2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

'~j ~ OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2016, No Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indon

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotism

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

2016, No NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 3. Peraturan Presiden Nom

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 512); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

2017, No Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Peg

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2017, No Indonesia Nomor 75 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Ap

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja.

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA

2017, No Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tinda

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/308/2016 TENTANG TIM UNIT PENGENDALIAN GRATIFIKASI KEMENTERIAN KESEHATAN

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

No.1036, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA OMBUDSMAN. Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Internal. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN INTERNAL (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DI LINGKUNGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bebas maladministrasi di Lingkungan Ombudsman Republik Indonesia, perlu adanya upaya pengelolaan terhadap pengaduan internal sebagai wujud penegakan integritas Insan Ombudsman; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Ombudsman tentang Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Internal (Whistleblowing System) di Lingkungan Ombudsman Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara

2017, No.1036-2- Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 5038); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 257, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5207); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia pada Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5328);

-3-2017, No.1036 10. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sekretariat Jendral Ombudsman Republik Indonesia; 11. Peraturan Ombudsman Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 308); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OMBUDSMAN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PENGADUAN PELANGGARAN INTERNAL (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DI LINGKUNGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Ombudsman ini yang dimaksud dengan: 1. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 2. Ketua adalah Ketua Ombudsman. 3. Insan Ombudsman adalah Anggota dan pegawai Ombudsman yang terdiri atas Asisten, Kepala Perwakilan, dan Sekretaris Jenderal beserta seluruh jajarannya. 4. Unit Kerja adalah unit yang mempunyai tugas melakukan pengawasan internal.

2017, No.1036-4- 5. Pelanggaran adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, kode etik, dan/atau kebijakan yang berlaku di lingkungan Ombudsman. 6. Pengadu (Whistleblower) adalah setiap orang yang mengetahui langsung dan mengadukan adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh Insan Ombudsman. 7. Teradu adalah Insan Ombudsman yang diadukan melakukan pelanggaran. 8. Pengaduan Pelanggaran adalah informasi dalam bentuk laporan, keluhan dan/atau ketidakpuasan yang disampaikan oleh pengadu sehubungan dengan adanya indikasi pelanggaran oleh Insan Ombudsman. 9. Sistem Pengaduan dan Penanganan Pelanggaran Internal (Whistleblowing System) yang selanjutnya disebut WBS adalah sistem pengelolaan pengaduan dan penanganan pelanggaran di lingkungan Ombudsman. 10. Penelaahan adalah proses identifikasi informasi secara mendalam terhadap suatu masalah yang diadukan berdasarkan bukti-bukti yang ada. 11. Pemeriksaan adalah proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif sesuai dengan fakta. 12. Konfirmasi adalah usaha memperoleh informasi dari orang atau lembaga, baik secara lisan maupun tertulis untuk mendapatkan penguatan/pengesahan. 13. Terperiksa adalah lnsan Ombudsman yang menjadi objek pemeriksaan atau pihak yang sedang diperiksa. 14. Kerugian Keuangan Negara adalah pengurangan kekayaan negara yang disebabkan oleh suatu tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum. 15. Pembinaan adalah pengarahan pimpinan/atasan langsung kepada Insan Ombudsman untuk meningkatkan disiplin, tanggung jawab, etika dan semangat bekerja yang dilakukan dalam bentuk teguran lisan maupun konseling.

-5-2017, No.1036 Pasal 2 Pengelolaan WBS dilakukan dengan berdasarkan asas: a. adil/tidak diskriminatif; b. kerahasiaan; c. transparan; d. jujur; e. akurat; f. akuntabel; g. praduga tak bersalah; dan h. cepat dan tepat. Pasal 3 Tujuan pengelolaan WBS yaitu: a. menciptakan situasi yang kondusif dalam pelayanan di Ombudsman dan mendorong pengaduan hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian negara berupa finansial maupun non-finansial, termasuk hal-hal yang dapat merusak citra organisasi; b. memberikan wadah dan panduan bagi Pengadu untuk menyampaikan laporan aduan terkait dugaan adanya Pelanggaran terhadap, peraturan perundang-undangan, kode etik, dan/atau kebijakan yang berlaku di Lingkungan Ombudsman; c. mempermudah manajemen dan meningkatkan kualitas dalam menangani pengaduan internal secara efektif dan sekaligus melindungi kerahasiaan identitas Pengadu serta tetap menjaga informasi yang disampaikan Pengadu dalam arsip khusus yang dijamin keamanannya; dan d. memberikan perlindungan kepada Pengadu. Pasal 4 Ombudsman dapat merahasiakan nama dan identitas Pengadu atas permintaan Pengadu atau pertimbangan Ombudsman.

