RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4 / PUU-X / 2012 Tentang Penggunaan Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XIII/2015 Hak dan Kesejahteraan Guru Non-PNS yang diangkat oleh Pemerintah.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 111/PUU-XIII/2015 Kekuasaan Negara terhadap Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XI/2013 Penyelenggaraan RUPS

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 64/PUU-XIII/2015 Industri Pelayaran Nasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 134/PUU-XII/2014 Status dan Hak Pegawai Negeri Sipil

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 101/PUU-XI/2013 Sistem Jaminan Sosial Nasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 86/PUU-XII/2014 Pengangkatan Tenaga Honorer/Pegawai Tidak Tetap

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 56/PUU-X/2012 Tentang Kedudukan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERBAIKAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XI/2013 Tentang Pajak Terhadap Pusat Kebugaran

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 19/PUU-XII/2014 Penyelenggaraan Organisasi KONI dan Penyelesaian Sengketa Keolahragaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Transkripsi:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara I. PEMOHON 1. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, diwakili oleh Prof. Dr. H. M Din Syamsuddin, MA dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, sebagai Pemohon I; 2. AL Jami yatul Washliyah dalam hal ini diwakili oleh Drs. H A. Aris Banadji dalam kedudukannya sebagai Ketua, sebagai Pemohon II; 3. Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (SOJUPEK), yang diwakili oleh Lieus Sungkharisma dalam kedudukannya sebagai koordinator, sebagai Pemohon III; 4. Perkumpulan Vanaprastha, diwakili oleh Gembong Tawangalun dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum, sebagai Pemohon IV; 5. Drs. H. Amidhan, sebagai Pemohon V; 6. Marwan Batubara, sebagai Pemohon VI; 7. Adhyaksa Dault, sebagai Pemohon VII; 8. Laode Ida, sebagai Pemohon VIII; 9. M. Hatta Taliwang, sebagai Pemohon IX; 10. Rachmawati Soekarnoputri, sebagai Pemohon X; 11.Drs. Fahmi Idris, M. H., sebagai Pemohon X. KUASA HUKUM Dr. Syaiful Bakhri, S.H. M. H., dkk sebagai surat kuasa khusus tertanggal 23 September 2013 II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 80, Pasal 91, Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap UUD 1945 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Para Pemohon adalah badan hukum privat (Pemohon I s/d Pemohon IV), dan perseorangan warga negara Indonesia (Pemohon V s/d Pemohon XI) yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 80, Pasal 91, Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (2) Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan. (3) Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat. (4) Atas dasar penguasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditentukan hak guna air Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air (2) Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disewakan (2) atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi. (2) Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan izin apabila: a. cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air; b. ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar; atau c. digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (4) Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk (4) mengalirkan air dari atau ke tan ahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.. (3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Ketentuan mengenai hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai (2) Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil (3) Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

(4) Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antar sektor, antar wilayah maupun antar kelompok masyarakat dengan mendorong pola kerja sama (5) Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan (6) Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin (7) Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan melibatkan peran masyarakat Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (2) Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (5) Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada pemakainya Pasal 45 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup (2) Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara badan usaha milik negara dengan badan usaha milik daerah (3) Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya (4) Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk: a. penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan b. pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau c. pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) (2) Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan (3) Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah atau pemerintah daerah (4) Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan alokasi air sementara Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan dengan membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat digunakan untuk wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan air yang melebihi keperluan penduduk pada wilayah sungai yang bersangkutan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali apabila penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) telah dapat terpenuh Pasal 80 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air (2) Pengguna sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air (3) Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perhitungan ekonomi rasional yang dapat dipertanggung-jawabkan (4) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk setiap jenis penggunaan sumber daya air didasarkan pada pertimbangan kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan volume penggunaan sumber daya air (5) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk jenis penggunaan nonusaha dikecualikan dari perhitungan ekonomi rasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

