BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2004-2009, salah satu target yang ingin dicapai dalam jenjang pendidikan menengah adalah reposisi rasio Sekolah Menengah Atas (SMA) terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pada tahun 2009, rasio jumlah unit sekolah dan siswa SMA:SMK ditargetkan menjadi 40:60 dan pada tahun 2015 rasio SMA:SMK menjadi 30:70. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong output pendidikan agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Pendidikan SMA yang selama ini mendapat prioritas perhatian, tidak menerapkan kurikulum yang mengarahkan lulusannya untuk bekerja, tetapi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Padahal kenyataannya sebagian besar lulusan SMA tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, justru mencari pekerjaan. Akibatnya terjadi pertambahan angka pengangguran terdidik, karena lulusan SMA yang mencari pekerjaan tidak dibekali oleh keterampilan khusus yang diperlukan dunia kerja. Lulusan pendidikan yang seharusnya menjadi modal dan motor penggerak pembangunan, ternyata sebaliknya menjadi beban pembangunan. Diharapkan melalui pengembangan SMK, tingkat pengangguran dapat ditekan. Karena berbeda dengan pendidikan SMA, pendidikan SMK didasarkan pada kurikulum yang membekali lulusannya dengan keterampilan tertentu untuk mengisi lapangan kerja
atau membuka lapangan usaha. Selain itu, SMK juga dapat diarahkan untuk mengangkat keunggulan lokal sebagai modal daya saing bangsa. Kurikulum SMK sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai dengan potensi wilayah dan lapangan pekerjaan/usaha yang timbul akibat aktivitas perekonomian wilayah. Salah satu upaya dalam hal pengembangan SMK adalah melalui pengembangan program keahlian (dulu dikenal dengan istilah jurusan) yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Program keahlian inilah yang menjadi ujung tombak menciptakan link and match SMK dengan dunia kerja. Pada kurikulum SMK edisi 2004, terdapat 21 bidang keahlian yang dibagi menjadi 103 program keahlian. Direktorat Pengembangan SMK (Dit PSMK) selalu melaksanakan evaluasi dan penataan kembali program keahlian di SMK, yang disebut dengan program re-engineerisasi program keahlian SMK. Tujuannya adalah untuk meningkatkan relevansi program keahlian di SMK dengan kebutuhan pasar kerja, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Program keahlian yang lulusannya sudah tidak terserap pasar kerja (jenuh) akan dibatasi, dan program keahlian yang masih dibutuhkan akan dikembangkan, bahkan kemungkinan untuk membuka program keahlian yang baru yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan dunia usaha/dunia industri di wilayah mana SMK bersangkutan berada. Kebijakan ini adalah salah satu bentuk nyata dari perencanaan pendidikan dengan pendekatan ketenagakerjaan. Pada tahun 2006, di Medan terdapat 200 unit SMA (Negeri & Swasta), dengan jumlah siswa 62.290 orang. Sementara jumlah SMK (Swasta & Negeri) ada 134 unit, dengan jumlah siswa 41.769 orang. Sehingga jika mengacu pada Renstra Depdiknas
2004-2009, maka pada tahun 2006 rasio jumlah sekolah/siswa SMA dan SMK sudah mencapai target SMA 60% dan SMK 40%. Namun pengembangan SMK bukan sekedar pada rasio jumlah unit SMK, tetapi bagaimana dengan keberadaan SMK tersebut jika dikaitkan dengan potensi wilayah Kota Medan. Salah satu cara yang sering digunakan melihat potensi wilayah adalah melalui struktur PDRB dan lapangan kerja. Struktur PDRB menggambarkan kontribusi setiap sektor/lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB keseluruhan. Perubahan struktur ekonomi mengakibatkan terjadinya perubahan