BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 8 tahun 2007

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh. Firmansyah Gusasi

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hutan Mangrove Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 8 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut Dan Pulau-Pulau Kecil Di Kabupaten Rembang, Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur atau pasir. Hutan bakau (mangrove) adalah ekosistem yang berupa hamparan lahan pantai yang berisi sumberdaya alam hayati dengan kekhasan atau ciri khas hidup diwilayah pantai. Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada peri-kehidupan pantai dan lautan. Pada awal sebelumnya, hutan mangrove dikenal secara terbatas hanya dari kalangan pakar lingkungan saja, terutama pakar lingkungan ekosistem laut. Mula-mula, kawasan hutan ini dikenal dengan istilah Vloedbosh, beberapa waktu kemudian dikenal dengan sebutan payau karena mempunyai sifat hidup di air payau atau perpaduan antara air tawar dan air laut. Sebagian jenis pohonnya, yaitu bakau, karena itulah kawasan mangrove ini bisa disebut juga sebagai hutan bakau (Arief, 2003: 10). Kata mangrove berasal dari kombinasi antara bahasa Portugis (mangue) dan bahasa Inggris (grove) yang berarti tumbuhan belukar atau hutan kecil. 7

8 Menurut Nybakken (1988) dalam Arief (2003: 16) menjelaskan bahwa hutan mangrove bisa digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai di wilayah tropis yang mendominasi beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak dan berkemampuan untuk tumbuh dan berkembang dalam perairan asin atau laut. Dalam arti lain pengertian mangrove yaitu suatu kesatuan hutan khas daerah mendekati subtropika yang terdapat di tepi pantai rendah dan tenang, berlumpur, serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Klasifikasi tanaman mangrove menurut Kustanti (2011: 8-10) dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu kelompok mayor, kelompok minor, dan kelompok asosiasi. 1. Kelompok Mayor Kelompok mayor (vegetasi dominan) adalah komponen yang menunjukkan karakteristik morfologi, seperti mangrove yang memiliki perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komponen penyusunnya berbeda taksonomi (klasifikasi jenis makhluk hidup) dengan tumbuhan daratan. Hal ini hanya terjadi di hutan mangrove dengan membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai ke dalam komunitas daratan. Contoh tanaman mangrove mayor di Indonesia adalah Rhizopora apiculata, Avicennia marina, dan Bruguiera gymnorhiza. 2. Kelompok Minor Kelompok minor (vegetasi marginal) adalah komponen yang tidak termasuk elemen yang menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang

9 mungkin terdapat di sekeliling habitatnya dan jarang berbentuk tegakan murni. Jenis-jenis ini biasanya bergabung dengan tumbuhan mangrove lain yang tumbuh di pinggiran yang menjorok ke daratan seperti rawa air tawar, pantai, dan lokasi mangrove marginal. Jenisjenis yang penting di Indonesia adalah Bruguiera cylindrica, Glochidion littorale, dan Oncosperma tigillaria. 3. Asosiasi Mangrove Asosiasi mangrove merupakan komponen spesies yang sedikit ditemukan yang tumbuh di dalam komunitas mangrove dan sebagian besar sering ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat. B. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Fungsi hutan mangrove sangat penting dan relevan bagi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pertama, yaitu untuk melindungi daratan dari tekanan gelombang ombak yang terjadi selama 24 jam terus menerus baik di saat cuaca yang tenang maupun pada saat cuaca ekstrim seperti badai yang bisa membuat gelombang ombak lebih tinggi. Jika kawasan hutan mangrove ini mempunyai lebar 200 meter dengan kerapatan yang sesuai dengan ketentuan dapat meredam kekuatan gelombang pasang bahkan gelombang tsunami yang mempunyai tinggi kurang lebih 30 meter hingga 50 meter. Kedua, hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai habitat dan tempat pemijahan bagi ikan dan biota laut. Salah satu tempat di Indonesia yang merupakan pusat penangkapan udang terbesar berada di perairan Laut Arafuru, Papua, karena kontribusi hutan mangrove yang masih baik di pesisir selatan Pulau Papua dan Kepulauan Maluku.

