BAB 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai sejumlah gunung berapi yang tersebar hampir di semua pulau yang membentuk suatu rangkaian yang disebut ring of fire, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Beberapa tahun terakhir ini terjadi sejumlah letusan gunung berapi, yang salah satunya adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang paling aktif di Indonesia, dengan kala ulang erupsi sekitar tiap 4 tahun dengan erupsi besar terakhir adalah pada tahun 2010. Beberapa material hasil erupsi seperti batu, pasir dan kerikil dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena mempunyai nilai ekonomis. Material lain seperti abu vulkanik dan kerikil kualitas rendah yang disebut sebagai bantak, tidak banyak dimanfaatkan dan dianggap sebagai limbah oleh masyarakat. Abu vulkanik yang tertimbun dalam jumlah besar dapat berpengaruh terhadap kesehatan pernapasan serta mencemari air karena mengandung logam berat. Bantak yang tertimbun di aliran sungai menyebabkan pengurangan volume tampungan sungai. Gambar 1.1. Peta gunung berapi di Indonesia yang meningkat aktivitasnya Sumber : Litbang Kompas diolah dari ESDM dan Lapan, 2010 1
2 Abu vulkanik merupakan pozzolan alam yang banyak mengandung silika (SiO 2 ) dan alumina (AlO 3 ). Penggunaan pozzolan bertujuan agar kapur bebas (Ca(OH) 2 ) yang tersisa dari reaksi hidrasi semen dan air dapat bereaksi dengan kandungan kimia yang terdapat dalam pozzolan, yaitu silika dan alumina. Pemanfaatan pozzolan saat ini banyak dilakukan karena dapat mengurangi penggunaan semen dalam pembuatan beton ataupun pemanfaatan lainnya sehingga menekan biaya. Konsekuensi dari penggunaan abu vulkanik sebagai pengganti semen adalah menurunkan kuat tekan dari beton yang dihasilkan. Bantak merupakan kerikil kualitas rendah hasil erupsi merapi yang banyak menumpuk di daerah aliran lahar dan sabodam. Penumpukan bantak di daerah sabodam yang difungsikan sebagai bangunan penahan material akibat lahar dingin dapat menimbulkan banjir akibat tampungan sungai mengecil. Pemanfaatan bantak untuk saat ini masih terbatas karena kekuatannya rendah serta porus, yaitu sebagai BATA-GAMA dan kerajinan pot. Permasalahan yang berkaitan dengan geoteknik, seperti longsor pada lereng sungai banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Longsor pada lereng sungai dapat diatasi dengan struktur bronjong. Struktur bronjong menggunakan batu kali sebagai komponen utamanya, akan tetapi saat ini jumlah batu kali semakin langka. Alternatif pengganti batu kali sebagai struktur bronjong adalah beton non pasir dengan keunggulan dapat mendrainasi air. Alawiyah (2011) melakukan penelitian mengenai pemanfaatan abu vulkanik sebagai bahan substitusi semen dalam pembuatan mortar. Penelitian ini menghasilkan mortar dengan abu vulkanik sebesar 10% mengalami peningkatan kuat tekan namun ketika ditambahkan abu vulkanik sebesar 20% terjadi penurunan kuat tekan. Nugraha (2011) melakukan penelitian mengenai pemanfaatan abu vulkanik sebagai bahan substitusi semen dalam pembuatan beton. Penelitian ini menghasilkan beton dengan kuat tekan yang mengalami kenaikan sebanding dengan penambahan abu vulkanik sampai dengan 20%. Penelitian Alawiyah (2011) dan Nugraha (2011) menggunakan abu vulkanik sebesar 10%, 15%, 20%, namun dengan hasil pengaruh abu vulkanik yang berbeda. Kedua penelitian tersebut belum meninjau pengaruh penggunaan abu
3 vulkanik dengan kadar yang lebih besar dan hasil dari penelitian tersebut masih belum menjelaskan pengaruh abu vulkanik terhadap kuat tekan serta kadar abu vulkanik yang optimum. Ellenlies (2006) melakukan penelitian tentang pemanfaatan bantak sebagai agregat kasar dalam pembuatan beton non pasir sebagai struktur gorong-gorong. Penelitian ini menghasilkan beton non pasir yang belum memenuhi spesifikasi kuat tekan buis beton. Dewata (2010) melakukan penelitian tentang pembuatan beton non pasir sebagai struktur pelindung lereng dengan menggunakan fly ash sebagai substitusi semen dan agregat kasar bantak. Penelitian tersebut menghasilkan beton non pasir yang kurang berongga karena perbandingan semen dengan bantak sebesar 1:2 sehingga belum memenuhi aspek porositas sebagai struktur pelindung lereng. Penggunaan fly ash sebagai pozolan belum diketahui kadar optimumnya karena rentang kadar terlalu besar, yaitu setiap 20%. Penelitian mengenai pemanfaatan bantak Merapi sebagai agregat kasar memberikan hasil yang berbeda-beda mengenai sifat teknis dari bantak, sehingga dari hasil tersebut belum bisa diambil kesimpulan dari nilai parameter teknis yang digunakan sebagai acuan. Hasil penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan abu vulkanik dan bantak serta perlu dicari solusi dari masalah kelangkaan batu kali sebagai struktur bronjong. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini, sehingga penelitian ini menekankan pada pemanfaatan abu vulkanik dan bantak Merapi sebagai bahan penyusun beton non pasir, dengan judul Pengaruh Penggunaan Abu Vulkanik Merapi Variasi 25% dan 30% sebagai Bahan Substitusi Semen pada Beton Non Pasir untuk Struktur Bronjong. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana memanfaatkan abu vulkanik dan bantak untuk pembuatan beton non pasir sebagai struktur bronjong. Abu
