BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi pasien merupakan salah satu tugas rumah

dokumen-dokumen yang mirip
POLA TATALAKSANA DIARE CAIR AKUT DI RSUD WONOSOBO Ika Purnamasari, Ari Setyawati ABSTRAK

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak balita

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di bawah tiga tahun rata-rata mengalami 3 episode diare setiap tahun (Kosek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyebab kematian nomer dua di dunia. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan. Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare Depkes RI 2011).

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan masalah pada anak-anak di seluruh dunia. Dehidrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

KRITERIA PEMULANGAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada keluarga, yang

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT ( PERKESMAS ) PUSKESMAS KESAMBEN TAHUN I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1

RUK PROGRAM DIARE TAHUN 2018

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertekat memenuhi komitmen pencapaian target MDGs ( Millenium. anak (Laporan Pencapain Perkembangan Indonesia MDGs, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

Perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

APK 1.1. Elemen penilaian APK 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Batu Jaya Periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. atraumatic care atau asuhan yang terapeutik. 500/ penduduk dengan angka kematian antara 0,6 5 %.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan titipan illahi dan merupakan suatu investasi bangsa

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. (droplet infection) dan masih banyak dijumpai di kalangan anak-anak pada

BAB I PENDAHULUAN. infeksi virus selain oleh bakteri, parasit, toksin dan obat- obatan. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir, biasanya terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perhatian kepada klien dalam segala situasi yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menyerang seperti typhoid fever. Typhoid fever ( typhus abdominalis, enteric fever ) adalah infeksi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana dalam memberikan pelayanan menggunakan konsep multidisiplin.

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

BAB I PENDAHULUAN. MDG dilanjutkan dengan program Sustainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, ada juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyebab terbesar kematian anak di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

SUMMARY. Jihan S. Nur NIM :

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan paripurna yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi pasien merupakan salah satu tugas rumah sakit. Rumah sakit berkewajiban untuk memberi pelayanan kesehatan yang aman, efektif dan bermutu dengan mengutamakan kepentingan pasien (UU No.44 Th. 2009). Evaluasi terhadap mutu pelayanan kesehatan, terutama kesehatan anak di Indonesia telah diteliti oleh Sidik et al., (2013) yang menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan anak di Indonesia masih membutuhkan peningkatan kualitas termasuk dalam kegiatan perawatan keluar rumah sakit dan perawatan lanjutan (discharge and follow up care). Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa dari enam provinsi yang dilibatkan dalam penelitian, lima diantaranya berada pada penilaian sangat perlu peningkatan. Mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi juga oleh perawatan keluar rumah sakit dan perawatan lanjutan. Dengan demikian, peningkatan pelayanan perawatan pulang dan lanjutan menjadi masalah yang membutuhkan tindakan, terutama pada masalah-masalah kesehatan anak yang prevalensi dan angka mortalitasnya tinggi. Diare merupakan penyakit yang menempati urutan kedua penyebab kematian balita di dunia setelah pneumonia. World Health Organization (WHO) mencatat hampir sembilan juta anak balita meninggal setiap tahunnya dan satu setengah juta per tahun anak balita meninggal karena diare atau 16% dari seluruh penyebab kematian. Saat ini, hanya 39% anak dengan diare di negara-negara 1

2 berkembang mendapatkan penanganan yang sesuai (WHO, 2013). Laporan Millenium Developments Goals (MDGs) tahun 2013 juga menyatakan masih terdapat 6,9 juta anak meninggal pada tahun 2011 yang sebagian besar disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah. Penyebab utama kematian anak adalah pneumonia, diare, malaria dan undernutrition. Di Indonesia, penyakit diare merupakan penyakit endemis yang berpotensi untuk menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan sering disertai dengan kematian. Laporan Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%) (Kemenkes RI, 2012). Angka kematian bayi dan balita di Jawa tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 untuk bayi dan sebesar 11,85/1.000 kelahiran hidup, meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 11,50/1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian balita. Sedangkan untuk Kabupaten Wonosobo, masih dijumpai 219 kasus kematian bayi dan 235 kasus kematian balita dari jumlah total 63,599 balita pada tahun 2012 (Dinkes Prov. Jateng, 2012). Diare merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dapat ditangani. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010, cakupan kasus diare yang mendapatkan oralit hanya 35%. Penanganan kasus diare sesuai standar di fasilitas pelayanan kesehatan pada tahun 2012 sebesar 36,6%. Penanganan yang belum sesuai standar masih dijumpai di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan di

