HUBUNGAN DERAJAT KLINIS DENGAN KADAR FERITIN PENYANDANG THALASSEMIA β DI RSUD ARIFIN ACHMAD

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

ABSTRAK DAMPAK PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH DALAM JANGKA PANJANG PADA PENDERITA THALASSEMIA

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

Thalassemia pertama kali diperkenalkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

Daftar pustaka 1. Setianingsih I, Williamson R, Daud D, Harahap A, Marzuki S, and Forresst S, Phenotypic variability of filipino

Hubungan antara Kadar Feritin dengan Kadar BUN-Kreatinin pada Pasien Talasemia Beta Mayor di RSD dr. Soebandi Jember

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

Pemeriksaan Jumlah Trombosit pada Penderita Thalasemia-β Mayor yang telah di Splenektomi Lebih Dari Tiga Bulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DAN III DI BPS. NY. K KOTA MOJOKERTO Oleh: DEFIRA AYU RAHAYU

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ASUPAN MAGNESIUM DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI PENDERITA ANEMIA DI SUKOHARJO SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB III METODE PENELITIAN

Gambaran Status Gizi Anak Talasemia β Mayor di RSUP Dr. M. Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI PEMBENTUK SEL DARAH MERAH DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN GOWA

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan


PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN

Hubungan antara Tipe Mutasi Gen Globin dan Manifestasi Klinis Penderita Talasemia

ABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR

Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari Juli 2013

Hubungan antara Kadar Feritin dengan Kadar Glutation (GSH) pada Pasien Talasemia Beta Mayor di RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN SERUM DENGAN KADAR HEPSIDIN PADA CARRIER TALASEMIA β ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS DAWE KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di

HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA MAYOR DI RSUD KABUPATEN CIAMIS

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS

BAB 1 PENDAHULUAN. merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal. umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia

STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET BESI DI POLINDES BENDUNG JETIS MOJOKERTO.

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

ABSTRAK UJI VALIDITAS HASIL PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN METODE TALLQVIST TERHADAP METODE FLOW CYTOMETRY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

HUBUNGAN KEPATUHAN TRANFUSI DAN KONSUMSI KELASI BESI TERHADAP PERTUMBUHAN ANAK DENGAN THALASEMIA

Kebutuhan Transfusi Darah Pasca-Splenektomi pada Thalassemia Mayor

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Ilmu Patologi

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN KEPATUHAN KONSUMSI TABLET BESI

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TERHADAP ANEMIA KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DTP CIDAUN CIANJUR TAHUN 2017

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

Transkripsi:

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS DENGAN KADAR FERITIN PENYANDANG THALASSEMIA β DI RSUD ARIFIN ACHMAD Adriyan Satria Elmi Ridar Lucyana Tampubolon Email: ad_riyan_nothing@yahoo.com Abstract Thalassemia is a genetic disorder which there is interference with the synthesis of hemoglobin that causes a decreased of synthesis of α or β chain, If the abnormalities are β chain called β thalassemia. People with thalassemia need transfusion of red blood in rest of their life to maintain sufficient hemoglobin level, but the result in increased level of iron overload in body which can cause complication. This study aims to see the description and the correlation between clinical severity with ferritin level of β thalassemia at Arifin Achmad Hospital in Riau province. The method used is analytic with cross sectional approach. Disease severity assessed by Thailand score whereas ferritin level through laboratory test. Of 59 people with thalassemia there are as many as 49 people (83.1%) with moderate disease severity and 10 people (16.9%) with severe disease severity, whereas ferritin levels <1000 ng/ml as many as 6 people (10.2%), 1000-2500 ng/ml as many as 14 people (23.7%) and >2500 ng/ml as many as 39 people (66.1%). After analysis, there is no correlation between disease severity with ferritin level (p>0.05). The conclusion of this study, the highest data are thalassemia with moderate disease severity and ferritin level >2500 ng/ml, also there is no correlation between disease severity with ferritin level. Keyword: β thalassemia, disease severity, ferritin level. PENDAHULUAN Hemoglobinopati merupakan gangguan genetik yang banyak dijumpai di Asia Tenggara. Secara global thalassemia merupakan gangguan monogenik yang biasa ditemukan. 1 Terdapat 4,83% dari populasi dunia membawa varian globin dengan 1,67% diantaranya pembawa sifat thalassemia α dan thalassemia β. Selain itu, 1,92% membawa hemoglobin sel sabit, 0,95% membawa hemoglobin E dan 0,29% membawa hemoglobin C. Dari jumlah tersebut diperkirakan angka kelahiran dunia dari bentuk homozigot atau heterozigot pada gangguan hemoglobin termasuk thalassemia α dan thalassemia β adalah 2,4 per 1000 kelahiran dgn 1,96 memiliki penyakit sel sabit dan 0,44 memiliki thalassemia. 2 Sedangkan di Negara Indonesia, ditemukan pembawa sifat thalassemia β yakni 3%-10%, pembawa sifat thalassemia α 2,6%- 11% dan pembawa sifat hemoglobin E 1,5%-33%. 3 Thalassemia merupakan suatu keadaan pada hemoglobin dimana JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 1

