BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

1 Universitas Kristen Maranatha

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIK MELALUI IVA. Mimatun Nasihah* Sifia Lorna B** ABSTRAK

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker leher rahim (kanker serviks) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda penyakit atau double

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi wanita merupakan hal yang perlu diperhatikan agar suatu

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur

BAB I PENDAHULUAN. serviks dan rata-rata meninggal tiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedua di dunia dimana konstribusinya 13 % dari 22% kematian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

See & Treat untuk Skrining Lesi Prakanker Serviks

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN KEIKUTSERTAAN IBU MELAKUKAN IVA TEST DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hingga 2030 meneruskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)

BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

KARAKTERISTIK, HAMBATAN WANITA USIA SUBUR MELAKUKAN PAP SMEAR DI PUSKESMAS KEDAI DURIAN

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan mendekati pola di Negara maju (Dalimartha, 2004). maupun orang-orang yang sama sekali tidak berpendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut WHO kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sedang berkembang, salah satunya Indonesi (WHO, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang menyangkut kesehatan reproduksi ini, salah satunya adalah kanker

3. METODOLOGI PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN. Saya bernama Hilda Rahayu Pratiwi / , sedang menjalani

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. porsio. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda awal keganasan servik. rahim dengan menggunakan mikroskop (Supriyanto, 2010)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dini. 6,8 Deteksi dini kanker serviks meliputi program skrining yang terorganisasi

A. Pengetahuan Kanker Serviks NO. PERTANYAAN JAWABAN 1. Kanker leher rahim ( serviks ) merupakan penyakit?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker sistim reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur,

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu untuk periode 5 tahun sebelum survey ( )

KARAKTERISTIK IBU DENGAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) BANGIL

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Karibia, Sub-Sahara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pap smear 1.1 Pengertian Pap smear Pap smear pertama kali diperkenalkan pada tahun 1928 oleh dokter Yunani Dr. George N. Papanicolau dan Dr. Aurel Babel, tetapi mulai populer sejak tahun 1943. Pemakaian spatula diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Dr. J. Ernest Ayre. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk mengetahui dan memeriksa sitologis leher rahim yang digunakan untuk mendeteksi adanya kanker serviks atau sel prakanker (Aziz, 2006). Tes Pap smear merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks dengan ketepatan diagnostik sitologi ± 90% pada displasia berat (karsinoma in situ) dan 76% pada displasia ringan/ sedang. Pap smear sangat efektif dalam mendeteksi perubahan prakanker pada serviks. Jika hasil Pap smear menunjukkan displasia atau serviks tampak abnormal biasanya dilakukan kolposkopi dan biopsi (Azis, 2006). Pemeriksaan Pap smear menggunakan alat skrining kanker serviks uteri yang dipergunakan untuk memantau perubahan sel epitel serviks uteri mulai dari perubahan displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in situ. Di negara maju tes Pap smear dilaksanakan periodik dan teratur terutama pada wanita golongan risiko tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk mendeteksi karsinoma dini sehingga angka kesakitan akibat karsinoma serviks tidak meningkat (Tambunan,1991).

