LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA Oleh : Sumaryanto Masdjidin Siregar Deri Hidayat Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006
RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Kendala terpenting yang dihadapi untuk memacu pertumbuhan produksi pangan khususnya padi adalah turunnya kapasitas lahan yang diakibatkan oleh overintensifikasi pada lahan sawah dan penurunan kualitas irigasi. Sindroma overintensifikasi terkait dengan intensitas tanam yang tinggi dengan dosis pemupukan yang cenderung melebihi kabutuhan optimal, sedangkan turunnya kualitas irigasi merupakan akibat dari degradasi kinerja irigasi. Karena lebih dari 80 persen produksi padi di Indonesia berasal dari lahan irigasi maka degradasi kinerja irigasi merupakan ancaman nyata terhadap masa depan pasokan pangan nasional. Dampak kemunduran kinerja irigasi bersifat langsung dan tidak langsung. Dampak langsung adalah turunnya produktivitas, turunnya intensitas tanam, dan meningkatnya risiko usahatani. Dampak tidak langsung adalah melemahnya komitmen petani untuk mempertahankan ekosistem sawah karena buruknya kinerja irigasi mengakibatkan lahan tersebut kurang kondusif untuk usahatani padi. 2. Penyebab rendahnya kualitas fisik jaringan irigasi dapat dipilah menjadi dua kategori: (1) adanya kerusakan prasarana, (2) akibat salah disain. Kategori (1) terkait dengan terbatasnya sumberdaya yang tersedia untuk melakukan pemeliharaan dan atau perbaikan; atau akibat dari terjadinya perubahan lingkungan sekitarnya atau di wilayah hulunya sehingga jaringan irigasi di wilayah tersebut rusak. Kategori (2) terkait dengan sistem pembangunan prasarana fisik yang tidak dilaksanakan dengan prosedur yang benar. Secara empiris, kasuskasus yang terkait dengan kategori (1) lebih banyak ditemukan daripada kategori (2). 3. Urgensi perbaikan kinerja jaringan irigasi terkait dengan beberapa faktor berikut. Pertama, peningkatan produksi padi merupakan program nasional yang strategis sementara itu dalam jangka pendek kemampuan pemerintah untuk melakukan peningkatan luas tanam padi melalui perluasan lahan sawah baru (new construction) sangat terbatas. Kedua, perbaikan kinerja jaringan irigasi tidak hanya potensial untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah untuk memproduksi padi tetapi juga potensial untuk meningkatkan pendapatan petani. Ketiga, dalam batasbatas tertentu perbaikan kinerja jaringan irigasi kondusif untuk mengerem laju konversi lahan sawah ke penggunaan lainnya. Keempat, perbaikan kinerja jaringan irigasi terutama di level tertier dengan menempatkan petani sebagai pelaku utamanya adalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang relevan RE- 1
dengan implementasi kebijakan pengelolaan irigasi yang baru. Kelima, perbaikan kinerja jaringan irigasi merupakan salah satu cara untuk menekan kemubaziran investasi pembangunan sistem irigasi. 4. Sasaran penelitian ini adalah menghasilkan data, informasi, dan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki kinerja jaringan irigasi. Tujuan penelitian adalah: (1) Mengevaluasi kinerja jaringan irigasi dengan penekanan pada aspek operasi dan pemeliharaannya; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi kinerja jaringan irigasi; dan (3). Mengidentifikasi potensi dan kendala yang dihadapi dalam perbaikan kinerja jaringan irigasi. 5. Kajian dilakukan pada sistem irigasi teknis di Daerah Irigasi Brantas (Provinsi Jawa Timur), Daerah Irigasi Way Sekampung (Provinsi Lampung), dan Daerah Irigasi Wawotobi (Sulawesi Tenggara). Daerah Irigasi Brantas dipilih untuk mewakili suatu sistem irigasi di Jawa yang paling maju dan pola tanamnya paling dinamis. Daerah Irigasi Way Sekampung dipilih untuk mewakili wilayah irigasi di Luar Jawa di kawasan barat, sedangkan Daerah Irigasi Wawotobi dipilih untuk mewakili ekosistem pesawahan di luar Jawa di kawasan timur. 6. Responden dalam penelitian ini terdiri dari dua kategori yaitu (a) lembaga atau organisasi yang secara langsung menangani operasi dan pemeliharaan irigasi dan (b) pengguna air irigasi. Butir (a) terdiri dari dua sub kategori yaitu: (i) lembaga yang secara langsung menangani operasi dan pemeliharaan irigasi pada level primer dan sekunder yakni aparat dinas pengairan, dan (ii) organisasi petani pengguna air irigasi (Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A). Pengguna air irigasi adalah petani penggarap lahan sawah. 7. Pemilihan responden kategori lembaga pengelola air mengacu pada unit analisis wilayah lokasi penelitian yang terpilih, sedangkan pemilihan responden pengguna air irigasi menggunakan prosedur random sampling.. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dan kualitas partisipasi digunakan model mlogit. Kesimpulan 8. Dari evaluasi diperoleh kesimpulan bahwa degradasi kinerja irigasi terjadi akibat pengaruh simultan dari degradasi kondisi fisik jaringan dan rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan. Sebagian besar degradasi kondisi fisik jaringan terkait dengan kerusakan saluran irigasi, banyaknya pintu-pintu air yang rusak, dan RE- 2
sedimentasi saluran-saluran pembuang, terutama di level tertier. Rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan irigasi terkait dengan sangat terbatasanya anggaran OP irigasi dari pemerintah yang jauh dari mencukupi; sementara itu keswadayaan petani dalam memupuk dana OP irigasi sangat terbatas. 9. Tingkat kehandalan jaringan irigasi maupun tingkat pemerataan distribusi air irigasi termasuk kategori rendah sedang. Di Way Sekampung dan Brantas, hal itu lebih banyak disebabkan oleh debit air irigasi yang cenderung semakin menurun, sedangkan di Wawotobi terutama disebabkan oleh banyaknya jaringan irigasi yang rusak. 10. Pada level tertier penyebab degradasi kinerja jaringan irigasi yang bersifat eksternal (di luar kendali petani/p3a) terkait dengan lima aspek berikut: (1) anggaran OP irigasi dari pemerintah yang sangat terbatas sehingga hanya dapat dimanfaatkan di sebagian jaringan sekunder dan tertier, (2) jumlah petugas dan fasilitas pendukung yang tidak mencukupi, (3) pembinaan P3A yang kurang memadai (terutama di Wawotobi), (4) koordinasi antar lembaga terkait yang lemah dan tumpang tindih, dan (5) perubahan kawasan yang mendorong terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain. 11. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja jaringan irigasi adalah kinerja P3A. Secara umum kinerja P3A termasuk kategori rendah sedang; bahkan cukup banyak ditemukan adanya petak-petak tertier yang irigasinya tidak dikelola secara sistematis dalam wadah P3A (P3A hanya sekedar nama). Ini dapat disimak dari keberadaan pengurus, kejelasan pembagian tugas antar pengurus, kemampuan untuk mendorong partisipasi petani dalam pemeliharaan jaringan tertier dan kuarter, kemampuan mengumpulkan dan keterbukaan dalam penggunaan iuran irigasi, dan keterampilan mencegah/memecahkan konflik internal organisasi P3A ataupun dengan pihak lain. 12. Kendala yang dihadapi dalam memperbaiki kinerja OP irigasi tampaknya justru terletak pada kebijakan pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap dinamika budaya dan perkembangan wilayah, serta konsistensi dalam pengembangan dan pendayagunaan irigasi. 13. Peluang untuk menggalang aksi kolektif petani dalam operasi dan pemeliharaan irigasi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum masih terbuka untuk dilakukan perbaikan. Di sisi lain, meskipun peluang untuk meningkatkan partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi juga masih terbuka akan tetapi jumlah iuran yang RE- 3
dapat dikumpulkan diperkirakan tidak cukup untuk mempertahankan fungsi irigasi secara optimal. 14. Adanya kecenderungan bahwa partisipasi yang relatif tinggi hanya terjadi pada petak-petak tertier yang kondisinya "moderat" dan pada lokasi-lokasi tertentu dalam jangka panjang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka peningkatan fungsi pembinaan mengingat sistem irigasi adalah sistem yang tidak bisa berdiri sendiri. Saran dan Implikasi Kebijakan 15. Upaya meningkatkan kinerja operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi harus dimulai dengan pemahaman paradigma dan konsistensi kebijakan sumber daya air baik oleh pemerintah pusat dan daerah sehingga kebijakan yang dikeluarkan telah mampu mempertimbangan (kendala dan potensi) kelembagaan pengelola jaringan irigasi di daerah, dinamika masyarakat dan dapat berjalan dengan arah yang tepat serta konsisten. 16. Sangat diperlukan adanya peningkatan kemampuan keswadayaan petani dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Simultan dengan itu, dalam jangka pendek sangat dibutuhkan adanya peningkatan anggaran untuk operasi dan pemeliharaan irigasi dan biaya rehabilitasi irigasi. Ini diperlukan bukan hanya di level Pemerintah Pusat akan tetapi juga di tingkat Propinsi dan Kabupaten. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 2004 harus secepatnya ditindak lanjuti dalam bentuk Petunjuk Teknis yang jelas dan siap dioperasionalkan agar degradasi kinerja jaringan irigasi tidak terus berlanjut. RE- 4