Metta Adityas Pennata Sari

dokumen-dokumen yang mirip
BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah

PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU TENTANG PEMANFAATAN SITUS SANGIRAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR EVOLUSI

PENDAHULUAN. Ilham Abdullah

TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von

PRASEJARAH INDONESIA

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X

BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM

GERABAH SITUS MANSINAM KAJIAN ETNOARKEOLOGI

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kebudayaan tersebut terlihat ketika masyarakat pada masa itu mampu

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB I PENDAHULUAN. Situs Sangiran (Sangiran Early Man Site) adalah salah satu Kawasan

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III ZAMAN PRASEJARAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BENTUK DAN TEKNOLOGI GERABAH DI SITUS DELUBANG DAN TOROAN PULAU MADURA Shape and Pottery Technology on Delubang dan Toroan Site Madura Island

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. kerang, sekam padi, atau pecahan tembikar yang dihaluskan (grog), mempunyai

GERABAH MAMBANG JOMBANG: TRADISI PRASEJARAH YANG MASIH BERLANGSUNG SAMPAI SEKARANG SEBAGAI WUJUD ENKULTURASI. Oleh: Andik Suharyanto

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

Bau Mene Balai Arkeologi Jayapura Jalan Isele Waena Kampung Jayapura

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Identifikasi Obyek Perancangan

SANGIRAN DOME DANANG ENDARTO

BENTUK BIDANG PECAHAN FOSIL CERVIDAE KOLEKSIMUSEUM SANGIRAN (ANALISIS MIKROSKOPIS)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III ANALISIS KEBUTUHAN DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB II TINJAUAN UMUM

Fragmen Gerabah dari Pulau Madura

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SANGIRAN - PATIAYAM: PERBANDINGAN KARAKTER DUA SITUS PLESTOSEN DI JAWA. Sofwan Noerwidi dan Siswanto BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM

PERKEMBANGAN MUSEUM SITUS SANGIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN TAHUN

Persepsi dan Partisipasi Publik dalam Upaya Pemanfaatan Museum Situs Sangiran Berbasis Masyarakat

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB IV KESIMPULAN. purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM DI KUDUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Kata kunci: persepsi, partisipasi publik, pemanfaatan, Museum Situs Sangiran, berbasis masyarakat.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan mineral bukan logam dan pertambangan batuan andesit, tanah liat

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

Transkripsi:

TEMUAN GERABAH Dl GROGOLAN WETAN, SEBUAH BUKTI PENGHUNIAN SITUS SANGIRAN PASCA PLESTOSEN (Pottery from Grogol Wetan Site, Sangiran Settlement Post Pleistocene) Metta Adityas Pennata Sari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Jl. Sangiran Km. 4, Krikilan, Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah INFO ARTIKEL Histori artikel Diterima: 17 Februari 2016 Direvisi: 8 Maret 2016 Disetujui: 17 Mei 2016 Keywords: Sangiran Site, pottery. Post-Pleistocene Kata kunci: Situs Sangiran, tembikar, pasca plestosen ABSTRACT The life of Eary Man at Post-Pleistocene in Sangiran site has not much indicated by evidences. Sangiran has know as Early Man site, and the findings of pottery indicate the activity of Post-Pleistocene human. Pottery can be regarded as one of evidance of Post-Pleistocene site. Data being analyzed are the potteries found by Indonesian National Center for Archaeological Research in 2013 and Sangiran ConseNation Offie in 2015. Which is identified as pot (periuk) from Indonesian National Center for Archaeological Research and jar (/denting) from Sangiran ConseNation Offie. Base on those findings, can be assumed that Early Man at Post Pleistocene farmer. ABSTRAK Kehidupan manusia purba pasca plestosen di Situs Sangiran terbilang belum cukup terbukti. Selama ini Situs Sangiran dikenal sebagai situs manusia purba, keberadaan fragmen tembikar menunjukkan adanya aktivitas sekelompok manusia (masyarakat) pasca plestosen di Situs Sangiran. Tembikar dijadikan salah satu bukti kehidupan pasca plestosen. Data yang digunakan adalah tembikar temuan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 2013 dan temuan BPSMP Sangiran tahun 2015. Hasil anallsis temuan tembikar dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional berupa periuk, sedangkan analisis temuan dari BPSMP Sangiran berupa alat untuk mengambil air yaitu /denting. Berdasarkan temuan termbikar tersebut, dapat diasumsikan bahwa masyarakat kemungkinan pada pasca plestosen bermata pencaharian sebagai petani. PENDAHULUAN Pertama kali Sangiran dikunjungi oleh peneliti asing yaitu von Koenigswald pada tahun 1934. Sejak itu Sangiran menjadi terkenal di seluruh dunia karena tulisannya yang dimuat dalam Buletin lntemasional. Apalagi setelah ditemukannya geraham kanan Homo erectus tipe arkaik yang dinamakan Meganthropus paleojavanicus pada tahun 1936 (Prasetyo et. at., 2011). Sangiran telah menarik perhatian para ahli untuk kegiatan penelitian mengenai kehidupan masa Plestosen khususnya di Jawa. Sangiran merupakan situs yang memiliki luas 59,21 km 2 yang meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Wilayahnya yang luas membuat masing-masing lokalitas di Sangiran memiliki karakteristik khusus, baik kaitannya dengan lapisan tanah atau temuan yang terkandung di dalamnya. Salah satu lokalitas yang menarik adalah Ngebung, yang terkenal dengan temuan alat-alat serpih yang kemudian dikenal dengan Sangiran Flake Industry. Selain itu, salah satu lokalitas yang menarik lainnya untuk dibahas adalah Grogolan Wetan. Grogolan Wetan merupakan sebuah dusun yang berada di Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. Lokasinya di tengah timur laut Kubah Sangiran dan berada di ketinggian 131 mdpl. Secara Temuan Gerabah di Grogol Wetan, Metta Adityas Permata Sari 103