4 vulkanik dapat mengurangi jumlah penggunaan semen serta bantak digunakan sebagai agregat kasar, sehingga diharapkan didapat bahan konstruksi baru yang memenuhi standar kekuatan serta lebih ekonomis dan ramah lingkungan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui sifat teknis dari bahan penyusun beton non pasir, yaitu bantak dan abu vulkanik. 2. Membuat mix design beton non pasir untuk aplikasi bahan struktur struktur pelindung lereng, dengan pemanfaatan abu vukanik sebagai substitusi semen dan bantak (kerikil kualitas rendah sisa tambang pasir) sebagai agregat kasar. 3. Mengetahui pengaruh penggunaan abu vulkanik sebagai substitusi semen terhadap sifat fisis dan teknis beton non pasir sebagai material struktur pelindung lereng. 4. Menentukan campuran paling optimum dari beton non pasir sebagai struktur bronjong. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Abu vulkanik yang digunakan berasal dari desa Kinahrejo, Sleman. 2. Bantak yang digunakan berasal dari material Gunung Merapi yang diambil di Kali Boyong yang lolos saringan 20 mm dan tertahan saringan 10 mm. 3. Kondisi bantak yang digunakan adalah jenuh kering muka atau saturated surface dry (SSD). 4. Faktor air semen (fas) yang digunakan adalah 0,4. 5. Semen yang digunakan adalah semen Gresik tipe PPC (Portland Pozolan Cement). 6. Perbandingan semen : agregat adalah 1 : 5. 7. Penggunaan abu vulkanik sebagai substitusi semen menggunakan variasi 0%, 25% dan 30% dari berat semen. 8. Pengujian beton yang dilakukan adalah uji kuat tekan, uji kuat lentur, uji rongga, uji permeabilitas, uji leaching, dan uji interface.
5 9. Pengujian beton dilakukan pada umur 7, 28, dan 56 hari. 10. Pembuatan dan pengujian beton dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. 11. Pengujian leaching dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA, Universitas Gadjah Mada. 12. Bahasan mengenai struktur pelindung lereng pada penelitian ini sebatas pemanfaatan abu vulkanik dan bantak sebagai bahan pembuat beton non pasir pada struktur bronjong. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi penimbunan limbah di lingkungan 2. Memanfaatkan abu vulkanik dan bantak dari hasil erupsi Gunung Merapi sebagai bahan penyusun beton non pasir yang akan diaplikasikan sebagai struktur bronjong. 1.6 Keaslian Penelitian yang dilakukan penulis yang berhubungan dengan pemanfaatan abu vulkanik dan bantak sebagai bahan pembuatan beton non pasir untuk struktur bronjong. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan abu vulkanik dan bantak adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Substitusi Abu Vulkanik pada Kuat Tekan dan Ketahanan Asam Kubus Mortar 50 x 50 x 50 mm. Alawiyah, K. (2011). Penelitian ini menggunakan abu vulkanik Merapi dengan variasi sebesar 0%, 10%, 15%, dan 20% dari semen sebagai bahan bahan pembuat mortar. 2. Pengaruh Abu Vulkanik sebagai Substitusi Semen pada Kuat Tekan dan Ketahanan Asam Beton. Nugraha, I, (2011). Penelitian ini menggunakan abu vulkanik Merapi dengan variasi sebesar 0%, 10%, 15%, dan 20% dari semen sebagai bahan bahan pembuat beton normal sebagai struktur.
6 3. Pemanfaaatan Bantak dan Abu Terbang (Fly Ash) sebagai Bahan Substitusi Struktur Pelindung Lereng dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan, Variasi Substitusi Fly ash 0%, 20%, 40%. Dewata, S. T. (2010). Penelitian ini menggunakan fly ash sebagai bahan pengganti semen sebesar 0%. 20%, dan 40% dari semen dan bantak ukuran 10-20 mm sebagai agregat kasar dalam pembuatan beton non pasir sebagai pelindung lereng. 4. Sifat-Sifat Buis Beton dari Beton Non Pasir dengan Agregat Bantak Gunung Merapi untuk Gorong-Gorong (Studi Kasus : Kerikil dengan Diameter Ukuran 20-40 mm). Ellenlies. (2006). Penelitian ini menggunakan bantak sebagai agregat kasar dalam pembuatan beton non pasir berbentuk silinder buis beton dengan perbandingan semen : bantak adalah 1:4 dan 1:6. 5. Penggunaan Kerikil Asal Gunung Merapi sebagai Agregat dalam Pembuatan Beton Non Pasir. Subkhannur, A. (2002). Penelitian ini menggunakan kerikil kualitas rendah hasil erupsi merapi (bantak) sebagai bahan pembuatan beton non pasir sebagai struktur ringan dengan perbandingan semen : bantak adalah 1:2, 1:4, dan 1:6. 6. Pemanfaatan Abu Vulkanik dengan Penambahan Kapur 9% dalam Stabilisasi Tanah Lempung. Firdaus, P. (2013). Penelitian ini menggunakan abu vulkanik sebagai bahan substitusi semen 30%, 35%, 40%, 45%, dan 50% dari semen dalam stabilisai tanah lempung dengan penambahan kapur sebesar 9%. Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini memiliki metode yang berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan bantak dan abu vulkanik secara bersamaan sebagai bahan penyusun beton non pasir, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya tidak menggunakan kedua bahan ini secara bersamaan. Penelitian ini juga menekankan beton non pasir yang dihasilkan sebagai struktur bronjong, sedangkan pada penelitianpenelitian sebelumnya ditekankan sebagai gorong-gorong, buis beton, dan struktur ringan, sehingga penelitian ini dapat diakui sebagai penelitian yang asli.