BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun. maju dan sejahtera apabila bangsa tersebut cerdas.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kepribadian manusia. Pada intinya pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah membawa dampak yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. berbudi pekerti luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Metode Pembiasaan Dalam Menumbuhkan Karakter Kemandirian Anak Usia Dini 5-6 Tahun Di Lingkugan Keluarga

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan manusia dapat berbeda dengan makhluk lain yang. dengan sendirinya, pendidikan harus diusahakan oleh manusia.

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab terakhir ini, peneliti akan mengemukakan beberapa kesimpulan hasil dari

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. terpelajar dengan sendirinya berbudaya atau beradab. Namun kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Emi Marini,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan definisi operasional variabel dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebingungan, kecemasan dan konflik. Sebagai dampaknya, orang lalu

BAB III METODE PENELITIAN. dan Effendi (1995) penelitian eksplanatory yaitu tipe penelitian untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berhubungan sekali dengan

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Pendidikan

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PEMBENTUKAN MORAL SISWA DI SMP NEGERI 5 PAREPARE. Kata Kunci: Peran Teman Sebaya Terhadap Pembentukan Moral Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB III METODE PENELITIAN. Proses pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia terbentuk dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terselesaikannya suatu penelitian. Adapun penelitian ini meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. Dinas pendidikan pemuda dan olahraga memiliki kebijakan mutu yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang diberikan kesempurnaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Sejak dilahirkan sampai meninggal, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Pertumbuhan dan perkembangan pada setiap manusia tidaklah sama. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dalam setiap pertumbuhan dan perkembangan manusia, baik yang bersifat intern maupun ekstern. Pengaruh pertumbuhan dan perkembangan manusia yang bersifat intern yaitu keturunan atau pembawaan yang diwariskan dari orang tua melalui gen. Pengaruh keturunan tersebut dapat terlihat dalam perkembangan fisik maupun psikis anak. Sedangkan pengaruh pertumbuhan dan perkembangan manusia yang bersifat ekstern yaitu lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Faktor keturunan dan lingkungan merupakan faktor penting dalam perkembangan manusia. Keturunan dan lingkungan yang baik, biasanya menciptakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang baik. Sementara keturunan dan lingkungan yang buruk, akan berpengaruh buruk juga pada pertumbuhan dan perkembangan manusia.

Perkembangan manusia dibagi kedalam tiga fase, yaitu anak-anak, remaja, dan dewasa. Dari ketiga fase tersebut, fase remaja dianggap sebagai fase yang paling indah dan paling ingin dikenang. Hal ini dikarenakan pada masa remaja seseorang dapat menghabiskan waktu tanpa ada yang menghalanginya dan pada masa remaja terdapat usia yang sangat dibangga-banggakan oleh setiap orang, yaitu usia 17 tahun yang sering disebut dengan istilah sweet seventeen. Usia 17 tahun sering ditandai sebagai awal diakuinya seseorang sebagai warga negara secara resmi yaitu dengan adanya izin membuat kartu tanda penduduk (KTP). Selain itu, usia 17 tahun juga sering ditandai sebagai awal diizinkannya remaja mengenal lawan jenis oleh orang tua. Masa remaja juga merupakan masa yang dianggap penting untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Biasanya para remaja membentuk kelompok-kelompok atau geng-geng untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Misalnya geng belajar, geng jalan-jalan, geng makan, dan lain sebagainya. Pembentukan kelompok pertemanan tersebut biasanya berdasarkan karena memiliki hobi yang sama, pemikiran yang sama, serta tujuan yang sama. Remaja dapat memanfaatkan kelompok pertemanan sebagai sarana untuk berinteraksi serta belajar bekerjasama dengan orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan (Santrock, 2003: 220), bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Dengan kata lain pada usia anak-anak dan remajalah seseorang mulai mengenal hubungan timbal