topografi Desa Manyarejo termasuk dalam morfologi bergelombang sedang hingga tinggi. Dampak dari bentuk lahan di wilayah Grogolan Wetan adalah sering terjadinya erosi permukaan dan perubahan lahan di daerah tersebut. Sekitar tahun 1993, di wilayah ini pemah ditemukan tengkorak Homo erectus yang kemudian dikenal sebagai kasus Donald Tyler (Prasetyo, et. a/., 2011 :64). Tengkorak Homo erectus tipe tipik yang ditemukan di Grogolan Wetan merupakan individu dewasa be~enis kelamin wanita. Temuan tengkorak ini ditemukan di satuan batuan pasir dan tufa bagian litologi Formasi Kabuh (Tim, 2013: 3). Keberadaan Grogolan Wetan begitu penting bagi Situs Sangiran, karena tempat itu banyak menyimpan tinggalan fosil, terbukti dari banyaknya jumlah sumbangan fosil kepada BPSMP Sangiran. Apalagi pada saat musim hujan tiba, fosil-fosil akan nampakjelas di singkapan tanah. Dengan demikian, areal Grogolan Wetan dianggap dapat memberikan jawaban atas rekonstruksi kehidupan masa lampau baik dari manusia, budaya, dan lingkungan. Berdasarkan alasan tersebut pada tahun 2013 dibangun sebuah museum lapangan yaitu Museum Manyarejo. Sejak tahun 2011-2015, areal Grogolan Wetan dan Grogolan Kulon secara betahap telah dilakukan penelitian oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Hasil dari penelitian lapangan didapatkan sisa fauna dan artefak. Adapun sisa fauna yang ditemukan adalah diantaranya Stegodon sp., Bubalus sp., Bibos sp., Sus brachygnathus, Axis lydekkeri, dan Muntiacus muntjak. Sementara artefak yang ditemukan antara lain kapak batu (cleaver, chopper, chopping-tool), bola batu dan polyhedron, flakes, serta perkutor. Temuan-temuan di atas membuktikan adanya jejak-jejak kehidupan purba masa Plestosen (Simanjuntak, 2014:3). Pada tahun 2013 Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan penelitian di wilayah Manyarejo. Dari ekskavasi yang dilakukan didapatkan temuan berupa fosil Bovidae, Cervidae, Hippopotamidae, Elephantidae, dan Geomydaesertatemuan litikseperti batu dipecah, batu inti, alat serpih, chopping too/, chopper, perkutor, batu berfaset, dan artefak batu (Simanjuntak, 2014: 116-131). Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Grogolan Wetan (dekat Museum Bukuran) telah mendapatkan sisa-sisa fauna dari jenis Artiodactyla ind, Cervidae, Axis lydekkeri, Rusa sp, Bovidae, Bubalus palaeokerabau, Bibos palaeosondaicus, Duboisia santeng, Epilopto Bos groeneveldtii, Sus sp, Elephantidae, dan Stegodon trigonocephalus (Simanjuntak, 2014: 134). Selain itu didapatkan pula artefak baik berupa alat masif dengan tipe spheroidal, chopper-chopping too/, cleaver, bola batu, dan alat serpih. Kebanyakan temuan artefak litik berasal dari Grogolan Kulon sedangkan di Grogolan Wetan relatif sedikit artefak litiknya (Simanjuntak, 2014: 152-153). Salah satu rekomendasi berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 2013 di Grogolan Wetan adalah agar penelitian berikutnya dapat meneruskan untuk melakukan penggalian pada sisi timur sektor tersebut untuk melihat apakah sisi utara sektor Grogolan Wetan (GRW) juga memiliki potensi akan tinggalan masa lalu (Simanjuntak, 2014: 57). 104 Jurnal Papua, Volume 8, No. 1, Juni 2016: 103-110

