MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 TENTANG

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG

Dalam memberikan masukan penataan frekuensi pada band 3,3-3,5 GHz dalam dokumen ini, dijiwai dengan pandangan-pandangan berikut :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Management Bisnis ICT

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 162/KEP/M.KOMINFO/5/ 2007 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Analisis daya saing..., 1 Rani Nur'aini, FT UI, 2009 Universitas Indonesia

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Selama jangka waktu empat tahun terhitung sejak tahun 2006 hingga tahun

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 04 /PER/M.KOMINFO/01/2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Informatika Nomor 592 Tahun 2014 dan pita frekuensi radio 2.3 GHz pada rentang MHz, belum ditetapkan penggunanya; c. bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Kelengkapan infrastruktur telekomunikasi kini berkembang menjadi salah satu

Kondisi Fisik Congestion Jaringan Telekomunikasi Bergerak Seluler pada Wilayah Non- Rural

BAB I PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Deris Riyansyah, FT UI, Universitas Indonesia

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia. baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis, kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam

2014, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagamana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Inf

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I Angka 1 Pasal 4 Cukup jelas. Angka 2...

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan saat ini menjadi industri yang paling berkembang dalam 10 tahun terakhir di

LOGO. NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB V ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI BROADBAND WIRELESS ACCESS PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz DI DAERAH USO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia) tercatat 11 jenis jasa layanan telekomunikasi dari 10 operator yang

BAB I : PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini. Tercatat ada 8operator yang bermain dalam industri

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini cukup ketat dan kompleks. Setiap perusahaan dituntut untuk selalu mengerti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi

Optimalisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak Dari Penggunaan Spektrum Frekuensi 3G

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS

BAB I PENDAHULUAN. PT Industri Telekomunikasi Indonesia ( INTI ) sebagai Badan Usaha Milik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Laporan Kinerja. Ditjen SDPPI. Tahun 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis di bidang jasa telekomunikasi saat ini telah menjamur di Indonesia,

INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket

BERITA NEGARA. No.1236, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIAKSI DAN INFORMATIKA. Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz. Jaringan Bergerak Seluler. Seleksi. Tata Cara.

KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR NIRKABEL (BWA) DENGAN METODE RIA (REGULATORY IMPACT ANALYSIS)

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

Company LOGO. Pengantar (Inovasi) Aplikasi Bergerak. Produk Aplikasi Bergerak di Indonesia

TANTANGAN INDONESIA PADA ERA BROADBAND ICT

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa mempercepat informasi yang perlu disampaikan baik yang sifatnya broadcast

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis kebijakan pajak..., Wiwiet Septiana Rosario, FISIP UI, Universitas Indonesia

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambaha

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO)

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini.

BAB I PENDAHULUAN. Dua perusahan penyelenggara telekomunikasi bergerak seluler melakukan

KEBIJAKAN DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI INDONESIA TENTANG RENCANA STRATEGIS RPJMN DALAM PEMBANGUNAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

PEMBANGUNAN FASTEL USO WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat.

Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Indonesia. (sumber :

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam sarana telekomunikasi telepon tetap ataupun telepon seluler.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOSIALISASI CELL PLAN DAN ZONASI MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA BITUNG. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bitung

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2012 UNIT YANG MENGUASAI

OBSERVASI SINGKAT TERHADAP KASUS IM2

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan analisi eksternal yang dihadapi oleh perusahaan. yang baik, dapat membantu meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat

Transkripsi:

