BAB I PENDAHULUAN. konstitusinya, yaitu pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik. terdapat di dalam Pasal 33 ayat (1) yang mengatur sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, sub sektor ini

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan mengenai perekonomian untuk dapat dimanfaatkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

I. PENDAHULUAN. perekonomian. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap sektor masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memproduksi dapat tetap berproduksi. Pada dasarnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

kredit dari dana-dana yang di peroleh melalui perjanjian kredit. dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari dasar falsafah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. hasil dari penelitian yuridis-normatif berkenaan dengan Analisis Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, menuntut para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Pramita Dyah Hapsari, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian tanah air terus tumbuh, dan transaksi perdagangan baik

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tak dapat di pungkiri

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

BAB I PENDAHULUAN. orang berkaitan dengan lembaga keuangan. Dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian merupakan kegiatan yang harus memperoleh perhatian dari negara karena berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Negara Indonesia mengatur kegiatan perekonomian di dalam konstitusinya, yaitu pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Prinsip pengaturan kegiatan perekonomian tersebut terdapat di dalam Pasal 33 ayat (1) yang mengatur sebagai berikut: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan Dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 mengatur sebagai berikut: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh lembaga keuangan merupakan salah satu kegiatan usaha yang menunjang perekonomian di Indonesia. Lembaga keuangan dibagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, tabungan, dan deposito serta menyalurkannya kepada masyarakat dalam 1

2 bentuk kredit. 1 Lembaga keuangan bukan bank atau LKBB adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan. 2 Salah satu fungsi lembaga keuangan bank yaitu memberikan kredit kepada masyarakat. 3 Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan), pada Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Perbankan tersebut memberikan penjelasan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga. Menurut Ch. Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu : a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok 1 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 2 Pasal 1 ayat (4) Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan. 3 Kredit berasal dari bahasa Romawi Credere dapat diartikan sebagai kepercayaan. Kepercayaan ini menimbulkan suatu hubungan yang terjalin di dalam kegiatan perkreditan di antara kedua belah pihak yang terlibat yaitu kreditur dan debitur. (Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung,: Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.471.)

3 Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok berarti perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan; b. Perjanjian kredit sebagai alat bukti Perjanjian kredit sebagai alat bukti berarti perjanjian kredit mengatur mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur; c. Perjanjian kredit sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. 4 Kegiatan penyaluran kredit dilakukan oleh Bank kepada nasabahnya dengan cara membuat perjanjian kredit. Dalam hal ini, bank berkedudukan sebagai kreditur dan nasabah berkedudukan sebagai debitur. Apabila pihak kreditur dan debitur telah setuju dan sepakat untuk melakukan transaksi kredit, maka pihak kreditur wajib membuat perjanjian kredit secara tertulis serta melakukan pembacaan akad kredit di hadapan pihak debitur. 5 Perjanjian harus dibuat dengan berlandaskan asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang menyatakan bahwa para pihak diberikan kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, memilih dengan siapa akan membuat perjanjian, menentukan isi dan bentuk perjanjian, dan cara untuk menutup perjanjian. Saat ini, penggunaan perjanjian baku sangat berkembang. Penggunaan perjanjian baku terjadi pula di dalam transaksi kredit, 4 Johannes Ibrahim, Cross Default and Cross Collateral dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung : Refika Aditama, 2004, hlm.30. 5 Muhamad Djumhana, Op.Cit., hlm.501.

4 sehingga nasabah hanya dapat memilih apakah akan melangsungkan transaksi kredit tersebut dengan pihak bank yang bersangkutan atau tidak. Perihal isi, bentuk, dan cara penutupan perjanjian telah ditentukan oleh pihak bank. Klausul-klausul yang dibuat oleh bank seringkali dirasa memberatkan pihak debitur karena pihak bank cenderung memperhatikan perlindungan bagi kepentingan bank sendiri dan tidak memperhatikan perlindungan bagi nasabah sebagai debitur. Sebagai contoh adanya klausul-klausul yang memberatkan pihak nasabah sebagai berikut: Bank berhak tanpa alasan apapun juga untuk sewaktu-waktu menolak penggunaan lebih lanjut kredit tersebut oleh nasabah debitur Klausula di dalam kredit tersebut merupakan salah satu bentuk dari klausula baku. Sebagaimana telah dijelaskan, keberadaan klausula baku seringkali memberatkan pihak nasabah, padahal hak-hak nasabah dalam perjanjian kredit juga harus dilindungi. Untuk melindungi nasabah dari adanya perjanjian baku di dalam melakukan transaksi kredit, maka Indonesia membentuk salah satu lembaga yang dapat memberikan perlindungan kepada nasabah. Lembaga tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut Undang- Undang Otoritas Jasa Keuangan), Otoritas Jasa Keuangan dapat diartikan

