STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR BANGKALAN TERHADAP DAMPAK BANJIR ROB AKIBAT PERUBAHAN IKLIM

dokumen-dokumen yang mirip
INDIKASI KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KABUPATEN BANGKALAN MADURA

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

PENGUKURAN DAERAH GENANGAN DI PESISIR BANGKALAN AKIBAT NAIKNYA MUKA AIR LAUT

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 26 Oktober 2010 : Ribuan rumah warga Kecamatan Medan Belawan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

PENGARUH GENANGAN BANJIR ROB TERHADAP DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KELURAHAN BANDARHARJO, SEMARANG.

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR

Kata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban

BAB I PENDAHULUAN I-1

PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida (

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon)

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

Kementerian PPN/Bappenas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

Penataan Kota dan Permukiman

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PROFIL SANITASI SAAT INI

Transkripsi:

STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR BANGKALAN TERHADAP DAMPAK BANJIR ROB AKIBAT PERUBAHAN IKLIM Achmad Fachruddin Syah Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Jl Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura E-mail:fachrudinsyah@gmail.com ABSTRAK Perubahan iklim berpotensi memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan. Fenomena ini ditunjukkan dengan adanya pencairan es di kutub dan kenaikan permukaan air laut. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan permukaan air laut adalah banjir di wilayah pesisir atau yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai rob. Dibutuhkan suatu upaya adaptasi sebagai bentuk tindakan responsif yang dilakukan untuk meminimalisir dan mengantisipasi dampak yang diterima. Tulisan ini mengkaji tentang banjir rob akibat perubahan iklim dan upaya adaptasi fisik masyarakat Bangkalan melalui pendekatan lingkungan. Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu kabupaten yang sebagian besar wilayahnya terletak di wilayah pesisir dan juga mengalami rob. Oleh karena itu masyarakat pesisir Bangkalan melakukan berbagai macam upaya adaptasi misalnya dengan dibangunnya revetment berupa tembok dan ada pula dari konstruksi batu bertumpuk, pembuatan tanggul, pembangunan jembatan yang melengkung dan ada juga dengan meninggikan lantai rumah guna menghindari masuknya air laut ke dalam rumah. Kata kunci: adaptasi, banjir rob, masyarakat pesisir PENDAHULUAN Ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi, penduduk miskin merupakan suatu bagian dari lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim (Firman et al. 2011; Adger et al. 2003). Selain itu, lapisan masyarakat yang berada di atasnya, yaitu penduduk yang memiliki penghasilan rendah namun belum masuk ke dalam kriteria penduduk miskin berpotensi menjadi miskin akibat dampak lingkungan yang harus ditanggungnya karena perubahan iklim (Susandi 2009). Dampak lingkungan tersebut dapat berupa banjir, abrasi, kekeringan, dan intrusi air laut (Sales Jr. 2009). Banjir dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab banjir adalah perubahan iklim. Perubahan iklim berpotensi menyebabkan banjir melalui peningkatan curah hujan, peningkatan aliran sungai gletser, dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub bumi atau dalam istilah Indonesia dikenal dengan rob (Satterthwaite 2008). Banjir rob dan fenomena lain yang timbul sebagai efek samping dari naiknya permukaan air laut yang telah disebutkan di atas memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan kesejahteraan masyarakat. Dampak tersebut umumnya merupakan kehilangan pendapatan atau peningkatan jumlah pengeluaran untuk beradaptasi, misalnya biaya rekonstruksi rumah, biaya pembelian air bersih, dan lain sebagainya. Derajat kerusakan yang ditimbulkan pada setiap daerah mungkin akan berlainan tergantung pada daya dukung wilayah atau 167