Penelitian lain yang dilakukan di lokalitas Manyarejo adalah pada tahun 2014 oleh BPSMP Sangiran di dalam lahan Museum Manyarejo. Dari ekskavasi yang dilakukan telah ditemukan empat temuan fauna, yaitu fosil tengkorak dan tanduk banteng (Bibos sp), satu fragmen tulang kaki mammalia, satu fragmen tulang rusuk Elephantidae, dan satu fragmen tulang panggul Elephantidae. Jenis fauna yang ditemukan pada umumnya relatif sama dengan temuan fauna di wilayah lain di Situs Sangiran (Nugraha, 2014: 23). Sementara itu penelitian paling akhir yang dilakukan oleh tim Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP) Sangiran di wilayah Grogolan Wetan pada tahun 2015. Tujuan penelitain ini adalah mengetahui potensi tempat tersebut. Lokasi kegiatan penelitian berada ±100 meter di utara Museum Bukuran. Ekskavasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk melengkapi data yang sudah ada dan studi stratigrafi di wilayah sekitar wilayah penelitian. Dari ekskavasi ditemukan berbagai temuan fosil, seperti Bovidae, Cervidae, artefak batu, dan fragmen tembikar atau gerabah. Temuan yang menarik dari hasil ekskavasi tersebut yaitu ditemukannya fragmen-fragmen tembikar atau gerabah di salah satu kotak ekskavasi di Grogolan Wetan. Tembikar pemah ditemukan pula pada penelitian yang dilakukan oleh Puslit Arkenas tahun 2013. Secara makroskopis tembikar yang ditemukan oleh tim penelitian BPSMP Sang iran di Grogolan Wetan ini berada di kedalaman 2 hingga 3 meter dari permukaan tanah dan berada satu lapisan dengan fosil. Hal ini perlu dicermati karena secara umum budaya tembikar muncul pada jaman neolitik yaitu sekitar 3.000 tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa fosil tersebut telah tertransportasi dan terendapkan di lapisan yang sama dengan lapisan yang mengandung tembikar, sebagai indikasi artefak resen. Salah satu faktor yang menyebabkan gerabah atau tembikar banyak ditemukan di situs-situs arkeologi adalah sifat gerabah yang tahan dari pelapukan, sehingga walaupun mudah pecah akan tetapi tidak hancur. Oleh karena itu, temuan gerabah pada umumnya berbentuk fragmen (Atmosudiro, 1998:1). Fragmen tembikar yang ditemukan berada pada lapisan tanah yang tersusun oleh endapan hasil rombakan dari batuan dasar (batuan asli) yaitu batu pasir Formasi Kabuh. Hal itu dapat ditunjukkan oleh struktur sedimen, jenis sedimen dan kondisi topografinya. Dinding kotak ekskavasi memperlihatkan struktur sedimen yang acak dan tidak beraturan. Struktur sedimen ini menunjukkan adanya arus atau mekanisme transportasi yang selalu berubah-ubah. Mekanisme transportasinyadapatmelaluiarusf/uida maupun longsoran (gravitasional). Namun ini terjadi dalam ruang lingkup yang sempit (lokalitas) dan terjadi pada saat ini (resen). Hal ini dibuktikan dengan kondisi rombakan lapisan pasir yang tertansport berukuran bongkahpasir dan kemudian terendapkan kembali menjadi lapisan baru. Kenampakan struktur sedimen yang tidak menerus, struktur erosional dan memiliki ciri fisik mudah lepas adalah bukti lapisan ini terendapkan kembali dari hasil rombakan lapisan sebelumnya. Hal ini diperkuat oleh terendapkannya lapisan soil 1 dan soi/2 yang menjadi bukti bahwa lokasi ini sebelumnya merupakan daratan tempat kaki manusia saat ini berpijak. Temuan Gerabah di Grogol Wetan, Metta Adityas Permata Sari 105

Terjadinya endapan baru (resen) di lokasi ini karena lokasi ini dahulu merupakan cekungan. Sampai saat ini pun dapat dilihat topografi lokasi ekskavasi berupa dataran lembah (cekungan). Lembah tersebut merupakan tujuan pasokan material sedimen dari lokasi dengan elevasi yang lebih tinggi. Material sedimen tersebut berasal dari hasil erosi atau lepasan dari batuan aslinya. Perlu diketahui bahwa batuan asli (batupasir Formasi Kabuh) tersingkap di sisi tebing bukit di sekitar kotak ekskavasi. Mekanisme proses pengendapan batuan ini dapat melalui erosi, dengan transportasi melalui air maupun gravitasi, yang kemudian terendapkan kembali menjadi lapisan baru (resen). Keberadaan fragmen tembikar di Situs Sangiran seperti yang ditemukan dalam ekskavasi di Grogolan Wetan sangat menarik. Dapat diyakini tembikar tersebut bukan berasal dari wadah tembikar baru tapi dari masa yang eukup lama. Selama ini Situs Sangiran dikenal sebagai situs manusia purba, keberadaan fragmen tembikar jelas menunjukkan adanya aktivitas sekelompok manusia (masyarakat) Pasea Plestosen di Situs Sangiran. Namun hingga kini informasi mengenai masyarakat pendukung budaya tembikar di Situs Sangiran tersebut belum ada. Sebenarnya pengetahuan mengenai masyarakat dan budayanya yang menghuni Situs Sangiran pasca plestosen sangat diperlukan karena akan menambah nilai-nilai Situs Sangiran. Terkait dengan hasil tersebut, kami meneoba untuk mengungkapkan mengenai masyarakat pendukung budaya tembikar di Situs Sangiran melalui bentuk dan fungsi tembikar untuk merekonstruksi sosial-ekonomi masyarakat tersebut. Data yang kami gunakan adalah tembikar temuan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 2013 dan temuan BPSMP Sangiran tahun 2015. Analisis data yang digunakan adalah analisis bentuk, yaitu dengan merekonstruksi fragmen ke bentuk asal dan mengukur dimensinya untuk memperkirakan fungsinya. Selain itu, untuk mengetahui fungsi tembikartersebutjuga dilakukan pengematan pemakaian tembikar pada masyarakat yang masi menggunakan. PEMBAHASAN Penggalian sistematis yang dilakukan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 2013 di Grogolan Wetan, pada Kotak N 5 telah ditemukan sebuah temuan periuk yang terfragmentasi. Ketebalan tembikar berkisar 0,2-0,3 em, dan dibuat dengan teknik tatap pelandas (Simanjuntak, 2014: 133-134). Fragmen tembikar ditemukan pada kedalaman 266 em dari SOP. Keberadaan lapisan koluvial yang dalam (2-3 m) dengan penemuan tembikar yang agak utuh di dalamnya, menjadi fitur penting untuk memperlihatkan peristiwa longsoran yang pernah menutupi Formasi Kabuh di bawahnya sebagai eontoh gejala yang memperlihatkan dinamika bentang alam Sangiran (Simanjuntak, 2014: 182). Gambar 1. Ekskavasi tembikar di Grogolan Wetan (dokumentasi Puslitarkenas) 106 Jurnal Papua, Volume 8, No. 1, Juni 2016: 103-110