(6) Pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan dana yang dipungut dari para pengguna jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (7) Dana yang dipungut dari para pengguna sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipergunakan untuk mendukung terselenggaranya kelangsungan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Instansi pemerintah yang membidangi sumber daya air bertindak untuk kepentingan masyarakat apabila terdapat indikasi masyarakat menderita akibat pencemaran air dan/atau kerusakan sumber air yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Pasal 92 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (1) Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan sumber daya air dan/atau prasarananya, untuk kepentingan keberlanjutan fungsi sumber daya air (2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber daya air dan/atau gugatan membayar biaya atas pengeluaran nyata (3) Organisasi yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. berbentuk organisasi kemasyarakatan yang berstatus badan hukum dan bergerak dalam bidang sumber daya air b. mencantumkan tujuan pendirian organisasi dalam anggaran dasarnya untuk kepentingan yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber daya air; dan c. telah melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adapt beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 Perlindungan, Pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Para Pemohon mengajukan pengujian Undang-Undang a quo kembali, dikarenakan apa yang telah ditentukan lingkup penafsiran mengenai pelaksanaan Undang-Undang a quo telah diselewengkan secara normatif yang juga akan berdampak dalam teknis dan pelaksanaannya, yaitu melahirkan mindset pengelola air yang selalu profit-oriented dan akan mengusahakan keuntungan maksimum bagi para pemegang saham sehingga public service di luar pengabdiannya karena bukan orientasi prinsipal dan watak dasarnya; 2. Pengembangan SPAM seperti pada PP Nomor 16 Tahun 2005 yang merupakan implementasi Pasal 40 UU a quo adalah merupakan swastanisasi terselubung dan pengingkaran penafsiran konstitusional Mahkamah terhadap UU a quo; 3. Ruang masuk swasta dalam pengelolaan air sangat besar sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 yang menunjukkan original intent dari Undang-Undang a quo; 4. Semangat privatisasi dalam pengelolaan air minum seperti dalam Pasal 37 ayat (3), Pasal 64 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU a quo sangat bertolak belakang dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 16 Tahun 2005 itu sendiri; 5. UU a quo mengandung muatan penguasaan dan monopoli sumber-sumber daya air yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; 6. UU a quo mengandung muatan yang memposisikan bahwa penggunaan air cenderung untuk kepentingan komersial; 7. UU a quo mengandung muatan yang memicu konflik horizontal, diskriminatif dan menghilangkan tanggung jawab negara dalam pemenuhan kebutuhan air.

VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan secara keseluruhan dengan UUD 1945; 3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara keseluruhan; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atau menjatuhkan putusan alternatif, yaitu: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 80, Pasal 91, Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah bertentangan dengan UUD 1945; 3. Menyatakan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 80, Pasal 91, Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3 ) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Catatan: Perubahan pada norma yang diujikan a. Permohonan Awal Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 38, Pasal 40 ayat (4), Pasal 49, Undang -Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air b. Perbaikan Permohonan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 80, Pasal 91, Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang -Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Perubahan pada norma yang menjadi dasar pengujian a. Permohonan Awal Pasal 18B ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28I ayat (4), Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945

b. Perbaikan Permohonan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28I ayat (4), Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 Perubahan Petitum a. Permohonan Awal 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang- Undang PEMOHON; 2. Menyatakan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 49, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28I ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) UUD 1945; 3. Menyatakan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 49, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan amar Putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 terhadap UUD 1945 untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan. Atau menjatuhkan putusan alternatif, yaitu: Menyatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD 1945 dikarenakan dalam pelaksanaannya dan penjabarannya dalam peraturan perundang-undangan yang ada dibawahnya telah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005 yang menyatakan bahwa Undang-Undang a quo konstitustional bersyarat. Oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara keseluruhan. atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). b. Perbaikan Permohonan 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan secara keseluruhan dengan UUD 1945;

3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara keseluruhan; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atau menjatuhkan putusan alternatif, yaitu: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 80, Pasal 91, Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah bertentangan dengan UUD 1945; 3. Menyatakan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 80, Pasal 91, Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).