1.2 Program pemeriksaan Pap smear Meskipun kanker serviks masih belum dapat dielimanasi, namun angka kejadiannya dapat ditekan dengan melakukan pemeriksaan Pap smear dan Inspeksi visual asam asetat, biopsi dan kolposkopi. Deteksi dini kanker serviks sangat dianjurkan untuk setiap wanita yang sudah pernah melakukan hubungan seksual (Bachnas, 2010). The British Columbia juga menyarankan tes Pap smear dilakukan setiap tahun pada wanita resiko tinggi yaitu yang melakukan hubungan seksual sebelum usia 20 tahun, dan mempunyai mitra seks lebih dari 2 orang sepanjang hidupnya. American Cancer Society juga menyarankan hal yang sama tetapi untuk kelompok yang tidak mempunyai resiko tinggi cukup 3 tahun sekali (Ramli,2002). Program pemeriksaan dini yang dianjurkan untuk pemeriksaan risiko terjadinya kanker serviks menurut WHO dilakukan minimal satu kali pada wanita di usia sekitar 35-49 tahun. Pada daerah dengan fasilitas tersedia, maka pemeriksaan ini harus dilakukan setiap 10 tahun sekali pada wanita usia 35-55 tahun, dan pada daerah dengan fasilitas yang tersedia berlebih maka pemeriksaan dilakukan tiap 5 tahun sekali. Namun, screening yang ideal dilakukan adalah setiap 3 tahun sekali pada wanita usia 25-60 tahun dan dapat dihentikan pada usia 70 tahun untuk wanita yang tidak memliki abnormalitas pada hasil pemeriksaan tes Pap smear (Rasjidi, 2010). Departemen Kesehatan RI menganjurkan bahwa semua wanita yang berusia 20-60 tahun harus melakukan Pap smear paling tidak setiap 5 tahun (Ramli, 2002).

Tes pemeriksaan kanker serviks juga dapat diketahui dengan inspeksi visual asam asetat (IVA). Inspeksi visual dengan asam asetat merupaka metode deteksi dini kanker leher rahim dengan mengoleskan asam asetat (cuka) ke dalam leher rahim oleh dokter atau bidan yang ahli. Bila terdapat lesi kanker, maka akan terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan pada leher rahim yang diperiksa. Tujuan dilakukan skrining dengan menggunakan asam asetat juga untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus kanker serviks yang ditemukan, namun informasi tentang IVA masih belum banyak diketahui oleh masyarakat dan sampai saat ini pencegahan kanker serviks banyak dilakukan dengan metode Papanicolau smear (Melianti, 2011). Pap smear dianggap paling efektif dalam mendeteksi dini kanker serviks karena dilakukan di bawah pemeriksaan mikroskop. Tingkat efektivitasnya bisa mencapai 90-95%. Pemeriksaan ini murah, cepat dan dapat dilakukan di pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit, klinik, praktik kedokteran dan dapat dilakukan kapan pun kecuali sedang haid atau sesuai petunjuk dokter (Candraningsih, 2011). 1.3 Manfaat dan Keuntungan Pap smear Pap smear berguna untuk mengetahui ada tidaknya radang dan tingkatan radang pada rahim, adanya kelainan degeneratif pada rahim, serta ada tidaknya tanda tanda keganasan (kanker) pada rahim. Selain itu dengan melakukan tes Pap smear, akan diketahui penyebab radang baik oleh parasit, bakteri maupun jamur (Bohme, 2001)

Menurut Ramli (2002), Pap smear mempunyai keuntungan yaitu: dapat dikerjakan dengan cepat, sederhana, tidak sakit dan tidak merusak jaringan, mudah diulang (bila sediaan apus yang dibuat kurang representatif, atau diulang dalam waktu yang telah ditetapkan dalam program). Pemeriksaan tersebut juga dapat menenangkan hati bagi sebagian besar orang yang mengalami perubahan sebelum keganasan kanker mulut rahim ditemukan dan meningkatkan harapan hidup bagi wanita (Nurhasanah, 2008) 1.4 Proses Pemeriksaan Pap smear Pap smear merupakan pemeriksaan daerah seviks. Dalam melakukan pemeriksaan serviks, perlu dijelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur yang akan dilakukan karena pasien biasanya gelisah dan berasumsi bahwa jika hasil Pap smear abnormal berarti ada kanker pada tubuhnya. (Smeltzer; Bare, 2002). Pengambilan Pap smear dilakukan 10 hari setelah bersih menstruasi dan 3 hari sebelum pengambilan tidak melakukan hubungan seksual, agar tidak mengaburkan hasil pemeriksaan. Dalam pengambilan sediaan apusan lebih dulu dituliskan data klinis pasien yang jelas pada lembar permintaan konsultasi meliputi: nama, umur, alamat, usia menikah, jumlah paritas, tanggal haid terakhir, kontrasepsi, riwayat radiasi / kemoterapi, keadaan klinis dan keluhan kemudian membersihkan daerah vulva dari bagian yang terdekat sampai yang terjauh dengan menggunakan kapas DTT dan untuk menampilkan serviks digunakan spekulum cocor bebek. Menggeserkan spekulum cukup dilakukan sekali agar tidak terjadi kerusakan sel (Evennet, 2003). Pengambilan sediaan apus berasal dari kutub vagina, dari mulut rahim, dan dari saluran serviks yang diambil

