No. : Perihal : T.1/Pikerti/2017 Tanggapan - Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Mengenai Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan 2.3 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ Bahwa sesungguhnya setiap kebijakan dan regulasi Telekomunikasi, termasuk Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan Pita Frekuensi 2.3 GHz untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler ( RPM Seleksi 2.1 & 2.3 ) haruslah dibuat dengan semangat pencapaian kemakmuran yang seluas-luasnya untuk bangsa Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Secara lebih spesifik haruslah berkorelasi dengan pencapaian target Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019. Rencana seleksi ini haruslah juga mendorong terjadinya kompetisi yang sehat di antara penyelenggara telekomunikasi sehingga masyarakat Indonesia merasakan dampak dan manfaat yang baik bagi kesejahteraan hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Setelah mempelajari RPM Seleksi 2100 MHz & 2300 MHz, kami berpendapat bahwa: 1. PESERTA LELANG Untuk menjaga tingkat persaingan sehat dan menjamin harga jual lelang yang optimal, maka lelang pita frekuensi 2100 dan 2300MHz perlu dibuka seluasluasnya untuk penyelenggara telekomunikasi selular yang telah memiliki lisensi frekuensi pada pita frekuensi yang lain. Hal ini berarti peserta lelang tidak hanya dibatasi pada 4 (empat) penyelenggara saja (Telkomsel, Indosat, XL, H3I) saja, melainkan juga mengikutsertakan juga STI dan Smartfren. Dengan tidak membatasi peserta lelang, berarti tidak hanya terjaminnya pendapatan negara secara optimal, tetapi juga melindungi lelang dari kondisi persaingan tidak sehat sebagaimana diatur pada UU No.5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. KOMITMEN PEMBANGUNAN Pita Frekuensi 2100 MHz diperuntukkan untuk penyelenggara jasa selular. Saat ini, pita frekuens 2100 MHz sudah dialokasikan untuk empat operator penyelenggara jasa selular, yakni Telkomsel, Indosat, XL, dan H3I. 1
Pengalokasian ini juga disertai dengan pemberian komitmen dari operator untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Oleh karena itu, pemberian alokasi spektrum tambahan pada pita frekuensi 2100 MHz tidak perlu disertai dengan pemberian komitmen pembangunan oleh operator penyelenggara jasa selular karena bersifat tambahan kapasitas spektrum yang sudah disertai dengan pemberian komitmen pada alokasi terdahulu. Berbeda dengan lelang pita frekuensi 2100 MHz yang bersifat tambahan kapasitas spektrum eksisting, lelang pita frekuensi 2300 MHz ini benar-benar lelang frekuensi dan jaringan yang baru sehingga pemerintah perlu memberikan komitmen pembangunan minimal sehingga pelelangan pita frekuensi ini sejalan dengan perencanaan pita lebar nasional dan visi misi pemerintah (Nawa Cita). Dengan demikian pemanfaatan yang optimal dari sumber daya frekuensi yang terbatas dapat dijamin. Tanpa pemberian komitmen pada lelang pita frekuensi 2300 MHz, maka akan tercipta kondisi ketidakadilan bagi pelanggan di luar kota-kota besar. Hal ini dikarenakan operator pemenang cenderung hanya akan membangun dan memanjakan pelanggan di kota besar apabila tidak ada pemberian komitmen pembangunan minimal. Hal ini juga tidak sejalan dengan target pencapaian QoS 1 Mbps pada seluruh (100%) daerah kota dan 52% daerah pedesaan seperti yang disebutkan pada Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014. Pada dampak yang lebih jauh lagi, tentunya hal ini tidak sejalan dengan semangat keadilan sosial dalam mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang diamanatkan pada Pancasila dan UUD 1945. Pada kenyataannya, pemberian komitmen pada pita frekuensi 2300 MHz juga diterapkan pada pelelangan di negara lain. Pemberian komitmen tersebut dianggap dapat menjamin efisiensi dari utilisasi spektrum yang diberikan melalui penggelaran jaringan. Apabila pemenang lelang tidak mampu memenuhi komitmen yang diberikan, maka pemerintah berhak mengambil alih kembali seluruh atau sebagian dari spektrum frekuensi tersebut. Adapun contoh penjelasan cara dari negara lain yang menerapkan kebijakan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut Negara Komitmen di 2300 MHz Referensi Thailand Pada awalnya, NBTC tidak memberikan kewajiban penggelaran bagi TOT untuk pita frekuensi 2300 MHz. Namun, dalam rangka menciptakan transparansi dan persaingan industri yang sehat serta menjamin penggunaan spektrum Spectrum Master Plan Thailand, NTBC 2
frekuensi yang efisien, NBTC memberikan persetujuan penggelaran LTE pada 2300 MHz dengan syarat dan pengawasan terhadap penggelaran jaringan dan review efisiensi spektrum frekuensi. Pada pelelangan pita frekuensi 700 MHz, 900 MHz, dan 2300 MHz yang akan segera dilakukan pada 2017, Pemerintah Denmark menyatakan akan menetapkan coverage obligation yang besar. Dalam formulasi obligasi tersebut juga harus mempertimbangkan obligasi pada lelang-lelang sebelumnya, yakni pada 800 MHz dan 1800 MHz. Denmark India Pada pita frekuensi 800 MHz, Pemerintah Denmark menetapkan obligasi berupa 2185 titik lokasi dengan akses mobile voice dan broadband sebesar 30 Mbit/s download dan 3 Mbit/s upload. Sedangkan pada pita frekuensi 1800 MHz, ditetapkan obligasi berupa 99,8% rumah dan perusahaan di 207 kode pos memiliki akses mobile broadband setidaknya 10 Mbit/s. Dengan mempertimbangkan kedua obligasi dari lelang sebelum dan semangat dari Pemerintah Denmark dalam penetapan obligasi, maka per 28 Februari 2017 Pemerintah Denmark melalui Danish Energy Agency mengeluarkan kontrak terbuka dengan salah satu tugasnya melakukan formulasi coverage obligation untuk lelang 700 MHz, 900 MHz, dan 2300 MHz. Pada Lelang pita frekuensi 2300 MHz di 2010, Department of Telecommunications India menetapkan beberapa syart dan obligasi untuk pemenang lelang yang harus dipenuhi pada Agustus 2015. Obligasi tersebut adalah setiap 3 The Danish Energy Agency s requirements concerning the deliveries Appendix 1 https://ens.dk/service/aktuelleudbud/consultancy-servicesand-auction-softwareconnection-700-mhz-900-mhzand-2300 Department of Telecommunications (DoT) India
operator pemenang harus dapat memenuhi setidaknya 90% streetlevel coverage pada area perkotaan dan setidaknya 50% pada short distance charging area (SDCA). SDCA didefinisikan sebagai area di mana setidaknya 50% populasinya tinggal di area perkotaan. 3. TEKNOLOGI NETRAL Dengan menjaga semangat teknologi netral pada seluruh pita frekuensi, hendaknya segera setelah proses seleksi ini dilakukan, pita 2100 MHz ditetapkan sebagai pita dengan teknologi netral sebelum lelang dilaksanakan agar ditetapkan Peraturan. Lebar pita yang dibuka untuk proses seleksi pada pita frekuensi 2100 adalah 2 kanal masing-masing dengan lebar 5 MHz (FDD). 4. OBJEK LELANG Lebar pita yang dibuka untuk proses seleksi pada pita frekuensi 2300 MHz seyogyanya adalah sebesar 30 MHz sesuai dengan lebar pita penyelenggara selular yang telah terlebih dahulu berada pada pita frekuensi ini sehingga seleksi seyogyanya dilakukan hingga kondisi equal level of playing field ditegakkan. Dalam hal ini, pemerintah harus bersikap konsisten dan memberikan perlakuan yang sama bagi penyelenggara jasa selular di 2300 MHz sehingga kualitas layanan dan tingkat persaingan menjadi sebanding di pita frekuensi ini. Hal ini tentunya akan memberikan manfaat yang maksimal baik secara teknis maupun secara ekonomis baik itu bagi Negara, maupun bagi penyelenggara telekomunikasi selular, dan juga bagi masyarakat yang akan menikmati hasilnya. Perlu diperhatikan bahwa pada pita frekuensi 2300 ini masih terdapat 10 MHz yang kosong (2390-2400 MHz) yang diperuntukkan bagi USO, akan tetapi pada saat ini belum ada vendor telekomunikasi yang memanfaatkan band frekuensi ini, sehingga secara praktis belum bisa dipergunakan. Penetapan lebar pita 30 MHz pada pita frekuensi 2300 MHz menjadikan seleksi ini jauh lebih menarik bagi investor karena akan memberikan throughput yang optimal sebanding dengan investasi yang ditanamkan di sektor telekomunikasi ini. 4
5. MEKANISME LELANG Seleksi ini (pita frekuensi 2100 MHz dan 2300 Mhz) sebaiknya menggunakan multiple round seperti yang pernah diselenggarakan pada seleksi-seleksi sebelumnya sehingga meminimalkan dampak selisih harga yang terlalu besar antara pemenang. Selain itu, pemerintah juga akan mendapatkan manfaat ekonomi yang optimal dari penawaran harga yang tinggi dari peserta-peserta lelang. Melalui multiple round ini, pemerintah juga akan mendapatkan manfaat dalam hal penerimaan negara dari BHP Izin Pita Frekuensi Radio (BHP IPFR) sebagaimana diatur pada Peraturan pemerintah Nomor 80 Tahun 2015. Sebagaimana yang tertulis pada PP tersebut, BHP IPFR tersebut terbagi menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya izin awal dan biaya izin Pita Frekuensi Radio Tahunan. Besaran kedua biaya tersebut meningkat seiring dengan besaran penawaran harga yang diberikan oleh pemenang seleksi. Sebagai catatan, biaya izin awal dibayarkan sebesar 2 (dua) kali harga penawaran yang diajukan oleh masin-masing pemenang seleksi, sedangkan biaya izin Pita Frekuensi Radio Tahunan dibayarkan sesuai dengan besaran harga penawaran terendah dari pemenang seleksi. 6. LAIN LAIN Hendaknya proses seleksi ini tidak dilakukan dengan metoda arisan, dimana beberapa pemenang dialokasikan satu slot kanal saja, akan tetapi dibuka seluas-luasnya kepada penyelenggara telekomunikasi selular di atas seperti pada point 1 dan 2 untuk dapat memenangkan seluruh kanal pada seluruh pita frekuensi yang dibuka untuk seleksi. Hal ini disebabkan karena pada saat ini seluruh penyelenggara telekomunikasi selular (kecuali STI) memiliki lebar pita frekuensi yang hampir sama atau berimbang, tetapi tidak sebanding dengan jumlah pelanggan dan kontribusi pembangunan infrastruktur. Selain itu, dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada operator untuk memenangkan seluruh kanal yang dibuka untuk frekuensi dapat menjaga tingginya tingkat persaingan dan mengoptimalkan pendapatan negara dari hasil lelang. Bahwa proses seleksi ini haruslah dilaksanakan dalam waktu yang sesegera mungkin. Setiap keterlambatan akan menyebabkan potensi penerimaan Negara yang terlambat sehingga dapat saja menyebabkan potensi kerugian Negara, akan tetapi haruslah dilakukan secara terbuka dan transparan sesuai dengan semangat keterbukaan dari visi dan misi pemerintahan NKRI, dengan memperhatikan Undang-Undang yang berlaku saat ini seperti UU No.5 tahun 1999 dan UU No 36 tahun 1999 dan peraturan perundangan lain yang terkait. 5
Demikian masukan dari kami, semoga kita dapat berpartisipasi dalam sebesarbesarnya kemakmuran Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan baik dan benar serta memberikan kesempatan bagi industri telekomunikasi untuk berkembang, dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Bandung, 5 Maret 2017 Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung Dr. Ir. Ian Yosef Matheus Edward 6
DAFTAR ISTILAH Telkomsel Indosat XL H3I STI Smartfren PT Telekomunikasi Selular PT Indosat, Tbk. PT XL Axiata, Tbk. PT Hutchison 3 Indonesia PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia PT Smartfren Telecom, Tbk. 7