10 Secara garis besar, menurut Arief (2003: 14-15), mangrove mempunyai beberapa hubungan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan papan, pangan, dan lingkungan kesehatan yang dibedakan menjadi lima, yaitu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lain-lain (wanawisata) sebagai berikut: 1. Fungsi Fisik Fungsi fisik hutan mangrove yaitu untuk menjaga garis pantai agar tetap stabil, untuk melindungi pantai dan tebing sungai dari proses pengikisan tanah secara erosi atau abrasi serta menahan tiupan angin kencang dari laut ke darat pada siang hari, menahan pengendapan tanah (sedimentasi) secara periodik hingga terbentuk lahan baru, dan sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke daratan, atau sebagai filter air asin menjadi air tawar. 2. Fungsi Kimia Adapun fungsi kimia yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses siklus ulang (recycle) yang menghasilkan oksigen dan penyerapan karbondioksida yang biasa disebut fotosintesis, dan sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. 3. Fungsi Biologi Fungsi biologi hutan mangrove ialah menjadi penghasil bahan pelapukan (dekomposit) yang merupakan sumber makanan penting bagi makhluk-makhluk kecil tak bertulang belakang (invertebrata) pemakan bahan pelapukan (detritus) kemudian berperan sebagai sumber utama makanan bagi hewan yang lebih besar, sebagai kawasan pemijah atau

11 asuhan (nursery ground) bagi udang, ikan, kerang, kepiting, dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai, sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain, sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika, dan sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan melindungi biodiversitas hewan laut. 4. Fungsi Ekonomi Secara ekonomi, kawasan mangrove merupakan sumber devisa (pendapatan) bagi masyarakat, industri, bahkan bagi negara. Adapun fungsi ekonomi sebagai sumber devisa adalah sebagai berikut: a. Penghasil kayu, untuk kayu bakar, arang, serta kayu perabotan rumah tangga dan bahan bangunan. b. Penghasil bahan baku industri, yaitu pulp, kertas, makanan, tekstil, medikal (obat-obatan), alkohol, kosmetika, zat pewarna, dan penyemak kulit. c. Penghasil bibit komunitas laut seperti ikan, udang, kerang, kepiting, lebah madu, dan telur bukung. 5. Fungsi lain-lain (wanawisata) Fungsi lain-lain atau wanawisata adalah menjadi kawasan wisata alam pantai dengan variasi keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar hutan mangrove, sebagai tempat konservasi, pendidikan, dan penelitian.

12 Nilai Ekonomi sumberdaya dapat diukur dengan menggunakan konsep Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value-TEV). Barton (1994) dalam Dinlutan (2011: 43) berpendapat bahwa Nilai Ekonomi Total (TEV) dari lingkungan sebagai asset merupakan jumlah dari nilai guna (use value) dan bukan nilai guna (non use value). Nilai manfaat adalah suatu nilai yang timbul dari pemanfaatan sebenarnya fungsi atau sumberdaya yang terdapat dalam suatu ekosistem. Nilai guna terdiri dari nilai guna secara langsung (direct value), nilai manfaat secara tidak langsung (indirect value) dan nilai pilihan (option value). Nilai non-manfaat biasanya terdiri dari nilai eksistensi (existence value) dan nilai masa depan/warisan (bequest value).: 1. Manfaat Langsung Nilai manfaat secara langsung dari sumberdaya alam biasanya digunakan untuk menunjuk pada pemanfaatan manusia berkaitan dengan konsumsi dan produksi contohnya menangkap udang, menangkap ikan, menangkap kepiting, dan sebagainya. 2. Manfaat Tidak Langsung Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang diperoleh dari ekosistem secara tidak langsung. Manfaat tidak langsung dari ekosistem hutan mangrove adalah sebagai penahan abrasi pantai, pencegah intrusi air laut, dan sebagai penyedia unsur hara.

13 3. Manfaat Pilihan Manfaat pilihan yaitu menandakan kesediaan seseorang untuk membayar kelestarian lingkungan sumber daya sebagai pemanfaatan di masa yang akan datang. 4. Manfaat Eksistensi Manfaat eksistensi adalah manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dari adanya eksistensi hutan mangrove setelah manfaat lainnya. 5. Nilai Masa Depan/Warisan (Bequest Value) Nilai warisan merupakan nilai yang diwariskan untuk generasi yang akan datang. Orang bisa membayar bagi ketersediaan barang-barang lingkungan tertentu seperti obyek, spesies dan alam untuk generasi yang akan datang. C. Faktor Kerusakan Hutan Mangrove Menurut Setiawan dan Kusumo (2006: 161-162), beberapa faktor yang menjadi penyumbang terbesar kerusakan ekosisitem mangrove di pesisir laut adalah pertambakan, penebangan pohon mangrove, reklamasi, serta pencemaran lingkungan. 1. Pertambakan Pertambakan adalah kolam-kolam artifisial (buatan atau tiruan) yang terletak di pesisir pantai yang berisi air dan digunakan sebagai sarana budidaya perairan. Hewan-hewan diantaranya yang sering dibudidayakan adalah hewan air laut, diantaranya udang, ikan, kepiting,