dengan kapas lidi., kemudian mengoleskannya dengan kaca benda dan segera difiksasi, dibiarkan dalam larutan fiksasi minimal selama 30 menit sambil mengeringkannya di udara. Bahan fiksasi yang dapat dipakai adalah alkohol 95%. Hal tersebut memerlukan keterampilan yang tinggi dari pengambil sediaan (Bohme, C. 2001). Apabila tempat pewarnaan jauh dari tempat praktek atau laboratorium, sediaan apus dimasukkan dalam amplop atau pembungkus agar tidak pecah (Ramli, 2002). 1.5 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Pap smear Hasil pemeriksaan akan menunjukkan hasil negatif jika tidak ditemukan sel ganas, dapat mengulangi pemeriksaan sitologi dalam satu tahun lagi. Apabila sediaan yang diperoleh tidak memuaskan dapat disebabkan karena fiksasi yang kurang bagus, tidak ditemukan sel endoserviks, dan terjadi peradangan sel, disarankan untuk mengulangi pemeriksaan sitologi kembali. Berdasarkan klasifikasinya, Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas yaitu: pada kelas I tidak ada sel abnormal, kelas II terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan, kelas III adalah gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang, kelas IV gambaran sitologi dijumpai displasia berat dan kelas V adalah keganasan. Hasil akan menunjukkan displasia jika terdapat sel-sel diskariotik baik dalam derajat ringan, sedang, sampai karsinoma in situ sehingga penanganannya harus lebih serius dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya. Hasil pemeriksaan akan positif jika terdapat sel - sel ganas pada pemeriksaan mikroskopi dan penanganan harus dilakukan di rumah sakit (Ramli, 2002).

2. Wanita Usia Subur 2.1 Pengertian Wanita Usia Subur Yang dimaksud dengan wanita usia subur adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-40 tahun, dimana dalam masa ini wanita harus menjaga dan merawat personal higiene melalui pemeliharaan keadaan alat kelaminnya. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun., dimana pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95 % untuk hamil dan pada usia 30-an persentasenya menurun hingga 90%, sedangkan memasuki usia 40 tahun, kesempatan untuk hamil berkurang hingga menjadi 40 %. Setelah usia 40 tahun, wanita hanya mempunyai maksimal 10 % kesempatan untuk hamil (Sarlina, 2009). Menurut Febriana (2007), ada beberapa tanda-tanda untuk mengetahui wanita subur diantaranya adalah siklus haid wanita yang teratur setiap bulan. Satu putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid datang kembali. Biasanya berlangsung selama 28 hingga 30 hari. Oleh karena itu siklus haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai seorang wanita subur atau tidak. Kemajuan teknologi seperti ovulation thermometer juga dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi kesuburan seorang wanita. Thermometer ini akan mencatat perubahan suhu badan saat wanita mengeluarkan benih atau sel telur. Bila benih keluar, biasanya termometer akan mencatat kenaikan suhu sebanyak 0,2 derajat celsius selama 10 hari. Selain itu dapat dilakukan tes darah. Tes darah dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon yang berperan pada kesuburan seorang wanita. Wanita yang siklus haidnya tidak teratur, seperti