kapasitas dari ekosistem pesisir dan lautan. Perbedaan ini selain disebabkan karena kondisi agroekologis antar pulau yang berbeda sehingga pamanfaatan wilayah pesisir berlainan, juga karena kebijakan dan konsentrasi pelaksanaan pembangunan di setiap wilayah sangat beragam. Terjadinya perubahan lingkungan yang secara teoritis diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut, akan menimbulkan pengaruh yang besar terhadap masyarakat, terutama yang bertempat tinggal di sekitar pantai. Pada kondisi ini, apa yang akan/dapat dilakukan oleh atau bagaimana masyarakat (khususnya yang tinggal di kawasan pantai) akan menyesuaikan/mengadaptasikan diri terhadap perubahan dan kondisi lingkungan yang baru, akan menjadi issue penting lain yang harus dicermati dengan baik. The 3rd Assessment Report of the IPCC (2001) dalam Adger et al. (2009) menerjemahkan adaptasi terhadap perubahan iklim sebagai penyesuaian pada alam maupun sistem kehidupan manusia dalam rangka merespon pergerakan iklim dan dampaknya yang merugikan atau mengurangi peluang manfaat. Adaptasi tersebut dibedakan ke dalam beberapa tipe yaitu adaptasi antisipatif dan reaktif, adaptasi privat dan publik, serta adaptasi terencana dan otonomi. Adapun beberapa konsep yang berhubungan dengan adaptasi antara lain kapasitas adaptasi, manfaat adaptasi, biaya adaptasi, dan penilaian adaptasi. Adaptasi disusun oleh berbagai tindakan dalam masyarakat yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan pemerintah. Adaptasi dilatarbelakangi oleh berbagai faktor termasuk perlindungan terhadap kesejahteraan dan keselamatan. Hal tersebut dapat dilakukan secara individu atas dasar kepentingan pribadi, atau tersusun dalam aksi pemerintah dan publik untuk melindungi penduduknya (Adger et al. 2004). Burton et al. (1993) dalam Adger et al. (2005) menjelaskan klasifikasi adaptasi yang berbasis pada strategi sering kali berfokus pada tingkat kerugian yang diderita, kerugian yang dapat dihindari, modifikasi 168 kejadian, pencegahan dampak, pengubahan pemanfaatan, atau pemindahan lokasi. Klasifikasi ini merupakan ekspansi dari tiga landasan adaptasi, yaitu: (a) Mengurangi sensitivitas sistem yang terkena dampak, misalnya dengan memastikan bangunan di kawasan banjir dibangun dengan lantai dasar yang tahan banjir. (b) Mengubah kapasitas sistem untuk menerima dampak perubahan iklim, misalnya meningkatkan kesigapan dan mitigasi terhadap bahaya. (c) Meningkatkan daya tahan sistem sosial dan ekologi, hal ini dapat dicapai melalui berbagai tindakan yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan dan jaminan akses terhadap sumberdaya, tetapi juga tindakan yang spesifik yang dapat memulihkan kembali populasi tertentu dari kerugian yang dideritanya. Syah (2011) melaporkan bahwa ada indikasi kenaikan permukaan laut di perairan Selat Madura sekitar 3,4 mm per tahun. Bahkan, kondisi kenaikan permukaan air laut di pantai utara Jawa memiliki variasi yang lebih besar dan diperburuk dengan penurunan lahan di sejumlah kota besar, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya (Karsidi 2011). Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu kabupaten yang sebagian besar wilayahnya terdapat di wilayah pesisir Jawa Timur, diduga akan mengalami dampak dari kenaikan paras air laut atau rob. Hal ini mengingat terdapat beberapa wilayah yang langsung berhadapan dengan perairan, ketinggian yang rendah serta sedikitnya lapisan mangrove sebagai pelindung pantai yang alami. Kondisi Umum Kabupaten Bangkalan Salah satu kabupaten yang memiliki daerah yang berada di wilayah pesisir adalah Kabupaten Bangkalan yang ada di Pulau Madura. Kabupaten Bangkalan secara geografis terletak antara 112º40 06 113º08 04 Bujur Timur dan 6º51 39 7º11 39 Lintang Selatan dengan luas wilayah 1.260,24 Km 2. Dengan luas wilayah tersebut keadaan topografinya terdiri dari daerah landai seluas 68.454 Ha (54,25%),