3 Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh WHO Indonesia tahun 2009 tentang penilaian kualitas pelayanan anak di rumah sakit di Indonesia yang salah satu hasilnya menyebutkan bahwa masih terdapat pemakaian antibiotika secara irasional, masih ditemukannya pemakaian antidiare pada kasus diare anak, penggunaan oralit kurang, penggunaan cairan intravena yang kurang tepat, tidak adanya pojok oralit dan nasehat yang kurang (Sidik et al., 2013). Laporan Riskesdas tahun 2013, menyebutkan bahwa Period prevalen diare mengalami penurunan menjadi 3,5% dari 9% pada riskesdas tahun 2007. Hal ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel yang tidak sama antara tahun 2007 dan 2013. Pada Riskesdas 2013 sampel diambil dalam rentang waktu yang lebih singkat. Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita masih menempati kelompok yang paling tinggi menderita diare. Departemen Kesehatan RI (2011) telah menyusun Buku Saku bagi petugas kesehatan tentang Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE). Lima langkah tersebut adalah : 1. Berikan oralit, 2. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut turut, 3. Teruskan ASI Makan, 4. Berikan antibiotik secara selektif dan 5. Berikan nasihat pada ibu atau keluarga. Salah satu langkah yang harus diberikan kepada pasien dan keluarga adalah pemberian nasihat tentang diare dan tata laksananya yang dapat dilakukan oleh keluarga termasuk dalam pemberian makan. Kegiatan ini dapat terintegrasi dalam asuhan keperawatan terkait persiapan perencanaan pulang (discharge planning) yang tepat bagi pasien diare dan keluarga. Perencanaan pulang merupakan proses yang digunakan untuk memutuskan apa yang menjadi

4 kebutuhan kebutuhan pasien untuk berpindah dari satu unit pelayanan kesehatan menuju unit lain termasuk perawatan di rumah. Proses ini dimulai sejak pertama kali pasien masuk rumah sakit dan tidak berhenti sampai dengan pasien siap untuk ditempatkan pada tingkat pelayanan berikutnya. (Birjandi & Bragg, 2009) Pada hakikatnya, tujuan perencanaan pulang adalah untuk meminimalkan dampak dari suatu keadaan kesehatan misalnya penyakit kronis dan juga untuk meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga terhadap sistem pelayanan kesehatan. Hasil penelitian keperawatan menunjukkan bahwa pemberian perencanaan pulang dapat mengurangi komplikasi dan kemungkinan pasien dirawat kembali (Hariyati, Afifah, & Handiyani, 2008) Untuk membuat perencanaan pulang yang baik diperlukan adanya keterlibatan atau partisipasi pasien terkait kebutuhan atau harapan yang mereka inginkan, kompetensi dari praktisi, dalam hal ini termasuk dokter, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya serta didukung oleh adanya kebijakan institusional yang meliputi waktu, kontinuitas dan hubungan serta tanggung jawab. Ketiganya merupakan sistem yang mengakui bahwa kegiatan perencanaan pulang adalah kegiatan yang penting. (Peterson et al., 2009; Birjandi, 2009). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti ingin mengembangkan model perencanaan yang melibatkan unsur dari sistem tersebut. Tempat pelayanan kesehatan di Indonesia, pada umumnya telah merancang berbagai format perencanaan pulang, akan tetapi kebanyakan format ini digunakan untuk pendokumentasian ringkasan pasien pulang yang berupa pesan untuk kontrol, pemberian obat di rumah, pendidikan kesehatan dan tidak