5 sebagai suatu lembaga yang mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang untuk mengatur, mengawasi, melakukan pemeriksaan, dan penyidikan dalam sektor jasa keuangan termasuk sektor perbankan. Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan memiliki tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dan c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Terkait dengan kegiatan penyelenggaraan kredit berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk: a. Menentukan batas maksimum pemberian kredit; b. Melakukan pengujian kredit (credit testing); dan c. Mempersiapkan cara-cara untuk mengendalikan risiko yang muncul dari adanya perjanjian kredit. Otoritas Jasa Keuangan selain berwenang untuk mengatur kegiatan penyelenggaran kredit, diharapkan juga dapat memberikan bentuk perlindungan kepada pihak nasabah sebagaimana diatur di dalam Pasal 28 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang meliputi : a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atau karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; b. Meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

6 Pelaksanaan transaksi kredit dengan pemberlakuan klausula baku merupakan suatu kegiatan perbankan yang harus diawasi. Selama ini, penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit berlangsung tanpa pengawasan. Untuk melaksanakan pengawasan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan harus mengawasi berdasarkan aturan hukum yang berlaku. 6 Selain Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, terdapat berbagai pengaturan tentang fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, khususnya terhadap perjanjian baku. Ketentuan tersebut terdapat di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK/07/2014 tentang Perjanjian Baku. Di dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan konsumen. Terkait dengan perlindungan konsumen, berlaku ketentuan berupa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013. Hal-hal yang diatur antara lain : 6 Sebelum dipegang oleh Otoritas Jasa Keuangan, fungsi pengawasan dipegang oleh Bank Indonesia, kemudian setelah diadakannya Siaran Pers Bersama Nomor 15/56/DKom tertanggal 31 Desember 2013 tentang Pengalihan Fungsi Pengawasan dari Bank Indonesia kepada Lembaga Otoritas Jasa Keuangan, maka fungsi pengawasan Bank Indonesia dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

7 1) PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. 2) Informasi tersebut harus dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti. 3) Informasi tersebut wajib untuk : a. Disampaikan pada saat memberikan penjelasan kepada konsumen mengenai hak dan kewajibannya; b. Disampaikan pada saat membuat perjanjian dengan konsumen; c. Dimuat pada saat disampaikan melalui berbagai media antara lain melalui iklan di media cetak atau elektronik. Dengan memberikan perlindungan kepada nasabah atas adanya penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit, diharapkan Otoritas Jasa Keuangan dapat membantu mengurangi adanya ketidakseimbangan dalam pemberlakuan klausula baku pada perjanjian kredit yang dibuat oleh pihak bank sehingga perlindungan terhadap hak nasabah sebagai konsumen dapat terlaksana. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, Nampak adanya kesenjangan antara das sollen (apa yang seharusnya terjadi) dan das sein (peristiwa yang konkrit terjadi di masyarakat). Kesenjangan yang dimaksud di sini dapat dibuktikan melalui contoh kasus mengenai adanya laporan pengaduan mengenai bunga pinjaman yang tinggi. Ada seorang nasabah di Maluku yang melakukan pinjaman kredit kepada suatu bank. Pada awalnya, nasabah dan bank tersebut telah sepakat mengenai perihal jumlah pinjaman, jaminan yang digunakan, serta bunga dari pinjaman kredit tersebut. Setelah beberapa bulan, tanpa