14 dan kerang. Di Kabupaten Rembang khususnya Desa Pasarbangi membudidayakan tambak ikan dan udang serta garam. Tambak-tambak ini dikelola secara intensif hingga menjauhi laut ke arah daratan. Sebagian besar sisi pantai yang dialami proses sidementasi membentuk dataran berlumpur dan mempunyai ekosisstem mangrove yang berubah menjadi area tambak. 2. Penebangan hutan Penebangan hutan merupakan kegiatan menebang atau memotong kayu yang berada di hutan atau kawasan di sekitar hutan. Pembukaan lahan untuk tamba ikan dan udang di daerah Pasarbanggi memiliki porsi besar bagi kerusakan mangrove di luar hutan. 3. Reklamasi Reklamasi atau konversi lahan merupakan perubahan daratan baru dengan cara pengeringan dasar laut atau sungai. Reklamasi pantai di Kabupaten Rembang digunakan untuk usaha dan relatif masih terbatas. Salah satu ancaman berdampak serius rencana reklamasi pantai adalah rencana pembangunan pelabuhan pendaratan ikan di pusat kota Rembang yang cukup dekat dari kawasan mangrove Desa Pasarbanggi. 4. Pencemaran lingkungan Pencemaran lingkungan hidup menurut UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

15 Pencemaran menurut Setyawan dan Kusumo (2006: 162) yang terjadi baik di laut maupun di daratan dapat mencapai kawasan mangrove, karena habitat ini merupakan ekoton antara laut dan daratan. Bahan pencemar seperti minyak, sampah, dan limbah industri dapat menutupi akar mangrove sehingga mengurangi kemampuan respirasi dan osmoregulasi tumbuhan mangrove, dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Di pesisir pantai Rembang contohnya, bahan pencemar yang umum dijumpai di kawasan mangrove adalah sampah domestik, seperti lembaran plastik, kantung plastik, sisa-sisa tali dan jaring, botol, kaleng dan lain-lain. Secara khas di pesisir Desa Pasarbangi, terdapat Ulva yang dapat mengapung dan menutupi bibit mangrove sehingga mengganggu upaya restorasi. D. Restorasi Hutan Mangrove Restorasi adalah usaha mengembalikan kondisi lingkungan kembali seperti kondisi semula secara alami. Adanya intervensi oleh manusia ditekan sekecil mungkin khususnya dalam pelaksanaan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu yang sangat diinginkan menurut manusia. Restorasi atau rehabilitasi menurut Lewis (2001: 5) dapat direkomendasikan ketika sistem telah diubah untuk sedemikian rupa sehingga tidak bisa lagi mengoreksi diri atau memperbaharui diri. Namun, penekanan penanaman mangrove sebagai alat utama dalam restorasi bukan alasan pertamakali menilai hilangnya mangrove di daerah dan proses pemulihan bekerja dengan alami jika semua ekosistem memilikinya.

16 Program restorasi di Desa Pasarbanggi ini memiliki dampak sebagai: 1. Tersediannya lahan baik milik pemerintah atau perorangan untuk penanaman pohon mangrove. 2. Penanaman pohon mangrove dapat dilaksanakan secara serentak atau bertahap pada lahan yang rusak. 3. Tersedianya penangkaran pohon dan tanaman mangrove untuk mendukung kegiatan penghijauan, lokasi lahan berfungsi dengan baik, sehingga mendukung program pengembangan hutan mangrove. Oleh karena itu, usaha restorasi seharusnya mengandung arti memberi arah atau peluang kepada alam untuk memulihkan dirinya sendiri. Manusia sebagai konsumen mencoba untuk membuka peluang dan arah serta mempercepat proses pemulihan dikarenakan dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih berbiaya kecil dibanding usaha penanaman secara langsung (Rahmawaty, 2006: 8). E. Analisis Biaya Manfaat (Cost-Benefit Analysis) Analisis biaya manfaat (Cost-Benefit Analysis) menurut Soetrisno (1982) adalah suatu alat analisis untuk membandingkan seluruh ongkosongkos yang ditimbulkan oleh usulan dalam sebuah aktivitas proyek bersangkutan dengan tata urutan yang sistematis untuk seluruh benefit atau manfaat yang akan diperoleh dan. Inti dari evaluasi proyek adalah mengolah dan atau menganalisis data yang telah dikumpulkan lalu dievaluasi atau dicocokkan serta dibandingkan dengan pertimbangan terntentu seperti NPV