terdapat gangguan genetik yang menyebabkan menurunnya kecepatan sintesis rantai α atau β. 4 Gambaran klinis yang biasa ditemukan adalah anemia berat, pembesaran hati dan limpa, hemopoiesis ekstramedular dan adanya penimbunan zat besi yang akan berlangsung selama kehidupan penyandang. 4 Semakin parah klinis yang ditemukan maka akan berdampak pada kualitas hidup penyandang. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sripichai dan kawan-kawan menghasilkan sebuah skoring yang menentukan bagaimana derajat kaparahan dari klinis penyandang thalassemia β apakah berupa derajat ringan, sedang atau berat yang dinilai dari beberapa parameter yang sudah ditentukan, sehingga dapat dinilai bagaimana penatalaksanaan yang sebaiknya diberikan. 5 Transfusi merupakan penatalaksanaan yang dilakukan pada penyandang thalassemia. Selama hidupnya, seorang penyandang thalassemia akan dilakukan pemberian transfusi yang berguna untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada kadar yang baik sehingga diharapkan tubuh dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 3 Namun, transfusi akhirnya menimbulkan dampak lain yakni peningkatan kadar zat besi di tubuh. 4 Feritin merupakan salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada penyandang thalassemia untuk memantau kadar besi di tubuh. Dari hasil sebuah penelitian didapatkan bahwa kadar feritin penyandang thalassemia β khususnya thalassemia β mayor yang bernilai >1000 ng/ml memiliki perubahan pada struktur jantung yaitu ventrikel kiri yang dapat dilihat dari perubahan massa dan volumenya yang mengakibatkan adanya perubahan dalam kerja pompa jantung. 6 Selain itu, pada penelitian lain didapatkan bahwa kadar feritin yang bernilai >2500 ng/ml memiliki resiko komplikasi berupa penyakit jantung yang tentu tidak diharapkan terjadi. 7 Mengetahui bahwa thalassemia β merupakan kelainan genetik yang akan memberikan gangguan seumur hidup berupa gejala klinis pada penderitanya, ditambah perlunya mengetahui hasil laboratorium terutama kadar feritin. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mendalam mengenai hubungan antara derajat gejala klinis yang ditimbulkan dengan kadar feritin, maka peneliti berniat untuk melakukan penelitian tersebut. Sehingga dapat diketahui bagaimana hubungan antara derajat gejala klinis yang ditimbulkan penyandang thalassemia β dengan kadar feritin terutama pada penyandang di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh penyandang thalassemia β yang berobat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Pengambilan sampel penelitian dengan metode minimum sampling yaitu penyandang thalassemia β yang bersedia menjadi sampel penelitian. Data dikumpulkan melalui informed consent dan peneliti mengisi form yang telah disediakan. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan variabel penelitian dan JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 2

setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data secara manual. Selanjutnya data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. sebanyak 49 penyandang (83,1%) dan derajat klinis berat sebanyak 10 penyandang (16,9%). HASIL PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan di Thalassemia Center RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau terhadap penyandang thalassemia β yang dirawat di ruangan Thalassemia RSUD Arifin Acmad Provinsi Riau selama kurang lebih satu setengah bulan, didapatkan total penyandang sebanyak 59 penyandang yang sudah memenuhi kriteria inklusi. 4.1 Distribusi penyandang thalassemia β berdasarkan derajat klinis Distribusi frekuensi penyandang thalassemia β berdasarkan derajat klinis dapat dilihat pada Tabel 4.1 : Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan derajat klinis thalassemia β Derajat Klinis Jumlah (n) Ringan 0 0 Sedang 49 83,1 Berat 10 16,9 Total Responden Frekuensi (%) 59 100% Berdasarkan Tabel 4.1, pada hasil penelitian didapat jumlah penyandang thalassemia β sebanyak 59 penyandang yang terdiri dari derajat klinis ringan sebanyak 0 penyandang (0%), derajat klinis sedang merupakan yang terbanyak dari seluruh responden 4.2 Distribusi penyandang thalassemia β berdasarkan kadar feritin Distribusi frekuensi penyandang thalassemia β berdasarkan kadar feritin dapat dilihat pada Tabel 4.2 : Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan kadar feritin serum Kadar Feritin Serum (ng/ml) Jumlah (n) Frekuensi (%) <1000 6 10,2 1000 25000 14 23,7 >2500 39 66,1 Total Responden 59 100% Tabel 4.2 merupakan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi kadar feritin serum pada penyandang thalassemia β yang dibagi dalam 3 kategori. Pada kategori <1000 ng/ml terdapat sebanyak 6 penyandang (10,2%), kategori kedua yaitu 1000-2500 ng/ml terdapat sebanyak 14 penyandang (23,7%) dan kategori ketiga >2500 ng/ml merupakan yang terbanyak yaitu sebanyak 39 penyandang (66,1%). Penyandang thalassemia β dengan nilai rata-rata kadar feritin >2500 ng/ml adalah senilai 5394,4 ng/ml sementara seluruh penyandang meminum obat kelasi dengan tingkat kepatuhan meminum obat kelasi hanya 66,7%. JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 3

4.3 Hubungan derajat klinis dengan kadar feritin pada penyandang thalassemia β Analisis untuk melihat hubungan antara derajat klinis dan kadar feritin pada penyandang thalassemia β dapat dilihat pada Tabel 4.3 : Tabel 4.3 Tabel analisis hubungan derajat klinis dan kadar feritin Kadar Feritin Derajat Klinis Sedang Berat <1000 4 2 6 1000-2500 Total Nilai p 13 2 15 1,000 >2500 32 6 38 Total 49 10 59 Berdasarkan Tabel 4.3 didapat nilai signifikan setelah dilakukan analisis antara Derajat Klinis dan Kadar Feritin dengan menggunakan Kolgomorov- Smirnov sebesar 1,000. Nilai p>0,05 menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara derajat klinis dengan kadar feritin serum dari penyandang thalassemia β. PEMBAHASAN 5.1 Distribusi penyandang thalassemia β berdasarkan derajat klinis Dari hasil penelitian ini didapatkan jumlah penyandang thalassemia β sebanyak 59 penyandang yang terdiri dari derajat klinis ringan sebanyak 0%, derajat klinis sedang sebanyak 83,1% sebagai derajat terbanyak dari seluruh responden dan derajat klinis berat sebanyak 16,9%, ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Moedrik Tamam dan kawan-kawan di Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Semarang (2006) dengan total sampel sebanyak 38 penyandang, dari penelitian tersebut didapatkan hasil penelitian derajat klinis penyandang thalassemia β dengan proporsi kategori sedang sebanyak 25 subyek (65,8%), sedangkan berat sebanyak 13 subyek (34,2%) dan tidak dijumpai subyek dengan derajat thalassemia ringan. 8 Hasil penelitian ini hampir menyerupai yang dilakukan peneliti dimana tidak terdapat derajat ringan setelah dilakukan penilaian skor terhadap klinis penyandang dan kategori sedang adalah yang terbanyak dari seluruh sampel. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Pimlak dan kawankawan di Chiang Mai, Thailand mendapatkan dari 80 penyandang yang diteliti terdapat sebanyak 35 kasus (43,8%) dengan derajat klinis sedang, 27 kasus (33,8%) dengan derajat klinis ringan dan sebanyak 18 kasus (22,5%) dengan derajat klinis berat. 9 Hasil penelitian ini sedikit berbeda dari yang peneliti dapatkan yang mana derajat klinis ringan pada penelitian Pimlak dan kawan-kawan ada, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan tidak terdapat derajat klinis ringan. Namun, derajat klinis sedang adalah yang terbanyak dan ini hampir menyerupai hasil yang didapatkan oleh peneliti. Banyaknya derajat klinis JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 4

