BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda

BAB I PENDAHULUAN. dari TCSC (Tobacco Control Support Center) IAKMI (Ikatan Ahli. penyakit tidak menular antara lain kebiasaan merokok.

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Fawzani dan Triratnawati (2005), masalah rokok juga menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PETA JALAN PENGENDALIAN DAMPAK KONSUMSI ROKOK BAGI KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

Deni Wahyudi Kurniawan

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. diantaranya penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem

Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. Mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produk barang atau jasa yaitu sebuah iklan. atau suara, dan simbol simbol agar masyarakat sadar dan mengetahuinya.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari,

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

Upaya Pengendalian Tembakau di Indonesia. Oleh Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat. ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok.

BAB I PENDAHULUAN. pandang, gaya hidup dan budaya suatu masyarakat, bahkan perseorangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

dr.h.suir SYAM, M.Kes, MMR

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

ROKOK : KEMUBAZIRAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI KALANGAN SANTRI. Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Dampak Rokok bagi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK DENGAN TINDAKAN MEROKOK REMAJA DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO

TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

Transkripsi:

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan bagi segenap bangsa Indonesia sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Oleh karena itu, setiap upaya dan kegiatan untuk meningkatakan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan kesehatan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional (Ranperda KTR Solok, 2016). Upaya yang dilakukan melalui perwujudan paradigma sehat dengan pengendalian penggunaan rokok, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh rokok telah lama diketahui. Perlindungan terhadap bahaya paparan asap rokok diperlukan untuk perlindungan kesehatan personal, keluarga, masyarakat dan lingkungan terhadap bahaya asap rokok adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi sedikitpun Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat tersebut, maka diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dimana salah satunya yaitu pengamanan zat adiktif yang diatur dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat (Ranperda KTR Solok, 2016). 1

Pengamanan penggunaan bahan yang zat adiktif pada saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan, terutama zat adiktif yang berasal dari rokok dan produk yang mengandung tembakau. Kebiasaan merokok merupakan salah satu perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh efek globalisasi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Menurut data WHO (World Health Organization), setiap tahunnya ada enam juta kematian orang setiap tahunnya disebabkan oleh kebiasaan merokok, termasuk di dalamnya yaitu perokok pasif sejumlah 600.000 orang meninggal akibat terpapar asap rokok. Jika hal ini terus berlanjut, maka diprediksikan pada tahun 2030 akan terjadi kematian delapan juta orang tiap tahunnya dan 80% terjadi di negara miskin dan berkembang (WHO, 2011). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia dimana 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Bahaya kesehatan akibat rokok tidak saja bagi perokok itu sendiri dan juga bagi orang lain yang bukan perokok. Bahaya rokok merupakan penyebab dari sekitar 5% kasus stroke di Indonesia. Selain itu wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan atau penundaan kemampuan hamil. Pada pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%. Lebih dari 40,3 juta anak Indonesia berusia 0 14 tahun tinggal dengan perokok dan terpapar asap rokok dilingkungannya. Anak yang terpapar asap rokok di lingkungannya mengalami pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernapasan, infeksi telinga dan Asma (Prasetya, 2014). Menurut data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) 2

Kementerian Kesehatan RI, jumlah perokok di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan Riskesdas 2007 sebesar 34,2%, Riskesdas 2010 sebesar 34,7% dan Riskesdas 2013 menjadi 36,3%. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang prevalensi perokoknya diatas angka nasional yaitu 38,4 % (Riskesdas, 2013). Selain itu, sekitar 6 juta orang pertahun meninggal karena penggunaan tembakau, 5 juta orang diantaranya adalah perokok dan mantan perokok, serta 600.000 orang bukan perokok yang terpapar asap rokok. Hal ini tentu akan menjadi masalah yang berkepanjangan apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian. Angka kematian akibat merokok diperkirakan akan meningkat cepat menjadi lebih dari 8 juta orang pada tahun 2030 (Kemenkes, 2012). Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, 85% rumah tangga di Indonesia terpapar asap rokok, estimasinya adalah delapan perokok meninggal karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena terpapar asap rokok orang lain. Berdasarkan perhitungan rasio ini maka sedikitnya 25.000 kematian di Indonesia terjadi dikarenakan asap rokok orang lain. Perokok di Indonesia terbilang belum ada penurunan di tiap tahunnya (Riskesdas, 2013). Kebiasaan merokok sudah menjadi budaya pada bangsa kita, remaja, dewasa, bahkan anak-anak sudah tidak asing lagi dengan benda mematikan tersebut. Saat ini rokok menjadi salah satu produk konsumen yang tingkat konsumsinya relatif tinggi di masyarakat yang memiliki sangat banyak pembeli (Noreiga, 2015). Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai peraturan yang mengatur perlindungan terhadap masyarakat akibat bahaya merokok. Pemerintah berupaya untuk merumuskan berbagai regulasi dan kebijakan yang dapat diimplementasikan 3

