BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan hasil aktivitas manusia yang tidak dapat dimanfaatkan. Namun pandangan tersebut sudah berubah seiring berkembangnya jaman. Saat ini sampah dipandang sebagai sumber daya yang belum dimanfaatkan, dikatakan sumber daya sebab memiliki potensi untuk dapat diberdayagunakan. Sampah yang paling sering ditemui diantaranya adalah sampah plastik, baik itu jenis polyethylene (PE), polypropylene (PP), polyvinyl chloride (PVC), polystyrene (PS) dan sebagainya. Sampah plastik merupakan pencemar lingkungan yang sulit untuk terurai atau terurai dalam waktu yang sangat lama sehingga sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan. Sampah plastik dapat didaur ulang menjadi bentuk lain yang memiliki fungsi berbeda dari fungsi semula, semakin sering mengalami daur ulang maka sampah plastik akan semakin mengalami penurunan fungsi, misalnya plastik hitam atau yang biasa dikenal dengan kresek hitam merupakan daur ulang dari sampah plastik yang mencapai tahap paling akhir atau maksimal. Setelah menjadi plastik hitam, idealnya plastik ini sudah tidak dapat didaur ulang lagi sehingga dibutuhkan cara untuk mengatasi agar tidak menumpuk begitu saja dan menjadi sampah yang merusak lingkungan. Statistik nasional untuk sampah yang dihasilkan dan pembuangannya di pulau-pulau di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tingginya populasi di pulau Jawa menyebabkan pulau Jawa mengirim jauh lebih banyak volume sampah ke 1
2 tempat pembuangan akhir dibandingkan dengan pulau lainnya. Diperkirakan lebih dari separuh (56%) masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap sistem pengangkutan dan pembuangan sampah. Secara nasional, diperkirakan 38,5 juta ton sampah diproduksi setiap tahun. Angka ini setara dengan setengah kilogram sampah per orang per hari (Landon, 2013). Tabel 1.1 Statistik Nasional untuk Sampah yang dihasilkan dan Pembuangannya Indonesia telah memiliki sistem pengelolaan sampah informal sejak beberapa generasi lalu, yang hingga kini masih beroperasi, terutama di daerah pedesaan yang tidak terjangkau oleh pengangkutan sampah pemerintah. Pada umumnya sampah dibakar, ditimbun dalam tanah atau dibuang ke sungai atau laut. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memperkirakan pada tahun 2012 hanya terdapat 23,4 % sampah yang berhasil diangkut melalui sistem pengelolaan sampah resmi dari pemerintah, sisanya dibuang melalui cara ditimbun dalam tanah (4,2 %), diolah menjadi kompos (1,1 %), dibakar (52,1 %), dibuang di saluran pembuangan air, sungai, atau laut (10,2 %), dan dibuang di tempat lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya (9 %) seperti ditunjukkan pada Gambar
3 1.1. Volume dan komposisi sampah bervariasi berdasarkan daerah tempat tinggalnya, apakah di daerah perdesaan atau di kawasan perkotaan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sampah di kawasan perkotaan memiliki volume yang lebih tinggi dan kandungan organik yang lebih rendah. Sampah di Indonesia memiliki kandungan organik yang tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2. (Landon, 2013). 10,2% 9% 23,4% Diangkut ke TPA Ditimbun dalam tanah 4,2% 1,1% Diolah menjadi kompos 52,1% Dibakar Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), 2008 Dibuang disaluran pembuangan air, sungai, atau laut Dibuang di tempat lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya Gambar 1.1. Perkiraan Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia pada Tahun 2012 6% 9% 14% 4% 2% 2% 2% 2% 1% Dapur Plastik Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), 2008 Gambar 1.2. Komposisi Sampah di Indonesia Berdasarkan komposisi sampah di Indonesia, plastik menempati urutan terbesar kedua setelah sampah organik. Meskipun menempati posisi kedua, namun dampak yang diakibatkan jika sampah plastik dibiarkan begitu saja dapat 58% Kertas Lainnya Kayu Kaca Karet/kulit Kain Metal Pasir
4 menimbulkan pencemaran lingkungan yang lebih besar dibandingkan dengan sampah organik. Hal ini dikarenakan sifat plastik yang tidak dapat terurai atau terurai dalam waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan sampah organik. Sampah plastik yang sudah tidak dapat didaur ulang menjadi jenis plastik lain (biasanya memiliki kualitas yang lebih rendah dari jenis plastik awal) biasanya didaur ulang menjadi berbagai jenis barang kerajinan, seperti tas, gantungan kunci, hiasan dinding, sepatu, lampu dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya hal tersebut hanya merupakan upaya untuk memperpanjang umur plastik yang pada akhirnya sampah plastik tersebut akan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sampah plastik yang dibuang ke TPA ini merupakan sampah plastik yang sudah tidak dapat didaur ulang / non recycle dimana jumlahnya akan terus bertambah dan mencemari lingkungan disekitarnya. Proporsi total sampah yang didaur ulang di sumber, TPS dan TPA ditunjukkan pada Gambar 1.3. Gambar 1.3. Proporsi Total Sampah yang Didaur Ulang di Sumber, TPS dan TPA (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008)