balik dalam pertemanan, sehingga para remaja dapat belajar bekerjasama dengan baik melalui kelompok pertemanannya. Mereka dapat saling membantu, saling mendukung, saling melindungi, serta banyak manfaat lain dari kelompok pertemanan seperti yang dikemukakan Hurlock (2000: 298) berikut ini: Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh jika seorang anak dapat diterima dengan baik oleh kelompoknya, yaitu: 1. Merasa senang dan aman. 2. Mengembangkan konsep diri menyenangkan karena orang lain mengakui mereka. 3. Memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola prilaku yang diterima secara sosial dan keterampilan sosial yang membantu keseimbangan mereka dalam situasi sosial. 4. Secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian mereka keluar dan untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri mereka. 5. Menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial. Uraian di atas menggambarkan bahwa dengan adanya kelompok pertemanan, remaja dapat merasa senang, belajar mengenai perilaku yang diterima dan tidak diterima dalam kehidupan sosial, memperoleh keterampilan sosial, serta belajar beradaptasi dan berperilaku sesuai dengan harapan kelompok. Hal ini sangat berguna untuk bekal remaja sebelum terjun kedalam kehidupan bermasyarakat secara umum. Terlebih para remaja merupakan harapan setiap orang dewasa khususnya orang tua untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu para remaja harus memiliki jiwa serta sikap kepemimpinan yang baik, yang dapat dimulai dari hal-hal kecil seperti berbuat baik, bersikap jujur, serta bertanggung jawab. Sikap baik tersebut apabila terus dilakukan maka akan menjadi sebuah kebiasaan hingga akhirnya menjadi suatu karakter dalam diri

remaja. Dengan demikian ketika para remaja tersebut siap untuk melanjutkan kepemimpinan, maka mereka akan menjadi pemimpin yang berkarakter baik. Remaja yang berkarakter baik serta siap melanjutkan kepemimpinan suatu bangsa merupakan harapan setiap orang, namun tidak semua remaja dapat diarahkan pada suatu pola yang dapat membentuk karakter baik. Banyak remaja yang tidak ingin hidupnya diatur oleh orang lain, termasuk oleh orang tuanya. Remaja biasanya berpikir ingin hidup bebas tanpa adanya tekanan dari luar. Terlebih pada masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, yang biasanya ditandai dengan perilaku ingin mencoba hal-hal baru tanpa memikirkan dampak positif maupun dampak negatifnya. Pada dasarnya para remaja hanya memikirkan kesenangan dirinya dan lebih sering mencoba hal-hal yang berdampak negatif. Senada dengan pendapat Makmun (1996: 7) yang menyatakan bahwa: Masa remaja (pubertas) merupakan masa kritis dalam menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya; anak memiliki kecenderungan melakukan perubahan-perubahan yang justru bertentangan dengan norma-norma masyarakat atau agamanya, sehingga menimbulkan masalah kenakalan remaja. Uraian di atas, menggambarkan bahwa masa remaja merupakan masa kritis dalam pencarian jati diri sehingga remaja melakukan perbuatan yang ingin dilakukan baik yang sudah ia ketahui akibatnya maupun belum diketahui akibatnya dalam pencarian jati dirinya tersebut. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan remaja tersebut terkadang cenderung bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga pada akhirnya remaja terjebak dalam masalah kenakalan remaja.

Masalah kenakalan remaja (juvenile delinquency) dari hari ke hari kian meningkat. Belakangan ini, kenakalan remaja bukan hanya bertentangan dengan norma-norma masyarakat dan agama saja, melainkan juga bertentangan dengan norma hukum. Seperti yang dikemukakan oleh Sudarsono (2008: 11) bahwa dalam pengertian yang lebih luas, kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Senada dengan pendapat Sudarsono, Walter (Budimansyah, 2009: 57) menyatakan bahwa: Juvenile Delinquenci is either violation of criminal code or one several categories of waywardness which do not apply to adult. Juvenile Delinquency could be restricted to the serious violation of the criminal code by children under a particular age. Pendapat Reckles Walter tersebut maksudnya adalah kenakalan remaja merupakan salah satu pelanggaran hukum pidana atau salah satu kategori ketidak patuhan yang tidak dilakukan oleh orang dewasa. Kenakalan remaja dapat menjadi pembatas untuk pelanggaran berat terhadap hukum pidana oleh anak dibawah umur. Pendapat Sudarsono dan Reckles Walter di atas menyatakan bahwa terdapat suatu pelanggaran terhadap aturan hukum yang dilakukan oleh remaja. Hal ini menandakan bahwa kenakalan remaja sangat serius dan harus segera ditangani secara bijaksana. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, seperti orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Salah satu lembaga