datangnya haid tiga bulan sekali atau enam bulan sekali biasanya tidak subur. Jika dalam kondisi seperti ini, beberapa tes darah perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dari tidak lancarnya siklus haid. Selain hal tersebut, kesuburan wanita juga dapat diketahui dari organ tubuh, seperti buah dada, kelenjar tiroid pada leher, dan organ reproduksi. Kelenjar tiroid yang mengeluarkan hormon tiroksin berlebihan akan mengganggu proses pelepasan sel telur. sedangkan pemeriksaan buah dada ditujukan untuk mengetahui hormon prolaktin di mana kandungan hormon prolaktin yang tinggi akan mengganggu proses pengeluaran sel telur. Wanita yang pernah mengalami keguguran, baik disengaja ataupun tidak, mempunyai peningkatan peluang terjangkitnya kuman pada saluran reproduksi. Kuman ini akan menyebabkan kerusakan dan penyumbatan saluran reproduksi. 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kanker Leher Rahim Pada Wanita Usia Subur Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim (serviks) pada wanita usia subur diantaranya adalah umur, usia pertama kawin atau melakukan hubungan seksual,merokok, kontrasepsi yang digunakan, jumlah paritas, sering berganti pasangan, dan deteksi dini yang tidak dilakukan (Azis, 2000). Pada umumnya, wanita umur 30-55 tahun mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya kanker serviks, tetapi sekarang telah terjadi peningkatan jumlah wanita muda yang sel-sel abnormalnya dapat didiagnosis pada sitologis serviks. Periode laten dan fase pra invasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.

Puncak insiden karsinoma adalah usia 20-30 tahun dimana kejadian kanker di usia muda disebabkan karena melakukan aktivitas seksual secara dini. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di RSCM kanker serviks terjadi pada usia 25-34 tahun dan umur 35-54 tahun. Stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 35-44 tahun, dan stadium III B sering pada kelompok umur 45-54 tahun (Yuliatin, 2010) Infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) diduga sebagai penyebab hampir 90 % kanker serviks uteri. HPV biasanya dapat terjadi melalui penyakit menular seksual yang prosesnya memakan waktu 2-30 tahun kemudian dan pada umumnya dapat meyebabkan peradangan pada genitalia wanita (Hacker, 2001 dalam Surbakti, 2004) Umur merupakan salah satu faktor yang cukup penting untuk terjadinya kanker serviks. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual semakin besar resiko yang harus ditanggungnya untuk menderita kanker serviks, karena terjadinya kanker leher rahim dengan masa laten kanker leher rahim memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan seksual pertama dianggap awal dari mula proses munculnya kanker leher rahim pada wanita (Riono, 1994 dalam Surbakti, 2004). Wanita menikah di bawah usia 16 tahun biasanya 10 12 kali lebih besar kemungkinan terjadi kanker leher rahim dibandingkan mereka yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas karena pada usia tersebut kondisi rahim seorang

remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa yang aktif, yang terjadi di dalam zona transformasi selama periode perkembangan. Wanita perokok juga lebih rentan terkena kanker leher rahim, karena rokok akan menghasilkan zat karsinogen yang dapat menyebabkan turunnya daya tahan di daerah serviks. (Azis, 2000). Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun juga dapat meningkatkan resiko terkena kanker leher rahim sebesar 1,5 2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadinya kanker leher rahim. Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi asam folat yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV (Ramli,2002) Berdasarkan hasil penelitian Tambunan (1991), kanker leher rahim dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan. Kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa pakar berkisar antara 3 5 kali melahirkan. Kanker leher rahim berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti mitra seks yang berganti-ganti, dan usia saat melakukan hubungan seks yang pertama. Wanita yang melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual berganti-ganti lebih beresiko untuk terjadi kanker leher rahim karena berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual

memperbesar kemungkinan terinfeksi HPV dan resiko meningkat lebih dari 10 kali apabila bermitra seks 6 atau lebih (Azis, 2000). Risiko juga meningkat bila berhubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi (laki-laki yang banyak berhubungan seks dengan banyak wanita), atau lakilaki yang mengidap penyakit Condiloma akuminatum di penisnya (Widyastuti, 2010). Kejadian kanker serviks dalam jangka waktu 10 tahun di Indonesia mencapai peningkatan peringkat kanker serviks sebagai penyebab kematian terbanyak. Setiap tahun diperkirakan terdapat 190.000 penderita baru dan 1/5 penderita meninggal akibat penyakit kanker serviks. Tingginya angka kematian penderita kanker serviks di Indonesia disebabkan karena sebagian besar penderita kanker serviks (70 %) ditemukan pada stadium lanjut. (Aziz, 2006). Angka kematian akibat kanker ini bisa dikurangi 3 35% bila dilakukan tindakan preventif, screening dan deteksi dini, seperti dengan melakukan tes Pap smear bagi mereka yang telah aktif secara seksual, karena dengan deteksi dini dapat diketahui secara dini keadaan organ reproduksinya sehingga dapat menurunkan angka kematian (Nugraha,2009). 3. Wanita usia subur yang perlu melakukan pemeriksaan dini resiko terjadinya kanker serviks Menurut BKKBN (2006), wanita yang perlu melakukan pemeriksaan Pap smear diantaranya adalah: a. wanita yang telah melakukan hubungan seksual pada usia muda < 20 tahun b. Wanita yang telah menikah dan berusia 30 tahun atau lebih

c. Wanita usia muda yang telah melakukan hubungan seksual dini. Pada dasarnya wanita usia muda memiliki mulut rahim yang belum matang, ketika melakukan hubungan seksual dapat terjadi gesekan yang dapat menimbulkan luka kecil, yang mengundang masuknya virus. d. Wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks e. Wanita yang sering melahirkan. Berdasarkan paritas, pada umumnya kanker serviks uteri paling banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Kategori sering belum ada keseragaman tetapi umumnya para ahli kanker memberi batasan 3-5 kali melahirkan. (Tambunan, 1995) f. Wanita perokok. Wanita perokok mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang bukan perokok karena zat dalam rokok menyebabkan daya tahan leher rahim menurun dan menjadi peka terhadap faktor-faktor pencetus terjadinya kanker serviks (Surbakti, 2004) g. Wanita menopause dan mengelurkan darah pervaginam h. Peserta KB yang sudah > 5 tahun (terutama dengan kontrasepsi hormonal atau IUD), karena tali IUD akan menyebabkan trauma pada serviks yang menyebabkan timbulnya infeksi dan kemungkinan dikhawatirkan akan terjadi proses metaplasia, sedangkan pada kontrasepsi hormonal dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur. i. Wanita yang mengalami perdarahan setiap kali melakukan senggama (contact bleeding) atau mengalami keputihan kronis.

j. Wanita yang berhubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi (laki-laki yang banyak berhubungan seks dengan banyak wanita), atau laki-laki yang mengidap penyakit Condiloma akuminatum dan HPV di penisnya. Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes Pap smear pada umumya adalah mereka yang tinggi aktifitas seksualnya walaupun keseluruhan wanita yang sudah pernah melakukan hubungan seksual juga dianjurkan untuk memeriksakan diri, diantaranya adalah: (Sukaca, 2009 dalam Nurhasanah, 2008). a. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum menikah namun aktivitas seksualnya sangat tinggi. b. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual atau pernah menderita infeksi HIV atau kutil kelamin. c. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun. d. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB. e. Sesudah 2 kali pap tes (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan Pap smear. f. Sesering mungkin jika hasil Pap smear menunjukkan abnormal g. Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker serviks. 4. Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear Pemeriksaan dini kanker serviks merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh setiap wanita. Pap smear adalah suatu test yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-

