi kondisi fisik jaringan dan rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan. Sebagian besar degradasi kondisi fisik jaringan terkait dengan kerusakan saluran irigasi, banyaknya pintu-pintu air yang rusak, dan RE- 2

sedimentasi saluran-saluran pembuang, terutama di level tertier. Rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan irigasi terkait dengan sangat terbatasanya anggaran OP irigasi dari pemerintah yang jauh dari mencukupi; sementara itu keswadayaan petani dalam memupuk dana OP irigasi sangat terbatas. 9. Tingkat kehandalan jaringan irigasi maupun tingkat pemerataan distribusi air irigasi termasuk kategori rendah sedang. Di Way Sekampung dan Brantas, hal itu lebih banyak disebabkan oleh debit air irigasi yang cenderung semakin menurun, sedangkan di Wawotobi terutama disebabkan oleh banyaknya jaringan irigasi yang rusak. 10. Pada level tertier penyebab degradasi kinerja jaringan irigasi yang bersifat eksternal (di luar kendali petani/p3a) terkait dengan lima aspek berikut: (1) anggaran OP irigasi dari pemerintah yang sangat terbatas sehingga hanya dapat dimanfaatkan di sebagian jaringan sekunder dan tertier, (2) jumlah petugas dan fasilitas pendukung yang tidak mencukupi, (3) pembinaan P3A yang kurang memadai (terutama di Wawotobi), (4) koordinasi antar lembaga terkait yang lemah dan tumpang tindih, dan (5) perubahan kawasan yang mendorong terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain. 11. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja jaringan irigasi adalah kinerja P3A. Secara umum kinerja P3A termasuk kategori rendah sedang; bahkan cukup banyak ditemukan adanya petak-petak tertier yang irigasinya tidak dikelola secara sistematis dalam wadah P3A (P3A hanya sekedar nama). Ini dapat disimak dari keberadaan pengurus, kejelasan pembagian tugas antar pengurus, kemampuan untuk mendorong partisipasi petani dalam pemeliharaan jaringan tertier dan kuarter, kemampuan mengumpulkan dan keterbukaan dalam penggunaan iuran irigasi, dan keterampilan mencegah/memecahkan konflik internal organisasi P3A ataupun dengan pihak lain. 12. Kendala yang dihadapi dalam memperbaiki kinerja OP irigasi tampaknya justru terletak pada kebijakan pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap dinamika budaya dan perkembangan wilayah, serta konsistensi dalam pengembangan dan pendayagunaan irigasi. 13. Peluang untuk menggalang aksi kolektif petani dalam operasi dan pemeliharaan irigasi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum masih terbuka untuk dilakukan perbaikan. Di sisi lain, meskipun peluang untuk meningkatkan partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi juga masih terbuka akan tetapi jumlah iuran yang RE- 3

dapat dikumpulkan diperkirakan tidak cukup untuk mempertahankan fungsi irigasi secara optimal. 14. Adanya kecenderungan bahwa partisipasi yang relatif tinggi hanya terjadi pada petak-petak tertier yang kondisinya "moderat" dan pada lokasi-lokasi tertentu dalam jangka panjang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka peningkatan fungsi pembinaan mengingat sistem irigasi adalah sistem yang tidak bisa berdiri sendiri. Saran dan Implikasi Kebijakan 15. Upaya meningkatkan kinerja operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi harus dimulai dengan pemahaman paradigma dan konsistensi kebijakan sumber daya air baik oleh pemerintah pusat dan daerah sehingga kebijakan yang dikeluarkan telah mampu mempertimbangan (kendala dan potensi) kelembagaan pengelola jaringan irigasi di daerah, dinamika masyarakat dan dapat berjalan dengan arah yang tepat serta konsisten. 16. Sangat diperlukan adanya peningkatan kemampuan keswadayaan petani dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Simultan dengan itu, dalam jangka pendek sangat dibutuhkan adanya peningkatan anggaran untuk operasi dan pemeliharaan irigasi dan biaya rehabilitasi irigasi. Ini diperlukan bukan hanya di level Pemerintah Pusat akan tetapi juga di tingkat Propinsi dan Kabupaten. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 2004 harus secepatnya ditindak lanjuti dalam bentuk Petunjuk Teknis yang jelas dan siap dioperasionalkan agar degradasi kinerja jaringan irigasi tidak terus berlanjut. RE- 4