struktur penyerapan tenaga kerja (elastisitas penyerapan tenaga kerja) (Sumarsono, 2006). Hal ini seharusnya menjadi dasar acuan pengembangan program keahlian di SMK. PDRB Kota Medan pada tahun 2006 mencapai 27,236 triliun rupiah. Sektor tertier (perdagangan/hotel/restoran, transporstasi/telekomunikasi, keuangan/jasa perusahaan, jasa-jasa lainnya) adalah penyumbang PDRB terbesar yaitu 68,73%. Disusul sektor sekunder (industri pengolahan, listrik/gas/air bersih, konstruksi) sebesar 28,31%. Sementara sektor primer (pertanian, pertambangan/penggalian) menyumbang sebesar 2,97%. Jika melihat struktur PDRB tersebut, maka Kota Medan sudah dikategorikan sebagai kota jasa, perdagangan dan industri. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas perekonomian dan penyerapan tenaga kerja didominasi ketiga sektor tersebut. Persentase kontribusi dan penyerapan tenaga kerja per sektor Kota Medan tahun 2006 ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Kontribusi PDRB dan Penyerapan Tenaga Kerja Kota Medan menurut Sektor/Lapangan Usaha Tahun 2006 Kontribusi PDRB Penyerapan Lapangan Sektor/Lapangan Usaha (%) Kerja (%) I. Primer 2,97 5.43 1. Pertanian 2,96 5.04 2. Pertambangan & Penggalian 0,01 0,39 II. Sekunder 28,30 24,21 3. Industri Pengolahan 16,27 15,05 4. Listrik,Gas,Air Bersih 2,23 0,71 5. Konstruksi 9,80 8,45 III. Tertier 68,73 70,36 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 25,92 35,73 7. Transportasi & Telekomunikasi 18,45 17,59 8. Keuangan & Jasa Perusahaan 13,64 4,84 9. Jasa-jasa lainnya 10,72 12,19 JUMLAH 100 100 Sumber : BPS Kota Medan Tahun 2007 Sesuai dengan tujuan pendidikan SMK, yaitu membekali peserta didik dengan keterampilan tertentu untuk memasuki dunia kerja/dunia usaha, maka pengembangan SMK harus selalu mengacu pada kebutuhan pasar kerja. Namun pengembangan SMK bukan sekedar pada memperbesar jumlah unit SMK dan jumlah siswa, tetapi bagaimana keberadaan SMK di Kota Medan jika dikaitkan dengan potensi wilayah Kota Medan sebagai kota jasa, industri dan perdagangan. Sudah menjadi masalah klasik bagi dunia pendidikan SMK di Indonesia pada umumnya, bahwa link and match antara output pendidikan SMK dengan dunia usaha/dunia industri (DU/DI) sebagai pengguna output pendidikan SMK belum tercapai. Salah satu masalahnya terletak pada kualitas lulusan SMK yang belum sesuai dengan standar kompetensi yang dibutuhkan pasar tenaga kerja.
Namun, ada masalah lain yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan SMK agar lulusannya terserap lapangan usaha dan lapangan kerja, yaitu masalah kesesuaian jumlah (proporsi) lulusan setiap program keahlian dengan kebutuhan dunia kerja. Keberadaan SMK seharusnya didasarkan pada analisis kebutuhan tenaga kerja (demand and supply analisys). Fakta di lapangan, paling tidak pada masa sebelum tahun 2004 yang terjadi adalah supply driven. Hal paling nyata terlihat pada SMK Swasta, di mana proporsi peserta didik perprogram keahlian sangat timpang. Kalau di SMK Negeri keadaannya tidak demikian, karena ada ketentuan alokasi peserta didik setiap program keahlian. Sebagai gambaran keberadaan program keahlian SMK Teknologi dan Industri di Kota Medan ditunjukkan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Keberadaan Program Keahlian SMK Teknologi Industri di Medan Tahun 2008 Jumlah SMK yang Mengasuh Program Studi (dari 62 SMK) Teknik Mekanik Otomotif 43 unit Teknik Las dan Fabrikasi 1 unit Teknik Permesinan 9 unit Teknik Elektronika 9 unit Teknik Listrik 8 unit Teknik Komputer dan Informatika 5 unit Teknik Bangunan 1 unit Sumber : Data Pokok DitPSMK, 2008 Sepintas jika melihat keberadaan program keahlian pada Tabel 1.2, dapat menimbulkan pertanyaan mengapa Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif (selanjutnya disebut dengan PK TMO) begitu diminati. Padahal Kota Medan tidak memiliki industri otomotif. Kompetensi utama yang dimiliki oleh seorang lulusan PK TMO adalah kompetensi perawatan dan perbaikan kendaraan bermotor. Lapangan usaha yang sesuai adalah jasa bengkel otomotif, industri perakitan otomotif dan tenaga