17 dan IRR. Prinsip ini berlaku baik untuk proyek skala makro, sosial-ekonomi maupun proyek mikro yang terutama bertujuan mencari laba. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah secara akurat membandingkan kedua nilai, manakah yang lebih besar pada saat evaluasi suatu proyek. Selanjutnya dari hasil pembandingan ini, pengambil keputusan dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan suatu rencana atau tidak dari sebuah aktivitas, produk atau proyek, atau dalam konteks evaluasi atas sesuatu yang telah berjalan, adalah menentukan keberlanjutannya. F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Berikut adalah ringkasan penelitian terdahulu yang relevan dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Tabel 2.1 Ringkasan penelitian terdahulu yang relevan. No Peneliti,Tahun, Metode Analisis Hasil Studi 1. Sobari, dkk. (2006) Analisis Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove Kecamatan Barru, Kabupaten Barru Kecamatan Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. 1. Pendugaan Fungsi Permintaan terhadap Sumberdaya Mangrove 2. Optimal Pemanfaatan Sumberdaya Ekosisfem Mangrove 3. Penilaian fungsi melalui identifikasi manfaat ekonomi ekosistem mangrove ekologi dari 1. Utility terbesar adalah dari hasil kepiting sebesar Rp19. 770.799,11 dan konsumen surplus sebesar Rp17.664.744,08 per hektar per tahun. 2. Nilai manfaat langsung optimal per tahun paling besar adalah penangkapan kepiting sebesar Rp14.156.900,00. 3. Total manfaat langsung tertinggi dari hasil tambak ikan bandeng sebesar Rp131.986.250,00 4. Nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp1.039.474.428,00 per tahun. 5. Nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove untuk tambak, per tahun sebesar Rp1.241.763.891,75. 6. Nilai NPV dan BCR tertinggi saat suku bunga 3,55%.

18 No Peneliti,Tahun, Metode Analisis Hasil Studi 2. Suzana, dkk (2011) Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara Desa Palaes, Kabupaten Minahasa Utara. 1. Analisis Volume Tegakan 2. Indeks Nilai Penting 3. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove 1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai ekonomi total hutan mangrove di Desa Palaes sebesar Rp10.888.218.123 per tahun, yang dihitung dari manfaat langsung (Rp175.293.000 per tahun), manfaat tidak langsung (Rp10.671.627.483 per tahun) dan manfaat pilihan (Rp.41.297.640 per tahun). 2. Jika potensi kayu di eksploitasi didapat keuntungan sebesar Rp273.617.273 per tahun. Dapat disimpulkan bahwa jika hutan mangrove dipertahankan, maka keuntungan akan 39.8 kali lebih besar dibandingkan mengeksploitasi sumberdaya alam hutan mangrove Desa Palaes. 3. Berdasarkan perhitungan INP untuk mengetahui eksistensi suatu jenis dalam suatu komunitas yang dikaji, hutan mangrove Desa Palaes didominasi oleh jenis Rhizophora sebesar 109.499. Data INP dari jenis lainnya secara berturut-turut yaitu jenis Brugiera sebesar 58.088, jenis Ceriops sebesar 57.492, jenis Xilocarpus sebesar 41.491, jenis Sonneratia sebesar 20.860 dan jenis Avicennia sebesar 12.860.

19 No Peneliti,Tahun, Metode Analisis Hasil Studi 3. Fatimah (2012) Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Pasca Rehabilitasi Di Pesisir Pantai Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pantai Tlanakan, Jawa Timur. 4. Mayudin (2012) Kondisi Ekonomi Pasca Konversi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Tambak Di Kabupaten Pangkajane Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten Pangkajane, Sulawesi Selatan 1. CVM 2. WTP 3. Regresi Linier Ganda 1. Nilai ekonomi total hutan mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan pasca rehabilitasi adalah sebesar Rp. 280.712.310.416,- 2. Nilai ini diperoleh dari nilai guna langsung sebesar Rp. 263.300.238.574,- 3. Nilai guna tidak langsung sebesar Rp. 5.558.554.467,- 4. Nilai guna pilihan sebesar Rp. 8.468.232,- 5. Nilai warisan sebesar Rp. 5.003.849.143,- 6. Nilai keberadaan sebesar Rp. 6.841.200.000,- 1. Nilai total manfaat ekonomi mangrove sebesar Rp.14.844.084 /ha/thn atau sekitar 1,6 kali lebih besar jika bandingkan dengan nilai ekonomi tambak yang sebesar Rp.9.401.170 /ha/thn. Hal ini menunjukkan bahwa hutan mangrove dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar bila dapat dikelola dengan baik. 2. Kondisi ekonomi masyarakat pesisir pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak secara umum meningkat. Dengan pemanfaatan tersebut, maka pendapatan masyarakat meningkat hingga 50%.