5 ada jaminan pasien dan keluarga mampu melakukan edukasi yang telah disampaikan, mengetahui penanganan jika terjadi kondisi yang lebih buruk. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) KRT. Setjonegoro Wonosobo, merupakan salah satu rumah sakit yang sering mendapatkan rujukan dari puskesmas di wilayah Kabupaten Wonosobo. Berdasarkan data di ruang rawat inap anak RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo tahun 2013, peringkat pertama dari 10 besar penyakit anak adalah diare. Hal ini dapat terjadi hampir sepanjang tahun. Jumlah rata-rata pasien diare setiap bulannya di ruang perawatan khusus anak mencapai 30 50 pasien. Berdasarkan hasil wawancara pada bulan Januari 2014 dengan kepala ruang (perawat) terkait perencanaan pulang bagi pasien diare diperoleh beberapa informasi, yaitu perencanaan pulang hanya diberikan pada saat pasien pulang yang meliputi diagnosis medis saat keluar rumah sakit, keadaan pasien saat pulang, terapi obat dan keperawatan yang masih harus diteruskan serta jadwal kontrol. Pemberian informasi ini diberikan saat pasien menerima surat kontrol dan obat-obatan yang akan dibawa pulang sambil berdiri di ruang perawatan tanpa menggunakan media tertentu. Dengan demikian kegiatan perencanaan pulang belum dilaksanakan sesuai dengan aturan. Terkait Prosedur Operasional Standar (POS), kepala ruang menyampaikan bahwa POS yang ada sudah lama yaitu tahun 2000-an, akan tetapi dokter yang merawat pasien sudah mengikuti perkembangan. Secara fisik, buku POS yang ditemukan adalah prosedur tetap tindakan keperawatan dan prosedur tetap tindakan medis. Dalam POS yang ditemukan, tidak ditemukan prosedur tetap terkait penanganan dan

6 perawatan diare maupun POS perencanaan pulang anak diare. POS diterbitkan tahun 2007 dan sampai saat sekarang belum ada perubahan. Di RSUD KRT Setjonegoro banyak dijumpai kasus diare tanpa dehidrasi dan dengan dehidrasi tidak berat yang menjalani rawat inap. Pasien yang menjalani rawat inap tersebut, hampir seluruhnya mendapatkan terapi intra vena dan pemberian antibiotik serta tidak mendapatkan oralit. Tindakan ini tentunya telah menambah beban biaya bagi keluarga karena harus menjalani rawat inap dengan berbagai tindakan yang menyertainya. Selain itu bagi anak yang menjalani hospitalisasi ini juga harus menerima tindakan invasif yang membuat stres, sekaligus juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Hal ini tidak sesuai dengan pedoman penanganan diare menurut WHO. Akan tetapi beberapa alasan telah disampaikan, diantaranya adalah karena keluarga yang menghendaki tindakan tersebut dikarenakan khawatir dengan kondisi anaknya, ketidak tahuan keluarga, dan keluarga tidak mendapatkan informasi yang cukup terkait penanganan diare serta beban tenaga kesehatan yang berlebih sehingga monitoring upaya rehidrasi oral sering diabaikan. Hasil wawancara dengan kepala ruang rawat inap anak menunjukkan bahwa pernah terjadi dua kasus rehospitalisasi pada anak diare yang pada saat pulang sudah dinyatakan sembuh (dehidrasi tidak berat teratasi) akan tetapi selang waktu dua hari pasien kembali lagi dengan diare dehidrasi berat dan satu pasien akhirnya meninggal dunia dan satu pasien lainnya dapat terehidrasi. Menurut kepala ruang, hal ini terjadi karena pasien tidak patuh terhadap saran yang telah

7 diberikan. Hasil observasi pada salah satu catatan pasien pulang, ditemukan dokumentasi yang kurang lengkap dan tidak dijelaskan secara rinci. Wawancara terhadap dokter yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien diare pada bulan Januari 2014, diperoleh informasi bahwa dokter mempunyai pedoman untuk menyatakan pasien diare boleh dipulangkan yang merujuk pada pedoman dari WHO, yaitu sudah tidak ada tanda dehidrasi, anak sudah mau makan dan minum, buang air besar cair kurang dari tiga kali dalam 24 jam, keadaan umum baik yang meliputi anak tidak muntah, tanda-tanda vital dalam batas normal serta ibu mengerti perawatan di rumah. Untuk POS yang digunakan di rumah sakit, dokter menyatakan tidak mengetahui secara pasti dan menyatakan kemungkinan berada di ruang rawat, dan dokter menggunakan standar Buku Saku Pelayanan Anak sakit di Rumah sakit Rujukan Tingkat Pertama sebagai acuan dan Buku Pedoman Lima Langkah Tuntaskan Diare dari Depkes RI tahun 2011. Nasihat-nasihat yang diberikan dokter untuk perencanaan pulang adalah menyampaikan perawatan anak diare di rumah (plan A), menjelaskan kemungkinan diare masih ada dalam waktu lima sampai tujuh hari karena proses penyembuhan dan jika lewat dari tujuh hari maka harus dibawa ke rumah sakit kembali untuk kontrol, tanda bahaya terkait kapan pasien harus kembali segera ke rumah sakit dan lima lintas diare. Nasihat ini diberikan dengan cara konseling dan dilakukan pada hari pasien dinyatakan boleh pulang dari rumah sakit. Wawancara juga dilakukan terhadap pasien dan keluarga pada bulan Januari 2014, pada hari dinyatakan pulang (exit interview) setelah pasien

