BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DERAJAT RESILIENCE PADA ANAK- ANAK DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Padang, terdapat 24 panti asuhan yang berdiri di Kota Padang.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. yang menerjang sebagian besar wilayah pantai barat dan utara Propinsi Nanggroe

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi yang telah diuji, direvisi dan disetujui untuk diangkat menjadi skripsi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalangan masyarakat, misalnya penggunaan smartphone. Bagi masyarakat, smartphone

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersedia (Pemerintah Republik Indonesia, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

para1). BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Eem Munawaroh, 2014

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah mengguncang dasar laut yang berjarak sekitar 150 km dari pantai Sumatera pada tanggal 26 Desember 2004. Gempa yang berkekuatan 9,8 Skala Richter menimbulkan getaran yang kuat dan menimbulkan timbulnya deformasi vertikal di sumber gempa. Deformasi vertikal berupa penurunan permukaan dasar laut mengakibatkan terjadinya gelombang tsunami di pantai. Tsunami ditandai dengan air laut yang surut setelah gempa bumi. Hanya dalam beberapa menit, gelombang yang sangat dahsyat tersebut memporak-porandakan kehidupan masyarakat pantai di Indonesia, Srilangka, India, Thailand dan Myanmar (CARE, 2006). Selain itu, bencana gempa yang terjadi di daerah Muara Sipongi kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara juga merupakan gempa yang menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Gempa yang berkekuatan 5,6 Skala Richter mengakibatkan tanah longsor, merobohkan ratusan rumah dan gedung perkantoran serta menlan korban jiwa. Bencana memiliki efek yang berbeda-beda pada setiap individu. Ada yang tidak mengalami efek psikologis, namun ada yang menjadi terganggu secara emosional. Diantara korban bencana terdapat remaja dan anak-anak. Ada dua mitos yang dipercayai tentang respon anak-anak terhadap bencana yaitu (1) anakanak lebih resilient dan akan pulih lebih cepat (2) anak-anak berespon sama seperti orang dewasa terhadap bencana. Kedua mitos tersebut salah, banyak bukti-

bukti yang menyebutkan bahwa pengalaman anak-anak mengenai efek dari bencana dengan sangat jelas. Walaupun anak-anak yang masih kecil sangat mudah terpengaruh oleh kematian, kerusakan-kerusakan, teror, penganiayaan fisik, dan ketiadaan dari dukungan orang tua. Anak-anak secara tidak langsung dipengaruhi oleh efek bencana yang dirasakan oleh orang tua mereka, orang dewasa lain yang ada didekat mereka dan oleh reaksi orang tua mereka terhadap bencana (Ehrenreich, 2001). Kebanyakan anak-anak berespon secara sensitif dan tepat terhadap bencana, terutama jika mereka merasakan perlindungan, dorongan dan stabilitas dari orang tua mereka dan orang dewasa lainnya. Bagaimanapun, seperti halnya dengan orang dewasa, anak-anak merespon terhadap bencana dengan banyak symptomsimptom. Respon anak-anak pada umumnya sama seperti orang dewasa, walaupun pada anak-anak lebih langsung terlihat (Ehrenreich, 2001). Pada anak-anak pra sekolah yang berumur satu sampai dengan lima tahun, symptom kecemasan lebih terlihat dalam bentuk ketakutan seperti ketakutan akan berpisah, ketakutan pada orang asing, ketakutan akan monster atau binatang, dan gangguan tidur. Anak-anak yang mengalami bencana menolak situasi atau lingkungan yang spesifik memiliki hubungan dengan bencana yang pernah mereka alami. Anak-anak ini menunjukkan ekspresi yang terbatas dalam hal emosi. Mereka bisa menarik diri secara sosial atau kemampuannya tidak berkembang (Ehrenreich, 2001).

Pada anak-anak yang berumur enam sampai dengan sebelas tahun, mereka akan secara berulang-ulang mengulangi cerita saat bencana terjadi. Anak-anak mungkin menunjukkan perhatian terhadap keselamatan dan pencegahan dari bahaya, mengalami gangguan tidur, perilaku agresif atau gampang marah. Selain itu perubahan yang lain seperti perilaku, suasana hati, kepribadian, kecemasan yang sangat jelas dan ketakutan yang berlebihan, menarik diri, kehilangan ketertarikan akan aktivitas-aktivitas sosial (Ehrenreich, 2001). Pada remaja, respon mereka semakin meningkat sama seperti respon pada orang dewasa. Perubahan yang terjadi seperti peningkatan perilaku agresif, delinquency, penggunaan obat-obatan dan melakukan kegiatan yang beresiko tinggi, prestasi sekolah menurun dan remaja tidak mau mendiskusikannya dengan orang tua atau orang dewasa lain yang dipercayainya (Ehrenreich, 2001). Bencana membawa dampak negatif yang cukup banyak terhadap kehidupan manusia. Namun, ada dampak yang cukup positif dari terjadinya bencana tersebut yaitu meningkatnya keeratan sosial di antara korban bencana dan banyak pihak yang ikut membantu para korban bencana untuk beradaptasi dan pulih kembali seperti sebelum bencana terjadi. Salah satu pihak yang berupaya untuk membantu korban bencana adalah Yayasan Wisma Anak Korban Bencana Alam Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara melalui pendirian rumah penampungan yang bernama Rumah Anak Madani. Rumah Anak Madani bertujuan sebagai tempat bagi para anakanak dari Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara untuk dididik, dilatih dan disekolahkan agar anak korban bencana alam tersebut kelak akan menjadi

seseorang yang mandiri (Raker RAM, 2007). Rumah Anak Madani merupakan lembaga pendidikan sosial yang membina anak-anak korban bencana alam, yatim piatu dan fakir miskin di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Rumah Anak Madani berlokasi di Jalan Veteran Pasar VII Desa Manunggal Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang (Profil Rumah Anak Madani). Rumah Anak Madani didirikan di daerah yang berada didekat kota Medan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh peneliti dari salah satu pimpinan di Rumah Anak Madani, alasan pendirian Rumah Anak Madani di dekat kota Medan karena Medan merupakan salah satu kota terbesar di pulau Sumatera dan memiliki masyarakat yang majemuk (Komunikasi personal, 25 Mei 2007) Di Rumah Anak Madani, anak korban bencana dibesarkan dengan kehidupan asrama yang memiliki banyak kegiatan dan peraturan-peraturan. Kegiatan yang mereka lakukan seperti belajar secara classical, kursus bahasa, keterampilan dan kesenian, olahraga dan bimbingan belajar. Selain itu mereka diharuskan mengikuti peraturan-peraturan dan akan diberikan sanksi-sanksi apabila melanggar peraturan (Profil Rumah Anak Madani). Dilihat dari usia, individu yang tinggal di Rumah Anak Madani berusia 10-19 tahun. Usia tersebut menunjukkan bahwa mereka berada pada masa remaja. Hal ini sesuai dengan kriteria usia yang dikemukakan oleh WHO yaitu usia remaja berkisar dari usia 10-20 tahun. Dengan dua pembagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 1997) Periode masa remaja merupakan masa transisi yang melibatkan perubahanperubahan fisik, kemampuan kognitif, perubahan minat, penyesuaian emosi

sekaligus terjadinya perubahan dalam hubungan keluarga. Perubahan fisik meliputi perubahan dalam tinggi badan, berat badan, perubahan dalam bentuk dan proporsi tubuh dan kematangan seksual. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru (Papalia, 2003) Hurlock (1999) menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa yang penuh dengan badai dan tekanan yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi yang meninggi terjadi karena remaja laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku dan harapan sosial yang baru. ( Hurlock, 1999). Rasa sedih merupakan sebagian emosi yang sangat menonjol dalam masa remaja. Remaja sangat peka terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkan kepada diri mereka. Kesedihan yang akan muncul, jika ejekan-ejekan itu datang dari teman-teman sebaya, terutama yang berlainan jenis. Sebaliknya, perasaan gembira biasanya akan nampak jika remaja mendapat pujian, terutama pujian terhadap diri atau hasil usahanya (Mappiare, 1982). Dagun (2002) menyebutkan remaja dalam menghadapi berbagai masalah perkembangan memerlukan kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan memperlakukannya secara bijaksana dan sesuai dengan kebutuhannya. Remaja membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari orangtua atau orang