dalam menanggulangi dampak bahaya rokok. Peraturan tersebut adalah Undang- Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian ketujuh belas mengenai Pengamanan zat adiktif, rancangan peraturan pemerintah pengamanan produk tembakau, Undang- Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Produksi Tembakau Terhadap Kesehatan (RUU-PDPTK) (TCSC-IAKMI; 2010). Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 pasal 115 Ayat 2 yang menyatakan bahwa Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok didaerahnya. Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau Area yang dinyatakan dilarang untuk merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk tembakau. Kawasan Tanpa Rokok yang dimaksud adalah fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses Belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan. Kebijakan turunannya antara lain Peraturan Bersama Menteri Kesehatan No. 188/Menkes/PB/I/2011 dan Menteri Dalam Negeri No. 7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (UU No 36 Tahun 2009 dan Permendagri, 2011). Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah mengeluarkan peraturan daerah Provinsi Sumatera Barat tentang KTR yakni Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012. Peraturan daerah ini menjadi acuan bagi pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengaturan KTR di Provinsi Sumatera Barat. Kota Solok adalah salah satu kota di Sumatera Barat yang telah memiliki peraturan mengenai Kawasan Tanpa Rokok 4

(KTR) yakni Peraturan Walikota No. 5 Tahun 2013 yang sudah disahkan pada tanggal 31 Januari 2013. Jumlah penduduk Kota Solok adalah 63.541 jiwa. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Solok tahun 2014 ada sekitar 36,7% yang merupakan perokok aktif. Berdasarkan hasil observasi masih terdapat penjual rokok di area KTR, masih ada perokok di area KTR serta tidak adanya larangan merokok bagi pegawai dan pengunjung di area KTR dan belum semua area KTR mendapatkan sosialisasi. Selain itu didapatkan masih terlihat iklan rokok di Kota Solok, fasilitas yang masih belum mencukupi dalam mendukung implementasi kebijakan ini. Berdasarkan dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada 10 orang responden yang diambil secara acak tujuh (70 %) responden yang belum mengetahui bahwa di Kota Solok sudah mempunyai Perwako No. 5 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program KTR di Dinas Kesehatan Kota Solok bahwa masih belum adanya sanksi yang tegas untuk pelanggar KTR. Melihat masih terdapatnya masalah terkait implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok, maka penulis tertarik untuk menganalisis Implementasi Peraturan Walikota tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok tahun 2016. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan dari masalah yang ada mengenai implementasi KTR di kota Solok, yaitu masih ditemukannya perokok di area KTR, masih belum adanya sanksi bagi pelanggar Kawasan Tanpa Rokok, belum maksimalnya sosialisasi yang dilakukan mengenai kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok, masih terlihatnya iklan rokok dan masih terdapat kegiatan yang disponsori oleh produsen 5

rokok di Kota Solok, maka dirumuskan masalah penelitian yaitu: Bagaimana Implementasi Peraturan Walikota tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok Tahun 2016 berdasarkan Perwako No. 5 Tahun 2013? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis Implementasi Peraturan Walikota No. 5 Tahun 2013 tentang KTR di Kota Solok. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Tujuan Khusus Kuantitatif a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat mengenai Peraturan Walikota No. 5 Tahun 2013 tentang KTR di Kota Solok. b. Mengetahui gambaran sikap masyarakat mengenai Peraturan Walikota No. 5 Tahun 2013 tentang KTR di Kota Solok. 1.3.2.2 Tujuan Khusus Kualitatif 1. Menganalisis mengenai proses penyampaian informasi kebijakan (komunikasi/ communication) dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors) kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok. 2. Menganalisis mengenai sumber daya (resources) yang digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan (sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan) kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok. 3. Menganalisis mengenai disposisi (disposition) yaitu komitmen dan tangung jawab implementor kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok. 6

4. Menganalisis mengenai struktur birokrasi (bureucratic structure) yang berkaitan dengan mekanisme yaitu adanya SOP dan struktur organisasi yang berhubungan dengan pengawasan implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok. 5. Menganalisis mengenai implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Solok. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Teoritis/Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2 Aspek Praktis a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Solok, hasil penelitian dapat memeberikan masukan dalam melakukan pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Solok tahun 2016. b. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman belajar dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan menambah wawasan pengetahuan. c. Diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang gambaran implementasi KTR. 7