20 No Peneliti,Tahun, Metode Analisis Hasil Studi 5. Nastalia 1. NPV 1. Nilai NPV per Ha yang (2014) 2. Net B/C Ratio diperoleh nilai positif yaitu 3. IRR 4. Payback Period 5. Analisis Sensitivitas Analisis Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Karet Rakyat Swadaya Di Desa Sungai Jalau Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar Desa Sungai Jalau, Kabupaten Kampar. sebesar Rp 447.498.856,00. dan nilai Net B/C yang didapat lebih besar dari 1 yaitu 5.41 serta nilai IRR yang diperoleh sebesar 30,52%, nilai ini lebih besar dibandingkan Discount factor (DF) yang digunakan yaitu 12 %. Hasil analisis kriteria investasi ini menunjukkan usaha perkebunan karet rakyat ini profitable (menguntungkan) untuk dijalankan. Rata rata pendapatan petani karet adalah Rp.1.491.663,- per bulannya. 2. Hasil dari analisis sensitivitas berasal dari 3 aspek, yaitu perubahan tingkat produksi, perubahan harga input, dan perubahan harga output. Pada perubahan tingkat produksi sebesar 5 %, maka nilai NPV Rp 436.858.726,00 dan nilai NPV awal adalah Rp 447.498.856,00 dengan penurunan NPV sebesar 2,38%. Pada perubahan output sebesar 10%, maka nilai NPV Rp 440.909.123,00 nilai NPV awal

21 No Peneliti,Tahun, Metode Analisis Hasil Studi 6. Istiqamah (2014) Analisis Finansial Ekowisata Hutan Mangrove Sebubus Kecamatan Paloh. Di Desa Sububus, Kecamatan Paloh. 1. NPV 2. Net B/C Ratio 3. IRR 4. Payback Period 5. Analisis Sensitivitas Ekowisata hutan mangrove di Desa Sebubus Kecamatan Paloh layak untuk dikembangkan, dengan asumsi nilai investasi sebesar Rp.88.465.178 akan menghasilkan 1. nilai bersih sebesar Rp.4.188.742, pada discount factor 14% selama 10 tahun. 2. Net B/C sebesar 3,5, 3. IRR sebesar 21,68% 4. Payback Period selama 11 bulan. 5. Perhitungan analisis sensitivitas ekowisata hutan mangrove dengan skenario penurunan benefit sebesar 10% meghasilkan NPV sebesar Rp.28.315.942, Net B/C Ratio sebesar 0,49, dan IRR sebesar 13,32%, dari nilai tersebut berarti ekowisata mangrove tidak layak untuk dilaksanakan. G. Kerangka Pemikiran

22 Perencanaan Restorasi Hutan Mangrove Konservasi 1. Perikanan melimpah 2. Ekowisata tersedia 3. Kesejahteraan warga meningkat 4. Biodiversitas naik 5. Laut terjaga Tidak Konservasi 1. Abrasi laut 2. Laut rusak 3. Perikanan turun 4. Biodiversitas hilang 5. Pendapatan masyarakat menurun Investasi Go Project Untung Analisis Net B/C, NPV, IRR Rugi Gambar 2.1 Gambar bagan kerangka pemikiran

23 H. Hipotesis 1. Restorasi hutan mangrove di Desa Pasarbanggi Kabupaten Rembang secara teknis feasible dan secara ekonomis menguntungkan. 2. Program restorasi hutan mangrove di Desa Pasarbanggi Kabupaten Rembang sensitif terhadap perubahan benefits. 3. Manfaat tidak langsung program restorasi hutan mangrove di Desa Pasarbanggi Kabupaten Rembang cukup tinggi ditinjau dari segi lingkungan.