BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB II LANDASAN TEORI. Apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti mengindahkan

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. emosional (Nurgiyantoro: 2007:2). Al-Ma ruf (2010:3) berpendapat bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PERAN GURU DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

MEMBANGUN KARAKTER MELALUI INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DI LINGKUNGAN KELUARGA. Listyaningsih

BAB I PENDAHULUAN. telah mengundang berbagai musibah dan bencana di negri ini. Musibah dan

MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan menyimpan nilai-nilai pendidikan karakter yang begitu kaya. Begitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

KETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. generasi penerus. Karakter itu penting, karena banyak masyarakat memiliki

Abdul Muiz, M.Pd Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, oleh karena itu setiap individu yang terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

P IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA. Novi Trisna Anggrayni Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat pembaca merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan nasional. Menurut Samani dan Harianto (2011:1) paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

NILAI PENDIDIKAN NOVEL PAK GURU KARYA AWANG SURYA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

9 BAB II LANDASAN TEORI A. Moral dalam Sastra Moral dari segi etimologis berasal dari bahasa latin yaitu Mores yang berasal dari suku kata Mos. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak yang kemudian artinya berkembang menjadi kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik (Darmadi, 2009:50). Sejalan dengan pendapat Darmadi tentang moral, Kaelan (2008:93) berpendapat moral merupakan ajaran-ajaran ataupun patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Jadi, dapat disimpulkan moral adalah suatu aturan baik tulisan maupun lisan yang menjadikan manusia harus hidup dan bertindak baik. Karya sastra adalah sebuah struktur tanda yang bermakna. Di samping itu, karya sastra adalah karya yang ditulis oleh pengarang. Pengarang tidak terlepas dari sejarah sastra dan latar belakang sosial budayanya. Semuanya itu tercermin dalam karya sastranya. Akan tetapi, karya sastra juga tidak akan mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya. Oleh karena itu, seluruh situasi yang berhubungan dengan karya sastra itu haruslah diperhatikan dalam konkretisasi atau pemaknaan karya sastra (Pradopo, 2010:108). Karya sastra merupakan salah satu cerminan nilai-nilai budaya dan tidak terlepas dari sosial budaya serta kehidupan masyarakat yang digambarkannya. Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar 9

10 terdiri atas kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Noor, 2011:27). Dapat disimpulkan karya sastra adalah tulisan hasil imajinasi pengarang yang mengandung makna dan merupakan cerminan nilai-nilai bermasyarakat dalam memberikan gambaran suatu kehidupan. Karya sastra yang baik di samping memiliki nilai estetis yang indah juga memiliki makna akan suatu pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Dalam karya sastra jelas dikatakan pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Kata tersebut secara langsung menyinggung nilai-nilai baik buruk atau etika. Jadi pesan tersebut dinamakan moral, karena pesan tersebut mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral. Oleh karena itu, sastra dianggap sebagai sarana pendidikan moral karena sastra merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat. Noor (2011:64) berpendapat moral dalam sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan. Pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebuah karya sastra ditulis oleh pengarang, antara lain untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Karya sastra mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangan tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan.

11 Moral dalam sastra itu sangat berkaitan, bagaimana nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra dapat dipahami dan dimaknai pembaca setelah membaca karya sastra. Karya sastra mengandung penerapan moral melalui tindakan yang dilakukan oleh tokoh. Jadi dapat disimpulkan moral dalam sastra adalah suatu nilai-nilai, pesan, sikap, tindakan, dan perilaku yang disampaikan pengarang terhadap pembaca. B. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Nilai Pendidikan Karakter Nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benarsalah), estetika (bagus-buruk), etika (adil/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) serta menjadi acuan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan (Darmadi, 2009:27). Rokeah dalam Djahiri (1985:20) berpendapat bahwa nilai adalah suatu kepercayaan/keyakinan yang bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut atau tidak patut dilakukan seseorang atau mengenai apa yang berharga dan apa yang tidak berharga. Ahmadi dan Noor Salimi (2008:202) berpendapat nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun perilaku. Dapat disimpulkan bahwa nilai adalah kepercayaan tentang sesuatu yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dan dijadikan acuan keyakinan diri maupun kehidupan.