8 adanya pemberitahuan terlebih dahulu bank tersebut menaikkan suku bunga atas pinjaman yang dilakukan oleh nasabah tersebut. Karena merasa dirugikan, nasabah tersebut memberikan pengaduan kepada lembaga Otoritas Jasa Keuangan di Maluku. Kasus nasabah tersebut merupakan salah satu dari dalam 18 pengaduan dengan kasus menyangkut soal bunga pinjaman. Kepala OJK Propinsi Maluku, Laksono Dwionggo menyatakan bahwa sebanyak 18 pengaduan tersebut adalah dalam bentuk pengaduan, pernyataan, dan keluhan terhadap bunga pinjaman di bank yang dinilai tinggi. Menurut Laksono, konsumen yang bermasalah dengan pihak perbankan dan mengadukan ke OJK akan difasilitasi sesuai aturan yang disepakati oleh kedua belah pihak sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. 7 Melalui hasil laporan pengaduan dari terhadap OJK tersebut dapat menjadi bukti fakta adanya pemberlakuan klausula baku yang telah ditentukan oleh bank di dalam memberikan pinjaman kredit kepada nasabahnya, sehingga diharapkan perlindungan konsumen pada sektor jasa perbankan dapat dipenuhi dengan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan, dan saat ini kondisi tersebut belum terlaksana. Oleh karena 7 Ismed Eka Kusuma, OJK Maluku Terima 18 Laporan Pengaduan Konsumen, 2009, (http://www.aktual.co/ekonomibisnis/003334ojk-maluku-terima-18-laporan-pengaduan-konsumen), diakses Senin, 12 Januari 2015 pukul 16:44 WIB.

9 itu, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM TRANSAKSI KREDIT SEBAGAI UPAYA UNTUK MELINDUNGI NASABAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pembahasan masalah yang telah diuraikan pada latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hubungan hukum antara debitur dengan kreditur dalam penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia? 2. Bagaimana akibat hukum terhadap penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit dikaitkan dengan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan? 3. Bagaimana Otoritas Jasa Keuangan berperan untuk melindungi nasabah di dalam transaksi kredit terkait dengan penggunaan klausula baku?

10 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut : 1. Untuk memahami hubungan hukum yang terjadi antara debitur dengan kreditur di dalam menggunakan klausula baku di dalam perjanjian kredit. 2. Untuk mengetahui akibat hukum yang muncul dari adanya penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit. 3. Untuk mengetahui peranan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan di dalam melindungi nasabah dari adanya penggunaaan klausula baku di dalam transaksi kredit. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis, memberikan pendalaman kepada masyarakat dan praktisi perbankan terhadap ilmu hukum khususnya di bidang hukum perbankan dan perlindungan konsumen serta dapat memberikan ilmu dan pengetahuan bagi pembacanya. 2. Manfaat praktis, memberikan pemahaman bagi masyarakat dan praktisi perbankan. Bagi praktisi perbankan, agar dapat membuat klausula baku dari perjanjian yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi masyarakat, agar dapat menentukan suatu perjanjian yang memiliki klausula baku yang tidak memberatkan dan merugikan di kemudian hari.

11 E. Kerangka Pemikiran Di dalam kehidupannya, manusia senantiasa berhubungan dengan orang lain. Hubungan yang terjadi antar manusia di dalam masyarakat dapat menimbulkan akibat hukum, inilah yang disebut dengan hubungan hukum. Hubungan hukum dapat muncul salah satunya dari pembuatan perjanjian. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ada tiga teroiri yang mendasarinya terbentuknya suatu perjanjian yaitu: a. Teori Kehendak (Wilstheorie) Menurut teori ini, faktor yang menentukan adanya perjanjian adalah kehendak. Tetapi hubungan antara kehendak dan pernyataan itu tidak dapat dipisahkan sehingga suatu kehendak itu harus dinyatakan. 8 b. Teori Pernyataan (Verklaringstheorie) Menurut teori ini, pembentukan kehendak terjadi dalam ranah kejiwaaan seseorang sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa yang sebenarnya terdapat di dalam benak seseorang. Jadi, suatu kehendak yang tidak dapat dikenali oleh pihak lain tidak mungkin menjadi dasar dari terbentuknya suatu perjanjian. 9 c. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie) Menurut teori ini, suatu pernyataan yang akan melahirkan perjanjian adalah apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang benar dikehendaki. 10 8 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010, hlm.76. 9 Ibid, hlm.77. 10 Ibid, hlm.78.

12 Salah satu bentuk perjanjian yang muncul dan berkembang di dalam praktik bisnis adalah perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang terjadi antara kreditur dan debitur. Hubungan perjanjian yang dibuat oleh kreditur dan debitur ini bersifat privat atau pribadi, di mana kedua belah pihak tersebut memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian. Menurut Subekti, asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan keteriban umum. 11 Munir Fuady menambahkan bahwa asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. 12 Subekti berpendapat bahwa perjanjian merupakan suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 13 Berdasarkan pendapat tersebut, sebuah perjanjian harus dibuat berdasarkan kesepakatan. Saat ini tidak semua hal dapat disepakati terlebih dahulu oleh kedua belah pihak sebelum perjanjian dibuat, karena transaksi bisnis yang terjadi saat ini bersifat marak. Salah satu contohnya adalah perjanjian kredit. Untuk mengefisienkan waktu di dalam 11 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1987, hlm.13. 12 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 12. 13 R.Subekti, Op.Cit., hlm.6.

