7 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori Agensi (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) menjelaskan mengenai hubungan agensi dengan menggunakan metamorfosa dari sebuah kontrak. Agensi teori bertujuan untuk menyelesaikan masalah (1) masalah agensi yang muncul ketika adanya konflik tujuan antara principal dan agen serta kesulitan prinsipal melakukan verifikasi pekerjaan agen, (2) masalah pembagian risiko yang muncul ketika prinsipal dan agen memiliki perilaku yang berbeda terhadap risiko. Masalah karena perbedaan tindakan karena adanya perbedaan preferensi risiko. (Ikhsan dan Suprasto, 2008 : 76) Fokus dari teori ini adalah untuk menentukan kontrak yang paling efisien mengenai hubungan prinsipal agen yang terkait dengan (1) manusia (mementingkan diri sendiri, terkait dengan rasionalitas, menolak risiko), (2) organisasi (konflik tujuan antar anggota organisasi), dan (3) informasi (informasi sebagai komoditas), sehingga memunculkan pertanyaan (1) apakah kontrak yang berorientasi pada perilaku? (gaji dan hirarki), (2) kontrak yang lebih efisien dibanding orientasi keluaran (komisi, opsi saham, hak transfer property, market governance). (Ikhsan dan Suprasto, 2008 : 76) Agency theory juga memiliki kesamaan dengan pendekatan pemrosesan informasi pada teori kontigensi. Kedua perspektif merupakan 7
8 teori informasi, dangan asumsi bahwa setiap individu terhubung secara rasional dan bahwa informasi terdistribusi secara asimetris dalam organisasi. Juga teori efisiensi, karena mempergunakan pemrosesan informasi secara efisien yang diperoleh dari berbagai pilihan bagi berbagai bentuk organisasi. Perbedaan keduanya ada pada fokus dari keduanya, teori kontigensi berfokus pada struktur yang optimal dari hubungan pelaporan dan tanggungjawab pengambilan keputusan, sedangkan agency theory berfokus pada struktur optimal dari hasil hubungan pengendalian yang diperoleh dari pelaporan dan pola pengambilan keputusan. (Ikhsan dan Suprasto, 2008 : 79) B. Legitimacy Theory Teori legitimacy menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar sebagai suatu yang sah (Deegan, 2004). Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa hal yang melandasi teori legitimacy adalah kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi
9 C. Kualitas Audit De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003) kualitas audit diartikan sebagai Probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Dari pengertian tentang kualitas audit di atas bahwa auditor dituntut oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan. Goldman dan Balev (1974) dalam Meutia (2006) menyatakan bahwa laporan auditor mengandung kepentingan tiga kelompok, yaitu : (1) manajer perusahaan yang diaudit (2) pemegang saham perusahaan (3) pihak ketiga atau pihak luar seperti calon investor, kreditor dan supplier. Masing masing kepentingan ini merupakan sumber gangguan yang akan memberikan tekanan pada auditor untuk menghasilkan laporan yang mungkin tidak sesuai dengan standar profesi namun sesuai dengan yang mereka inginkan. Hal ini akan mengganggu kualitas audit lebih lanjut. D. Independensi Standar Auditing Seksi 220.02 (SPAP : 2011) menyebutkan bahwa independensi bagi seorang akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Oleh karena itu ia tidak dibenarkan memihak kepada siapa pun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia dimiliki, ia
10 akan kehilangan sikap independen, yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Independensi adalah peraturan perilaku yang pertama, nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independent in fact) ada bila auditor benar benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit berlangsung, sedangkan independensi dalam penampilan (independent in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independen ini. (Arens dkk. 2008:111) SEC mengesahkan aturan aturan yang memperkuat independensi auditor pada Januari 2003 sejalan dengan persyaratan Sarbanes Oxley Act. Peraturan SEC membatasi ketentuan jasa non audit untuk klien audit dan mencakup juga pembatasan atas pengangkatan karyawan dari mantan karyawan kantor akuntan oleh klien dan rotasi partner audit guna mempertinggi independensi. (Arens dkk. 2008:111) Independensi adalah sikap mental yang bebas dari pengaruh apapun, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif
11 tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. (Mulyadi, 2002) Seorang CPA dalam praktik publik harus independen dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa mengganggu obyektivitas seorang CPA dalam melakukan jasa auditing dan jasa atestasi. (M. Guy dkk, 2002) Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas, objektivitas dan independensi dalam melaksanakan tugasnya. Seorang auditor yang mempertahankan integritas, akan bertindak jujur dan tegas dalam mempertimbangkan fakta dan terlepas dari kepentingan pribadi. Auditor yang menegakkan independensinya, tidak akan terpengaruh dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak luar dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Disamping itu dengan adanya kode etik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etik yang telah ditetapkan oleh standar profesinya. E. Integritas Didalam SPAP (2011 : 7) prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi (auditor) untuk bersikap tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.
12 Integritas dan obyektifitas sangat penting dalam kehidupan profesional seorang akuntan yang berpraktik sebagai auditor, disamping integritas dan obyektifitas sangat dibutuhkan pula independensi (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:48). Adapun definisi integritas berarti tidak memihak dalam semua jasa. Definisi integritas dan obyektifitas menurut Elder, Beasley dan Arens (2008:93) adalah : Integrity and Objectivity in the performance of any professional service, a member shall maintain objectivity and integrity, shall be free of conflicts of interest, and shall not knowingly miss present fact or subordinate his or her judgement to others (AICPA Rules of Conduct 102, Elder, Beasley & Arens, 2008:93) Integritas yaitu sebagai suatu elemen karakter yang mendasari pengakuan profesional. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa sehingga laporan yang disajikan itu dapat menjelaskan suatu kebenaran akan fakta, karena dengan cara itulah maka masyarakat dapat mengakui profesionalisme seorang akuntan. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. (Wurangian, 2005: 395) Menurut Mulyadi dan Puradiredja (1998 : 48) integritas adalah unsur karakter yang menunjukan kemampuan seseorang untuk mewujudkan apa yang telah disanggupinya dan diyakini kebenarannya ke dalam kenyataan. Adapun Boynton dan Raymond (2006 : 108)
13 mendefinisikan integritas adalah Integrity is a personal characteristic that is indispensable in a CPA dengan kata lain integritas merupakan karakteristik personal yang sangat diperlukan bagi akuntan publik. Integritas dapat diukur dengan jujur dan adil. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji semua keputusannya (Hendarjatno dan Rahardja, 2003: 117). Integritas mengharuskan auditor dalam berbagai hal, jujur dan berterus terang dalam batasan kerahasiaan obyek pemeriksaan, Hendarjatno dan Rahardja (2003 : 118) menyatakan bahwa hal-hal berikut ini berhubungan dengan sikap-sikap yang menjadi elemen integritas menurut pandangan umum, bahwa seorang akuntan publik : a. Harus memegang teguh prinsip, b. Berperilaku terhormat yaitu dengan menghindarkan diri dari segala kecurangan dan praktek-praktek yang melanggar peraturan dan kode etik yang berlaku, c. Jujur, d. Memiliki keberanian untuk melakukan pengungkapan dan mengambil tindakan yang diperlukan, e. Melakukan tindakan berdasarkan pada keyakinan akan keilmuannya yang tidak ceroboh, dan f. Tidak bertindak dengan menuruti hawa nafsunya atau membenarkan filosofi tanpa memperhatikan prinsip dan peraturan yang berlaku.
14 F. Penelitian Terdahulu Akuntan publik bertanggungjawab untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Dengan demikian masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan tersebut. Guna memenuhi tanggungjawabnya seperti yang disebutkan diatas maka auditor wajib memenuhi prinsip dasar etika profesi, salah satunya yaitu integritas dan independesi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji variabelvariabel yang dipengaruhi oleh Independensi. Penelitian yang dilakukan oleh Rapina, dkk (2010) yang berjudul pengaruh independensi eksternal auditor terhadap kualitas pelaksanaan audit, dalam penelitian tersebut yang menjadi variabel bebas ialah independensi dan yang menjadi variabel terikat ialah kualitas pelaksanaan audit. Hasil dari penelitian ini independensi belum dilakukan secara efektif dan independensi berpengaruh lemah terhadap kualitas pelaksanaan audit. Penelitian yang dilakukan oleh Singgih dan Bawono (2010) tentang pengaruh independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Dalam penelitian tersebut yang menjadi variabel bebas ialah independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas, sedangkan yang menjadi variabel terikat ialah
15 kualitas audit. Hasil dari penelitian ini menunjukan independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kualitas audit namun pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit secara parsial. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sukriah, dkk (2009) tentang Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan, dalam penelitian tersebut yang menjadi variabel bebas ialah pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi dan yang menjadi variabel terikat ialah kualitas hasil pemeriksaan. Hasil dari penelitian ini menunjukan pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Dengan demikian, semakin banyak pengalaman kerja, semakin obyektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin meningkat atau semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Sedangkan untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan secara simultan kelima variabel tersebut berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
16 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Rapina, dkk Pengaruh Independensi Independensi eksternal auditor Eksternal Auditor Terhadap Kualitas Pelaksanaan Audit (studi kasus pada beberapa KAP di Bandung) belum dilakukan secara efektif. Adanya pengaruh yang rendah atau lemah antara variabel X yaitu independensi eksternal auditor dengan variabel Y yaitu kualitas pelaksanaan audit. 2. Elisha Muliani Singgih dan Icuk Rangga Bawono Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Professional Care dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit (Studi pada Auditor di KAP Big Four di Indonesia 3. Ika Sukriah, dkk Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan 4. Harvita Yulian Ayuningtyas dan Sugeng Pamudji Pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil audit Sumber : Jurnal ilmiah Simposium Nasional Akuntansi Independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kualitas audit namun pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit secara parsial. Independensi merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kualitas audit. pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Independensi terhadap kualitas hasil audit tidak berpengaruh signifikan dan hasil penelitian dinyatakan ditolak sedangkan integritas memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil audit. Penelitian ini mengacu pada penelitian Rapina dkk., (2010) tetapi berbeda dalam beberapa hal, yaitu peneliti terdahulu meneliti pada auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik wilayah Bandung, sedangkan pada penelitian ini meneliti pada auditor yang bekerja di Kantor Akuntan
17 Publik wilayah Jakarta Selatan. Selain itu, penelitian ini menambah satu variabel independen yaitu Integritas. G. Kerangka Pemikiran Christiawan (2002 : 7) dalam Elisha, dkk (2010) mengatakan bahwa seorang akuntan publik yang independen adalah akuntan publik yang tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepada siapapun dan hal apapun dan berkewajiban untuk jujur tidak hanya jujur kepada manajemen dan pemilik perusahaan, tetapi juga pihak lain selaku pengguna laporan keuangan yang mempercayai hasil pekerjaannya. Auditor harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen (Sukriah dkk., 2009). Integritas adalah unsur mendasar bagi pengakuan professional auditor, yang merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan masyarakat, sehingga mengharuskan auditor untuk bersikap jujur dan terus terang dalam batasan kerahasiaan. (Mulyadi, 1998 : 346) Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki integritas yang baik dan hasil penelitiannya menemukan bahwa integritas berpengaruh terhadap kualitas audit. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan
18 pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Independensi (X 1 ) Kualitas Audit (Y) Integritas (X 2 )