8 menjalani 3 hari perawatan di rumah sakit akibat diare, diperoleh hasil keluarga menyatakan tidak mendapatkan informasi tentang diare baik pengertian, penyebab, penanganan maupun perawatan di rumah. Selama di rumah sakit, pasien dan keluarga juga tidak mengetahui obat yang diberikan. Informasi dan nasehat yang diperoleh, antara lain bahwa anak sudah sembuh dari diare, anak harus makan makanan yang halus, tidak diperbolehkan jajan sembarangan dan dianjurkan untuk istirahat. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada keluarga pasien yang masih menjalani perawatan akibat diare (hari ke-2 perawatan), dan diperoleh informasi bahwa keluarga belum mendapatkan informasi yang berhubungan dengan diare dan perawatannya. Berdasarkan keadaan tersebut di atas, masih terdapat ketidaksesuaian informasi antara pasien, perawat dan dokter dalam perencanaan pulang pasien diare. Kondisi ini memerlukan tindakan perbaikan agar pelaksanaan perencanaan pulang pasien diare dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian, pelaksanaan perencanaan pulang yang tepat merupakan kegiatan yang sangat penting. Mengingat pentingnya pelaksanaan perencanaan pulang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengeksplorasi lebih dalam bagaimana kegiatan perencanaan pulang anak diare harus dilakukan ditinjau dari perspektif orang tua dan tenaga kesehatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diketahui permasalahan yang ada di RSUD KRT. Setjonegoro Kabupaten Wonosobo, yaitu (1) Tidak adanya Prosedur

9 Operasional Standar tentang perencanaan pulang pasien diare, (2) Terdapat ketidak sesuaian informasi antara dokter, perawat dan pasien terkait proses pemberian perawatan perencanaan pulang pasien diare, (3) Pasien dan keluarga tidak mendapatkan informasi yang cukup terkait perawatan perencanaan pulang dan perawatan lanjutan, dan (4) Pasien dan keluarga membutuhkan penjelasan tentang penatalaksanaan setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dengan demikian dapat disusun rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana rancangan model perencanaan pulang anak diare ditinjau dari perspektif orang tua atau pengasuh anak, dan perspektif tenaga kesehatan (dokter, perawat dan ahli gizi) di RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo dan Apa saja yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga dalam kegiatan perencanaan pulang anak diare? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk merancang model perencanaan pulang anak diare yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga ditinjau dari perspektif orang tua atau pengasuh anak, dan perspektif tenaga kesehatan (dokter, perawat dan ahli gizi) di RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo 2. Tujuan Khusus Mengeksplorasi kebutuhan pasien dan keluarga tentang perencanaan pulang untuk anak diare ditinjau dari perspektif orang tua atau pengasuh anak, dan

10 perspektif tenaga kesehatan (dokter, perawat dan ahli gizi) di RSUD KRT. Setjonegoro Wonosobo, meliputi a. Informasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga anak diare yang dirawat di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo untuk kegiatan perencanaan pulang. b. Narasumber yang seharusnya memberikan dan sasaran penerima informasi perencanaan pulang anak diare di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. c. Metode yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga anak diare untuk memberikan informasi perencanaan pulang anak diare di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. d. Media yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga anak diare untuk memberikan informasi perencanaan pulang anak diare di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. e. Waktu yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga anak diare untuk memberikan informasi perencanaan pulang anak diare di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. f. Tempat yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga anak diare untuk memberikan informasi perencanaan pulang anak diare di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis di lapangan.

11 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai sebuah teori dalam bidang keperawatan anak khususnya yang berhubungan dengan kegiatan perencanaan pulang anak diare. b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian yang spesifik terhadap kebutuhan perencanaan pulang pada anak dengan diare dan menjadi ide pada kasus-kasus lainnya. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam tata laksana pasien diare secara spesifik yang berhubungan dengan perencanaan pulang b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pemberian asuhan keperawatan anak dengan diare yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ditinjau dari berbagai perspektif F. Keaslian Penelitian Penelitian yang berhubungan dengan perencanaan pulang antara lain: 1. Hariyati, Afifah, Handiyani (2008), dengan judul Evaluasi Model Perencanaan Pulang yang Berbasis Teknologi Informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan perencanaan pulang dan melihat evaluasi pelaksanaan dari model discharge planning tersebut.