instalasi dan perawatan pada mesin-mesin industri. Maka patut dipertanyakan, faktorfaktor apa yang mempengaruhi minat siswa memilih PK TMO, sehingga peserta didik menumpuk pada program keahlian tersebut. Apakah minat tersebut timbul karena melihat potensi usaha dan pekerjaan yang ada pada bidang otomotif, atau karena faktor dorongan orang tua, atau berminat karena melihat popularitas PK TMO. Masalah minat siswa yang dominan pada PK TMO selanjutnya menimbulkan pertanyaan, yaitu tentang keterserapan lulusannya di pasar kerja. Keterserapan dimaksud bukan hanya sekedar bekerja, tapi bagaimana dengan kesesuaian bidang pekerjaan yang berhasil diperoleh lulusan dengan bidang keterampilan yang dimiliki. Selanjutnya mengenai masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan. Karena indikator utama keberhasilan pendidikan SMK terletak pada tingkat keterserapan lulusan di dunia kerja dan bagaimana kesesuaian pekerjaan yang didapatkan dengan program keahlian yang diperolehnya dari SMK. Karena bisa saja lulusan SMK memang bekerja, namun bukan pada bidang yang sesuai dengan keterampilannya. Hal ini dapat mengakibatkan kurang dihargainya lulusan tersebut dalam hal kesejahteraannya. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti merasa tertarik dan perlu melakukan suatu penelitian tentang keberadaan pendidikan SMK jika dikaitkan dengan potensi wilayah Kota Medan sebagai kota jasa, perdagangan, dan industri. Penelitian dimaksud bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi minat siswa dalam memilih program keahlian SMK. Apakah minat tersebut dipengaruhi oleh faktor dorongan orang tua, peluang usaha/kerja, atau karena
semata-mata karena pengaruh popularitas program keahlian PK TMO, dan juga meneliti bagaimana tingkat keterserapan lulusan PK TMO SMK Swasta di Medan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah faktor dorongan orang tua, popularitas PK TMO dan peluang kerja/usaha berpengaruh terhadap minat siswa memilih PK TMO pada SMK Teknologi & Industri Swasta di Medan? b. Bagaimanakah tingkat keterserapan lulusan PK TMO SMK Swasta pada lapangan kerja di Kota Medan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan : a. Untuk mengetahui pengaruh faktor dorongan orang tua, popularitas PK TMO dan peluang kerja/usaha terhadap minat siswa memilih PK TMO pada SMK Teknologi dan Industri Swasta di Medan b. Untuk mengetahui tingkat keterserapan lulusan PK TMO SMK Teknologi dan Industri Swasta pada lapangan kerja di Kota Medan
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah, khususnya bagi Dinas Pendidikan Kota Medan dalam merencanakan pengembangan SMK khususnya SMK Swasta, sesuai dengan Renstra Depdiknas dalam hal reposisi SMK : SMA menjadi 70 : 30 pada tahun 2015, terutama dalam program reengineerisasi program keahlian yang sesuai dengan potensi wilayah Kota Medan b. Membantu sosialisasi keberadaan pendidikan SMK di Kota Medan, khususnya kepada pendidikan SLTP, untuk memberi pencerahan tentang dunia pendidikan SMK bagi calon lulusan SLTP ataupun lulusan SLTP yang berminat melanjutkan pendidikan ke SMK c. Kepada peneliti lain yang ingin melakukan kajian tentang Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)