BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masih banyak umat islam yang memiliki pemahaman yang salah tentang ekonomi Islam yang telah memisahkan ekonomi dan syariah Islam. Hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam kehidupan umat. Masyarakat kita akan terus terperosok dalam sekulerisme, orientasi mereka dalam berusaha dan berbisnis hanya untuk menumpuk kekayaan tanpa berpikir bagaimana menciptakan kesejahteraan, keadilan dan tanggungjawab mereka kepada Allah SWT. Untuk itu sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk mengembalikan konsep ber-islam secara benar yang tidak memisahkan unsur satu dengan yang lain, karena terbukti keseimbangan dan kekuasaan Allah telah menghempaskan mereka yang jauh dari prinsip-prinsip Islam yang kaffah. Para ilmuwan dan entepreneur mulai mengakui pentingnya unsur spiritual dalam berbisnis. Mereka beranggapan bahwa dengan memperdalam spiritual mereka akan merasa tenang dalam berbisnis, sehingga perkembangan bisnis bisa lebih terkontrol dengan baik dan terhindar dari sifat negatif bisnis yang culas dan kecenderungan untuk bermain kotor. Menurut Riyanto Sofyan dalam pengantarnya yang disampaikan dalam Seminar dan Workshop Internasional di Auditorium FEUI Depok pada tanggal 8-9 Oktober 2003, secara garis besar mengemukakan : 1
Trend yang timbul dalam masyarakat masa kini, dalam beberapa waktu terakhir ini di seantero dunia, sudah mulai melihat bahwa kunci keberhasilan suatu bisnis sudah mulai ke-arah yang menyeluruh termasuk aspek spiritual. Hal demikian sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang berbunyi : Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Ayat tersebut memerintahkan bagi orang-orang yang beriman untuk berislam secara keseluruhan dan bukan terpisah-pisah dalam bermuamalah dengan hanya mengambil keuntungan bagi diri sendiri atau menjalankan perintah Allah sesuai keinginan diri sendiri. Perwujudan syariah Islam dalam aspek ekonomi telah terbukti lebih menguntungkan dan mensejahterakan, seperti keberhasilan Rosulullah Muhammad SAW. dalam memimpin umatnya sehingga adil dan sejahtera. Kemudian dilanjutkan dengan keberhasilan para sahabat nabi dan kholifah setelah beliau wafat, seperti keberhasilan Umar bin Abdul Azis dalam mensejahterakan rakyatnya dengan dasar-dasar ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah Islam. Seperti juga keberhasilan beliau dalam menerapkan zakat yang berhasil menciptakan kesejahteraan sehingga pada masa kepemimpinannya petugas zakat kesulitan untuk mencari penerima zakat. 2
Keberhasilan penyempurnaan bisnis dari sistem konvensional menjadi sistem yang islami/syariah seperti yang telah dilakukan pada masa Rasulullah telah memacu negara-negara islam untuk mengembalikan dan mengembangkan perekonomian yang berlandaskan syariah Islam. Mulai tahun 1970 sebuah resolusi penting berhasil di keluarkan dalam konperensi Menteri Luar Negeri OKI di Karachi, dan telah merekomendasikan perlunya dibuat suatu kajian untuk mendirikan Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank For Trade and Development). Kemudian pertemuan dilanjutkan di Bengazi, Libya sehingga berhasil mendirikan Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank, IDB) pada tahun 1975. Kebangkitan perbankan Islam mulai bergema setelah beberapa negara Arab menyambut baik dengan berdirinya IDB tersebut. Antusiasme tersebut terbukti dengan berdirinya empat bank Islam dalam kurun waktu dua tahun setelah IDB berdiri yaitu Dubai Islamic Bank, 1975 di Uni Emirat Arab; Faisal Islamic Bank di Egypt, 1977; Faisal Islamic Bank of Sudan, 1977 dan Finance House, 1977. Sedangkan di dalam negeri, perkembangan bank syariah di Indonesia memang relatif baru jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia atau negara-negara lain di Timur Tengah. Keberadaan bank syariah di Indonesia tersebut ditopang oleh sejumlah aturan Bank Indonesia, antara lain SK Direksi BI No.32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Meskipun masih relatif baru, perkembangan perbankan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cepat 3