5 Sampah plastik yang belum banyak diminati pasar pada akhirnya akan menumpuk di lingkungan sekitar, badan sungai, serta tempat pembuangan akhir. Upaya daur ulang untuk jenis plastik yang masih kurang diminati perlu digalakkan dan dibuka peluang pasarnya. Plastik syrofoam atau Polystyrene foam yang berkode 6 hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan dan masih jarang yang mendaur ulang. Sampah plastik jenis ini termasuk jenis plastik yang tidak hancur di lingkungan tetapi mengingat jenis plastik ini masih termasuk dalam plastik jenis thermoplastic maka Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (P3TL BPPT) melakukan uji coba mendaur ulang sampah plastik tersebut dan akan dimanfaatkan menjadi bahan baku plastik daur ulang melalui proses blending dengan plastik HIPS (High Impact Polystyrene) (Sucipto, 2012). Upaya lain yang dapat dilakukan dalam rangka memanfaatkan sampah plastik adalah dengan mengkonversi menjadi bahan bakar atau minyak. Salah satu teknologi yang dapat digunakan dan memenuhi konsep zero waste adalah pirolisis, dimana produk dari pirolisis itu sendiri secara umum terdiri dari padat, cair dan gas, yang semuanya dapat dimanfaatkan sesuai dengan bahan baku yang digunakan, dapat berupa material bahan alam tumbuhan (biomassa) atau berupa polimer. Bahan baku merupakan salah satu dari variabel proses yang mempengaruhi produk akhir pirolisis, selain bahan baku, produk akhir pirolisis juga dipengaruhi oleh variabel proses seperti suhu, heating rate, kadar air, ukuran partikel, waktu tinggal, katalis, dan lain sebagainya.
6 Dalam penelitian ini, variabel proses yang dipilih adalah suhu pada sampah plastik PE dan PS, pemilihan tersebut didasarkan pada tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan produk minyak yang berasal dari sampah plastik sebanyak mungkin, dimana untuk memperoleh produk tersebut bahan baku yang dipilih adalah sampah kantong plastik dan styrofoam, yang merupakan sampah plastik yang tidak dapat terurai atau terurai dalam waktu yang sangat lama, tidak diminati pasar/pemulung dan merupakan bahan yang berasal dari minyak bumi sehingga jika dipanaskan pada suhu tertentu dapat dihasilkan produk minyak kembali, dimana jumlah minyak terbanyak didapatkan pada suhu tertentu, yaitu pada kisaran suhu 400 o C hingga 500 o C. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang muncul adalah 1. Bagaimana kuantitas minyak hasil pirolisis sampah plastik polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) pada suhu 400, 450 dan 500 o C? 2. Bagaimana karakteristik minyak hasil pirolisis sampah plastik polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) pada suhu 400, 450 dan 500 o C meliputi karakteristik fisika (specific gravity, nilai kalor, flash point, pour point, dan viskositas kinematik) dan kimia (komposisi senyawa pada minyak)? 3. Bagaimana kondisi optimal proses pirolisis terkait kuantitas minyak hasil pirolisis?
7 4. Bagaimana potensi penanganan sampah plastik PE dan PS dengan metode pirolisis? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun diadakannya penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kuantitas minyak hasil pirolisis sampah plastik polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) pada suhu 400, 450 dan 500 o C. 2. Mengetahui karakteristik minyak hasil pirolisis sampah plastik polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) pada suhu 400, 450 dan 500 o C meliputi karateristik fisika (specific gravity, nilai kalor, flash point, pour point, dan viskositas kinematik) dan kimia (komposisi senyawa pada minyak). 3. Mengetahui kondisi optimal proses pirolisis terkait kuantitas minyak hasil pirolisis. 4. Mengetahui potensi penanganan sampah plastik dengan metode pirolisis. 1.4 Batasan Masalah Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah yang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pirolisis dilakukan secara batch. 2. Variabel proses pirolisis adalah suhu, T= 400, 450 dan 500 o C dengan bahan baku polyethylene (PE) dan polystyrene (PS).
