SMART SOP DALAM MITIGASI DAN

dokumen-dokumen yang mirip
Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

Pemahaman Karakteristik Bencana : Aspek Fundamental dalam Upaya Mitigasi dan Penanganan Tanggap Darurat Bencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

PENDAHULUAN Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Empowerment in disaster risk reduction

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 0 15 cm setiap tahunnya. Lempeng Indo-Australia di bagian selatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I P E N D A H U L U A N

Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir* Dicky R. Munaf ** Abstract

MITIGASI BENCANA BENCANA :

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

Powered by TCPDF (

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

Informasi Umum Pendidikan Bencana Gempabumi di SD

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat bertemunya tiga lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak diantara pertemuan Lempeng Eurasia dibagian utara,

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. negara yang paling rawan bencana alam di dunia, menurut UNISDR (United

BAB 1 : PENDAHULUAN. alam seperti gempa bumi adalah bencana yang terjadi secara tiba-tiba, sedangkan

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

Penataan Kota dan Permukiman

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

PENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana. kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

SINERGI PERGURUAN TINGGI-PEMERINTAHMASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA ALAM

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

Transkripsi:

Peran dan Fungsi Standard Operation Procedure (SOP) dalam Mitigasi dan Penanganan Bencana Alan di Jawa Barat SMART SOP DALAM MITIGASI DAN PENANGANAN BENCANA ALAM Imam A. Sadisun, Dr. Eng. Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral ITB PENDAHULUAN Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempaan yang cukup tinggi. Lebih dari itu, proses dinamika lempeng yang cukup intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan sangat bervariasi, dari wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan potensi longsor yang tinggi hingga wilayah yang landai sepanjang pantai dengan potensi ancaman banjir, penurunan tanah, dan tsunaminya. Yang menjadi masalah adalah sudahkah kita mengenal dengan baik berbagai jenis dan karakter bahaya alam tersebut dan siapkah kita dalam menyambut kedatangannya (Sadisun, 2005, 2006). Potensi bencana alam ini telah diperparah oleh beberapa permasalahan lain yang muncul di tanah air kita yang memicu peningkatan kerentanan. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, sebagai salah satu contohnya, akan banyak membutuhkan kawasankawasan hunian baru yang pada akhirnya kawasan hunian tersebut akan terus berkembang dan menyebar hingga mencapai wilayah-wilayah marginal yang tidak aman. Tidak tertib dan tepatnya tata guna lahan, sebagai inti dari permasalahan ini, adalah faktor utama yang menyebabkan adanya peningkatan kerentanan. Peningkatan kerentanan ini akan lebih diperparah bila aparat pemerintahan maupun masyarakatnya sama sekali tidak menyadari dan tanggap terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya. Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan bahaya alam dan kompleksitas permasalahan lainnya. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang komprehensif untuk mengurangi resiko bencana alam, antara lain yaitu dengan melakukan kegiatan mitigasi. Makalah ini akan lebih menekankan pada aspek kajian resiko sebagai landasan mitigasi bencana alam, yang lebih lanjut dapat digunakan dalam penanganannya. Sebagian besar Page 1 of 6