Salah satu bagian dari tembikar yang paling mudah dianalisis untuk dapat memberikan informasi mengenai bentuknya adalah bagian tepian. Berdasarkan bentuk tepian yang tegak dan ukuran garis tengah mulut fragmen tembikar yang ditemukan di Kotak NS berasal dari bentuk, wadah yaitu periuk. Periuk merupakan salah satu bentuk wadah dari tembikar yang banyak digunakan pada masyarakat Jawa hingga beberapa puluh tahun lalu. Bahkan hingga kinipun pada beberapa masyarakat pedesaan masih ada yang menggunakan periuk untuk memasak nasi. Dapat diperkirakan bahwa periuk yang ditemukan di Kotak N5 juga memiliki fungsi untuk memasak nasi maupun memasak makanan yang lain. Gambar 2. Temuan tembikar Grogolan Wetan (dokumentasi Metta) Dari segi teknologi, pembuatan gerabah dapat dikategorikan sebagai suatu kemajuan dalam peradaban manusia karena pembuatan gerabah diperlukan proses yang lebih rumit bila dibandingkan dengan pembuatan alatalat dari batu. Kerumitan itu antara lain tampak dalam proses pencampuran bahan, cara pembentukan, dan proses pembakaran. Proses pencampuran dan pembakaran tidak dikenal dalam pembuatan alat-alat dari batu, sedangkan proses pembentukannya pun berbeda karena pembentukan gerabah termasuk dalam teknologi penambahan, sedangkan pembentukan alat-alat batu merupakan teknologi pengurangan (Atmosudiro, 1998: 2). Warna pada bagian luar tidak merata merah kekuningan dan hitam mung kin akibat pembakaran yang tidak sempurna. Pembakaran yang tidak sempurna biasanya menghasilkan perubahan wama tembikar pada suatu titik tertentu saja karena biasanya terkena kontak langsung dengan api (Sheppard, 1956: 92). Ukuran tebal tembikar bervariasi dari 2-4 mm, dengan tekstur tembikar kasar. Tidak ada hiasan maupun slip pada tembikar ini namun pada bagian luar lebih halus dibanding bagian dalam kemungkinan ini karena bagian luar digosok dengan tangan yang dibasahi air agar lebih hal us. Teknik ini biasa digunakan baik pada tembikar yang menggunakan slip maupun yang tidak (Sheppard, 1956: 66). Teknik pembuatan yang digunakan adalah roda putar lambat. Jejak buat roda putar dapat dilihat pad a striasi yang nampak di bagian leher dan tepian tembikar. Teknik roda putar {perbot) menggunakan dua roda yang terbuat dari kayu. Roda bag ian atas dan bagian bawah dihubungkan dengan sebuah pipa besi yang mempermudah roda untuk berputar saat membentuk tembikar (Atmosudiro, 1994:122). 20mm Gambar 3. Profil temuan tembikar Grogolan Wetan (dokumentasi Metta) Temuan Gerabah di Grogol Wetan, Metta Adityas Permata Sari 107

Fragmen tepian tembikar yang ditemukan di 01 dengan nomor 02/ GRW/01/2015 berdiameter 18 em berasal dari wadah tertutup dengan tepian terbuka yang diperkirakan sebagai klenting (jar). Terdapat jejak striasi pada fragmen tepian ini sehingga dapat diketahui bahwa teknik pembuatan tembikar menggunakan roda putar. Tekstur tembikar adalah kasar dengan ketebalan 0.8-1 em. Sementara fragmen tepian tembikar lain yang juga ditemukan di 01 dengan nomor 06/GRW/01/2015 berdiameter 12 em. Warna tembikar pada bagian luar adalah kuning keeoklatan. Oari bentuk tepiannya diperkirakan fragmen tembikar ini berasal dari wadah tertutup yaitu berupa periuk. Temuan tembikaryang berada di lokasi ekskavasi menunjukkan indikasi lapisan kolovium resen. lapisan tanah yang mengandung temuan fosil diduga telah tertransportasi dari lokasi aslinya dan tercampur dengan lapisan resen yang mengandung tembikar. Fungsi wadah tembikar Tembikar adalah wadah atau perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk dengan berbagai variasi kemudian dijadikan alat-alat yang berguna untuk mempermudah dan membantu kehidupan manusia. Faktor yang menyebabkan kemuneulan tembikar tersebut adalah terdesaknya manusia memenuhi kebutuhan kesehariannya dalam bentuk alat wadah. Waktu itu manusia sudah mengenal bercocok tanam sehingga membutuhkan beberapa wadah yang berfungsi untuk menyimpan dan memasak biji-bijian ataupun makanan. Perkembangan ini menunjukkan adanya upaya manusia untuk memanfaatkan lingkungan alam (Atmosudiro, 1994: 6). Perkembangan gerabah tidak hanya mencakup aspek teknologi, akan tetapi meliputi pula aspek fungsi. Pada masa bereocok tanam, gerabah digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan pada masa perundagian digunakan pula sebagai tempayan kubur dan sebagai bekal kubur (Soejono, 1993:268). Adapun fungsi tembikar pun terdiri dari fungsi secara sosialekonomi dan religi. Fungsi secara sosial-ekonomi yaitu digunakan untuk wadah misalnya: tempayan dan kendi, sedangkan secara religi yaitu digunakan sebagai bekal kubur seperti yang ditemukan di Situs Gilimanuk. Tradisi pembuatan tembikar masih ada sampai sekarang. Salah satu industri tembikar yang masih bisa ditemukan di sekitar wilayah Situs Sangiran berada di Ousun Bibis, Oesa Jati, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Temuan tembikar yang ditemukan di Grogolan Wetan pada ekskavasi tahun 2013 dan tahun 2015 menunjukkan adanya indikasi penghunian yang dilakukan manusia setelah pasca plestosen. Temuan periuk dalam penelitian Puslit Arkenas tahun 2013 menunjukkan bahwa telah ada proses memasak makanan. Periuk merupakan wadah tertutup yang pada umumnya digunakan sebagai alat memasak. Bahan makanan yang akan dimasak dimasukkan ke dalam periuk yang selanjutnya dipanaskan di atas api. Bag ian bibir yang Iebar dan mengarah ke luar mempermudah penempatan tutup, dan dapat digunakan sebagai pegangan. Bagian dasar berbentuk bulat atau cembung. Hal ini mempermudah penempatannya secara tegak di atas tungku (Suroto, 2004:27). 108 Jurnal Papua, Volume 8, No. 1, Juni 2016: 103-110