8 3. Sampah yang digunakan yaitu kantong plastik untuk plastik polyethylene (PE) dan styrofoam untuk plastik polystyrene (PS). 4. Sampah plastik dicacah hingga ukuran tertentu dan dianggap homogen. 5. Identifikasi karakteristik minyak hasil pirolisis sampah plastik polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) yang diuji meliputi identifikasi secara fisika (specific gravity, nilai kalor, flash point, pour point, dan viskositas kinematik) dan kimia (komposisi senyawa pada minyak). 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan bidang konversi energi khususnya dalam bidang penemuan bahan bakar alternatif. 2. Memberikan salah satu alternatif penyelesaian untuk menangani permasalahan sampah plastik yang semakin banyak jumlahnya. 3. Dihasilkannya bahan bakar cair alternatif dari sampah plastik. 4. Meningkatkan nilai tambah dari sampah plastik. 5. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya untuk mengoptimalkan kuantitas dan kualitas minyak pirolisis dengan bahan baku sampah yang lain. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti terkait sistem pirolisis berbahan baku plastik, diantaranya:
9 Bajus dan Hájeková (2010) melakukan penelitian tentang pengolahan campuran tujuh jenis plastik menjadi minyak dengan metode thermal cracking. Tujuh jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini dan komposisinya dalam persen berat adalah HDPE (34,6%), LDPE (17,3%), LLPE (17,3%), PP (9,6%), PS (9,6%), PET (10,6%), dan PVC (1,1%). Penelitian ini menggunakan batch reactor dengan suhu dari 350 sampai 500 C. Ramadhan (2014) dan Laksono (2014) meneliti karakteristik minyak pirolisis sampah plastik kresek warna hitam sebanyak 1 kg, meliputi yield produk, sifat fisik dan kimia minyak pirolisis pada suhu 300 sampai 450 o C dengan 300 gram katalis zeolit dan bentonit dan tanpa katalis. Anggono dkk (2009) meneliti potensi asap cair yang dihasilkan melalui pirolisis limbah plastik yang berupa kantong plastik dan pembungkus makanan sebagai bahan bakar cair pada suhu 425 o C. Ramadhan & Ali (2012) meneliti tentang pengaruh suhu dan waktu tinggal terhadap kualitas produk pirolisis plastik LDPE dan HDPE. Penelitian ini dilakukan juga untuk mengetahui berapa banyak produk minyak yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan reaktor berdiameter 20 cm dan tinggi 40 cm. Pirolisis dilakukan pada suhu 250 sampai 420 o C dan waktu reaksi selama 0 sampai 60 menit. Lopez et al (2011) telah meneliti tentang pengaruh suhu dan waktu pada produk pirolisis sampah plastik. Perilaku termal dari campuran yang menyerupai sampah plastik kota dengan proporsi 40 % PE, 35 % PP, 18 % PS, 4 % PET dan
10 3% PVC dengan analisa termogravimetri pada reaktor semi-batch 3,5 dm 3 pada tekanan atmosfer. Bhattacharya et al (2009) telah meneliti tentang minyak pirolisis dari hasil pirolisis kayu dan plastik. Penelitian di dalam reaktor pirolisis skala laboratorium dengan kecepatan 2 kg/jam dan tekanan 1 atm, dengan perbandingan komposisi untuk plastik 50% dan kayu pinus 50%. Penelitian ini menggunakan tiga macam plastik yang berbeda yaitu polystyrene (PS), high density polyethylene (HDPE) dan polypropylene (PP) dan dipirolisis dengan kayu pinus kuning pada suhu 450 o C dan 525 o C. Paradela et al (2009) mempelajari recovery dari tiga jenis sampah, yaitu biomassa, plastik dan ban bekas dengan proses pirolisis batch lambat serta pengaruh dari variasi waktu dan suhu reaksi terhadap produk pirolisis. Demirbas (2004) meneliti sampah plastik kota untuk di-recovery menjadi gasoline-range hidrokarbon dengan proses pirolisis pada suhu 675 sampai 875 o C. Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis sampah plastik yaitu: polystyrene (PS), polyethylene (PE), polypropylene (PP) dan campuran dari ketiganya (PS, PE, PP) dengan heating rate 10K/s. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah penulis kutip diatas dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis Karakteristik Minyak Hasil Pirolisis Batch Sampah Plastik Polyethylene dan Polystyrene pada Berbagai Suhu adalah karya penulis dimana penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini bahan baku sampah plastik yang dipilih yaitu untuk jenis polietilen
11 adalah 350 gram kantong plastik, untuk jenis polistiren/styrofoam adalah 50 gram tempat buah/sayur dengan variasi suhu 400, 450 dan 500 o C.