12 Menurut UU RI No 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Darmadi (2009:3) berpendapat pendidikan merupakan usaha membentuk kemampuan individu, mengembangkan kemampuan dirinya untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara dan warga masyarakat. Suhartono (2008:43) berpendapat pendidikan menurut sudut pandang luas adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah diketahui itu. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha membentuk kemampuan individu agar dapat mengembangkan potensi diri sehingga bermanfaat bagi kehidupannya. Hakim dalam Taniredja, dkk, (2010:67) berpendapat karakter adalah sifatsifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Berkarakter berarti mempunyai kepribadian dan berwatak. Samani dan Hariyanto (2011:43) berpendapat karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, dapat disimpulkan

13 karakter merupakan sifat-sifat manusia yang membedakan antara satu orang dengan yang lain sehingga mempunyai kepribadian dan berwatak dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter menurut Asmani (2011:35) merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan. Kemudian, nilai-nilai tersebut dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Aunillah (2011:18) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil. Pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat (Aqib dan Sujak, 2011:5). Pendidikan karakter dapat

14 disimpulkan upaya secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada seseorang sehingga akan terbentuk kepribadian yang baik. 2. Macam Nilai Pendidikan Karakter Hasan, dkk (2010:9-10) mengemukakan macam nilai pendidikan karakter menjadi 18 yaitu : a. Religius Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. c. Toleransi Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. e. Kerja keras Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

15 f. Kreatif Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. g. Mandiri Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. h. Demokratis Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. i. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. j. Semangat Kebangsaan Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. k. Cinta Tanah Air Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

16 l. Menghargai Prestasi Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. m. Bersahabat/Komunikatif Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. n. Cinta Damai Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. o. Gemar Membaca Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. p. Peduli Lingkungan Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. q. Peduli Sosial Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,

17 masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. 3. Tujuan Pendidikan Karakter Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai diri seseorang dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjang tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif konstekstual individu atas implus natural sosial yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus (Asmani, 2011:42). Aunillah (2011:97-104) berpendapat lima tujuan dari pendidikan karakter adalah sebagai berikut : a. Membentuk manusia yang bermoral Persoalan moral merupakan masalah serius yang menimpa bangsa ini. Setiap saat, masyarakat dihadapkan pada kenyataan merebaknya dekadensi moral yang menimpa kaum remaja, pelajar, masyarakat pada umumnya, bahkan para pejabat pemerintah. Ciri yang paling terlihat terjadinya dekadensi moral di tengahtengah masyarakat antara lain merebaknya aksi-aksi kekerasan, tawuran massa, pembunuhan, pemerkosaan, perilaku yang menjurus pada pornografi, dan lain sebagainya. Dalam dunia pemerintahan, fenomena dekadensi moral juga tidak kalah jelasnya, misalnya perilaku ketidakjujuran, korupsi, dan tindakan-tindakan manipulasi lainnya. Problem moral seperti ini jelas meresahkan semua kalangan.