13 transaksi kredit maka dikembangkan klausula baku di dalam perjanjian. Klausula baku di dalam perjanjian seringkali dibuat secara sepihak. Hal ini menyebabkan terlanggarnya asas persamaan hukum. Asas persamaan hukum adalah asas yang mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. 14 Hubungan kontraktual dalam bentuk perjanjian kredit adalah hubungan yang sifatnya privat. Karena berdampak pada perlindungan hak masyarakat, maka hubungan privat tersebut harus diawasi oleh negara melalui lembagalembaga yang dibentuk atas dasar kekuatan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu lembaga tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan adalah salah satu lembaga yang dibentuk oleh negara untuk melakukan kegiatan pengawasan di sektor perbankan. Hal ini sesuai dengan teori fungsi negara yang menyatakan bahwa salah satu fungsi negara adalah melakukan pengawasan. Hadari Nawawi mengemukakan mengenai pentingnya suatu pengawasan: Fungsi pengawasan harus dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaannya. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi manajemen bermaksud untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Keberhasilan perlu ditingkatkan dan jika mungkin ditingkatkan dalam perwujudan manajemen/administrasi berikutnya di lingkungan suatu organisasi atau 14 S Irman, Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian, 2009, (http:// notaryherman.blogspot.com/2009/04/asas-asas-dalam-hukum-perjanjian.htn), diakses Senin, 1 Desember 2014 pukul 20:19WIB.

14 unit kerja tertentu. Sebaliknya, setiap kegagalan harus diperbaiki dengan menghindari penyebabnya, baik dalam menyusun perencanaan maupun pelaksanaannya. 15 Selain dengan membentuk sebuah lembaga berdasarkan kekuatan perundang-undangan, negara juga melakukan pengawasan dengan berlandaskan pada teori good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik. Menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Omtrek Van Het Administratief Recht, fungsi pemerintahan dibagi menjadi 4 (empat) bagian: a. Fungsi memerintah (bestuur) Dalam negara yang modern fungsi bestuur yaitu mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanan undang-undang saja. Pemerintah banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya maupun politik. b. Fungsi polisi (politie) Merupakan fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif yakni memaksa penduduk suatu wilayah untuk mentaati ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (preventif), agar tata tertib dalam masyarakat tersebut tetap terpelihara. c. Fungsi mengadili (justitie) Adalah fungsi pengawasan yang represif sifatnya yang berarti fungsi ini melaksanakan yang konkret, supaya perselisihan tersebut dapat diselesaikan berdasarkan peraturan hukum dengan seadil-adilnya. d. Fungsi mengatur (regelaar) Yaitu suatu tugas perundangan untuk mendapatkan atau memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti material. 16 Dalam kaitannya dengan kegiatan perbankan, fungsi pemerintahan berupa fungsi polisi (politie) atau pengawasan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh negara untuk mengatur sistem 15 Hadari Narwawi, Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Jakarta :Erlangga, 1989, hlm.6-7. 16 Raharjo, Pengenalan Hukum Administrasi Negara, 2008, (http://raharjo.wordpress.com), diakses Selasa,11 November 2014 pukul 21:23 WIB.

15 perekonomian agar dapat menciptakan sistem perekonomian yang sehat, kuat, dan efisien. Untuk menciptakan sistem perekonomian yang sehat, kuat, dan efisien, Perbankan Indonesia berupaya menegakkan 6 (enam) pilar Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai berikut : 1. Menciptakan struktur domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan; 2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional; 3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko; 4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional; 5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat; 6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan. 17 Dengan adanya pembuatan klausula baku yang dibuat oleh bank di dalam transaksi kredit, negara harus dapat memberikan bentuk pengawasan dan perlindungan kepada masyarakat sesuai dengan pilar kedua dan keenam pada Arsitektur Perbankan Indonesia. Dalam rangka memberikan bentuk pengawasan dan perlindungan kepada masyarakat, negara membentuk suatu lembaga yang memiliki fungsi yang sesuai dengan pilar kedua dan keenam dari API, lembaga tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan, sehingga diharapkan dengan pengawasan yang 17 Situs Resmi Bank Indonesia, (http://www.bi.go.id), diakses Senin, 10 November 2014 pukul 09:36 WIB.