yang sangat berperan dalam menanggulangi kenakalan remaja adalah sekolah, karena melalui sekolah anak bisa mendapatkan pengajaran dan bimbingan. Seperti yang diungkapkan Yusuf LN (2006 : 95) bahwa: Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial. Berdasarkan pendapat di atas, sekolah tidak hanya berkewajiban mengembangkan potensi peserta didik dalam aspek intelektual, tetapi juga berkewajiban mengembangkan potensi peserta didik dalam aspek moral, spiritual, emosional, dan sosial. Pada kenyataannya sekarang ini, sekolah lebih mengembangkan potensi intelektual peserta didik. Sementara pengembangan potensi yang berkaitan dengan aspek moral, spiritual, emosional, dan sosial cenderung diabaikan. Padahal aspek-aspek tersebut sangat penting dan menjadi penunjang keberhasilan pengembangan kecerdasan intelektual. Peserta didik yang memiliki kecerdasan moral, spiritual, emosional, dan sosial yang baik maka akan menggunakan kecerdasan intelektualnya dengan baik dan bijaksana. Selain itu, peserta didik juga dapat cerdas dalam bergaul, memiliki hubungan yang baik diantara sesama manusia, bahkan akan memiliki hubungan yang baik dengan Tuhannya. Dengan seperti itu, maka kenakalan remaja akan mudah diatasi. Seperti yang diungkapkan oleh Sudarsono (2008: 119-120) bahwa: Kaidah-kaidah agama berisi hal-hal yang dilarang dan menunjukkan halhal yang diwajibkan serta agama menggariskan perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk sehingga jika anak remaja benar-benar mendalami dan memahami isi agama, maka besar kemungkinan mereka akan menjadi anggota masyarakat yang baik dan enggan melakukan perbuatan-perbuatan

yang dapat merugikan masyarakat dan mengganggu hak-hak orang lain baik harta maupun nyawa. Uraian di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan hidup telah diatur dalam agama. Oleh sebab itu remaja yang mendalami dan memahami agama tidak akan terlibat atau melakukan perbuatanperbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Tetapi sebaliknya, remaja tersebut akan menjadi anggota masyarakat yang baik, menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif, dan sangat menghargai hakhak orang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena agama dapat berfungsi sebagai pembimbing setiap individu untuk berbuat baik. Sebagaimana dikemukakan Daradjat (Syafaat et al., 2008 : 172) bahwa: Agama memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1. Memberikan bimbingan dalam hidup; 2. Menolong dalam menghadapi kesukaran; dan 3. Menentramkan batin. Pendapat di atas menunjukkan bahwa agama memiliki fungsi membimbing, memberi pertolongan, dan menentramkan batin. Artinya jika remaja memahami agama, maka ajaran agama akan selalu membimbingnya dalam kehidupan, menolong jika memiliki masalah, dan akan menentramkan hati. Oleh sebab itu remaja tidak akan salah mengambil jalan ketika timbul dorongandorongan dalam diri dan permasalahan-permasalahan yang berasal dari lingkungan luar. SMP Negeri 44 Bandung adalah salah satu sekolah yang tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual peserta didik, tetapi juga mengembangkan kecerdasan moral, spiritual, emosional, dan sosial peserta didik

guna menanggulangi kenakalan remaja yang terjadi dikalangan peserta didik melalui program pembiasaan. Program tersebut dilaksanakan setiap hari sebelum proses pembelajaran, dengan tujuan untuk membersihkan pikiran peserta didik dari hal-hal yang negatif sehingga ilmu-ilmu kehidupan yang baik yang diberikan pada saat proses pembelajaran dapat diterima dengan baik. Selain itu program tersebut juga dilaksanakan untuk menyentuh hati peserta didik sebab para guru SMP Negeri 44 Bandung percaya bahwa untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja hanya dapat ditempuh dengan cara yang baik seperti menanamkan keyakinan dalam hati peserta didik, bukan dengan cara-cara kekerasan. Beranjak dari pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Peranan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di Sekolah (Studi Kasus di SMP Negeri 44 Bandung). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan utama yang akan diteliti dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMP Negeri 44 Bandung?