18 Ironisnya, maraknya aksi-aksi tidak bermoral tersebut justru banyak dilakukan kalangan terdidik. b. Membentuk manusia yang cerdas dan rasional Seseorang disebut mempunyai kepribadian atau karakter apabila ia mampu berpikir rasional, mengambil keputusan yang tepat, serta cerdas dalam memanfaatkan potensi yang dimiliknya. Kecerdasan dalam memanfaatkan potensi diri dan kemampun bersikap rasional merupakan ciri orang berkepribadian atau berkarakter. Inilah yang dibutuhkan oleh suatu bangsa saat ini, yakni tatanan masyarakat yang cerdas dan rasional. Berbagai tindakan destruktif dan tidak bermoral yang seringkali dilakukan masyarakat dengan menunjukkan kecenderungan bahwa masyarakat sudah tidak memperdulikan lagi rasionalitas dan kecerdasan mereka dalam bertindak maupun mengambil keputusan. c. Membentuk manusia yang inovatif dan suka bekerja keras Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang diselenggarakan untuk menanamkan semangat suka bekerja keras, disiplin, kreatif, dan inovatif pada diri seseorang, yang diharapkan akan mengakar dan menjadi karakter dan kepribadiannya. Oleh karena itu, pendidikan karakter bertujuan mencetak generasi bangsa agar tumbuh menjadi pribadi yang inovatif dan suka bekerja keras. Saat ini, sikap kurang bekerja keras dan tidak kreatif merupakan masalah yang menyebabkan bangsa ini tertinggal dari negara-negara lain. Padahal setiap tahun, lembaga pendidikan sudah meluluskan ribuan peserta didik dengan ratarata nilai tinggi. Dengan adanya pendidikan karakter diharapkan generasi muda

19 memiliki semangat juang yang besar, serta bersedia bekerja keras sekaligus inovatif dalam mengelola potensi mereka. Sehingga, mereka dapat menjadi bibit manusia unggul di masa depan. d. Membentuk manusia yang optimis dan percaya diri Sikap optimis dan percaya diri merupakan sikap yang harus ditanamkan kepada setiap orang sejak dini. Kurangnya sikap optimis dan percaya diri menjadi faktor yang menjadikan seseorang kehilangan semangat untuk dapat bersaing menciptakan kemajuan segala bidang. Pada masa yang akan datang, tentu saja kita akan semakin membutuhkan sosok-sosok yang optimis dan penuh percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi. Hal itu tidak mungkin terwujud apabila tidak ada upaya untuk menanamkan kedua sikap tersebut kepada generasi penerus sejak dini. e. Membentuk manusia yang berjiwa patriot Salah satu prinsip yang dimiliki oleh konsep pendidikan karakter adalah terbinanya sikap cinta tanah air. Hal yang paling penting dari sikap ini ialah kerelaan untuk berjuang, berkorban, serta kesiapan diri dalam memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Harus kita akui bahwa sikap tolong-menolong dan semangat juang untuk saling memberikan bantuan sudah semakin luntur dari kehidupan masyarakat. Sikap kepedulian yang semula merupakan hal yang paling kita banggakan sepertinya sudah tergantikan dengan tumbuh suburnya sikap-sikap individualistis dan egois. Kepekaan sosial pun sudah berada pada taraf yang memperihatinkan. Maka, tidak heran bila setiap saat kita menyaksikan masalah-masalah sosial yang

20 terjadi di lingkungan kita, yang salah satu faktor penyebab kemunculannya adalah terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain. Tujuan pendidikan karakter dapat disimpulkan menanamkan nilai-nilai pada seseorang untuk mengarahkan dan menata manusia dalam proses kehidupannya yang lebih menghargai kebebasan individu sesuai aturan-aturan yang ada. C. Materi Pembelajaran Sastra di SMA Salah satu bentuk aplikasi dari pendidikan karakter dapat dilakukan melalui pengajaran apresiasi sastra. Karya sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran universal. Sastra juga menawarkan berbagai bentuk kisah yang merangsang pembaca untuk bercermin dan tentu saja setelah itu berbuat sesuatu. Pengajaran sastra tidak saja membentuk watak dan moral, tetapi juga memiliki peran bagi pemupukan kecerdasan siswa dalam semua aspek. Melalui apresiasi sastra misalnya, kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual siswa dapat diasah. Siswa tidak hanya terlatih untuk membaca saja, tetapi juga mampu mencari makna dan nilai-nilai yang luhur. Hal ini dikarenakan, dalam setiap karya sastra mengandung tiga muatan: imajinasi, pengalaman, dan nilai-nilai (Noor, 2011:46). Pengajaran sastra tidak sekadar mengenalkan sastra kepada siswa tetapi juga mendekatkan sastra yang mempunyai nilai-nilai penting dan bermanfaat dalam memahami hidup. Nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra diresapi oleh siswa dan secara tidak sadar merekonstruksi sikap dan kepribadian mereka. Karya sastra selain sebagai penanaman nilai-nilai dan karakter, dapat merangsang

21 kreativitas imajinasi siswa dalam berpikir kritis melalui rasa penasaran akan jalan cerita dan metafora-metafora yang terdapat di dalamnya (Noor, 2011:10). Modal apresiasi sastra yang memadai akan menciptakan output pendidikan yang lebih arif dan bijak. Pengajaran sastra tidak hanya berperan dalam penanaman keluhuran budi pekerti, tetapi juga memiliki andil dalam pembentukan karakter. Karya sastra mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangan tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan (Noor, 2011:13). Tujuan pengajaran sastra secara umum ditekankan pada kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai. Walaupun bersifat umum, paling tidak telah memberi arah terhadap tujuan-tujuan yang lebih khusus dan operasional. Kebermanfaatan pengajaran sastra di sekolah diharapkan siswa memperoleh pengetahuan dan wawasan yang baik. Pembelajaran yang tepat oleh guru nantinya akan memberikan sumbangan-sumbangan ilmu kepada siswa. Mata pelajaran bahasa Indonesia yang di dalamnya terdapat pengajaran sastra merupakan salah satu mata pelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang membebaskan setiap satuan pendidikan untuk dapat menyusun perangkatperangkat pembelajaran. Mulyasa (2007:21) berpendapat KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di

22 samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan saran peningkatan kualitas, efisiensi, dan pemerataan pendidikan. Pengajaran sastra di sekolah dapat ditentukan oleh guru yang kreatif dan inovatif dalam proses pembelajarannya sehingga merangsang siswa senang dan menarik untuk mempelajarinya. Dengan fenomena-fenomena yang ada sekarang ketidakberhasilan pengajaran apresiasi sastra juga disebabkan belum ditetapkannya alokasi waktu, untuk pengajaran apresiasi sastra Indonesia sebagai mata ajar yang mandiri. Sampai kini sastra diajarkan sebagai tambahan dalam mangajarkan bahasa Indonesia. Berdasarkan kenyataan di lapangan tidak semua guru bahasa Indonesia mampu menyajikan pengajaran apresiasi sastra dengan baik. Guru yang mahir mengajarkan bahasa Indonesia belum tentu mampu memikat saat mengajar sastra. Oleh karena itu, guru harus lebih mahir lagi dalam mengajarkan sastra sehingga ilmu-ilmu yang ada di dalam sebuah karya sastra dapat diterima siswa untuk selanjutnya diaplikasikan peserta didik dalam dunia nyata (Widjojoko dan Endang Hidayat, 2006:98). Sesuai dengan implementasi KTSP, pengajaran sastra diharapkan dapat mengarahkan siswa dalam mengambil nilai-nilai karakter yang terdapat didalam sebuah karya sastra. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Widjojoko dan Endang Hidayat (2006:98) pada hakekatnya pembelajaran apresiasi sastra Indonesia ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang dikandung karya sastra dan mengajak siswa menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan. Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia bertujuan mengembangkan nilai-nilai

23 akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial, secara sendiri-sendiri atau gabungan keseluruhan seperti yang tercermin dalam karya sastra. Pada hakekatnya pengajaran sastra adalah menciptakan situasi siswa membaca dan merespon karya sastra serta membicarakannya secara bersama dalam kelas. Pada silabus bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas, materi tentang nilai-nilai pendidikan karakter ini dapat diajarkan pada kelas XI semester I aspek membaca sastra, yaitu : Standar Kompetensi Memahami berbagai hikayat novel Indonesia atau novel terjemahan Kompetensi Dasar Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia atau novel terjemahan