(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BERITA NEGARA. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan?

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum.

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

I. PENDAHULUAN. buatan siklamat, dan pengawet boraks (Mardianita, 2012). yang akan dikonsumsi. Makanan atau minuman tersebut harus memiliki nilai

2016, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum.

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Menimbang : Mengingat :

Regulasi Pangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.345, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Cemaran Radioaktif. Pangan. Batas Maksimum.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER TAHUN 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan.

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

2016, No Indonesia Nomor 5360); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan dalam jumlah kecil karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi,

BAB 4 ANALISIS PERMASALAHAN

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BERITA NEGARA. BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengental. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

I. Data Umum 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Lama berjualan : 5. Tingkat pendidikan : a. SD b. SLTP c. SMA d.

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

PETUNJUK PENGISIAN KATEGORISASI TINGKAT RISIKO PENILAIAN DAN PENDAFTARAN ULANG

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi.

Transkripsi:

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta Perkembangan ilmu dan teknologi pangan mengalami kemajuan yang pesat dewasa ini. Salah satu inovasi yang banyak diaplikasikan pada pangan olahan adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP). Penggunaan BTP dalam produk pangan akan sangat membantu dalam perbaikan mutu produk sehingga mempunyal kemampuan diversifikasi produk dan jangkauan distribusi yang luas, namun di sisi lain membuka peluang untuk membahayakan kesehatan bila digunakan kurang bijaksana. Oleh sebab itu, pemahaman tentang BTP sejak dini secara benar merupakan suatu upaya penting dalam memberi rambu penggunaan BTP secarat tepat dan bermanfaat. Penggunaan BTP sebagai salah satu upaya pelaksanaan keamanan pangan telah diatur melalui UU No.18 tahun 2012. BTP tercantum dengan jelas pada label pangan merupakan bagian dari informasi yang disampaikan kepada konsumen, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan BTP sudah umum dilakukan. Tujuan utama penggunaan BTP dalam pengolahan pangan adalah untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan; untuk menghasilkan pangan dengan mutu terbaik sehingga memiliki stabilitas selama penyimpanan sehingga dapat diterima oleh konsumen (Permenkes No.033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dan PP No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan). Penggunaan BTP tidak untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai bahan baku dan bukan merupakan cemaran, sebagaimana telah tercantum dengan jelas dalam Permenkes No.033 tahun 2012. Dalam Permenkes tersebut juga telah diatur dengan jelas batas maksimum penggunaan BTP. Berdasarkan Permenkes No.033 tahun 2012, BTP dapat dikelompokkan menjadi 27 golongan, yaitu antibuih, antikempal, antioksidan, bahan pengkarbonasi, garam pengemulsi, gas untuk kemasan, pelapis, pemanis, pembawa, pembentuk gel, pembuih, pengatur keasaman, pengawet, pengembang, pengemulsi, pengental, pengeras, penguat rasa, peningkat volume, penstabil, pewarna, perisa, M.infaat BTP hi'lxjrapa manfaat BTP dapat dikelompokkan menjadi empat y.iitu (M.inyadi, 2013): i Manfaat kesehatan dan keamanan. BTP dapat meningkatkan nilai gizi pangan. BTP dapat meningkatkan keamananan pangan karena terhambatnya mikroba patogen penyebab penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi terjadinya penyakit karena pangan (infeksi dan intoksikasi). Manfaat dalam penyediaan pangan. BTP dapat mencegah terjadinya kebusukan dan kerusakan pangan sehingga dapat mengurangi terjadinya pemborosan pangan karena kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Terhambatnya mikroba dapat menyebabkan makanan dan minuman dapat tahan lebih lama sehingga dapat memperluas jangkauan pemasaran. BTP juga dapat menunjang pengolahan pangan melalui kegiatan diversifikasi pangan..1 Manfaat kemudahan/kepraktisan. BTP dapat meningkatkan kemudahan dalam penyajian makanan/minuman, mempermudah penyimpanan karena daya simpan pangan menjadi lama, dan mempermudah konsumen dalam mengonsumsi produk olahan pangan. 4. Manfaat hedonik (kepuasan secara sensori). BTP dapat meningkatkan pangan menjadi lebih menarik dan sesuai dengan kesukaan/selera konsumen karena pangan dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Kajian keamanan BTP Industri pangan identik dengan penggunaan BTP untuk meningkatkan cita rasa sehingga konsumen lebih tertarik. Penggunaan BTP dalam dosis yang salah dapat menyebabkan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Faktor keamanan merupakan syarat utama penggunaan BTP, sehingga BTP dapat berfungsi optimal untuk menciptakan produk yang sehat dan praktis dengan cita rasa baik sehingga dapat diterima oleh konsumen. Tetapi minimnya pengetahuan masyarakat dan konsumen dapat menyebabkan banyak industri pangan khususnya industri berskala kecil menggunakan BTP dalam dosis yang salah. Tidak hanya salah dosis atau konsentrasi, bahkan banyak industri kecil menggunakan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dengan alasan karena harga lebih murah dibandingkan dengan BTP yang aman untuk pangan (food grade).

