I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagai mana yang diatur dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. (2) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu sebagai berikut: Kedaulatan berada di. tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

II. TINJAUAN PUSTAKA

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI MAKASSAR TAHUN ) Oleh:

melakukan penyidikan terhadap tindak pidana psikotropika dengan pelaku anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

I. PENDAHULUAN. Korupsi di Indonesia kini sudah kronis dan mengakar dalam setiap sendi kehidupan.

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang mayoritas penduduknya beragama muslim, dan mempunyai beragam suku bangsa serta beragam pula adat budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur bermacam- macam hubungan dalam masyarakat agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya tanpa melanggar kepentingan sesamanya. Norma-norma tersebut antara lain norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama dan norma hukum (Surojo Wignojodipuro, 1982:13). Namun akhir-akhir ini tidak sedikit hal-hal atau perilaku-perilaku maupun tindakan masyarakat yang tidak mencerminkan adanya ketaatan terhadap adanya norma-norma tersebut, salah satunya adalah mengenai kesusilaan. Kesusilaan adalah mengenai adat kebiasaan yang baik dalam berhubungan antar berbagai anggota msyarakat, tapi yang khusus sedikit banyak mengenai kelamin seorang manusia. Sedangkan kesopanan pada umumnya mengenai adat kebiasaan yang baik (M. Sudrajat Basar, 1986 : 161). Dalam norma hukum di Indonesia kesusilaan ini telah mendapat pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

2 Pidana Buku Kedua BAB XIV yang terdiri dari 19 pasal, yakni Pasal 281-299 KUHP. Pornografi sesungguhnya sudah ada sejak lama. Sejak awal dekade 50an, tulisan atau gambar-gambar yang dinilai porno sering menghiasi halaman surat kabar, baik itu harian atau mingguan, maupun majalah hiburan. Pemerintah juga sejak awal tidak pernah tinggal diam. Banyak sekali penanggung jawab media maupun penulis yang diadili dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan karena menyebarkan bacaan porno, tapi pornografi tetap merajalela (Surojo Wignojodipuro, 1982:17). Seperti kenyataan yang ada sekarang, pornografi tiba-tiba marak dibicarakan dan kembali merebak. Sejumlah media terutama majalah dan tabloid dikecam dan diperiksa polisi karena menampilkan foto-foto artis dalam pose yang setengah telanjang. Perkembangan lain yang tidak kalah menyeramkan adalah mudahnya memperoleh ijin untuk sebuah penerbitan. Hal ini menyebabkan pornografi di media cetak kian tidak terkontrol. Dalam kurun waktu setahun terakhir banyak terlihat munculnya media baru yang bahkan terkesan terbit tanpa esensi. Salah satu diantaranya mencoba merebut segmen pasar dengan cara menampilkan gambar artis dan cerita porno. Bahkan majalah yang sudah mempunyai namapun kian berani melakukan gesekan yang kian tipis antara pornografi dan seni. Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang pelaksanaannya dilakukan oleh institusi peradilan perlu diperhatikan bahwa salah satu asas yang ada dalam asas umum peradilan yang baik adalah pemeriksaan dilangsungkan secara terbuka. Asas ini dapat dijumpai dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang menyebutkan bahwa : sidang

3 pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali apabila Undang Undang menentukan lain. Hal ini berarti setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan jalannya persidangan di pengadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga telah mengatur jalannya persidangan terbuka untuk umum, hal ini tercantum dalam Pasal 153 ayat (3) yang menyatakan : untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Dari pasal tersebut, hakim ketua sidang membuka sidang dengan suatu pernyataan bahwa persidangan dibuka dan terbuka untuk umum yang berarti sidang yang bersangkutan dapat dikunjungi dan dilihat oleh setiap orang. Kasus tertentu seperti perkara anak atau yang menyangkut kesusilaan seperti perkosaan, maka sidang tertutup untuk umum. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi dan menjaga mental dari korban. Disamping itu untuk menunjukan adanya perlindungan terhadap korban agar memaparkan peristiwa tanpa merasa membuka aibnya kembali di depan umum. Sehingga diharapkan saksi korban tidak merasa malu untuk menceritakan peristiwa yang dialaminya di depan persidangan serta tidak merasa dipermalukan di depan umum karena membuka aib yang menimpanya. Akan tetapi dalam hal pengucapan putusan, semua putusan diucapkan senantiasa dengan sidang terbuka untuk umum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 20 Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merumuskan semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila

4 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Di Indonesia Induk peraturan hukum pidana terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang selanjutnya disingkat KUHP. Dimana KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini masih tetap menggunakan KUHP peninggalan kolonial. Dalam KUHP terdapat beberapa rumusan mengenai kejahatan kesusilaan antara lain : Pasal 281 yang mengatur tentang perbuatan yang merusak kesusilaan di depan umum; Pasal 282 merumuskan pornografi; Pasal 284 merumuskan delik zina; Pasal 285 merumuskan perbuatan perkosaan; Pasal 286-288 mengatur mengenai persetubuhan; Pasal 289-296 merumuskan perbuatan cabul. Oleh karena itu untuk menangani masalah kesusilaan diperlukan cara khusus yang berbeda dari kejahatan yang lain di pengadilan. Tugas utama dari seorang hakim adalah untuk memberikan keadilan dan perlindungan pada korban. Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman. Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman itu hakim harus memahami ruang lingkup tugas dan kewajiban sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang undangan. Hal ini dapat dipahami karena pada kasus kasus kesusilaan berkaitan dengan rasa susila dan rasa malu dalam diri manusia. Segala hal yang terkait dengan kesusilaan merupakan suatu hal yang bukan untuk dipertunjukkan pada masyarakat. Dalam acara pemeriksaan di persidangan yang didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Hal ini didasarkan pada Pasal 160 ayat 1 (b). Dalam keadaan dimana korban menjadi saksi maka bagi tersangka ia mungkin merupakan bukti yang paling membahayakan bagi penuntutan. Bagi pengadilan kesaksian korban dipandang oleh karena saksi ini dalam persidangan

5 akan dianggap mengetahui lebih banyak mengenai peristiwa pelanggaran hukum yang terjadi. Contoh kasus pelanggaran terhadap Pasal 282 KUHP yang pernah terjadi adalah pada kasus majalah Playboy Indonesia. Kehadirannya pertama kali di Tanah Air versi Indonesia sejak terbit perdana pada 7 April 2006 telah memunculkan kontroversi karena dianggap bermuatan pornografi. Pada tanggal 29 Juni 2006, polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada, dan model majalah ini, yaitu Kartika Oktavina Gunawan dan Andhara Early, sebagai tersangka terkait kasus kesusilaan. Hasil putusan hakim menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dan diancam dalam Pasal 282 ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dalam dakwaan primair menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Kasus tersebut merupakan kasus yang berkaitan dengan kesusilaan, sistem hukum yang ada mengatur bahwa untuk kasus kasus kesusilaan persidangan dilaksanakan secara tertutup (http://www.hukumonline.com diakses 27 September 2011). Namun dalam prakteknya, pelaksanaan persidangan kasus majalah Playboy yang merupakan perkara kesusilaan dilakukan secara terbuka. Hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan Pasal 153 ayat (3) KUHAP yang menyatakan bahwa sidang terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Ketidak sesuaian ini tentunya menimbulkan pertanyaan bagi penulis mengenai bagaimana pertimbangan hakim untuk

6 melaksanakan sidang perkara kesusilaan yang seharusnya dilaksanakan secara tertutup tetapi dilakukan secara terbuaka. Atas dasar berbagai permasalahan tersebut, maka penulis menganggap perlu mengangkat masalah ini untuk diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu diperlukan adanya kajian terhadap permasalahan mengenai Analisis Yuridis Penerapan Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Melanggar Kesusilaan Di Media Terkait Ketentuan Pasal 153 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang akan dikemukakan penulis antara lain: a. Bagaimanakah penerapan ketentuan Pasal 282 KUHP dalam kasus tindak pidana melanggar kesusilaan di media? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Hakim melaksanakan sidang secara terbuka pada perkara kesusilaan di media terkait ketentuan Pasal 153 KUHAP (sidang tertutup terhadap kasus kesusilaan)? 2. Ruang Lingkup Penelitian Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang. Sedangkan lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada penerapan Pasal 282