12 Penelitian ini merupakan trianggulation study, dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada tahap awal penelitian ini, peneliti mengidentifikasi pelaksanaan perencanaan pulang. Pada tahap kedua, peneliti melakukan pengembangan model discharge planning berbasis Compact Disk (CD) media pembelajaran, dan pada tahap akhir peneliti mengevaluasi model yang telah dikembangkan. Evaluasi dilaksanakan dengan cara studi dokumentasi, kuesioner dan wawancara dengan perawat dan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan pengetahuan yang bermakna setelah dilaksanakan model perencanaan pulang berbasis teknologi informasi, terhadap pengetahuan perawat (rata-rata sebelum = 11,16 rata-rata sesudah = 16,81 nilai p = 0,000). Sedangkan terhadap pelaksanaan perencanaan pulang menunjukkan adanya peningkatan pelaksanaan perencanaan pulang yang bermakna setelah dikenalkan model pelaksanaan DP (mean, sebelum = 50,3 mean sesudah = 59,33, p nilai = 0,00). Model discharge planning ini juga telah dimanfaatkan oleh 62 orang pasien dan keluarga selama penelitian. Hasil wawancara dengan kepala ruangan dan perawat ruangan secara umum merasakan manfaat dari CD pembelajaran dalam membantu perencanaan pulang. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada salah satu metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif tentang identifikasi model discharge planning, adapun perbedaanya terletak pada tujuan, metodologi atau rancangan penelitian kuantitatif pada pengujian hasil identifikasi model, subjek, waktu dan tempat penelitian serta pencapaian yang diinginkan.

13 2. Peterson, Springett, Blomqvist (2009), dengan judul: Telling stories from everyday practice, an opportunity to see a bigger picture: a participatory action research project about developing discharge planning". Penelitian ini merupakan Participation Action Research (PAR) yang bertujuan untuk mengeksplorasi situasi discharge planning untuk menghasilkan pengembangan ide baru tentang discharge planning. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Story Dialogue yang berdasarkan pada praktik harian. Story ini digunakan sebagai trigger untuk probbing pertanyaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa discharge planning harus dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri atas tiga area yang saling berhubungan, yaitu partisipasi pasien, kompetensi praktisi dan dukungan organisasi. Untuk mendapatkan kualitas discharge planning yang baik, ketiga hal tersebut harus dikembangkan, tidak hanya sebagai rutinitas saja. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian kualitatif eksploratif dan tema pengembangan model perencanaan pulang. Adapun perbedaannya pada perencanaan pulang yang akan dikembangkan yaitu khusus pada kasus diare, identifikasi masalah terkait pada kebutuhan kasus bukan pada sistem yang harus tersedia dan cara pengumpulan data yang direncanakan adalah In-Depth interview dan Diskusi Kelompok Terarah. 3. Tomura, Yamamoto-Mitani, Nagata, Murashima and Suzuki (2011), dengan judul : Creating an agreed discharge: discharge planning for clients with high care needs. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model konseptual

14 discharge planning oleh perawat untuk pasien yang akan pulang ke rumah dengan kebutuhan perawatan yang tinggi (High Care Need). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan komparatif konstan untuk mengumpulkan dan menganalisa data dari wawancara semi struktur terhadap 13 perawat yang memberikan discharge planning. Penelitian dilakukan di pusat kesehatan di Jepang. Setiap perawat discharge planning diminta untuk menggambarkan aktifitas discharge planning yang mereka lakukan pada pasien dengan kebutuhan perawatan yang tinggi. Hasil penelitian ini adalah Creating an agreed discharge sebagai kategori inti dari proses discharge planning yang dilakukan oleh perawat. Proses ini terdiri atas: 1) mengembangkan sebuah blueprint, 2) mencapai sebuah persetujuan atau kesepakatan, 3) membuat materi perencanaan yang disetujui dan 4) mengantarkan pasien ke rumah. Aktifitas ini berdasarkan pada kehidupan sehari-hari pasien. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kualitatif tentang perencanaan pulang yang ingin menggali kebutuhan berdasarkan atas kebutuhan yang dirasakan oleh pasien, menggunakan wawancara sebagai salah satu alat pengumpul data. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada kasus yang akan diteliti adalah kasus diare pada anak, diskusi kelompok terarah akan digunakan sebagai cara pengumpulan data selain in depth interview.