Wadah-wadah tanah liat Jems periuk serta tempayan sering dipergunakan untuk keperluan seharihari. Jenis wadah ini berfungsi untuk wadah makanan, untuk mengambil ddan menyimpan air, serta untuk wadah persediaan makanan (Soegondho, 1995:4). Sementara temuan wadah air berupa klenting yang ditemukan pada penggalian tahun 2015 PENUTUP Berdasarkan analisis bentuk pengamatan secara makrokospis pada tepian gerabah dapat diketahui bahwa tembikar yang ditemukan di Grogolan Wetan merupakan wadah tertutup yaitu periuk dan k/enting. Bentukbentuk wadah seperti itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan seharihari masyarakat pada masa lalu. menunjukkan kebiasaan masyarakat untuk mengambil air atau ngangsu (mengambil air dari sumber air) untuk keperluan rumah tangga. Kebiasaan ngangsu saat musim kemarau masih dilakukan oleh masyarakat Grogolan Wetan hingga tahun 90-an. Namun saat ini kebiasaan ngangsu tersebut telah hilang karena rata-rata setiap rumah telah memiliki sumur sebagai sumber air. Periuk berkaitan dengan pemasakan makanan, sedangkan klenting (jar) digunakan untuk mengambil air (ngangsu) dari sumber air. Berdasarkan temuan tembikar tersebut, pada pasca plestosen, di lokasi Situs Sangiran telah dihuni oleh masyarakat yang sangat mungkin bermata pencaharian sebagai petani. Temuan Gerabah di Grogol Wetan, Metta Adityas Permata Sari 109

DAFTAR PUSTAKA Atmosudiro, Sumijati. 1994. Gerabah Prasejarah di Liang Bua, Melolo, dan Lewoleba, Tinjauan Teknologi, dan Fungsinya. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Atmosudiro, Sumijati. 1998. "Manfaat Kajian Gerabah Masa Lalu bagi Pengembangan Kerajinan Tembikar sebagai Penunjang lndustri Pariwisata". Berkala Arkeologi XVIII (2). Balai Arkeologi Yogyakarta. Nugraha, Suwita. 2014. Laporan Kajian Potensi Cagar Budaya Situs Sangiran di Manyarejo. Sangiran: BPSMP Sangiran. Prasetyo, Bagyo, Agus Trihascaryo, Jatmiko, Budiman, dan Truman Simanjuntak. 2011. "Budaya dan Lingkungan pada Formasi Kabuh di Grogolan Wetan, Sangiran, Sragen, Jawa Tengah" dalam Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: Puslitbangarkenas. Sheppard, Anna 0. 1956. Ceramics for Archaeologist. Washington: Carnegie Institute of Washington. Simanjuntak, Truman. 2014. Laporan Penelitian Arkeologi, Akar Peradaban di Sangiran. Jakarta: Pusat Arkeologi Nasional. Soegondho, Santoso. 1995. Tradisi Gerabah di Indonesia dari Masa Prasejarah hingga Masa Kini. Jakarta: Himpunan Keramik Indonesia. Soejono, R. P. 1993. Sejarah Nasionallndonesia 1. Jakarta: Balai Pustaka. Suroto, Hari. 2004. "Gerabah Situs Panggul: Analisis Bentuk, Teknik Pembuatan dan Fungsi)". Sripsi. Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Denpasar. Tim. 2013. Laporan Kajian Potensi Cagar Budaya Situs Sangiran di Grogolan Wetan. BPSMP Sangiran. 110 Jurnal Papua, Volume 8, No. 1, Juni 2016: 103-110