7 KUHP terkait tindak pidana kesusilaan di media, dan dasar pertimbangan Hakim melaksanakan sidang secara terbuka pada perkara kesusilaan terkait ketentuan Pasal 153 KUHAP. Sedangkan lingkup bidang ilmu adalah bidang hukum pidana. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a. Penerapan ketentuan Pasal 282 KUHP dalam kasus tindak pidana melanggar kesusilaan di media. b. Dasar pertimbangan Hakim melaksanakan sidang secara terbuka pada perkara kesusilaan di media terkait ketentuan Pasal 153 KUHAP (sidang tertutup terhadap kasus kesusilaan). 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut pelaksanaan persidangan terhadap perkara kesusilaan khususnya Pasal 282 KUHP. b. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan masyarakat mengenai dasar Pertimbangan Hakim

8 sehingga dalam persidangan perkara kesusilaan dapat dilaksanakan secara terbuka. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986 ; 125). Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang pelaksanaannya dilakukan oleh institusi peradilan perlu diperhatikan bahwa salah satu asas yang ada dalam asas umum peradilan yang baik adalah pemeriksaan dilangsungkan secara terbuka. Asas ini dapat dijumpai dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa : sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali apabila Undang- Undang menentukan lain. Hal ini berarti setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan jalannya persidangan di pengadilan (Bambang Sutiyoso dan Sri hastuti Puspitasari, 2005 : 68). Induk peraturan hukum pidana di Indonesia terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Dalam KUHP terdapat beberapa rumusan mengenai kejahatan kesusilaan antara lain : Pasal 281 yang mengatur tentang perbuatan yang merusak kesusilaan di depan umum; Pasal 282 merumuskan pornografi; Pasal 284 merumuskan delik zina; Pasal 285 merumuskan perbuatan perkosaan; Pasal 286-

9 288 mengatur mengenai persetubuhan; Pasal 289-296 merumuskan perbuatan cabul. Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi : untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak anak. Dari pernyataan pasal tersebut, maka hakim ketua sidang membuka sidang dengan suatu pernyataan bahwa persidangan dibuka dan terbuka untuk umum, hal ini berarti sidang yang bersangkutan dapat dikunjungi dan dilihat oleh setiap orang. Tetapi terkait kasus-kasus yang menyangkut kesusilaan, maka hakim menyatakan persidangan dilaksanakan secara tertutup, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana yang disingkat KUHAP, yang menegaskan bahwa untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (R soesilo, 1997 : 72). Akan tetapi dalam semua putusan pengadilan harus diucapkan dengan sidang yang terbuka untuk umum. Karena semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Oleh karena itu untuk menangani masalah kesusilaan diperlukan cara khusus yang berbeda dari kejahatan yang lain di pengadilan. Dengan demikian maka tugas utama dari seorang hakim adalah untuk memberikan keadilan dan perlindungan

10 kepada korban. Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman. Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman itu, hakim harus memahami ruang lingkup tugas dan kewajiban sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang undangan. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti (Soerjono Soekanto,1986 ; 132). Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut : a. Persidangan adalah sebuah media atau tempat untuk merumuskan suatu permasalahan yangmuncul dalam suatu komunitas yang didalamnya mutlak terdapat beberapa perbedaan faham dankepentingan yang dimilikinya (www.scribd.com/hakim/01/09/2011). b. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan (Sudarto, 1986 : 25). c. Kesusilaan adalah mengenai adat kebiasaan yang baik dalam hubungan antar berbagai anggota masyarakat, tetapi khusus yang sedikit banyak mengenai kelamin (seks) seorang manusia, sedangkan kesopanan (zeden) pada umumnya mengenai adat kebiasaan yang baik (www.wikipedi.org/kesusilaan/2/8/2011).

11 E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman terhadap tulisan ini secara keseluruhan dan mudah dipahami, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini merupakan penghantar pemahaman terhadap dasar hukum, pengertian-pengertian umum mengenai pokok bahasan tentang pelaksanaan persidangan terhadap perkara kesusilaan khususnya Pasal 282 KUHP, dalam kaitannya dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP (Sidang Tertutup). III. METODE PENELITIAN Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penulisan yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, yaitu dalam memperoleh dan megklasifikasikan sumber dan jenis data, serta prosedur pengumpulan data dan pengolahan data, kemudian dari data yang telah terkumpul dilakukan analisis data dengan bentuk uraian. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan pembahasan terhadap permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini melalui data primer dan sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Menjelaskan permasalahan yaitu bagaimana pelaksanaan

12 persidangan terhadap perkara kesusilaan khususnya Pasal 282 KUHP di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang, dalam kaitannya dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP (Sidang Tertutup). V. PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan karya ilmiah skripsi ini.