kelainan yang ada dalam sel-sel leher rahim. Hasil penelitian Suwiyoga (2001) dan Eltrikanawaty (2008) menunjukkan bahwa terdapat beberapa hambatan wanita usia subur melakukan pemeriksaan dini kanker serviks diantaranya adalah pengetahuan, agama, sosial budaya, sumber informasi, ekonomi, motivasi, serta fasilitas dan pelayanan kesehatan. 4.1 Pengetahuan Pengetahuan diperoleh seseorang baik secara formal maupun informal. Pengetahuan berhubungan erat dengan pendidikan, informasi dan pengalaman. Pendidikan merupakan proses belajar yang pernah ditempuh secara formal didalam lembaga pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah baginya untuk menyerap pengetahuan. Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar, berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan ke arah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok, atau masyarakat (Notoadmodjo, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2008) terhadap penderita kanker leher rahim dengan pendidikan yang lebih rendah diperoleh bahwa pengetahuan yang dimiliki menjadi faktor risiko yang mempengaruhi wanita tidak melakukan pemeriksaan Pap smear sebagai pencegahan dini resiko terjadinya kanker serviks.

4.2 Agama Agama merupakan kepercayaan yang dianut oleh seseorang yang diyakini dapat memberikan petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Agama juga mengajarkan larangan-larangan yang harus dihindarkan dan merupakan faktor utama yang berperan dalam menuntun sesorang untuk melakukan suatu tindakan. sehingga seseorang yang taat memeluk ajaran agamanya tidak akan melanggar perintah dan larangan yang diajarkan (Husein, 2004). Agama, keyakinan, dan kebenaran merupakan kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan atau menyatakan kepercayaan. Menurut Handayani (2007) aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya dan berdasarkan pandangan agama Islam tidak menyarankan seorang wanita untuk memperlihatkan auratnya kepada orang lain kecuali muka dan telapak tangan, sementara pemeriksaan serviks dengan metode Pap smear adalah dengan mengambil bahan apusan dari organ reproduksi serviks sehingga harus menunjukkan bagian privasi yang sangat pribadi, akibatnya kondisi tersebut menjadi alasan sebagian wanita enggan melakukan pemeriksaan Pap smear. 4.3 Sosial budaya Budaya merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari yang mempengaruhi sistem sosialnya. Sistem sosial-budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi yang didapat. Proses pembentukan budaya seringkali bermula dari keyakinan, tata nilai atau adat kebiasaaan dan tradisi yang dianut oleh seseorang termasuk di dalamnya merupakan sikap dan pola perilakunya diantara kelompok dalam

masyarakat (Soemardjan, 2004). Pada dasarnya, peran budaya terhadap kesehatan masyarakat adalah membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu, kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Jika persepsi tentang kesehatan atau penyebab sakit berbeda dengan konsep medis, tentunya upaya untuk mengatasinya juga berbeda, disesuaikan dengan keyakinan atau kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan dan untuk merubah perilaku sangat membutuhkan waktu dan cara yang strategis ( Maas, 2004). Perasaan malu, apatis dan takut merupakan hal yang termasuk dalam sikap individu yang mempengaruhi sistem sosialnya. Menurut Ishak (2009) penyebab rendahnya kesadaran wanita melakukan deteksi dini adalah rasa takut jika hasil pemeriksaan atau skreening menyatakan bahwa mereka menderita kanker serviks dan tidak jarang pula ketakutan yang tidak beralasan itu dihubungkan dengan kematian, sehingga mereka lebih memilih untuk menghindarinya. Keengganan wanita melakukan Pap smear juga disebabkan oleh perasaan malu untuk memeriksa organ reproduksinya dengan alasan malu menunjukkan bagian privasi pribadinya kepada tenaga kesehatan (Nuraora, 2008). 4.4 Sumber Informasi Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam penyampaian informasi, merangsang pikiran dan kemampuan. Terdapat berbagai media yang dapat dijadikan sarana dalam mendapatkan informasi mengenai Pap smear, akan tetapi ada juga individu yang belum mendapatkan informai mengenai