Untuk melindungi konsumen dan mendukung perdangangan yang adil (fair trade) penggunaan BTP hams diatur sedemikian rupa melalui beberapa aturan pemerintah. Sebelum diizinkan beredar di masyarakat BTP harus terlebih dahulu melalui kajian keamanan. Sihombing (2015), menjelaskan bahwa acuan dan kajian dalam keamanan pangan melalui serangkaian acuan dan pertimbangan, seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Acuan dan pertimbangan dalam kajian keamanan BTP* Acuan Pertimbangan 1. Kajian keamanan JECFA 1. Keamanan BTP (Joint Expert Committee on Food Additive) 2. Standar Codex Alimentarius 2. Acceptable Daily Intake (ADI) Commission 3. Regulasi Negara lain seperti Eropa, negara ASEAN, Australia, New Zealand, Jepang, Amerika dll 4. Pertimbangan Pakar (Tim Mitra Bestari) 3. Estimasi paparan dari semua produk pangan yang akan menggunakan BTP (dihitung terhadap ADI) 4. Kesesuaian fungsi teknologi 5. Penggunaan BTP oleh produsen pangan di Indonesia *Disampaikan oleh Sihombing (2015); Focus Group Discussion Penggunaan BTP: Kenali dengan baik manfaatnya (PATPI dan Food Review Indonesia, 14 Agustus 2015, Bogor) Bijak dalam penggunaan BTP Saat ini disayangkan, banyak produsen yang masih keliru dalam penggunaan BTP, dapat karena alasan ketidaktahuan, tetapi banyak pula karena unsur kesengajaan karena alasan lebih mudah, lebih murah, dan lainnya. Pembelajaran tentang BTP secara benar sangat diperlukan, baik untuk produsen maupun konsumen. BTP bukan sesuatu yang menakutkan, jika setiap produsen mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Konsumen pun tidak perlu semakin resah dengan banyaknya pemberitaan yang tidak benar tentang BTP. BTP dapat menimbulkan risiko yang tidak baik bagi kesehatan masyarakat jika produsen (1) menggunakan BTP yang tidak diizinkan, yang dilarang atau BTP yang bukan untuk pangan (non food grade) dan (2) menggunakan BTP dengan dosis/takaran yang tidak tepat, misalnya melebihi dari batas maksimum yang ditetapkan oleh instansi Penekanan yang tegas kepada produsen sangat diperlukan, bahwa setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar, jelas dan jujur. Sehingga konsumen tidak sampai memiliki gambaran yang keliru atas produk yang merekn konsumsi. Informasi yang benar dan jujur harus dicantumkan secara jelas dalam setiap kemasannya, sehingga konsumen dapat menentukan pilihan makanan yang tepat sebelum membeli dan/atau mengonsumsinya. Keteriibatan media, selain keterlibatan produsen dan konsumen, tentu sangat diperlukan. Media harus mampu menyajikan pemberitaan yang seimbang, sehingga konsumen mendapat kejelasan dan produsen pun tidak dirugikan. Jalinan kerjasama yang baik antara semua pihak diharapkan dapat mendorong industri pangan di Indonesia untuk semakin berkembang menghasilkan produk yang berkualitas, konsumen terlindungi dan makin loyal pada produk negerinya, serta tentunya pendapatan pemerintah pun dapat meningkat. Referensi Undang Pangan No.18 tahun 2012. httd://clearinqhouse.dom.qo.id./admin/editor/qambar/file/uu%20p ANGAN/UU%20No.18%202012%20tta%20Panaan.Ddf (diakses 19 Maret 2016). Permenkes No.033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. httd://clearinqhouse.pom.qo.id./admin/editor/qambar/file/peratu RAN%20BTP/Permenkes%20ttq%20BTP-1.pdf (diakses19 Maret 2016) Sihombing, T. 2015. Bahan Tambahan Pangan. Focus Group Discussion Penggunaan BTP: Kenali dengan baik manfaatnya. PATPI dan Food Review Indonesia, 14 Agustus 2015, Bogor.