No. 17/38/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal : Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara, dalam Operasi Moneter Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/20/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 275, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5764) dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka dan koridor suku bunga (standing facilities). 3. Operasi
2 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. 4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana Rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 5. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan surat berharga lain yang digunakan dalam transaksi Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini. 6. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 7. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara yang berlaku. 10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah maupun
3 maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara yang berlaku. 11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 15. Surat Berharga Syariah Negara Ritel yang selanjutnya disebut SBSN Ritel, atau dapat disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. 16. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 17. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 18. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 19. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 20. Transaksi
4 20. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter. 21. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 23. Sistem Bank Indonesia Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. II. SURAT BERHARGA 1. Kriteria Surat Berharga yang dapat digunakan dalam Operasi Moneter adalah sebagai berikut: a. Surat Berharga dalam mata uang Rupiah 1) diterbitkan oleh Bank Indonesia, dan/atau Negara Republik Indonesia; 2) tercatat di BI-SSSS; dan 3) tidak
5 3) tidak sedang diagunkan. b. Surat Berharga dalam valuta asing 1) diterbitkan oleh pemerintah negara lain yang bank sentralnya memiliki kerjasama dengan Bank Indonesia antara lain dalam bentuk cross border collateral arrangement; 2) sesuai denominasi asal negara penerbit; 3) tercatat pada aktiva peserta Operasi Moneter yang tercatat pada rekening surat berharga milik peserta Operasi Moneter di lembaga kustodian yang disepakati; 4) memiliki peringkat investasi (investment grade); dan 5) tidak sedang diagunkan. 2. Jenis Surat Berharga yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 1 terdiri atas: a. SBI; b. SDBI; c. SBN, yang terdiri atas: 1) SUN, yang terdiri atas SPN dan Obligasi Negara termasuk ZCB dan ORI; dan 2) SBSN, yang terdiri atas SBSN Jangka Pendek dan SBSN Jangka Panjang termasuk SBSN Ritel; dan 3) Surat berharga jangka pendek atau jangka panjang yang diterbitkan oleh pemerintah negara lain (sovereign bond). 3. Persyaratan Surat Berharga: Untuk Transaksi Repo dalam rangka OPT dan lending facility: a. SBI Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg Transaksi Repo. b. SDBI Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg Transaksi Repo. c. SBN Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg Transaksi Repo. d. Surat
6 d. Surat berharga dalam valuta asing Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 30 (tiga puluh) hari kalender pada saat second leg Transaksi Repo. III. HARGA DAN HAIRCUT SURAT BERHARGA 1. Harga dan haircut Surat Berharga ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan/atau sarana lainnya. 2. Harga Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan sebagai berikut: a. Harga SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Harga SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SDBI. c. Harga SBN dan surat berharga dalam valuta asing ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN serta surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond). 3. Haircut merupakan faktor pengurang terhadap harga Surat Berharga. 4. Haircut Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan sebagai berikut: a. untuk SBI sebesar 0% (nol persen); b. untuk SDBI sebesar 0% (nol persen); c. untuk SBN yang terdiri atas: 1) SUN sebesar 5% (lima persen); 2) SBSN sebesar 6,5% (enam koma lima persen); d. sebagaimana diumumkan oleh Bank Indonesia pada tanggal pelaksanaan transaksi untuk surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond). 5. Bank
7 5. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan haircut sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI-SSSS, Sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU) dan/atau sarana lainnya. 6. Dalam hal terjadi transaksi penjualan secara outright oleh peserta Operasi Moneter karena kegagalan setelmen second leg Transaksi Repo atau lending facility, harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga pada tanggal Transaksi Outright paling tinggi sebesar harga pada transaksi first leg. 7. Dalam hal terjadi transaksi pembelian secara outright oleh peserta Operasi Moneter karena kegagalan setelmen second leg Transaksi Reverse Repo, harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga pada tanggal Transaksi Outright paling rendah sebesar harga pada transaksi first leg. 8. Dalam hal terjadi penjualan Surat Berharga dalam valuta asing oleh Bank Indonesia karena kegagalan setelmen second leg Transaksi Repo, harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga penjualan surat berharga tersebut oleh Bank Indonesia pada tanggal penjualan. IV. PERHITUNGAN NILAI SETELMEN SURAT BERHARGA DALAM RUPIAH 1. Perhitungan Nilai Setelmen Transaksi Lending Facility, Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah dan Transaksi Reverse Repo a. Nilai setelmen Surat Berharga adalah sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan atau di-reverse repo-kan. b. Nilai setelmen dana untuk setelmen first leg dihitung sebagai berikut: 1) SBI, SDBI, SPN, ZCB, dan SBSN Jangka Pendek 2) Obligasi
8 2) Obligasi Negara termasuk ORI, SBSN Jangka Panjang Keterangan: Harga Surat Berharga : Harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada tanggal transaksi lending facility, Transaksi Repo atau Transaksi Reverse Repo. Haircut : Haircut sebagaimana diumumkan dalam Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada transaksi lending facility, Transaksi Repo atau Transaksi Reverse Repo. Accrued Interest : Hak atas kupon atau imbalan Surat atau Accrued Berharga yang dihitung sejak 1 (satu) Imbalan hari sesudah tanggal pembayaran kupon atau imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg. c. Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung sebagai berikut: Keterangan: Jangka waktu : Jangka waktu lending facility atau Transaksi Repo atau Transaksi Reverse Repo. 2. Transaksi