Mengingat luasnya ruang lingkup kajian yang berkaitan dengan masalah tersebut, maka pertanyaan utama tersebut dijabarkan menjadi beberapa sub masalah, yaitu: 1. Bentuk kenakalan remaja apa saja yang terjadi di SMP Negeri 44 Bandung? 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kenakalan remaja di SMP Negeri 44 Bandung? 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMP Negeri 44 Bandung? 4. Upaya apa saja yang dilakukan sekolah untuk menanggulangi kenakalan remaja? 5. Bagaimana kerjasama sekolah dan orang tua dalam menanggulangi kenakalan remaja? 6. Sejauh mana keberhasilan program pembiasaan dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMP Negeri 44 Bandung? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas bagaimana peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di sekolah. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami bentuk kenakalan remaja yang terjadi di SMP Negeri 44 Bandung.

2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja. 3. Mengetahui dan memahami kendala-kendala yang dihadapi sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. 4. Mengetahui dan memahami upaya yang dilakukan sekolah untuk menanggulangi kenakalan remaja. 5. Mengetahui dan memahami kerjasama sekolah dan orang tua dalam menanggulangi kenakalan remaja. 6. Mengetahui dan memahami sejauh mana keberhasilan program pembiasaan dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMP Negeri 44 Bandung. D. Kegunaan Penelitian Secara garis besar kegunaan penelitian ini terbagi ke dalam kegunaan teoretis dan praktis. 1. Kegunaan Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di sekolah dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam hal menanggulangi kenakalan remaja. Selain itu, diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan terhadap ilmu pengetahuan dalam bidang sosial kemasyarakatan. 2. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: a. Guru Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. b. Sekolah 1) Memberikan masukan mengenai pembinaan peserta didik. 2) Memberikan masukan mengenai pelaksanaan program penanggulangan kenakalan remaja. c. Orang Tua 1) Memberikan masukan mengenai pendidikan yang diselenggarakan dalam keluarga. 2) Memberikan masukan bagaimana menjalin hubungan keluarga yang harmonis. 3) Memberikan masukan mengenai pemberian fasilitas terhadap anak. d. Peneliti Memperluas wawasan dan memperoleh pengalaman mengenai penanggulangan kenakalan remaja. E. Definisi Operasional 1. Peran

Peran menurut Gunarsa dan Gunarsa, (1989: 101) adalah sekelompok norma-norma dan harapan mengenai tingkah laku seseorang. Dalam penelitian ini diartikan sebagai hak dan kewajiban sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja yang dilakukan di sekolah. 2. Sekolah Sekolah menurut Yusuf LN (2006: 95) merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial. Sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 44 Bandung. 3. Menanggulangi Menanggulangi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1397) berarti menghadapi atau mengatasi. Menanggulangi dalam penelitian ini diartikan sebagai usaha sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja yang terjadi di sekolah. 4. Kenakalan Remaja Menurut Sudarsono (2008: 11) kenakalan remaja yaitu perbuatan / kejahatan / pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Dalam penelitian ini diartikan sebagai perbuatan melawan hukum, melawan peraturan yang berlaku dilingkungan masyarakat dan sekolah, melawan norma

kesusilaan dan melawan norma agama yang dilakukan remaja yang berusia 12-15 tahun. F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2009: 15) bahwa: Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Creswell (Herdiansyah, 2010: 76) mengungkapkan bahwa: Studi kasus (case study) adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang berbatas (bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks. Sesuai dengan metode penelitian di atas, peneliti ingin mengeksplorasi mengenai program penanggulangan kenakalan remaja yang dilaksanakan di SMP Negeri 44 Bandung secara detail dan mendalam. 2. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: a. Observasi Menurut Fathoni (2006: 104), observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. b. Wawancara Wawancara menurut Danial dan Wasriah (2009: 71) adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh. c. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi menurut Danial dan Wasriah (2009: 79) adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk, grafik, gambar, surat-surat, foto, akte, dan sebagainya. d. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan menurut Danial dan Wasriah (2009: 80) adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian. G. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah SMP Negeri 44 Bandung Jalan Cimanuk I Bandung. Lokasi ini dipilih dengan alasan SMP Negeri 44 Bandung memiliki karakteristik yang sesuai dengan rumusan masalah dan hasil yang ingin diperoleh. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wakil kepala sekolah, guru, peserta didik dan alumni SMP Negeri 44 Bandung.