isi makalah ini merupakan pengalaman-pengalaman kegiatan Pusat Mitigasi Bencana ITB, terutama dalam pengembangan RADIUS (Risk Assessment Tools for Diagnostic of Urban Areas Against Seismic Disaster) untuk Kota Bandung (LP ITB, 2000) dan pengembangan metode RRA (Rapid Risk Assessment) untuk Kabupaten/Kota di Indonesia (PMB ITB Ristek, 2006a-b). MITIGASI BENCANA BERBASIS KAJIAN RESIKO Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu berupa korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefinisikan rencana atau strategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk assessment). Tidak semua potensi bahaya alam akan menimbulkan resiko bencana. Apabila suatu peristiwa yang memiliki potensi bahaya terjadi di suatu daerah dengan kondisi yang rentan, maka daerah tersebut beresiko terjadi bencana. Jadi resiko dipengaruhi oleh faktor-faktor bahaya (hazards) dan kerentanan (vulnerability) (Gambar 1). Dalam hal ini faktor kapasitas (capacity) dapat dianggap sebagai bagian dari faktor kerentanan, yang dapat mengurangi kerentanan bila kapasitas daerah tersebut tinggi. Sebaliknya, apabila kapasitas daerah rendah maka akan meningkatkan faktor kerentanannya. Rangkaian Kerentanan Bahaya Penyebab yang mendasari Kemiskinan Akses yang terhadap terhadap : struktur-struktur tenaga listrik sumber daya Idiologi Sistem ekonomi Faktor-faktor prakondisi umum Tekanan dinamis Kurangnya : institusi lokal pendidikan pelatihan ketrampilan yang memadai investasi lokal pasar lokal kebebasan pers Kekuatan makro : ekspansi penduduk urbanisasi degradasi lingkungan Kondisi tidak aman Lingkungan fisik yang rentan : lokasi yang berbahaya infrastruktur dan bangunan yang berbahaya Ekonomi lokal yang rentan : kehidupan yang beresiko tingkat pendapatan yang rendah Tindakan umum Bencana = Kerentanan + Bahaya Kejadian-kejadian pemicu Gempabumi Angin kemcang Banjir Letusan Gunungapi Tanah longsor Kekeringan Perang/konflik sipil Kecelakaan teknologi Gambar 1. Model hubungan antara resiko bencana, kerentanan dan bahaya (UNDP, 1992) Pendekatan proaktif dalam pengurangan resiko bencana merupakan salah satu bagian terpenting dari kegiatan mitigasi, yang pada akhirnya sebenarnya lebih ditujukan untuk mengurangi tingkat resiko bencana. Secara umum kerangka pengurangan resiko dapat diperlihatkan dalam Gambar 2. Melalui kajian resiko, gambaran potensi bahaya alam yang mungkin terjadi di suatu daerah dapat diketahui, prioritas-prioritas bahaya dan kerentanannya pun dapat diidentifikasi dengan tepat. Kajian resiko bencana secara umum dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah probabilistic definition of risk, scenario analysis, risk indexing, risk matrix analysis, dan multiple risk mapping. Terkait dengan kajian resiko ini, Pusat Mitigasi Bencana ITB pernah menerapkan dan mengembangkan RADIUS untuk Kota Bandung (LP ITB, 2000) dan pengembangan metode RRA untuk Kabupaten/Kota di Indonesia (PMB ITB Ristek, 2006a-b). Page 2 of 6

Gambar 2. Kerangka pengurangan resiko bencana (UNISDR, 2002). SMART (SUSTAINABLE MITIGATION AND ADAPTATION RISK TOOLKITS) Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang bersifat rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kejadian bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula. Selain itu, pemerintah hendaknya juga aktif memberikan berbagai arahan yang tepat dan berkesinambungan dalam menghadapi peristiwa bencana atau dengan kata lain bisa beradaptasi dengan resiko potensi bencana yang ada. Perlu diperhatikan bahwa untuk setiap arahan yang ada hendaknya menjaga kesederhanaan sistem dan prosedur. Berkaitan dengan hal ini, Kletz (1993) mengemukakan bahwa organizations have no memory; only people have memories and they move on. Dengan kesederhanaannya, diharapkan masyarakat bisa memahaminya dengan baik, terutama bagi masyarakat yang terkena bencana, sehingga pada saat kejadian bencana dan dalam kondisi darurat, diharapkan mereka mampu menanggapinya serta mampu melakukan proses pemuliham darurat secara mandiri. Inilah yang sebenarnya merupakan salah satu pengembangan Page 3 of 6

keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan bencana, yang berbasis kepada kemampuan masyarakat itu sendiri dan bertumpu kepada kemampuan sumber daya setempat (community based disaster management). SMART SOP Selain untuk keperluan mitigasi, kajian resiko untuk bahaya dari berbagai jenis potensi bahaya alam lebih lanjut dapat juga dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan rencana operasi darurat atau emergency operation plan (EOP), atau dalam bentuk SOP yang terjangkau (achievable/workable), sederhana, dan tepat (appropriate). Pada dasarnya EOP dan SOP merupakan kerangka dasar dalam rencana tanggap darurat yang terkoordinasi dan efektif, karena di dalamnya umumnya telah mendefinisikan peranan dan tanggung jawab seluruh stakeholder seperti pemerintah, organisasi swasta dan sukarelawan, dan badan-badan lain yang terdapat di dalam suatu wilayah negara (Gambar 3). Dalam hal ini, termasuk di dalamnya antara lain yaitu perencanaan kegiatan-kegiatan sebelum kejadian bencana dan kesiapsiagaan, perencanaan organisasi, dan kehumasan untuk mengatur aliran informasi. Atau dengan kata lain bahwa dalam SOP diperlukan perencanaan terintegrasi, manajemen, dan pendekatan kesiapsiagaan terkait dengan potensi bencana yang ada. Gambar 3. Peranan berbagai stakeholder. SOP yang efektif juga akan mencakup berbagai variasi bentuk koordinasi dan cara pengambilan keputusan. Koordinasi sangat penting dilakukan dimana berbagai pihak umumnya akan terlibat dalam penanganan bencana. Selain itu, sebuah SOP haruslah SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant and Time-bound), dengan beberapa ketentuan dasar yang antara lain meliputi : Mendefinisikan berbagai aktivitas apa saja yang harus dilakukan dalam kondisi darurat Menetapkan tolak ukur untuk menilai suatu pencapaian aktivitas Page 4 of 6

