BAB 1 PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sanitasi rumah sakit akan terkait erat dengan unsur pelayanan teknis medis

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial terjadi di seluruh negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. intelejensi bagi setiap orang guna menjalani kegiatan serta aktifitas sehari-hari secara

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan salah satu tatanan institusi kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat pada pasien selama berada

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhinya serta meminimalkan kesalahan yang membuat pasien kecewa.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pekerjaan dalam rumah sakit di Indonesia, dikategorikan memiliki

BAB 1. bagi semua bangsa Indonesia. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan dalam kandungan sampai umur lanjut (GBHN, 1999). yang terus berkembang (Depkes RI, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama diterapkan di berbagai sektor industri, kecuali di sektor

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan yang dinamis dan mempunyai fungsi utama melayani

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perhatian terhadap infeksi daerah luka operasi di sejumlah rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB 1 : PENDAHULUAN. juga untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. (1) Era globalisasi yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk golongan tumbuhan. Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi kesehatan yang menyediakan pelayanan kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan suatu pemenuhan kebutuhan dan tuntutan pasien yang mengharapkan penyelesaian masalah kesehatannya pada rumah sakit karena dianggap rumah sakit mampu memberikan pelayanan medis sebagai upaya penyembuhan dan pemulihan rasa sakitnya dan pasien mengharapkan pelayanan yang siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakitnya (Darmadi, 2008). Rumah sakit harus memiliki akomodasi yang adekuat dan berkualifikasi pada tenaga kesehatan yang berpengalaman untuk menyediakan pelayanan dengan kualitas yang baik. Rumah sakit bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit, tetapi rumah sakit juga dapat menjadi sumber infeksi. Saat ini infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan merupakan penyebab utama kematian di beberapa bagian dunia (WHO, 2013). Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial dapat berasal dari proses penyebaran di pelayanan kesehatan, baik pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya (Septiari, 2012). Kejadian infeksi nosokomial sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pasien, lamanya masa perawatan dan masa penyembuhan yang panjang menambah pengeluaran pasien selama di rumah sakit (Potter & Perry, 2005). 1

2 Saat ini angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan Kepmenkes no. 129 tahun 2008, standar kejadian infeksi nososkomial di rumah sakit sebesar 1,5%. Izin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008). Presentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3 21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2013). Infeksi ini menempati posisi pembunuh keempat di Amerika Serikat dan terdapat 20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosokomial ini. Kejadian infeksi nosokomial di Amerika Serikat sebesar 12,7% (Marwoto, 2007). RS. Rasul Akram di Iran melaporkan sebesar 14, 2% pasiennya menderita infeksi nosokomial di bagian pediatrik dengan usia di bawah 2 tahun berisiko mengalami infeksi nosokomial (Masoumi, 2009). Penelitian yang dilakukan di 18

3 rumah sakit di Swiss menyebutkan bahwa prevalensi infeksi nosokomial sebesar 10,1% dengan kejadian terbanyak pada ruang ICU sebesar 29,7% (Hugo, 2002). Data infeksi nosokomial di Indonesia sendiri dapat dilihat dari data surveilans yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013 di 10 RSU Pendidikan, diperoleh angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu sebesar 6-16% dengan rata-rata 9,8%. Penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2013 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Kemenkes, 2013). Berdasarkan hasil survey penelitian yang dilakukan Sukartik (2009) di Rumah Sakit Sumatera Utara tentang kejadian infeksi nosokomial. Data di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Kota Medan Tahun 2009 terhadap infeksi nosokomial di ruang rawat inap sebesar 2,63% yang terdiri dari infeksi yang disebabkan oleh penggunaan jarum infus sebesar 1,8%, angka infeksi luka operasi sebesar 0,8%, dan transfusi darah sebesar 0,03%. Dan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Putri Hijau melalui data rekam medik angka infeksi nosokomial tahun 2009 pada ruangan rawat inap sekitar 20%. Jadi dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi di ruangan rawat inap semakin meningkat, ini disebabkan kurangnya tindakan pengawasan pencegahan infeksi yang di lakukan oleh perawat dalam pelaksanaan tindakan pencucian tangan sesuai dengan standar pencegahan infeksi Rumah Sakit (WHO, 2013). Perawat memiliki peranan penting dalam pengendalian infeksi di rumah sakit, melalui tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan dapat mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial di

4 rumah sakit. Cuci tangan merupakan salah satu penerapan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial, dimana kebersihan tangan adalah suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun/antiseptik dibawah air mengalir atau dengan menggunakan handdrub yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorgansme sementara (Perdalin, 2010). Menurut Sumurti (2008), cuci tangan dilakukan untuk mengangkat mikroorganisme yang ada ditangan, mencegah infeksi silang, menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, dan memberikan perasaan segar dan bersih. Prosedur cuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. Pencegahan infeksi yang di lakukan perawat pelaksana dengan melakukan tindakan pencucian tangan mampu menghilangkan 92% organisme penyebab infeksi di tanggan dan 70% kasus infeksi bisa di cegah (Kemenkes, 2013). Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan sebagai salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit, untuk itu tindakan pencegahan infeksi nosokomial ini sangat penting diperhatikan oleh setiap pemberi layanan kesehatan di rumah sakit (Septiari, 2012). Mutu pelayanan rumah sakit harus dilakukan oleh semua jajaran manajemen rumah sakit, Salah satu organisasi dengan sentralisasi yang tinggi adalah kepala ruangan, dimana kepala ruangan merupakan bagian fungsi pengawasan yang mempunyai peran untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah terprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Kepala ruangan dalam keperawatan bukan hanya sekedar kontrol, tetapi mencakup penentuan

5 kondisi-kondisi personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien (Marquis & Huston, 2010). Dengan demikian setiap pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan harus dapat mencegah terjadinya infeksi pada pasien. Pelaksanaan pengawasan setiap prosedur yang dilakukan oleh kepala ruangan dengan tepat, akan mencerminkan sikap pengarahan ke pada perawat dalam pencegahan infeksi. Pelaksanaan pengawasan setiap prosedur yang dilakukan oleh kepala ruangan dengan tepat, akan mencerminkan sikap ketaatan perawat dalam pencegahan infeksi dalam pelaksanaan tindakan pencucian tangan. Pernyataan di atas sejalan dengan hasil penelitian Sutoyo (2012) menyatakan bahwa pengawasan kepala ruangan dalam pelaksanaan prosedur tindakan mencuci tangan dalam pencegahan infeksi ke pada perawat diperoleh sebesar 6,64%. Dalam pengarahan pelaksanaan prosedur pengawasan yang dilakukan kepala ruangan dalam mencegah terjadinya infeksi sangat mempengaruhi ketaatan perawatan yang mana di jelaskan dalam hasil penelitian Winston (2011) menyatakan bahwa pelaksanaan prosedur pengawasan kepala ruangan dalam pencegahan infeksi ke pada ketaatan perawat dalam tindakat mencuci tangan sebesar 94,62%. Secara umum kepala ruangan merupakan pengamatan yang dilakukan oleh atasan, terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk memberikan bantuan jika ditemukan masalah pada pekerjaan yang dilakukan (Suarli, 2009). Kepala ruangan perlu terus-menerus membina perawat agar program kerja yang telah di sepakati dapat tercapai semaksimal mungkin, selain itu juga didalam pencapaian program kerja tersebut terdapat program kerja yang prioritas, salah satunya

6 terdapat program kerja pengendalian infeksi melalui tindakan mencuci tangan. Namun, tampaknya belum semua kepala ruangan memahami upaya tersebut secara tepat. Ini tercermin dari belum optimalnya upaya kepala ruangan dalam meningkatkan pengawasan pengendalian infeksi di ruangan rawat inap, khususnya dalam menjalankan peran dan fungsi kepala ruangan sebagai bagian dari tim PPIRS (Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit). Oleh kartena itu di perlukan adanya dorongan yang lebih lanjut terhadap kepala ruangan dalam pengawasan pengendalian infeksi khususnya tindakan mencuci tangan. Tindakan mencuci tangan dapat mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial di Rumah Sakit. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 Juli 2015 di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan. Didapatkan data infeksi tindakan mencuci tangan 15%. Maka berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Dengan Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan Tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini adalah Adakah hubungan pengawasan kepala ruangan dalam tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan Tahun 2015?.

7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1. Mengetahui hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan perawat di RSU Mitra Sejati Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi pengawasan kepala ruangan di RSU Mitra Sejati Medan. 2. Mengidentifikasi tindakan cuci tangan perawat di RSU Mitra Sejati Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi pihakpihak yang bersangkutan, yaitu: 1.4.1 Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk pengembangan ilmu keperawatan bagi instansi pendidikan keperawatan tentang pengawasan kepala ruangan dalam tindakan mencuci tangan. 1.4.2 Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala ruangan dalam melakukan pengawasan dalam tindakan mencuci tangan di rumah sakit. 1.4.3 Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan bagi peneliti selanjutnya tentang pengawasan kepala ruangan dalam melakukan tindakan mencuci tangan.