2017, No.1036-6- BAB II PENERIMAAN PENGADUAN PELANGGARAN Pasal 5 (1) Ketua yaitu penanggung jawab pengelolaan WBS di Ombudsman. (2) Dalam pengelolaan WBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua menunjuk Wakil Ketua atau Anggota untuk menangani aduan Pelanggaran. (3) Dalam menangani aduan Pelanggaran, Wakil Ketua atau Anggota dibantu oleh Unit Kerja. (4) Dalam hal Ketua Ombudsman sebagai pihak Teradu, pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka tugas serta dan kewenangan Ketua dialihkan kepada Wakil Ketua. Pasal 6 (1) Unit Kerja wajib menerima dan mencatat aduan WBS. (2) Unit Kerja wajib menyelesaikan Penelaahan aduan WBS. (3) Unit Kerja wajib mengelola administrasi arsip aduan WBS. (4) Dalam hal diperlukan, Unit Kerja wajib membantu Tim Pemeriksa. Pasal 7 Pengadu dapat menyampaikan Pengaduan Pelanggaran kepada Ombudsman atau Unit Kerja. Pasal 8 Pengaduan Pelanggaran dapat disampaikan melalui surat, faksimili, datang langsung, atau melalui website http://wbs.ombudsman.go.id. Pasal 9 (1) Pengaduan Pelanggaran dapat diproses, dalam hal: a. adanya satu atau lebih Pengadu; dan b. pelaporan memuat uraian peristiwa dan/atau fakta terjadinya Pelanggaran.

-7-2017, No.1036 (2) Pengaduan Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis. Pasal 10 Pengadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi: a. Pengadu yang identitasnya bersedia tidak dirahasiakan; atau b. Pengadu yang identitasnya dirahasiakan. Pasal 11 Isi pengaduan dapat berupa: a. Pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Insan Ombudsman; b. Pelanggaran disiplin Insan Ombudsman; c. jenis dan dugaan maladministrasi; d. korupsi; e. perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian finansial, non-finansial terhadap organisasi dan/atau merugikan kepentingan organisasi Ombudsman; f. Pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP); dan g. perbuatan lain yang bertentangan dengan kewajiban, kepatutan, dan peraturan perundang-undangan. BAB III PENANGANAN ADUAN PELANGGARAN Bagian Kesatu Penelaahan Aduan Pasal 12 (1) Unit Kerja melakukan pengumpulan data dan keterangan terkait adanya aduan Pelanggaran. (2) Unit Kerja melakukan Penelahaan atas aduan Pelanggaran. (3) Jika diperlukan Penelaahan dapat melibatkan Unit Penjaminan Mutu.

2017, No.1036-8- (4) Hasil Penelahaan aduan Pelanggaran disusun dalam laporan hasil Penelaahan aduan. (5) Laporan hasil Penelaahan aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wakil Ketua atau Anggota yang ditunjuk. Pasal 13 Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, dan dapat diperpanjang paling lama 7 (tujuh) hari kerja berdasarkan persetujuan Wakil Ketua atau Anggota yang ditunjuk. Pasal 14 Laporan hasil Penelaahan aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), paling sedikit memuat: a. sumber informasi dan/atau pengaduan; b. uraian perkara dan/atau fakta Pelanggaran; c. perkiraan waktu terjadinya perkara dan/atau fakta terjadinya Pelanggaran; d. bukti pendukung; e. jenis Pelanggaran yang diduga; dan f. kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut. Pasal 15 (1) Berdasarkan laporan hasil Penelaahan aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Wakil Ketua atau Anggota yang ditunjuk memutuskan: a. hasil Penelaahan ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan; b. hasil Penelaahan tidak ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan; c. hasil Penelaahan berupa dugaan Pelanggaran etik, ditindaklanjuti dengan proses penegakan etik; atau d. hasil Penelaahan dapat ditindaklanjuti dengan Pembinaan. (2) Dalam hal ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Wakil Ketua atau Anggota yang ditunjuk, menetapkan Tim Pemeriksa.

-9-2017, No.1036 (3) Dalam hal tidak ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Wakil Ketua atau Anggota yang ditunjuk, memerintahkan Unit Kerja untuk menutup aduan dan memberitahukan kepada Pengadu dengan disertai penjelasan. (4) Dalam hal ditindaklanjuti dengan proses penegakan etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Wakil Ketua/Anggota yang ditunjuk, memerintahkan Unit Kerja untuk menutup aduan dan meneruskan aduan pada mekanisme penegakan etik. (5) Dalam hal ditindaklanjuti dengan proses Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Wakil Ketua/Anggota yang ditunjuk, memerintahkan Anggota Pengampu/Pengampu Wilayah/atasan langsung untuk melakukan Pembinaan. Pasal 16 (1) Dalam hal aduan berada pada lingkup Perwakilan maka Kepala Perwakilan mengupayakan penyelesaian awal dengan melakukan konsultasi kepada Ombudsman Pengampu Wilayah dan/atau Pimpinan Unit Pengawasan/ Pengampu Penjaminan Mutu. (2) Dalam rangka Pembinaan, Unit Kerja dapat merekomendasikan upaya penyelesaian aduan kepada atasan langsung. (3) Dalam hal Pembinaan dan pencegahan dampak yang lebih luas serta untuk membangun suasana kerja, Wakil Ketua Ombudsman dapat melakukan upaya penyelesaian indikasi Pelanggaran di wilayah kerja Ombudsman. Bagian Kedua Pemeriksaan Pasal 17 (1) Dalam hal hasil Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, diputuskan untuk