9 2. Transaksi Outright Perhitungan nilai setelmen transaksi pembelian atau penjualan Surat Berharga secara outright sebagai berikut: a. SPN, ZCB dan SBSN Jangka Pendek b. Obligasi Negara termasuk ORI, SBSN Jangka Panjang Keterangan: Harga Surat Berharga : 1) Transaksi Outright OPT Harga Surat Berharga sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia dalam hal Transaksi Outright dilakukan dengan mekanisme lelang, dan/atau harga Surat Berharga berdasarkan kesepakatan para pihak dalam hal Transaksi Outright dilakukan dengan mekanisme non lelang; 2) Transaksi Outright karena kegagalan setelmen second leg a) Untuk transaksi Repo, harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada tanggal Transaksi Outright paling tinggi sebesar harga transaksi first leg. b) Untuk transaksi Reverse Repo, harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada tanggal
10 tanggal Transaksi Outright paling rendah sebesar harga transaksi first leg. Accrued Interest : hak atas kupon atau imbalan Surat atau Berharga yang dihitung sejak 1 (satu) hari accrued imbalan sesudah tanggal pembayaran kupon atau imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen Transaksi Outright. 3. Pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) Dalam hal terjadi kegagalan setelmen Transaksi Repo jatuh waktu atau lending facility jatuh waktu yang menggunakan SBI, perhitungan setelmen nilai tunai sebagai berikut: Keterangan: Tingkat Diskonto Sisa jangka waktu : Rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada saat SBI diterbitkan. : Jumlah hari sebenarnya (actual days) yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal gagal setelmen transaksi Operasi Moneter sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI (maturity date). 4. Pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) Early redemption terhadap SDBI dilakukan dalam hal terjadi kegagalan setelmen Transaksi Repo jatuh waktu, lending facility jatuh waktu atau terjadi transaksi antara Bank dengan pihak selain Bank yang menggunakan SDBI, dengan perhitungan nilai setelmen nilai tunai sebagai berikut: Keterangan
11 Keterangan: Tingkat diskonto : Rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada saat SDBI diterbitkan. Sisa jangka : Jumlah hari sebenarnya (actual days) yang waktu dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal gagal setelmen transaksi Operasi Moneter sampai dengan tanggal jatuh waktu SDBI (maturity date). V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN DAN NILAI SETELMEN SURAT BERHARGA DALAM VALUTA ASING 1. Nilai nominal Surat Berharga dalam valuta asing yang diagunkan pada setelmen first leg dihitung sebagai berikut: Keterangan: Nilai setelmen first leg Kurs transaksi Harga Surat Berharga Haircut : Besarnya nominal Rupiah yang dimenangkan pada saat setelmen first leg : Kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. : Harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada saat pelaksanaan transaksi untuk surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond). : Haircut sebagaimana diumumkan oleh Bank Indonesia pada saat pelaksanaan transaksi untuk surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond). 2. Kurs
12 2. Kurs Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen atas transaksi yang menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. 3. Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung sebagai berikut: Keterangan: Jangka waktu : Jangka waktu Transaksi Repo VI. PESERTA DAN LEMBAGA PERANTARA OPERASI MONETER 1. Peserta Operasi Moneter a. Peserta Operasi Moneter yang dapat mengikuti Operasi Moneter dalam Rupiah adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) berstatus aktif sebagai peserta di Sistem BI-ETP, BI- SSSS, dan Sistem BI-RTGS; 2) tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter; 3) harus memiliki rekening giro di Bank Indonesia; dan 4) harus memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS. b. Peserta Operasi Moneter yang dapat mengikuti transaksi Operasi Moneter dalam valuta asing adalah Bank devisa, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter; 2) harus memiliki rekening giro valuta asing di Bank Indonesia; dan/atau 3) harus
13 3) harus memiliki rekening surat berharga di lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia, untuk transaksi Operasi Moneter dengan Surat Berharga dalam valuta asing yang tidak ditatausahakan di Bank Indonesia. c. Peserta Operasi Moneter wajib: 1) menyediakan dana Rupiah di rekening giro di Bank Indonesia dan/atau Surat Berharga di rekening Surat Berharga di BI-SSSS yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Operasi Moneter; dan/atau 2) mentransfer dana valuta asing ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden dan/atau Surat Berharga dalam valuta asing ke rekening Surat Berharga di Bank Indonesia atau ke rekening surat berharga Bank Indonesia di lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Operasi Moneter. d. Peserta Operasi Moneter melakukan transaksi Operasi Moneter untuk kepentingan diri sendiri. 2. Lembaga Perantara a. Lembaga perantara melakukan transaksi OPT untuk kepentingan peserta Operasi Moneter. b. Lembaga perantara sebagaimana dimaksud dalam huruf a terdiri atas: 1) pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing; dan 2) perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama. c. Perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) hanya dapat menjadi lembaga perantara dalam Transaksi Repo, Transaksi Reverse Repo dan transaksi pembelian atau penjualan SBN secara outright di pasar sekunder. d. Persyaratan
14 d. Persyaratan lembaga perantara adalah sebagai berikut: 1) berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan 2) tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang. VII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/22/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara, dalam Operasi Moneter dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER