BAB I PENDAHULUAN. merupakan cara pemberian stimulasi tersebut. Prinsip tersebut meninjau atas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat menentukan bagi anak untuk mengembangkan seluruh. potensinya. Berdasarkan kajian dalam Ernawulan Syaodih dan Mubiar

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. dalam perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia sangat berkembang pesat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada masa Golden Age (keemasan), sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. depan, jika pondasi lemah maka akan susah berharap bangunannya berdiri kokoh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia dini adalah masa yang sangat menentukan bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini ialah anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak didik. sekolah. Melalui bermain anak-anak dapat menghasilkan pengertian atau

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. yang sederajat) dan jalur pendidikan informal yang berbentuk pendidikan

I. PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas, Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek

UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI MELALUI METODE OUT BOND DI KELOMPOK BERMAIN PUTRA BANGSA PASUNGAN, CEPER, KLATEN TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu di

BAB I PENDAHULUAN. oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

ANALISIS PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KOGNITIF PADA ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KI HAJAR DEWANTORO KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/prilaku,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha yang dilakukan keluarga, masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak Usia Dini masih menjadi pro dan kontra, masing-masing punya alasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk Pendidikan Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kegiatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. layak, hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Anak Usia Dini menurut NAEYC (National Association Educational

BAB I PENDAHULUAN. jamak (multiple intelegence) maupun kecerdasan spiritual. yaitu usia 1-6 tahun merupakan masa keemasan (golden age), yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak merupakan suatu wadah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak bukanlah orang dewasa mini. Anak memiliki cara tersendiri untuk. lebih bereksplorasi menggunakan kemampuan yang dimiliki.


BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan terutama,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fifi Nurshifa Budiarti, 2016 Studi Implementasi Kurikulum 2013 PAUD di TK Negeri Pembina Se Kota Bandung

CALISTUNG UNTUK PAUD * Ika Budi Maryatun, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah proses pembinaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan pada materi yang terdapat dalam kurikulum tersebut. Strandar

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Kepmendikbud Nomor 0486/U/1992, Bab II Pasal 3 ayat (1)). Pasal 31 ayat

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Kurikulum 2004 Standar Kompetensi TK dan RA, 2004: 2). Suyanto (2005: 1)

BAB I PENDAHULUAN. yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari anak, misal di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Molly Novianti, 2013

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa terutama di negara-negara maju,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. masa yang terjadi sejak anak berusia 0 6 tahun. Masa ini adalah masa yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan analisis data yang diperolah selama penelitian dan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. TK ini berada di tengah-tengah Kota Gorontalo dan telah banyak menamatkan anak

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun menurut. Undang-Undang Republik Indonesia, dan 0-8 tahun menurut

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan usia dini dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan dasar sering disebut masa keemasan (golden age) serta masa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATERI PEDAGOGIK GURU KELAS PAUD/TK BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dibidang pendidikan. dalam satu program kegiatan belajar dalam rangka kegiatan belajar dalam

ARTIKEL SKRIPSI OLEH: SITI MUALIQOH SATTA NPM : P

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang secara terminologi disebut sebagai anak usia pra-sekolah. Usia demikian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Artinya, pendidikan diharapkan dapat membuat manusia menyadari

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan

PEMANFAATAN MEDIA BIJI-BIJIAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIDANG PENGEMBANGAN MATEMATIKA PADA ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

K A 2012/2013. Disusun Oleh: YULIANA DEWI A FAKULTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Satuan atau program PAUD adalah layanan PAUD yang dilaksanakan pada suatu lembaga pendidikan dalam bentuk Taman Kanak-kanak (TK)/ Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Layanan tersebut menyelenggarakan pengembangan secara holistik untuk membina anak usia 0-6 tahun. Adanya layanan satuan pendidikan anak usia dini tersebut menjadi harapan agar anak menerima stimulasi yang tepat untuk tumbuh-kembang. Pembelajaran pada pendidikan anak usia dini yang menganut prinsip belajar seraya bermain merupakan cara pemberian stimulasi tersebut. Prinsip tersebut meninjau atas kondisi psikologis anak yang memiliki kebutuhan bermain. Keberadaan pendidikan anak usia dini sebagai layanan untuk sejak lahir hingga usia enam tahun, memiliki peran penting karena masa tersebut ialah masa emas (golden age) sehingga tepat untuk memberikan stimulasi tumbuh-kembang bagi anak. Salah satu bagian formal pendidikan anak usia dini yakni Taman Kanak-kanak (TK) ialah bagian yang paling diminati orangtua untuk mengikutsertakan anaknya. Alasannya antara lain ialah agar anak memiliki persiapan matang untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan dasar. Berdasarkan manfaat dan fungsi dari Taman Kanak-kanak tersebut mendorong pemerintah mulai mengkaji ulang beberapa bagian. Salah satu bagian yang mengalami perubahan yaitu kurikulum. Fokus pengembangan secara holistik telah beralih pada Peraturan Menteri Pendidikan 1

2 dan Kebudayaan No. 146 Tahun 2014 yang mencakup 6 aspek perkembangan. Aspek tersebut diantaranya NAM, Kognitif, Sosial Emosional, Bahasa, Fisik, dan menambahkan aspek Seni. Dari seluruh aspek, kemampuan kognitif menjadi sasaran yang paling diperhatikan oleh setiap kalangan (baik orangtua, guru, dan masyarakat). Kemampuan kognitif yang menjadi harapan ialah sudah matang membaca, menulis, dan menghitung (calistung). Sementara kemampuan kognitif, bukan hanya mengenai calistung tetapi pengembangan kognitif secara keseluruhan yakni dapat melalui taktil (indra peraba) untuk menyadari berbagai jenis tekstur. Seharusnya anak telah menerima materi yang berkaitan tentang tekstur pada tema panca indra namun fokus penjelasannya ialah tentang guna dan manfaat indra. Keterkaitan antara kemampuan taktil, materi sains, dan indra sentuhan memang berhubungan erat sebab pengetahuan tentang tekstur tergolong dari materi sains. Pengetahuan tersebut akan dimiliki oleh anak melalui indra sentuhan. Proses menerjemahkan setiap yang disentuh oleh anak disebut kemampuan taktil. Selain terabaikan dari fokus penjelasan saat tema pembelajaran, stimulasi untuk kemampuan kognitif melalui pengalaman taktil untuk mengenalkan tekstur dilakukan secara abstrak (dilakukan dengan tidak langsung menyentuh jenis tekstur). Keadaan dari tidak terpenuhinya pengalaman secara konkret mengenai tekstur juga terjadi dengan tidak adanya media mendukung untuk pembelajaran. Oleh karena itu, media dan perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang matang seharusnya dipersiapkan oleh guru sehingga dapat memberi pembelajaran untuk membentuk konsep secara tepat mengenai tekstur untuk anak.

3 Berbagai keadaan di lapangan yang ditemukan peneliti melalui Praktek Pengalaman Terpadu (PPLT) di TK B Santa Lusia diantaranya menekankan pembelajaran yang sarat untuk pengembangan kognitif khususnya Calistung sehingga anak kurang menerima stimulus untuk pengembangan kemampuan kognitif lainnya (salah satunya, kemampuan taktil). Pembelajaran yang menekankan pada kognitif ini menjadi sebuah tindak lanjut dari harapan orangtua bahwa anak harus belajar dengan mengerjakan LKA agar mampu calistung sementara stimulus untuk kemampuan tersebut dapat melalui bermain seraya belajar. Selain itu, kurangnya pemanfaatan media yang bervariasi menjadi salah satu penyebab anak menerima pembelajaran dengan penugasan dan berfokus pada calistung namun kurang pada pengembangan lain salah satunya, kemampuan taktil. Kondisi yang tidak berbeda dengan keadaan dari PPLT Peneliti dapat ditemukan dari penelitian sebelumnya dari Sri Rahayu (2014) berjudul peningkatan kemampuan taktil melalui penggunaan metode eksperimen pada anak kelompok A TK Al-Huda Kerten juga memaparkan bahwa anak belum mampu membedakan, mengelompokkan, dan melaporkan jenis tekstur sedangkan mengenai pembelajaran terdapat proses yang konseptual melalui ceramah dan pemberian tugas LKA sehingga tidak memberi pengalaman konkret. Selain tekstur, suhu dan setiap hal yang berkaitan dengan indra peraba untuk membentuk pengetahuan seharusnya menjadi proses nyata bagi anak untuk menerimanya. Proses pengenalan yang menggunakan media abstrak tanpa adanya pengalaman secara langsung bagi anak untuk mengetahui konsep tekstur dan lainnya.

4 Prinsip pembelajaran anak yakni belajar seraya bermain masih sesuai dengan keadaan anak usia dini yang secara psikologisnya masih taraf aktivitas bermain. Prinsip tersebut masih berstatus pro kontra dari sebagian pihak seperti orangtua yang menganggap prinsip belajar seraya bermain kurang efektif karena tidak yakin bahwa prinsip tersebut dapat mempersiapkan anak mengikuti pendidikan dasar. Pro kontra dari sebagian pihak atas prinsip tersebut menimbulkan beberapa pihak pendidikan anak usia dini mengubah nilai dari prinsip belajar seraya bermain sehingga muncul pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi anak. Hal ini menggugah peneliti untuk menekankan kegiatan dengan prinsip belajar seraya bermain tersebut dengan berinisiatif untuk menggunakan permainan mencari pasangan kartu sensori. Permainan ini ialah turunan dari model pembelajaran kooperatif yang menggunakan teknik mencari pasangan (make a match). Teknik tersebut melandasi peneliti menerapkan kegiatan permainan mencari pasangan kartu sensori sebagai tindak lanjut atas stimulasi pengembangan indra peraba anak. Teknik pembelajaran mencari pasangan kartu sensori tersebut, menjadi sebuah turunan kegiatan menarik yang dikemas dalam bentuk permainan. Sebagaimana pernyataan Huda (2011) bahwa model pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan dalam setiap tingkatan usia pendidikan formal maka Taman Kanak-kanak ialah salah satunya. Namun adanya keunikan pada pendidikan anak usia dini yakni belajar seraya bermaian sehingga teknik dari pembelajaran kooperatif dikemas dalam permainan bermakna. Penjelasan dari pernyataan tersebut terkandung dalam hasil penelitian tindakan kelas oleh R. Dewi (2012) yang dilaksanakan melalui beberapa tindakan dari sebelum tindakan

5 sampai pada siklus III yakni pada saat sebelum tindakan 34,7%, siklus I mencapai 51,44 %, siklus II mencapai 64,5 %, dan pada siklus III mencapai 83,4%. serta dari hasil seluruh pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan, dengan permainan mencari pasangan pada anak TK ABA Troketon 2 Pedan Klaten dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Strategi mencari pasangan dapat meningkatkan kemampuan kognitif karena anak akan mendapatkan pengetahuan dan informasi, baik dari guru, teman, ataupun dari sumber-sumber lain. Anak mendapatkan pengetahuan dari guru misalnya saat ditunjukkan dengan media kartu yang berupa konsep sejumlah benda maupun angka atau lambang bilangan. Anak mendapatkan informasi dari teman-teman saat teman yang membawa kartu angka (lambang bilangan) harus mencari pasangan dengan teman.yang membawa kartu bergambarkan sejumlah konsep benda. Penelitian lainnnya yang juga mendukung bahwa teori dari permainan mencari pasangan dapat mengasah kemampuan kognitif diantaranya. teknik mencari pasangan lambang bilangan maka kemampuan mengenal angka 1-10 pada anak kelompok A TK Kihajar Dewantoro 14 Kelurahan Ipilo Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo meningkat Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskripsi kuantitatif. Peningkatan hasil belajar juga dialami anak dengan penerapan metode make a match dan kartu huruf yang dilakukan oleh Desak dkk (2012/2013) dalam penelitian penerapan model pembelajaran make a match berbatukan media kartu huruf untuk meningkatkan kognitif anak kelompok B. Secara keseluruhan hasil penelitian memberi sebuah pernyataan