16 baik, bank dapat menjalankan peranannya sebagai sebagai agent of development yaitu sebagai lembaga yang kegiatannya menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat sehingga dapat membangun sistem perekonomian Indonesia yang sehat. F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif adalah penelitian untuk mengetahui bagaimana hukum positifnya mengenai suatu hal, peristiwa, atau masalah tertentu. 18 Melalui metode ini, penulis melakukan pengkajian terhadap prinsip-prinsip dan ketentuan hukum mengenai perlindungan nasabah terhadap adanya penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit. Di dalam penulisan ini menggunakan sifat, pendekatan, jenis data, teknik pengumpulan data, dan analisis data sebagai berikut: 1. Sifat Penelitian Sifat Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis. Deskriptif analitis adalah penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisis berdasarkan fakta-fakta yang berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. 19 2. Pendekatan Penelitian 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, hlm.45. 19 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, Jakarta : Grafindo, 2006, hlm.10.

17 Pendekatan Penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan permasalahan atau isu hukum yang sedang dihadapi. Pendekatan konseptual adalah suatu pendekatan yang beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Di dalam pendekatan ini, pemahaman terhadap pandanganpandangan dan doktrin-doktrin dapat menjadi suatu pijakan untuk membangun argumentasi hukum di dalam menyelesaikan isu hukum juga dapat memberikan ide-ide dan pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan. 20 3. Jenis Data Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data-data yang telah ada dan dikumpulkan oleh pihak lain yang digunakan untuk melakukan penelitian atas suatu permasalahan. Data Sekunder tersebut berasal dari: 1. Data sekunder bahan hukum primer : 20 Pendekatan dalam Penelitian Hukum, (http://www.ngobrolinhukum.com), diakses 30 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB.

18 Bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Perbankan, Perlindungan Konsumen, dan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan : a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek); b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan; d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; e) Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan; f) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07.2014 tentang Perjanjian Baku; g) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 2. Data sekunder bahan hukum sekunder

19 Bahan hukum yang berupa buku-buku, jurnal, makalah, artikel ilmiah, serta pendapat-pendapat dari para ahli hukum yang berkaitan dengan perlindungan Otoritas Jasa Keuangan kepada nasabah terhadap adanya penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit. 3. Data sekunder bahan hukum tersier Bahan hukum yang berupa kamus bahasa, kamus hukum, majalah, dan berita. 4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengumpulan Data Data sekunder dapat diperoleh melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu metode untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas. b. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah mengolah melalui datadata yang diperoleh dari studi kepustakaan melalui literatur-literatur yang berasal dari data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

20 G. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II : PENGATURAN BANK DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Dalam bab kedua memuat beberapa sub bab yang akan membahas mengenai pengertian dan prinsip-prinsip bank di dalam melakukan kegiatan usahanya serta mengenai peranan, fungsi, asas-asas, dan kewenangan otoritas jasa keuangan di dalam melakukan kegiatan pengawasan terhadap sektor perbankan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap nasabah. BAB III : TINJAUAN TERHADAP PEMBERLAKUAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT Dalam bab ini berisikan uraian mengenai objek penelitian, apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang tinjauan terhadap penerapan klausula baku di dalam perjanjian kredit perbankan serta membahas mengenai substansi dari klausul-klausul yang layak dan tidak layak diterapkan di dalam pembuatan perjanjian di Indonesia. BAB IV : ANALISIS PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PEMBERLAKUAN KLAUSULA BAKU

21 DALAM TRANSAKSI KREDIT SEBAGAI UPAYA UNTUK MELINDUNGI NASABAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN Pada bab ini penulis akan menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu peran dan tindakan otoritas jasa keuangan di dalam mengawasi pembuatan klausula baku dalam perjanjian kredit sebagai upaya perlindungan hukum terhadap nasabah dan upaya penegakan hukum terhadap pembuatan klausula baku dalam perjanjian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan yang telah diuraikan dalam Bab IV dan juga berisi saran-saran penulis sehubungan dengan hasil penelitian yang telah didapat.