No. : Perihal : T.1/Pikerti/2017 Tanggapan - Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Mengenai Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan 2.3 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ Bahwa sesungguhnya setiap kebijakan dan regulasi Telekomunikasi, termasuk Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan Pita Frekuensi 2.3 GHz untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler ( RPM Seleksi 2.1 & 2.3 ) haruslah dibuat dengan semangat pencapaian kemakmuran yang seluas-luasnya untuk bangsa Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Secara lebih spesifik haruslah berkorelasi dengan pencapaian target Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019. Rencana seleksi ini haruslah juga mendorong terjadinya kompetisi yang sehat di antara penyelenggara telekomunikasi sehingga masyarakat Indonesia merasakan dampak dan manfaat yang baik bagi kesejahteraan hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Setelah mempelajari RPM Seleksi 2100 MHz & 2300 MHz, kami berpendapat bahwa: 1. PESERTA LELANG Untuk menjaga tingkat persaingan sehat dan menjamin harga jual lelang yang optimal, maka lelang pita frekuensi 2100 dan 2300MHz perlu dibuka seluasluasnya untuk penyelenggara telekomunikasi selular yang telah memiliki lisensi frekuensi pada pita frekuensi yang lain. Hal ini berarti peserta lelang tidak hanya dibatasi pada 4 (empat) penyelenggara saja (Telkomsel, Indosat, XL, H3I) saja, melainkan juga mengikutsertakan juga STI dan Smartfren. Dengan tidak membatasi peserta lelang, berarti tidak hanya terjaminnya pendapatan negara secara optimal, tetapi juga melindungi lelang dari kondisi persaingan tidak sehat sebagaimana diatur pada UU No.5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. KOMITMEN PEMBANGUNAN Pita Frekuensi 2100 MHz diperuntukkan untuk penyelenggara jasa selular. Saat ini, pita frekuens 2100 MHz sudah dialokasikan untuk empat operator penyelenggara jasa selular, yakni Telkomsel, Indosat, XL, dan H3I. 1

Pengalokasian ini juga disertai dengan pemberian komitmen dari operator untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Oleh karena itu, pemberian alokasi spektrum tambahan pada pita frekuensi 2100 MHz tidak perlu disertai dengan pemberian komitmen pembangunan oleh operator penyelenggara jasa selular karena bersifat tambahan kapasitas spektrum yang sudah disertai dengan pemberian komitmen pada alokasi terdahulu. Berbeda dengan lelang pita frekuensi 2100 MHz yang bersifat tambahan kapasitas spektrum eksisting, lelang pita frekuensi 2300 MHz ini benar-benar lelang frekuensi dan jaringan yang baru sehingga pemerintah perlu memberikan komitmen pembangunan minimal sehingga pelelangan pita frekuensi ini sejalan dengan perencanaan pita lebar nasional dan visi misi pemerintah (Nawa Cita). Dengan demikian pemanfaatan yang optimal dari sumber daya frekuensi yang terbatas dapat dijamin. Tanpa pemberian komitmen pada lelang pita frekuensi 2300 MHz, maka akan tercipta kondisi ketidakadilan bagi pelanggan di luar kota-kota besar. Hal ini dikarenakan operator pemenang cenderung hanya akan membangun dan memanjakan pelanggan di kota besar apabila tidak ada pemberian komitmen pembangunan minimal. Hal ini juga tidak sejalan dengan target pencapaian QoS 1 Mbps pada seluruh (100%) daerah kota dan 52% daerah pedesaan seperti yang disebutkan pada Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014. Pada dampak yang lebih jauh lagi, tentunya hal ini tidak sejalan dengan semangat keadilan sosial dalam mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang diamanatkan pada Pancasila dan UUD 1945. Pada kenyataannya, pemberian komitmen pada pita frekuensi 2300 MHz juga diterapkan pada pelelangan di negara lain. Pemberian komitmen tersebut dianggap dapat menjamin efisiensi dari utilisasi spektrum yang diberikan melalui penggelaran jaringan. Apabila pemenang lelang tidak mampu memenuhi komitmen yang diberikan, maka pemerintah berhak mengambil alih kembali seluruh atau sebagian dari spektrum frekuensi tersebut. Adapun contoh penjelasan cara dari negara lain yang menerapkan kebijakan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut Negara Komitmen di 2300 MHz Referensi Thailand Pada awalnya, NBTC tidak memberikan kewajiban penggelaran bagi TOT untuk pita frekuensi 2300 MHz. Namun, dalam rangka menciptakan transparansi dan persaingan industri yang sehat serta menjamin penggunaan spektrum Spectrum Master Plan Thailand, NTBC 2