6 bahwa permainan mencari pasangan dan sejenisnya dapat memberi pengaruh pada kemampuan kognitif anak. Secara sederhananya bahwa pengetahuan/ kognitif anak terasah melalui berbagai pengalaman yang melibatkan panca indra, salah satunya ialah indra peraba maka peneliti akan menguji teori dari permainan mencari pasangan. Permainan mencari pasangan ini memiliki perbedaan, yakni anak akan mencari pasangan kartu sensori. Kartu sensori tersebut memiliki materil sebagai media untuk memperoleh pengalaman konkret untuk kemampuan taktil dalam eksplorasi mengenai tekstur. Adanya prinsip belajar seraya bermain menimbulkan insiatif terhadap peneliti untuk menguji pengaruh permainan mencari pasangan kartu sensori untuk kemampuan taktil dengan mengemas pengalaman konkret bagi anak untuk mengetahui jenis tekstur. Sebagaimana Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan No. 146 tahun 2014 menegaskan setiap anak memiliki kesanggupan untuk mengenal berbagai jenis tekstur yang terdapat dalam bagian Kompetensi dasar 3.6 dan 4.6 yang mencakup kompetensi inti yang harus dicapai pada bidang pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul PENGARUH PERMAINAN MENCARI PASANGAN KARTU SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN TAKTIL PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK SANTA LUSIA TAHUN AJARAN 2016 / 2017

7 1.2 Identifikasi Masalah Adapun masalah yang ditemukan ialah sebagai berikut : 1. Fokus orangtua menekankan pada kemampuan kognitif membaca, menulis, dan menghitung 2. Pro Kontra terhadap prinsip belajar seraya bermain 3. Muatan pembelajaran menekankan pada stimulasi penugasan 4. Kurangnya variasi media pembelajaran 5. Pemberian stimulasi kemampuan taktil yang terbatas 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan rincian dari masalah yang dikemukakan, peneliti membatasi penelitian ini pada pengaruh permainan mencari pasangan kartu sensori untuk kemampuan taktil anak usia 5-6 tahun. 1.4 Rumusan Masalah Atas dasar yang dikemukakan tersebut, peneliti merumuskan masalah yakni apakah ada pengaruh bermain mencari pasangan kartu sensori terhadap kemampuan taktil anak usia 5-6 tahun. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaruh bermain mencari pasangan kartu sensori terhadap kemampuan taktil pada anak usia 5-6 tahun.

8 1.6 Manfaat Penelitian Peneliti mengharapkan melalui penelitian ini dapat bermanfaat bagi sumbangsih keilmuan dan praktik langsung di lapangan. Beberapa manfaat yang diharapkan tersebut ditinjau dari: 1.6.1 Manfaat Teoritis Sebagai sumbangsih pemikiran teoritis untuk pengembangan keilmuan pada bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) secara praktisnya. 1.6.2 Manfaat Praktis Adapun manfaat praktisnya diklasifikasi sebagai berikut: 1. Bagi anak Stimulus bagi anak untuk kemampuan kognitif anak melalui indra peraba 2. Bagi guru Sebagai bentuk pertimbangan kegiatan pembelajaran yang dimiliki oleh guru dari yang sebelumnya untuk pembelajaran bermakna melalui indra peraba 3. Bagi Taman Kanak-kanak Sebagai bahan literatur kepala TK untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran pada bidang pengembangan kognitif melalui indra peraba 4. Bagi Peneliti Sebagai salah satu syarat melengkapi pendidikan peneliti demi terasahnya sikap mengembangkan diri untuk meneliti konteks disiplin ilmu pendidikan guru untuk anak usia dini