Pap smear atau metode untuk mendeteksi dini kanker serviks. Media informasi untuk komunikasi massa terdiri dari media cetak, yaitu surat kabar, majalah, buku, dan media elektronik yaitu radio, tv, maupun internet. Informasi tentang kesehatan reproduksi dapat diperoleh masyarakat baik melalui petugas kesehatan, media cetak dan media elektronik, teman, orangtua, tetangga, atau mencari tahu sendiri (Candraningsih, 2011). 4.5 Ekonomi Keadaan ekonomi masyarakat dapat memengaruhi sistem pelayanan kesehatan. Ekonomi yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh kebutuhan yang lebih tinggi, misalnya di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan seseorang di luar ataupun di dalam rumah yang menghasilkan imbalan berupa materi maupun uang. Pekerjaan berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh seseorang. Penghasilan merupakan ukuran yang sering digunakan untuk melihat kondisi status sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat. Para isteri pekerja kasar 4 kali lebih memungkinkan untuk terjadinya kanker serviks dibandingkan para isteri pekerja kantor atau pekerja ringan dimana standar kebersihan yang baik mungkin tidak dapat dicapai dengan mudah (Hidayati, 2001 dalam Surbakti, 2004). Menurut MKI (2007) penelitian di Amerika pada April 2003 didapatkan hasil bahwa responden dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi memiliki kemauan 1,56 kali lebih besar untuk menjalankan pemeriksaan Pap smear dibandingkan responden dengan tingkat penghasilannya lebih rendah.

Biaya juga mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dalam mendapatkan pengobatan. Apabila biaya yang dikeluarkan mahal maka seseorang cenderung tidak mencari pengobatan. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan menyebabkan 8% orang yang melaporkan sakitnya terlambat dalam mencari pengobatan (Fatimah, 2009). Akibatnya, pada golongan sosial ekonomi yang rendah sering kali terjadi keganasan pada sel-sel mulut rahim hal ini karena ketidakmampuan melakukan Pap smear secara rutin (Fitria, 2007). Biaya Pap smear bagi golongan ekonomi lemah menyebabkan mereka tidak mampu melakukan pemeriksaan Pap smear. Berdasarkan keterangan yang diperoleh peneliti dari tenaga kesehatan (2011), biaya pemeriksaan Pap smear berkisar sekitar Rp. 100.000-. sampai dengan Rp. 200.000,-. Beberapa responden menyampaikan kepada peneliti bahwa mereka enggan mengeluarkan biaya pemeriksaan Pap smear karena mereka lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Eltrikanawati (2008), bahwa semakin tinggi penghasilan responden maka perilaku akan semakin baik dalam melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan dini resiko terjadinya kanker serviks. 4.6 Motivasi dan Dukungan Partisipasi suami dalam upaya pencegahan kanker seviks dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan, misalnya melalui dukungan sosial suami terhadap kunjungan deteksi dini kanker leher rahim yang berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung. Keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998 dalam Yatini, 2009). Dukungan suami atau keluarga merupakan faktor yang dapat mendukung wanita usia subur melakukan pemeriksaan organ reproduksi dan keterlibatan suami dalam kesehatan reproduksi pasangannya memberikan dampak yang positif terhadap kesehatannya termasuk dalam hal pemeriksaan Pap smear, namun faktanya partisipasi suami dalam kesehatan reproduksi pasangannya sangat rendah (Ishak, 2009). 4.7 Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan Fasilitas sangat mendukung seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Jarak pelayanan kesehatan, kurangnya tenaga terlatih untuk pengambilan sediaan, tidak tersedianya peralatan dan bahan untuk pengambilan sediaan, tidak tersedianya sarana pengiriman sediaan, tidak tersedianya laboratorium pemrosesan sediaan dan tenaga ahli sitologi merupakan kendala seorang wanita untuk melakukan pemeriksaan Pap smear (Nugraha, 2009).