2017, No.1036-10- ditindaklanjuti dengan tahap Pemeriksaan, pemeriksaan dilakukan oleh Tim Pemeriksa. (2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri dari unit yang terkait dan/atau unsur tokoh masyarakat dan/atau akademisi. (3) Keanggotaan Tim Pemeriksa ditetapkan dengan surat tugas. (4) Dalam melaksanakan tugas Pemeriksaan, Tim Pemeriksa dapat dibantu oleh Sekretariat yang dibentuk oleh Unit Kerja. Pasal 18 Tugas dan wewenang Tim Pemeriksa, meliputi: a. melakukan Pemeriksaan berdasarkan laporan hasil Penelaahan aduan; b. melakukan koordinasi dengan pihak terkait baik internal maupun eksternal dalam penanganan aduan Pelanggaran; c. meminta keterangan, penjelasan, data, dan informasi serta konfirmasi bukti pendukung mengenai aduan yang disampaikan; d. melakukan upaya lainnya dalam rangka memperoleh bukti, informasi, keterangan dan petunjuk yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. mengundang Pengadu, Terperiksa, dan pihak-pihak terkait dengan aduan yang disampaikan; f. menyusun berita acara Pemeriksaan dalam setiap pengambilan keterangan dan dokumen; dan g. menyusun dan menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan aduan kepada penanggung jawab. Pasal 19 Laporan hasil Pemeriksaan aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf g, paling sedikit memuat: a. dasar Pemeriksaan; b. tujuan dan ruang lingkup Pemeriksaan; c. uraian jenis Pelanggaran; d. fakta-fakta atau kejadian yang terungkap;

-11-2017, No.1036 e. penyebab dan dampak Pelanggaran; f. pihak-pihak terkait; g. bukti dan hasil Pemeriksaan; h. telaah hukum; dan i. kesimpulan dan rekomendasi. Pasal 20 Tim Pemeriksa meminta tanggapan konsep laporan hasil Pemeriksaan aduan kepada Terperiksa dan/atau atasan langsung Terperiksa untuk mendapatkan penjelasan tertulis. Pasal 21 (1) Laporan hasil Pemeriksaan aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ditandatangani oleh Tim Pemeriksa. (2) Tim Pemeriksa menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan aduan kepada penanggung jawab. (3) Penanggung jawab menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan aduan untuk dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN PENGADU DAN TERPERIKSA Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Pengadu Pasal 22 Pengadu mempunyai hak untuk: a. dirahasiakan dan/atau disamarkan identitasnya; b. mengetahui perkembangan penanganan pelaporan Pelanggaran; c. mendapat keringanan dalam hal dikategorikan sebagai kolaborator keadilan (Justice Collaborator); dan/atau d. mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2017, No.1036-12- Pasal 23 Kewajiban Pengadu: a. memberikan data dan/atau informasi yang benar mengenai adanya Pelanggaran; dan b. bersikap kooperatif. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Terperiksa Pasal 24 Dalam proses penanganan pelaporan Pelanggaran, Terperiksa mempunyai hak untuk: a. mendapatkan perlindungan yang didasarkan pada asas praduga tidak bersalah; b. memberikan hak jawab; c. menyampaikan bukti bahwa dirinya tidak melakukan Pelanggaran; d. menghadirkan saksi yang meringankan; dan e. mendapatkan pernyataan pemulihan nama baik, apabila tidak ditemukan indikasi Pelanggaran dalam tahap Penelaahan dan/atau Pemeriksaan. Pasal 25 Untuk kepentingan penanganan Pengaduan Pelanggaran, Terperiksa berkewajiban: a. memberi keterangan dengan benar dan jujur; b. bekerja secara kooperatif dengan Tim Pemeriksa; dan c. memenuhi panggilan di setiap tahapan yang dilaksanakan dalam penanganan pelaporan Pelanggaran. BAB V TINDAK LANJUT Pasal 26 Berdasarkan rapat pleno, penanggung jawab melakukan tindak lanjut: a. dalam hal ditemukan adanya Pelanggaran:

-13-2017, No.1036 1. menetapkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau 2. meneruskan hasil Pemeriksaan kepada pihak berwenang; b. dalam hal tidak ditemukan adanya Pelanggaran, menetapkan pemulihan nama baik. Pasal 27 (1) Dalam hal Pelanggaran terjadi dalam ranah layanan Ombudsman, penanggung jawab memutuskan solusi yang diberikan kepada Pengadu. (2) Perlindungan terhadap Pengadu diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua Ombudsman. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Pada saat Peraturan Ombudsman ini mulai berlaku, Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Internal (Whistleblowing System), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 29 Peraturan Ombudsman ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2017, No.1036-14- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Ombudsman ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2017 KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, ttd AMZULIAN RIFAI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA