BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. I PENDAHULUAN. Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa: Pengelolaan Barang Milik Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia. ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh Indonesia. Aset daerah merupakan sumber daya yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap pengamanan aset daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. dibangku perkuliahan. Magang termasuk salah satu persyaratan kuliah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 90 TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Seiring berjalannya reformasi birokrasi pemerintahan maka seluruh hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan. Aset tetap bersifat tangible dan digunakan dalam jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Negara/Lembaga (LKKL) berkontribusi terhadap pemberian opini WDP Laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penyelenggaraan pemerintahan. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB III PEMBAHASAN. daerah dan tugas pembantu di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. program yang dapat melahirkan mahasiswa mahasiswa yang terampil,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan membahas lebih jauh mengenai pengaruh Sistem

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam memberikan pelayanan

I. PENDAHULUAN. keluar beberapa peraturan pemerintah yaitu undang undang 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah, Undang Undang 33 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah pemerintahan akan saling terkait fungsinya guna memperjuangkan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Fenomena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. negara. Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 dalam Pasal 1 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

SALINAN NO : 14 / LD/2009

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006

BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 88 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Aset merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, organisasi, atau institusi

BAB I PENDAHULUAN. dituntut dapat disajikan secara transparan dan akuntabel. Oleh karena itu,

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 3 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aset merupakan elemen neraca pemerintah daerah yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset merupakan salah satu unsur yang harus dikelola dengan baik agar menghasilkan informasi yang andal dalam laporan keuangan daerah. Porsi aset di neraca sangat signifikan sehingga keakuratan nilai aset sangat mempengaruhi keakuratan laporan keuangan. Pengelolaan aset daerah harus ditangani dengan baik agar aset tersebut dapat menjadi modal awal bagi pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan kemampuan keuangannya. Pengelolaan aset termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah yang harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan, baik kepada masyarakat di daerah maupun pemerintah pusat. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan selanjutnya direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 telah membuka peluang bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing, termasuk pengelolaan keuangan dan aset daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 3 ayat (1) menyatakan setiap entitas pelaporan yang terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementrian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Keandalan informasi dalam laporan keuangan diartikan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Pengelolaan keuangan dan aset daerah yang baik, akan menampilkan citra yang baik kepada pemerintah daerah. Pengelolaan aset daerah secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008, kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 tahun 2007

2 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dengan semakin berkembang dan kompleksnya pengelolaan barang milik daerah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi; 1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran, 2) pengadaan, 3) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran, 4) penggunaan, 5) penatausahaan, 6) pemanfaatan, 7) pengamanan dan pemeliharaan, 8) penilaian, 9) penghapusan, 10) pemindahtanganan, 11) pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, 12) pembiayaan dan 13) tuntutan ganti rugi. Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah harus diketahui dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) karena perolehan aset dibebankan kedalam anggaran yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Salah satu komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selaku entitas pelaporan di lingkungan pemerintah daerah adalah Neraca. Neraca, dalam perspektif akuntansi dapat dipandang sebagai suatu bentuk media yang memberi gambaran atas posisi keuangan (harta/aset, utang, dan kekayaan) pada suatu waktu tertentu. Penyajian aset tetap sangat signifikan dalam neraca, karena salah satu item penting yang harus tergambar dalam neraca adalah aset tetap. Oleh sebab itu, keakuratan data aset tetap tentunya dibutuhkan dalam mendukung laporan keuangan agar dapat tersaji secara wajar, karena selama ini banyak opini yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menyoroti masalah aset tetap. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) wajib menyelenggarakan pembukuan atas uang yang dikelolanya dan menyelenggarakan penatausahaan aset/barang yang dikuasainya, serta

3 membuat laporan pertanggungjawaban mengenai pengelolaan uang dan aset/barang daerah yang menjadi tangungjawabnya. Peraturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 10 menyatakan bahwa pengelolaan aset/barang milik daerah menjadi tanggung jawab Kepala SKPD, baik SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna aset/barang milik daerah, maupun SKPKD/PPKD selaku pengelola anggaran/pengelolaaset/barang milik daerah, maupun SKPKD/PPKD selaku pengelola anggaran/pengelola aset/barang milik daerah harus mengelola dan mempertanggungjawabkan aset daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Neraca daerah yang merupakan bagian dari laporan keuangan akan lengkap dan dapat dipercaya jika penatausahaan aset antara fisik aset, dokumen kepemilikan, dan penatausahaan dalam buku inventaris mempunyai kesesuaian. Dengan adanya alur penatausahaan yang sistematis, maka tingkat kepercayaan terhadap proses penataushaan akan selalu dapat dipercaya siapapun yang membaca laporan keuangan tersebut (Yusuf, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, hasil dari penatausahaan aset/barang milik daerah yang merupakan bagian dari pengelolaan aset/barang milik daerah dimanfaatkan dalam rangka, pertama penyusunan neraca pemerintah daerah setiap tahun. Kedua, perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah setiap tahun, untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran. Ketiga, pengamanan administratif terhadap barang milik daerah. Ketidaktertiban administrasi dalam pelaksanaan prosedur penatausahaan aset/barang milik daerah yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan, menyebabkan pemerintah daerah kesulitan untuk mengetahui secara pasti aset yang dikuasai/dikelolanya, sehingga aset-aset yang dikelola pemerintah daerah cenderung tidak optimal dalam penggunaannya, serta disisi lain pemerintah daerah akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan pemanfaatan aset pada masa yang akan datang. Dalam penatausahaan aset tetap pada pemerintah daerah juga masih ditemukan aset tetap yang belum terinventarisir dengan baik. Bila dilihat dari keadaannya akan terdapat empat kemungkinan; 1) barangnya ada dan tercatat. Hal ini yang diinginkan dalam pengelolaan aset. Seringkali masih ditemukan, ternyata

4 informasi/identitas barang belum tercatat dengan lengkap, misalnya tidak adanya nilai barang dan bukti kepemilikan. 2) Barangnya ada tetapi tidak tercatat. Walaupun jarang hal ini masih sering jadi temuan dalam audit BPK. 3) Barangnya sudah tidak ada dan catatannya masih ada. Keadaan ini yang paling banyak dialami oleh Pemerintah Daerah. Biasanya hal ini membuktikan proses penghapusan tidak berjalan dengan baik. 4) Barangnya tidak ada dan dicatatan juga tidak ada. Hal ini diketahui dari bagian keuangan, khususnya Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang dikeluarkan oleh kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD), misalnya biaya pemeliharaan aset tetap, di mana aset tetap ini tidak ada secara fisik dan dicatatan. Hal ini dapat kita pandang sebagai suatu masalah yang harus segera ditangani, karena apabila aset tetap tidak disajikan secara benar maka akan terdapat kekeliruan dalam penyajian aset tetap di neraca. Kekeliruan yang terdapat di neraca daerah akan berpengaruh pada kebijakan anggaran untuk biaya pemeliharaan aset tetap yang akan dipilih dan ditetapkan untuk tahun berikutnya. Dengan kata lain, jika informasi yang disajikan di neraca daerah adalah menyesatkan atau tidak sesuai kondisi yang sebenarnya, maka akan terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan oleh kepala daerah. Mengingat pentingnya kegiatan penatausahaan aset tetap, maka kegiatan ini memerlukan penanganan yang serius, karena hasilnya akan dilaporkan dalam neraca dan sangat berpengaruh terhadap kegiatan pengelolaan aset lainnya, seperti perencanaan dan penentuan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, dan pengendalian aset/barang milik daerah. Untuk itu dituntut tanggungjawab penatausahaannya secara benar sesuai dengan tertib administrasi sebagaimana dikehendaki dalam kebijakan dan peraturan-peraturan penatausahaan aset/barang milik daerah, agar pada akhirnya kegiatan ini dapat menyediakan informasi yang akurat, dapat dipercaya, andal dan tepat waktu. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan penatausahaan keuangan daerah yang salah satu di dalamnya adalah penatausahaan aset tetap memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Untuk memperoleh nilai akhir aset tetap bukanlah hal yang mudah dan terjadi begitu saja, namun banyak indikator yang harus dipenuhi. Salah satu indikatornya

5 adalah penatausahaan aset tetap, karena salah satu titik awal menelusuri aset yang tersaji di neraca pemerintah daerah, perlu dilakukan penatausahaan aset dengan benar sesuai kaidah manajemen aset yang berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Ketertiban dan kelengkapan dalam pelaksanaan penatausahaan aset akan memudahkan pihak pihak yang berkepentingan untuk memperoleh data tentang aset seperti harga perolehan dan tahun perolehan untuk perhitungan penyusutan aset tetap, memudahkan penyusunan laporan keuangan setiap tahunnya dan untuk pihak pihak yang berkepentingan dalam proses pemeriksaan laporan keuangan. Selain itu kelengkapan dalam pelaksanaan penatausahaan aset juga berpengaruh terhadap keakuratan nilai aset yang tersaji di neraca pemerintah daerah, padahal keakuratan nilai aset ini sangat penting karena akan mempengaruhi pemberian opini laporan keuanagan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah, ada indikasi Pemerintah Kota Pariaman belum menyelenggarakan penatausahaan barang milik daerah secara optimal. Hal itu terlihat dari opini yang di berikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Pariaman selama lima tahun terakhir. Tahun 2011, 2013 dan 2014 Kota Pariaman mendapatkan Opini Wajar Dengan Pengecualian. Pemberian opini ini tidak terlepas dari permasalahan aset tetap yang belum tertata dengan baik. Oleh karena itu maka diperlukan perhatian dan penanganan yang serius dari pihak-pihak yang terkait dalam mekanisme penatausahaan aset tetap pemerintah daerah. Hal ini dapat memberikan dampak positif bagi seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah, di mana laporan keuangan terutama neraca daerah yang dibuat akan lebih baik dan akurat. B. Rumusan Masalah Dari adanya indikasi belum optimalnya penatausahaan aset/barang milik daerah di Pemerintah Kota Pariaman, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:

6 1) Bagaimana tingkat kesesuaian penatausahaan aset tetap di Pemerintah Kota Pariaman dengan penatausahaan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016? 2) Bagaimana penatausahaan harga perolehan dan tahun perolehan aset tetap pada kartu inventaris barang di Pemerintah Kota Pariaman? 3) Apa saja kendala dalam penatausahaan aset tetap Pemerintah Kota Pariaman? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengevaluasi dan menganalisi seberapa besar tingkat kesesuaian penatausahaan aset tetap di Pemerintah Kota Pariaman dengan penatausahaan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016. 2) Untuk mengetahui dan menganalis penatausahaan harga perolehan dan tahun perolehan aset tetap pada kartu inventaris barang di Pemerintah Kota Pariaman. 3) Untuk menentukan dan menganalisis apa saja kendala dalam penatausahaan aset tetap Pemerintah Kota Pariaman. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1) Bagi akademisi hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan masukan dalam memberikan manfaat secara teoritis mengenai pelaksanaan penatausahaan aset tetap sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016, sehingga dapat dijadikan landasan bagi penelitian dimasa yang akan datang. 2) Bagi pemerintahan kota pariaman dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kualitas penatausahaan aset tetap pada Pemerintah Kota

7 Pariaman, agar dapat berlangsung secara tertib dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 3) Bagi penulis, menambah dan mengembangkan wawasan pengetahuan penulis tentang pengelolaan barang milik daerah khususnya penelitian mengenai penatausahaan aset tetap. D. Batasan Penelitian Batasan pada penelitian ini yaitu, penelitian ini hanya membahas satu bagian dari pengelolaan barang milik daerah yaitu penatausahaan aset tetap. Pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi; 1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran, 2) pengadaan, 3) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran, 4) penggunaan, 5) penatausahaan, 6) pemanfaatan, 7) pengamanan dan pemeliharaan, 8) penilaian, 9) penghapusan, 10) pemindahtanganan, 11) pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, 12) pembiayaan dan 13) tuntutan ganti rugi. Penelitian ini hanya menggunakan 3 (tiga) SKPD sebagai pihak pengguna yang dimiliki Pemerintah Kota Pariaman, yaitu Sekretariat Daerah kota Pariaman, Dinas Pekerjaan Umum Kota Pariaman dan Dinas Pendidikan Kota Pariaman. E. Sistematika Penulisan Penelitian BAB 1 Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, batasan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan penelitian. BAB 2 Tinjauan Literatur Bab ini berisikan uraian landasan teori dan literatur-literatur yang digunakan sebagai kerangka berpikir untuk melaksanakan evaluasi serta penelitian sejenis sebelumnya. BAB 3 Metode Penelitian Bab ini menjelaskan desain yang digunakan dalam penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data dalam penelitian, teknik analisis data, serta prosedur evaluasi penatausahaan aset tetap yang akan dilakukan.

8 BAB 4 Pembahasan Bab ini menjelaskan secara deskriptif tentang gambaran umum Pemerintah Kota Pariaman dan menguraikan tentang prosedur evaluasi penatausahaan aset tetap dan hasil dari tingkat kesesuaian penatausahaan aset tetap berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016. BAB 5 Penutup Bab ini berisikan uraian tentang ringkasan, kesimpulan, keterbatasan dan rekomendasi yang bisa diberikan kepada Pemerintah Kota Pariaman.