frekuensi yang efisien, NBTC memberikan persetujuan penggelaran LTE pada 2300 MHz dengan syarat dan pengawasan terhadap penggelaran jaringan dan review efisiensi spektrum frekuensi. Pada pelelangan pita frekuensi 700 MHz, 900 MHz, dan 2300 MHz yang akan segera dilakukan pada 2017, Pemerintah Denmark menyatakan akan menetapkan coverage obligation yang besar. Dalam formulasi obligasi tersebut juga harus mempertimbangkan obligasi pada lelang-lelang sebelumnya, yakni pada 800 MHz dan 1800 MHz. Denmark India Pada pita frekuensi 800 MHz, Pemerintah Denmark menetapkan obligasi berupa 2185 titik lokasi dengan akses mobile voice dan broadband sebesar 30 Mbit/s download dan 3 Mbit/s upload. Sedangkan pada pita frekuensi 1800 MHz, ditetapkan obligasi berupa 99,8% rumah dan perusahaan di 207 kode pos memiliki akses mobile broadband setidaknya 10 Mbit/s. Dengan mempertimbangkan kedua obligasi dari lelang sebelum dan semangat dari Pemerintah Denmark dalam penetapan obligasi, maka per 28 Februari 2017 Pemerintah Denmark melalui Danish Energy Agency mengeluarkan kontrak terbuka dengan salah satu tugasnya melakukan formulasi coverage obligation untuk lelang 700 MHz, 900 MHz, dan 2300 MHz. Pada Lelang pita frekuensi 2300 MHz di 2010, Department of Telecommunications India menetapkan beberapa syart dan obligasi untuk pemenang lelang yang harus dipenuhi pada Agustus 2015. Obligasi tersebut adalah setiap 3 The Danish Energy Agency s requirements concerning the deliveries Appendix 1 https://ens.dk/service/aktuelleudbud/consultancy-servicesand-auction-softwareconnection-700-mhz-900-mhzand-2300 Department of Telecommunications (DoT) India

operator pemenang harus dapat memenuhi setidaknya 90% streetlevel coverage pada area perkotaan dan setidaknya 50% pada short distance charging area (SDCA). SDCA didefinisikan sebagai area di mana setidaknya 50% populasinya tinggal di area perkotaan. 3. TEKNOLOGI NETRAL Dengan menjaga semangat teknologi netral pada seluruh pita frekuensi, hendaknya segera setelah proses seleksi ini dilakukan, pita 2100 MHz ditetapkan sebagai pita dengan teknologi netral sebelum lelang dilaksanakan agar ditetapkan Peraturan. Lebar pita yang dibuka untuk proses seleksi pada pita frekuensi 2100 adalah 2 kanal masing-masing dengan lebar 5 MHz (FDD). 4. OBJEK LELANG Lebar pita yang dibuka untuk proses seleksi pada pita frekuensi 2300 MHz seyogyanya adalah sebesar 30 MHz sesuai dengan lebar pita penyelenggara selular yang telah terlebih dahulu berada pada pita frekuensi ini sehingga seleksi seyogyanya dilakukan hingga kondisi equal level of playing field ditegakkan. Dalam hal ini, pemerintah harus bersikap konsisten dan memberikan perlakuan yang sama bagi penyelenggara jasa selular di 2300 MHz sehingga kualitas layanan dan tingkat persaingan menjadi sebanding di pita frekuensi ini. Hal ini tentunya akan memberikan manfaat yang maksimal baik secara teknis maupun secara ekonomis baik itu bagi Negara, maupun bagi penyelenggara telekomunikasi selular, dan juga bagi masyarakat yang akan menikmati hasilnya. Perlu diperhatikan bahwa pada pita frekuensi 2300 ini masih terdapat 10 MHz yang kosong (2390-2400 MHz) yang diperuntukkan bagi USO, akan tetapi pada saat ini belum ada vendor telekomunikasi yang memanfaatkan band frekuensi ini, sehingga secara praktis belum bisa dipergunakan. Penetapan lebar pita 30 MHz pada pita frekuensi 2300 MHz menjadikan seleksi ini jauh lebih menarik bagi investor karena akan memberikan throughput yang optimal sebanding dengan investasi yang ditanamkan di sektor telekomunikasi ini. 4

5. MEKANISME LELANG Seleksi ini (pita frekuensi 2100 MHz dan 2300 Mhz) sebaiknya menggunakan multiple round seperti yang pernah diselenggarakan pada seleksi-seleksi sebelumnya sehingga meminimalkan dampak selisih harga yang terlalu besar antara pemenang. Selain itu, pemerintah juga akan mendapatkan manfaat ekonomi yang optimal dari penawaran harga yang tinggi dari peserta-peserta lelang. Melalui multiple round ini, pemerintah juga akan mendapatkan manfaat dalam hal penerimaan negara dari BHP Izin Pita Frekuensi Radio (BHP IPFR) sebagaimana diatur pada Peraturan pemerintah Nomor 80 Tahun 2015. Sebagaimana yang tertulis pada PP tersebut, BHP IPFR tersebut terbagi menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya izin awal dan biaya izin Pita Frekuensi Radio Tahunan. Besaran kedua biaya tersebut meningkat seiring dengan besaran penawaran harga yang diberikan oleh pemenang seleksi. Sebagai catatan, biaya izin awal dibayarkan sebesar 2 (dua) kali harga penawaran yang diajukan oleh masin-masing pemenang seleksi, sedangkan biaya izin Pita Frekuensi Radio Tahunan dibayarkan sesuai dengan besaran harga penawaran terendah dari pemenang seleksi. 6. LAIN LAIN Hendaknya proses seleksi ini tidak dilakukan dengan metoda arisan, dimana beberapa pemenang dialokasikan satu slot kanal saja, akan tetapi dibuka seluas-luasnya kepada penyelenggara telekomunikasi selular di atas seperti pada point 1 dan 2 untuk dapat memenangkan seluruh kanal pada seluruh pita frekuensi yang dibuka untuk seleksi. Hal ini disebabkan karena pada saat ini seluruh penyelenggara telekomunikasi selular (kecuali STI) memiliki lebar pita frekuensi yang hampir sama atau berimbang, tetapi tidak sebanding dengan jumlah pelanggan dan kontribusi pembangunan infrastruktur. Selain itu, dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada operator untuk memenangkan seluruh kanal yang dibuka untuk frekuensi dapat menjaga tingginya tingkat persaingan dan mengoptimalkan pendapatan negara dari hasil lelang. Bahwa proses seleksi ini haruslah dilaksanakan dalam waktu yang sesegera mungkin. Setiap keterlambatan akan menyebabkan potensi penerimaan Negara yang terlambat sehingga dapat saja menyebabkan potensi kerugian Negara, akan tetapi haruslah dilakukan secara terbuka dan transparan sesuai dengan semangat keterbukaan dari visi dan misi pemerintahan NKRI, dengan memperhatikan Undang-Undang yang berlaku saat ini seperti UU No.5 tahun 1999 dan UU No 36 tahun 1999 dan peraturan perundangan lain yang terkait. 5

Demikian masukan dari kami, semoga kita dapat berpartisipasi dalam sebesarbesarnya kemakmuran Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan baik dan benar serta memberikan kesempatan bagi industri telekomunikasi untuk berkembang, dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Bandung, 5 Maret 2017 Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung Dr. Ir. Ian Yosef Matheus Edward 6

DAFTAR ISTILAH Telkomsel Indosat XL H3I STI Smartfren PT Telekomunikasi Selular PT Indosat, Tbk. PT XL Axiata, Tbk. PT Hutchison 3 Indonesia PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia PT Smartfren Telecom, Tbk. 7