Menyusun antisipasi faktor-faktor yang paling beresiko dan usaha-usaha menguranginya apabila mungkin Membangun jaringan dalam melakukan pertolongan darurat, termasuk diantaranya jaringan informasi Melakukan estimasi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan masing-masing aktivitas Membuat jadwal dengan cermat dan sistematis keseluruhan kegiatan yang diperlukan selama kondisi darurat (Gambar 4) Gambar 4. Peranan dan kerangka waktu ideal berbagai stakeholder setelah bencana. Pemerintah sebagai salah satu stakeholder, dalam hal ini Bakornas PBP, hendaknya aktif melaksanakan kolaborasi dengan agen/organisasi nasional maupun internasional antara lain untuk : Menyediakan pengetahuan dasar yang memadai bagi masyarakat tentang kajian resiko dan penerapan mitigasinya Melaksanakan dan menggambarkan kolaborasi untuk maksud di atas Membantu dalam proses pembuatan atlas atau peta kerentanan Melaksanakan kolaborasi dalam program pengembangan kapasitas nasional untuk autoritas lokal dan praktisi sektor swasta dalam budaya pencegahan bencana SOP juga sebaiknya lebih banyak disebarluaskan dan dapat dimengerti dengan baik oleh seluruh komponen yang terkait (stakeholder) dalam rangka mempercepat respon darurat (reduce reaction time), memperbaiki koordinasi (networking) dan mengurangi kekisruhan (confusion). CATATAN PENUTUP Secara sadar ataupun tidak sadar, saat ini kita telah berada di daerah berpotensi bencana. Untuk itu, pemahaman dan usaha-usaha pengelolaan bencana secara dini dan Page 5 of 6

berkesinambungan perlu dilakukan, sehingga kita bisa hidup nyaman berdampingan dengannya (Sadisun, 2004). Salah satu strategi dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana yaitu dengan melakukan mitigasi secara rutin dan berkelanjutan (sustainable). Mitigasi akan lebih tepat dan akurat melalui pendekatan kajian resiko. Pendekatan proaktif dalam pengurangan resiko bencana merupakan salah satu bagian terpenting dari kegiatan mitigasi, yang pada akhirnya diharapkan setiap masyarakat dapat beradaptasi dengan resiko potensi bencana yang ada. Bentuk SOP yang terjangkau (achievable/workable), sederhana, dan tepat (appropriate) perlu menjadi dasar dalam pengembangan SOP dalam mitigasi dan penanganan bencana alam di Jawa Barat. DAFTAR PUSTAKA ISDR, 2002, Living with Risk: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. Geneva: United Nations, International Strategy for Disaster Reduction. Kletz, T., 1993. Lessons from disaster: how organizations have no memory and accidents recur. Institution of Chemical Engineers: Rugby, England. LP ITB, 2000. Risk Assessment Tools for Diagnostic of Urban Areas Against Seismic Disaster. Kerjasama Indonesian Urban Disaster Mitigation Project, Lambaga Penelitian, Institut Teknologi Bandung International Decade for Natural Disaster Reduction, United Nation (tidak dipublikasikan). PMB ITB Ristek, 2006a. Kajian kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana: Penyusunan pelaksanaan kajian resiko bencana alam. Kerjasama Institut Teknologi Bandung Kementrian Negara Riset dan Teknologi (tidak dipublikasikan). PMB ITB Ristek, 2006b. Identifikasi kapasitas daerah dalam manajemen bencana. Kerjasama Institut Teknologi Bandung Kementrian Negara Riset dan Teknologi (tidak dipublikasikan). Sadisun I. A., 2004. Manajemen bencana: Strategi hidup di wilayah berpotensi bencana. Keynote Speaker pada Lokakarya Kepedulian Terhadap Kebencanaan Geologi dan Lingkungan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 2-3 Desember 2004. Sadisun I. A., 2005. Usaha pemahaman terhadap stabilitas lereng dan longsoran sebagai langkah awal dalam mitigasi bencana longsoran. Invited Speaker pada Workshop Penanganan Bencana Gerakan Tanah. Bandung, Direktorat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 15-16 Desember 2005. Sadisun I. A., 2006. Kajian ketidakstabilan lereng dan kerentanan gerakan massa tanah/batuan sebagai satu upaya dini dalam penanggulangan bencana. Invited Speaker pada Seminar on the Active Geosphere, Satellite Office KAGI21 - ITB, 27 Februari 2006. UNDP, 1992. Tinjauan Umum Manajemen Bencana. UNDP Program Pelatihan Manajemen Bencana, Edisi ke-2. Page 6 of 6