sedang pada penyandang thalassemia β dapat dikarenakan lamanya penyandang dibawa ke rumah sakit sehingga semakin ditunda dapat meningkatkan perburukan klinisnya. 5.2 Distribusi penyandang thalassemia β berdasarkan kadar feritin Distribusi berdasarkan kadar feritin dapat dilihat pada Tabel 4.2. Pada kategori pertama yaitu <1000 ng/ml terdapat sebanyak 10,2%, kategori kedua yaitu 1000-2500 ng/ml terdapat sebanyak 23,7% dan kategori ketiga yaitu >2500 ng/ml merupakan yang terbanyak yaitu sebanyak 66,1%, Nilai rata-rata kadar feritin kategori >2500 ng/ml adalah senilai 5394,4 ng/ml dengan tingkat kepatuhan meminum obat kelasi sebesar 66,7%. Kadar feritin yang masih tinggi disebabkan karena penyandang tidak patuh minum obat kelasi. Hasil tingkat kepatuhan minum obat didapatkan dari wawancara terhadap penyandang dan keluarganya, yang mana penyandang lupa untuk meminum obat dan keluarga juga tidak mengingatkan penyandang untuk minum obat. Faktor lain yang mempengaruhi kurang patuhnya penyandang meminum obat adalah seperti obat kelasi yang memberi efek samping pada penyandang berupa nyeri tulang sehingga obat tidak dilanjutkan. Lalu, terdapat penyandang yang sakit sehingga obat seperti deferiprox untuk sementara harus dihentikan karena obat ini dapat menurunkan imunitas. Jadi, kemungkinan tingginya kadar feritin dari penyandang yang peneliti teliti adalah dari alasan alasan tersebut. Pengaturan diet bagi penyandang thalassemia sangat penting karena berhubungan dengan masuknya mikronutrien dalam hal ini zat besi. Zat besi yang terkandung pada makanan dan minuman yang dikonsumsi juga akan berpengaruh terhadap akumulasi zat besi di tubuh. Makanan yang mengandung banyak zat besi seperti daging khususnya ampela, ikan, telur, roti, sereal, sayur, kacang-kacangan harus diatur jumlah yang dikonsumsi oleh penyandang thalassemia supaya intake zat besi tidak terlalu berlebihan. 10 Hasil penelitian yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nadeem Ikram dan kawan-kawan di Thalassaemia Management Center, Holy Family Hospital, Rawalpindi (2003) dengan jumlah sampel sebanyak 75 orang, ditemukan penyandang yang memiliki feritin serum <1000 ng/ml sebanyak 2 (2,67%) penyandang, kategori 1000-2500 ng/ml sebanyak 16 (21,34%) penyandang dan >2500 ng/ml sebanyak 57 (76%) penyandang. 11 Berdasarkan perbandingan penelitian di atas, feritin serum >2500 ng/ml adalah kategori terbanyak pada penyandang thalassemia β dibandingkan dengan kategori 1000-2500 ng/ml dan <1000 ng/ml. Nilai feritin serum >2500 ng/ml memiliki risiko yang tinggi bagi penyandang thalassemia. Penelitian yang dilakukan oleh Olivieri dan kawan-kawan mendapati bahwa penyandang thalassemia β dengan nilai feritin serum >2500 ng/ml akan berisiko memiliki penyakit jantung. JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 5

Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa keadaan yang baik bagi penyandang thalassemia β adalah mengatur supaya kadar feritin <2500 ng/ml yang dibantu oleh konsumsi obat kelasi, sehingga penyandang dapat bertahan hidup dengan risiko penyakit jantung yang rendah. 7 Penelitian mengenai risiko ini belum dilakukan pada penyandang thalassemia β di RSUD Arifin Achmad, oleh karena itu belum diketahui risiko dari kadar feritin di atas 2500 ng/ml pada penyandang yang dijadikan sampel pada penelitian ini. 5.3 Hubungan derajat klinis dengan kadar feritin pada penyandang thalassemia β Berdasarkan Tabel 4.3 didapat nilai P setelah dilakukan analisis antara Derajat Klinis dan Kadar Feritin dengan menggunakan Kolgomorov- Smirnov adalah p>0,05. Nilai yang didapat menyatakan bahwa tidak ada hubungan di antara dua variabel tersebut. Pada penelitian ini tidak ada hubungan bermakna antara berat ringan klinis dengan kadar feritin. Hal tersebut karena kadar feritin yang bernilai tinggi tidak memperlihatkan beratnya klinis ataupun sebaliknya rendahnya kadar feritin tidak memperlihatkan ringannya klinis. Adanya obat kelasi yang dikonsumsi oleh penyandang sebelumnya berkemungkinan menyebabkan untuk memiliki klinis yang berat tetapi memiliki kadar feritin yang rendah. Ketika seseorang terkena gejala anemia, tubuh akan merespon dengan melakukan pengaturan terhadap zat besi yang diprakarsai oleh hepsidin. Hepsidin adalah polipeptida berukuran besar yang berasal dari hati sebagai respon terhadap kadar besi atau inflamasi. Protein ini menekan penyerapan besi di usus dan pemindahannya di plasenta serta pembebasan besi dari makrofag. Apabila kadar besi di plasma dalam kondisi tinggi, sintesis hepsidin akan meningkat dan sebaliknya ketika besi di plasma rendah, sintesisnya akan berkurang. 4,12 Namun, pada penyandang thalassemia, kadar hepsidin serum menjadi rendah karena pelepasan GDF 15 dan TWSG1 dari prekursor eritrosit dini yang meningkat karena eritropoiesis inefektif dan mengakibatkan tingginya absorpsi besi. 4 Pengaturan diet yang berbeda pada setiap penyandang dapat memberikan hasil yang bervariasi pada kadar feritin di tubuh. Pada keadaan normal, tubuh menyerap zat besi sekitar 0,5 hingga 1 mg per hari pada pria dan lebih banyak pada wanita sebanyak 1 hingga 1,5 mg per hari dari jumlah asupan gizi zat besi sebanyak 15 sampai 20 mg per hari. 13 Namun, pada kondisi anemia terutama pada thalassemia β, tubuh akan menyerap lebih banyak zat besi dengan tujuan membentuk sejumlah darah untuk mengembalikan kadar hemoglobin tubuh ke angka yang ideal. Pada thalassemia β, darah yang dibentuk dalam kondisi tidak sempurna sehingga darah yang beredar akan dihancurkan kembali dan tubuh akan merespon untuk membentuk darah yang dimulai dari proses penyerapan besi di usus dan begitu seterusnya. JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 6

Sehingga pengaturan diet dapat memberikan hasil yang berbeda terhadap cadangan besi di tubuh, tergantung bagaimana penyandang dan keluarga mengaturnya. 4 Penyandang thalassemia khususnya thalassemia β memiliki kebutuhan transfusi darah setidaknya sebulan sekali. Setiap 450 sampai 500 ml darah normal terdapat sekitar 200 hingga 250 mg zat besi yang akan terus terakumulasi di tubuh. 4 Kemampuan tubuh untuk mengeluarkan zat besi adalah sebanyak 1 mg per hari sehingga tidak adekuat untuk mengeluarkan zat besi yang mungkin dapat memberikan komplikasi pada organ-organ vital. 12 Obat kelasi dapat membantu dalam pengeluaran zat besi. Di Indonesia dikenal beberapa jenis obat kelasi seperti deferoksamin, deferipron dan deferasirox. 4 Obat-obatan ini memiliki daya untuk mengikat besi berlebih di tubuh dan mengeluarkannya melalui urin atau feses. Obat seperti deferasirox memiliki kemampuan mengekskresi besi hingga mencapai 0,445 mg Fe/kg berat badan per hari yang dominan dikeluarkan melalui feses. 14 Sedangkan deferipron sebagai salah satu obat kelasi yang dikenal, masih belum terdapat studi klinis yang menyatakan bagaimana dan berapa jumlah yang diekskresikan apabila menggunakan obat jenis ini. 15 Meskipun deferoksamin adalah obat yang lebih dulu dikenal selain deferipron dan deferasirox, obat ini juga belum ada studi klinis mengenai berapa jumlah besi yang dikeluarkan oleh obat ini. 16 Namun, daya ikat masing-masing obat terhadap zat besi di tubuh sudah dapat dibuktikan. Perbandingan daya ikat masingmasing obat terhadap zat besi adalah deferoksamin (1:1), deferipron (3:1) dan deferasirox (2:1). 17 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap 59 penyandang thalassemia β yang melakukan pengobatan berulang di Thalassemia Center RSUD Arifin Achmad, dengan pengambilan data melalui pemeriksaan langsung dan status penyandang didapatkan simpulan sebagai berikut : 1. Derajat beratnya klinis penyandang thalassemia β terdiri dari derajat klinis sedang 83,1% dan derajat klinis berat sebanyak 16,9%. 2. Kadar feritin serum penyandang thalassemia β terdiri dari kategori <1000 ng/ml sebanyak 10,2%, 1000-2500 ng/ml sebanyak 23,7% dan >2500 ng/ml sebanyak 66,1%. 3. Tidak terdapat adanya hubungan signifikan antara derajat klinis dengan kadar feritin serum penyandang thalassemia β. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Fakultas Kedokteran Universitas Riau, RSUD Arifin Achmad, dr. Elmi Ridar, Sp.A dan dr. Lucyana Tampubolon, Sp.PK selaku dosen pembimbing, dr. Deddy Satriya Putra, Sp.A(K) dan dr. Fatmawati,Sp.PK selaku dosen penguji, serta dr. Wiwit JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 7

Ade Fidiawati, M.Biomed Sp.PA selaku supervisi yang telah memberikan waktu, bimbingan, nasehat serta ilmu selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Daftar Pustaka 1. Fucharoen S, Winichagoon P. Haemoglobinopathies in Southeast Asia. Indian J Med Res. 2011; 134: 498. 2. Rund D, Rachmilewitz E. β- Thalassemia. N Engl J Med 2005; 353:1135-46. 3. Gatot D, Amalia P, Sari TT, Chozie NA. Pendekatan Mutakhir Kelasi Besi pada Thalassemia. Sari Pediatri. 2007;8:78-84. 4. Hoffbrand, A.V.. Moss, P.A.H.. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2013. 81-91. 5. Sripichai O, Makarasara W, Munkongdee T et al. A scoring system for the classification of β- thalassemia/hb E disease severity. Am J Hematol. 2008: 482-484. 6. Bosi G, Crepaz R, Gamberini MR et al. Left ventricular remodelling, and systolic and diastolic function in young adults with b thalassaemia major: a Doppler echocardiographic assessment and correlation with haematological data. Heart 2003;89:762 766. 7. Oliviery NF, Nathan DG, Macmillan JH et al. Survival in medically treated patients with homozygous beta-thalassemia. N Engl J Med 1994;331(9):574-8. 8. Tamam M, Hadisaputro S, Sutaryo, Setianingsih I, Astuti R, Soemantri A. Hubungan antara Tipe Mutasi Gen Globin dan Manifestasi Klinis Penderita Talasemia. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2010;26:48-52. 9. Charoenkwan P, Teerachaimahit P, Sanguansermsri T. The Correlation of α-globin Gene Mutations and the XmnI Polymorphism with Clinical Severity of Hb E/β- Thalassemia. Hemoglobin. 2014;38(5):335-338. 10. Webster-Gandy J, Madden A, Holdsworth M. Gizi dan Dietetika, ed. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014. 11. Ikram N, Hassan K, Younas M, Amanat S. Ferritin Levels in Patients of Beta Thalassaemia Major. International Journal of Pathology. 2004;2(2):71-74. 12. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. 13. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 8

14. Product Information: Exjade. Novartis [internet]. 2015 [diakses 24 Mei 2016]. Available from: https://www.pharma.us.novartis.c om/product/pi/pdf/exjade.pdf. 15. Product Information: Ferriprox Apo Pharma [internet]. 2015 [diakses 24 Mei 2016]. Available from: http://www.ferriprox.com/aboutfer riprox/default_intl.asp. 16. Product Information: Desferal. Novartis [internet]. 2011[diakses 24 Mei 2016]. Available from:https://www.pharma.us.nova rtis.com/product/pi/pdf/desferal.pd f. 17. Algren DA. Review of Oral Iron Chelators (Deferiprone and Deferasirox) for the Treatment of Iron Overload in Pediatric Patients. WHO [internet]. [diakses 24 Mei 2016]. Available from: http://www.who.int/selection_med icines/committees/expert/18/appli cations/oralironchelators.pdf. JOM FK Vol.3 No.2 Oktober 2016 9