daerah berombak seluas 45.236 Ha (35,85%), daerah bergelombang seluas 11.773 Ha (9,33%) dan daerah berbukit seluas 719 Ha (0,57%). Secara administrasi Kabupaten Bangkalan berbatasan dengan: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Kabupaten Sampang Sebelah Selatan : Selat Madura (Kota Surabaya) Sebelah Barat : Selat Madura Di dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2007 Bangkalan secara regional merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang memiliki tingkat perkembangan relatif pesat, baik di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan dan jasa serta industri dimana sektor-sektor tersebut telah memicu perubahan dan perkembangan penggunaan lahan yang berpengaruh pada kondisi wilayah budidaya dan wilayah lindung. Wilayah Kabupaten Bangkalan yang berbatasan dengan ibu kota Propinsi Jawa Timur diprediksi akan berkembang pesat sebagai dampak dari pembangunan Jembatan Suramadu khususnya wilayah pesisir selatan Kabupaten Bangkalan. Mata pencaharian penduduk di pesisir selatan sebagian besar adalah sektor pertambakan, pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan, jasa serta kegiatan industri. Gambar 1. Wilayah Pesisir Kabupaten Bangkalan Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas 273 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bangkalan. Berdasarkan keadaan topografinya, maka daerah Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian 2 100 m di atas permukaan laut. Dengan melihat nilai tinggi dari permukaan lautnya, dampak tingginya paras air laut secara langsung diduga akan berpengaruh pada wilayah dataran rendah yang berada di wilayah pesisir. Wilayah di Kabupaten Bangkalan yang terletak di pesisir pantai diantaranya Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, dan Labang mempunyai ketinggian antara 2 10 m di atas permukaan ait laut. Sedangkan wilayah yang terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19 100 m di atas permukaan laut, tertinggi adalah kecamatan Geger dengan ketinggian 100 m diatas permukaan laut. 169 Total luas wilayah kecamatan yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten Bangkalan sekitar 9431, 12 km 2 dengan kepadatan penduduk rata-rata 1047 jiwa per km 2. Jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah pesisir Bangkalan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Pesisir Bangkalan No Kec. Penduduk Luas Kepadatan (Jiwa) (km 2 ) per km 2 1 Kamal 48101 41,4 1161 2 Labang 37159 35,23 1054 3 Kwanyar 46699 47,81 976 4 Modung 50415 78,79 639 5 Socah 58328 53,82 1083 6 Bangkalan 72914 35,01 2082 7 Arosbaya 43241 42,46 1018 8 Sepulu 45226 73,25 617 9 Klampis 53428 67,10 796 Sumber : Bangkalan dalam Angka 2008 Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan penduduk di wilayah pesisir Bangkalan cukup tinggi

terutama di Kecamatan Bangkalan yang berperan sebagai pusat pemerintahan dan juga kecamatan Kamal sebagai pusat pelabuhan dan transportasi. Kemampuan tanah di Kabupaten Bangkalan jika dilihat dari kemiringannya maka sebagian besar memiliki nilai kemiringan 2 15% yaitu sekitar 50,45% atau 63.002 Ha dan kemiringan 0-2% sekitar 45,43% atau 56.738 Ha. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Bangkalan tahun 2007 sebesar 5.35 mm, jauh lebih besar dibanding tahun 2006 yang mencapai 2.281 atau naik sebesar 57.36 persen. Pada periode yang sama rata-rata jumlah hari hujan pertahun juga mengalami kenaikan yakni dari 127 hari pada tahun 2006 menjadi 183 hari pada tahun 2007. Tinggi Paras Laut Selama tahun 2007 dari seluruh luas daerah Bangkalan yang mengalami genangan periodik maupun yang selalu tergenang meliputi sekitar 5,38% (Tabel 2). Genangan yang terjadi diduga disebabkan karena pasang naik air laut dan luapan air sungai akibat tingginya curah hujan. Berdasarkan diskusi dengan salah seorang pejabat dari Dinas Kelautan dan Perikanan Bangkalan, bila pasang naik tinggi dan hujan deras terjadi secara bersamaan maka genangan menjadi lebih luas dan waktu surutnya menjadi lebih lama. Bahkan ada beberapa wilayah di Kabupaten Bangkalan yang cukup sering mengalami rob. pesisir cukup dominan. Salah satu penyebabnya adalah wilayah pesisir merupakan wilayah yang landai dan sebagain wilayahnya berada di bawah titik pasang tertinggi. Syah (2011) melaporkan bahwa anomali Tinggi Paras Laut (TPL) di selat Madura adalah sebesar 3.4 mm/tahun (Gambar 2). Sumber: Syah 2011 Gambar 2. Trend anomali TPL di Selat Madura Bagian Barat (1993-2009) Dilaporkan juga bahwa 20 dan 50 tahun ke depan diduga akan terjadi penambahan genangan di wilayah darat sekitar 188.84 ha dan 953.04 ha (Gambar 3 dan Gambar 4) No Tabel 2. Genangan Wilayah Pesisir Luas Genangan % (ha) 1 Tidak pernah 118170 94,62 tergenang 2 Tergenang periodik 2082 1,67 3 Tergenang terus 4636 3,71 sumber : Bangkalan dalam Angka 2008 Dilihat dari lokasinya, wilayah genangan yang terdapat pada wilayah pesisir hampir semuanya terdapat pada wilayah yang berbatasan dengan garis pantai. Kondisi itu mengindikasikan bahwa pengaruh pasang surut terhadap wilayah 170 Gambar 3. Simulasi Genangan 20 tahun kedepan Dari Gambar 3 dan 4 dapat dilihat bahwa wilayah-wilayah di Kabupaten Bangkalan yang diduga akan mengalami Rob yaitu Kecamatan Kamal, Socah, Bangkalan, Klampis, Kwanyar, Arosbaya dan Kecamatan Sepulu.

Gambar 7. Lokasi di Kecamatan Klampis Sumber: Syah 2011 Gambar 4. Simulasi Genangan 50 tahun kedepan Hal ini sangat memungkinkan untuk terjadi, mengingat kecamatan-kecamatan tersebut berada di wilayah pesisir yang berhadapan langsung dengan perairan dan juga banyaknya aktifitas-aktifitas yang dilakukan seperti pertambakan, pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan, jasa serta kegiatan industri yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya genangan, tanah yang landai serta tipisnya mangrove sebagai pelindung pantai yang ada di wilayah tersebut. Gambar 5. Lokasi di Kecamatan Kamal Beratnya tekanan eksploitasi sumber daya pesisir serta pesatnya laju pencemaran, secara gradual dipengaruhi oleh masukan limbah baik domestik atau dari penduduk setempat maupun industri, yang berakibat penurunan kualitas fisik lingkungan perairan dan produktivitas ekosistem dapat turun ke titik terendah. Dampak yang mungkin muncul adalah merosotnya kondisi sosialekonomi masyarakat setempat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam di sekitar perairan. Ada beberapa aspek atau variabel yang akan dipengaruhi oleh adanya rob. Pada aspek fisik variabel kondisi lingkungan pemukiman yang sangat dipengaruhi genangan banjir, yaitu kondisi jalan, kondisi drainase, kondisi air bersih, kondisi fisik bangunan, dan kondisi kesehatan. Pada aspek sosial, variabel kondisi lingkungan pemukiman yang sangat dipengaruhi genangan banjir, yaitu kondisi kenyamanan, sedangkan pada aspek ekonomi, variabel kondisi lingkungan pemukiman yang sangat dipengaruhi genangan banjir, yaitu kondisi pengeluaran perbaikan rumah, kondisi pengeluaran kesehatan, kondisi pendapatan masyarakat. Secara umum, dengan melihat kondisi di atas dapat diketahui bahwa rob memberi dampak negatif yang signifikan terhadap terhadap aspek fisik kondisi lingkungan pemukiman. Dampak ini menyebabkan kualitas lingkungan yang ada semakin menurun. Gambar 6. Lokasi di Kecamatan Socah 171 Adaptasi Masyarakat Bangkalan Daya adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kemampuan suatu sistem untuk menyesuaikan diri dari perubahan iklim (termasuk di dalamnya variabilitas iklim dan variabilitas ekstrem) dengan cara mengurangi kerusakan yang ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala akibatnya. Adaptasi merupakan salah satu upaya masyarakat dalam merespon dampak

lingkungan yang mereka terima akibat perubahan iklim. Adaptasi ini dapat bersifat swadaya seperti melindungi tempat tinggal mereka dari banjir dan berupa inisiatif pemerintah seperti penyediaan fasilitas pertahanan banjir lainnya. Upaya adaptasi ini juga menimbulkan biaya bagi pemerintah maupun masyarakat (Barker 2003). Upaya adaptasi terhadap kenaikan muka air laut menurut Diposaptono (2009) dapat dilakukan dengan dua hal yaitu upaya fisik dan non fisik. Upaya fisik dapat berupa perlindungan alami dan buatan. Sementara upaya non fisik dapat dilakukan dengan membuat peta rawan bencana, informasi publik dan penyuluhan, serta pelatihan serta simulasi mitigasi bencana. Upaya fisik merupakan upaya perlindungan dengan membangun infrastruktur untuk melindungi dari kenaikan muka laut, baik itu banjir rob maupun pasang surut air laut. Upaya fisik dengan metode perlindungan alami dapat dilakukan dengan menanam mangrove, terumbu karang, atau hutan. Sedangkan upaya fisik dengan metode alami dapat dilakukan dengan membangun pemecah arus, tembok laut, tanggul, konstruksi perlindungan dan rumah panggung. Sumber: Diposaptono 2009 Gambar 8. Berbagai bentuk upaya adaptasi Rumah panggung, Reklamasi, Relokasi, dan Tanggul) dalam menghadapi kenaikan muka air laut. Masyarakat pesisir bangkalan, sebagai masyarakat yang terkena dampak perubahan iklim, telah melakukan berbagai macam strategi adaptasi menghadapi datangnya rob. Sebagai salah bentuk adaptasi fisik yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Bangkalan misalnya di Kecamatan Labang dan Kwanyar adalah dengan membangun revetment berupa tembok dan bis beton yang disusun sedemikian rupa untuk melindungi daratan (Gambar 9). a b Gambar 9. Adaptasi di Kecamatan (a) Kwanyar, (b) Kamal Sedangkan pada Kecamatan Klampis bentuk revetmentnya dari konstruksi batu bertumpuk. Semua adaptasi fisik tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi dan naiknya air laut ke darat sehingga dapat melindungi sarana dan prasarana yang ada di lokasi tesebut. Beda halnya dengan kecamatan yang lain, masyarakat di Kecamatan Bangkalan melakukan adaptasi fisik dengan membangun tanggul dan juga jembatan yang cukup tinggi dengan bentuk melengkung untuk menghubungkan 2 desa yang ada. Jembatan tersebut dibuat sedemikian rupa karena tempat tersebut merupakan jalur keluar masuk perahuperahu yang akan menuju ke dan dari laut. (Gambar 10). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu warga yang ditinggal di wilayah Kecamatan Socah, pada daerah tersebut hampir setiap hari tergenang air sampai ketinggian sekitar 30 cm karena air pasang, lebih-lebih pada saat hujan turun. 172

DAFTAR PUSTAKA a b c Gambar 10. Adaptasi di Kecamatan (a) Klampis, (b, c) Bangkalan Kondisi ini bagi masyarakat dianggap peristiwa yang biasa dan rutin. Masyarakat di wilayah ini mengatasinya dengan cara menunggu genangan air tersebut surut dengan sendirinya. Tindakan yang paling umum dilakukan adalah meninggikan lantai lantai rumah lebih tinggi dari jalan lingkungan (Gambar 11). Gambar 11. Lantai rumah ditinggikan untuk mencegah genangan air masuk ke dalam rumah KESIMPULAN Salah satu akibat yang penting untuk dicermati sebagai efek terjadinya pemanasan global (global warming) adalah terjadinya kenaikan paras laut yang akan berakibat terhadap munculnya rob. Keadaan tersebut mempengaruhi aktivitas masyarakat yang berada di wilayah pesisir. Berkaitan dengan hal tersebut, masyarakat pesisir di Kabupaten Bangkalan telah melakukan berbagai macam adaptasi fisik agar tetap dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik dan normal. Adger WN. 2009. Adapting to Climate Change. Cambridge University Press. Cambridge. Adger WN, Arnell NW, Tompkins EL. 2005. Successful Adaptation to Climate Change Across Scales. Global Environmental Change. vol.15. no.1: 77-86. Adger WN, Huq S, Bodron K, Conway D. 2003. Adaptation to Climate Change in Developing World. Progress in Development Studies. vol. 3. no. 3: 179-195. Bangkalan Dalam Angka Tahun. 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangkalan Barker T. 2003. Representing Global Climate Change, Adaptation, and Mitigation. Global Environmental Change. vol. 13. no. 1: 1-6. Diposaptono, S. 2009. Menyiasati Perubahan iklim di Wilayah Pesisir dan Pulaupulau kecil. Bogor Firman T, Surbakti IM, Idroes IC, Simarmata HA. 2011. Potential Climate-Change Related Vulnerabilities in Jakarta: Challenges and Current Status. Habitat International. vol. 35. no. 1: 372-378. Karsidi, A. 2011. Bakosurtanal: Dampak Kenaikan Permukaan Laut pada Lingkungan Pantai Indonesia. Workshop Dampak Kenaikan Permukaan Laut pada Lingkungan Pantai Indonesia. 27 April 2011. IPB International Convention Center Bogor. http://www.bakosurtanal.go.id/bakosur tanal/workshop-dampak-kenaikanpermukaan-laut-pada-lingkunganpantai-indonesia-2/ diakses 18 Mei 2011 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan 2007-2017. Bappeda Kabupaten Bangkalan 173

Susandi A. 2009. Integration of Adaptive Planning Across Economic Sector. NPW Technical Workshop on Integration of Approaches to Adaptation Planning. 12-14 Oktober. Bangkok (THD). Satterthwaite D. 2008. Climate change and urbanization: Effects and implications for urban governance. The United Nations expert group meeting on population distribution, urbanization, internal migration, and development. United Nations Secretariat, 21-23 Januari. New York (USA). http://www.un.org/esa/population/meet ings/egm_popdist/p16_satterthwaite.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011 Subandono. D. 2009. Deal with Climate Change in the Coastal and Small Islands. PT. Means of Communication Syah, AF. 2011. Sea Level Rise Trend And Its Impact On The Coastal Area Of Bangkalan Distric, Madura. Workshop in in-situ/satellite Sea Level Measurement. Bogor. p 28-37 174