Pada 1998-2002, dimulai dengan hanya satu bank syariah dan 78 BPRS pada 1998 menjadi dua bank umum syariah, tiga unit usaha syariah (UUS), dan 81 BPRS pada akhir 2001. Kemudian, sampai 2002, industri perbankan syariah meningkat menjadi 88 institusi di antaranya adalah dua bank umum syariah, lima bank umum konvensional yang memiliki cabang syariah, dan 81 BPRS. Kedua, 'babak baru' digelarnya kompetisi paten dual banking system ditandai juga dengan lahirnya fatwa MUI dan beberapa fatwa DSN MUI. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia (Republika, 21/2/2005), maraknya perbankan syariah ditandai dengan bertambahnya bank umum syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan jaringan pelayanan perbankan syariah. Hingga akhir 2004, jumlah bank syariah di Indonesia sudah mencapai 18 unit yang terdiri dari tiga BUS, 15 UUS dan 88 BPRS dengan jumlah kantor sebanyak 443 unit. Kini, di awal 2005, terdapat tiga BUS, 16 UUS, dengan jumlah kantor sebanyak 355 unit. Selain itu, ada 88 BPRS.Dalam data statistik perbankan syariah Bank Indonesia November 2004 mengenai jaringan kantor perbankan syariah, perkembangan aset perbankan syariah, dan pangsa pasar perbankan syariah terhadap total bank antarbank syariah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Saat ini telah banyak perusahaan atau lembaga keuangan mengkonversi bisnisnya ke sistem Islam/Syariah, baik karena alasan pangsa pasar/ market yang besar maupun alasan yang syar i untuk mendapat ridho Allah SWT. semata sebagai bentuk jihad ijtihadi (jihad ekonomi). Yang jelas ini adalah perkembangan yang sangat luar biasa bagi kemajuan Islam. 4
Seiring dengan maraknya perusahaan-perusahaan dan lembaga keuangan mengkonversi bisnisnya ke sistem islam/syariah, kendala-kendala mulai dihadapi terutama dalam membuat laporan keuangan yang sesuai aturan yang standart dengan prinsip syariah. Sejak 1992 hingga 2002, atau selama 10 tahun perbankan syariah tidak memiliki PSAK khusus. Eksistensi akuntansi syariah di Indonesia diawali oleh PSAK 59 yang disahkan pada 1 Mei 2002 dan berlaku mulai 1 Januari 2003. PSAK 59 yang merupakan produk Dewan Syariah Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntasi Indonesia berlaku hanya dalam tempo lima tahun. Sementara PSAK 101-106 yang diberlakukan pada 1 Januari 2008, telah disahkan pada 27 Juni 2007. Hal ini tentunya akan lebih mendukung perkembangan system akuntansi islam/syariah. Bank Syariah Mandiri sabagai salah satu pelopor perbankan syariah telah berhasil mengkonversi sistem operasi perbankan dari konvensional ke sistem syariah, merupakan realisasi untuk pertama kalinya penerapan UU No. 10 Tahun 1998. Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Bank Dagang Negara (BDN) sebelum dimerger ke dalam Bank Mandiri per 19 November 1999, resmi menerapkan sistem syariah dan mengubah namanya menjadi Bank Syariah Mandiri (BSM). Keberhasilan Bank Syariah Mandiri dalam mengkonversi sistem perbankan dari konvensional ke sistem syariah inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terhadap permasalahan-permasalahan selama melakukan konversi. Terutama permasalahan dalam melakukan konversi laporan keuangan dari sebelum adanya PSAK sampai dikeluarkannya PSAK No. 59-101. 5
Untuk itulah dalam skripsi ini penulis memberikan judul ANALISIS KONVERSI ( SISTEM AKUNTANSI KONVENSIONAL KE SISTEM AKUNTANSI SYARIAH) TERHADAP PENYAJIAN NERACA LAPORAN KEUANGAN STUDI KASUS DI BANK SYARIAH MANDIRI. B. Pembatasan Masalah Dalam pembahasan skripsi ini pembahasan tentang proses konversi yang dimaksud terbatas hanya dilakukan untuk aktiva dan pasiva (Neraca). C. Perumusan Masalah Berdasar latar belakang yang ada maka ada beberapa rumusan masalah yang terjadi pada objek penelitian sebagai berikut : a. Bagaimanakah tahapan penerapan konversi (sistem akuntansi konvesional ke system akuntansi syariah) di Bank Syariah Mandiri? b. Bagaimana penerapan proses konversi terhadap Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri apakah sesuai berdasarkan PSAK no.59 s/d PSAK No.101? D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan dari penelian ini adalah : a. Untuk mengetahui tahapan dalam penerapan konversi akuntansi Syariah di Bank Syariah Mandiri. 6
b. Untuk mengetahui proses penerapan konversi terhadap Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri apakah sesuai dengan perubahan PSAK no.59 s/d PSAK No.101? 2. Kegunaan dari penelitian ini adalah : a. Kegunaan bagi penulis, agar penulis lebih dapat memahami, perbedaan antara sistem konvensional dan sistem islam/syariah, sehingga dapat memisahkan pemahaman konsep dasar sistem akuntansi konvensional dan Akuntansi Syariah. Kemudian penulis juga dapat memahami bagaimana tahapan-tahapan Bank Syariah Mandiri dalam menkonversi sistemnya ke sistem syariah bisa terlaksana. b. Kegunaan bagi pembaca, agar pembaca lebih dapat memahami, perbedaan antara sistem konvensional dan sistem islam/syariah, sehingga dapat memisahkan pemahaman konsep dasar sistem akuntansi konvensional dan Akuntansi Syariah. Kemudian pembaca juga dapat memahami bagaimana tahapan-tahapan Bank Syariah Mandiri dalam menkonversi sistemnya ke sistem syariah bisa terlaksana. Dan pembaca mendapatkan gambaran bagaimana sistem akuntansi syariah dapat diterapkan dalam sistem akuntansi secara umum 7
c. Kegunaan bagi Bank Syariah Mandiri dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang bermanfaat dan saran yang dapat berguna bagi kemajuan dan perbaikan Bank Syariah Mandiri. 8