dewasa lainnya untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan proses perkembangan, sehingga remaja dapat melalui dan menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dengan wajar. Kartono (dalam Maharani dan Andayani, 2003) menyebutkan keluarga merupakan lembaga pertama dan terutama bagi remaja sebagai tempat sosialisasi dan mendapatkan pendidikan serta merasakan suasana aman. Remaja yang tinggal dengan keluarganya, semua kebutuhan baik kebutuhan fisiologis maupun kebutuhan psikologis sebagian besar dipenuhi oleh orangtuanya, dengan jumlah anggota keluarga yang relatif kecil, kecenderungan besarnya persaingan antar saudara untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua juga relatif kecil, sehingga kecenderungan remaja untuk merasa bahagia pada masa remaja akan lebih besar. Hidup terpisah dengan keluarga dapat menjadi faktor beresiko tinggi untuk menghasilkan remaja yang menderita psikopatologi dan mengakibatkan perkembangan minimal pada remaja (Jackson dalam Mantavani, 2005). Di dalam periode perkembangannya remaja berusaha melepaskan diri dari orangtua dan mengarah kepada teman sebaya. Namun, peranan orangtua masih sangat besar dalam perkembangan remaja. Bowlby (dalam Dagun, 2002) secara tajam mengatakan kehilangan peranan seorang ibu dapat menimbulkan problem dalam perkembangan remaja selanjutnya. Hasil penelitian terhadap perkembangan remaja yang tidak mendapat asuhan dan perhatian ayah menyimpulkan, perkembangan remaja menjadi timpang. Kelompok remaja yang kurang mendapat perhatian ayahnya cenderung memiliki kemampuan akademis menurun, aktivitas sosial terbatas. Pengertian absennya seorang ayah pada diri remaja bisa karena

meninggal, perceraian atau juga karena tidak terlibat dalam proses pembinaan langsung pada perkembangan remaja (Dagun, 2002). Remaja yang dibesarkan di Rumah Anak Madani berbeda dengan remaja yang dibesarkan oleh orangtua mereka. Para remaja ini harus berpisah dengan orangtua disebabkan mereka harus tinggal di asrama. Remaja di Rumah Anak Madani dibesarkan oleh pengasuh yang dipanggil dengan sebutan abi dan ummi yang berjumlah 17 orang (Raker RAM, 2007). Hal ini tentu berbeda dengan remaja yang dibesarkan oleh orangtua mereka sendiri. Para remaja ini harus beradaptasi dengan pola hidup serta lingkungan baru. Pola hidup baru artinya di Rumah Anak Madani mereka memiliki jadwal harian yang harus mereka taati, peraturan yang harus ditaati dan sejumlah kegiatan yang harus dilaksanakan dan apabila dilanggar akan diberi hukuman. Lingkungan baru berarti bahwa remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani merupakan remaja yang sebagian besar berasal dari propinsi Nangroe Aceh Darussalam yang memiliki latar belakang budaya yang sangat berbeda dengan kota Medan yang masyarakatnya majemuk. Uraian diatas memperlihatkan bahwa para remaja korban bencana yang dibesarkan di Rumah Anak Madani mengalami kondisi yang cukup sulit yaitu mereka sebagai individu yang pernah mengalami bencana, dibawa dan dibesarkan di daerah yang budayanya berbeda dengan daerah asal mereka, dibesarkan dengan kehidupan asrama yang berarti bahwa mereka harus berpisah dengan orangtuanya, dan sebagai remaja yang sedang mengalami berbagai perubahan baik dalam perubahan fisik, perubahan emosi, dan hubungan dengan teman sebaya.

Perubahan-perubahan yang dialami remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani membutuhkan suatu kemampuan untuk bisa beradaptasi dengan kesulitan yang mereka alami. Kemampuan ini dikenal dengan sebutan resilience. Shatte dan Reivich (2002) menyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan untuk berespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan atau trauma. Remaja yang resilence merupakan remaja yang bisa bangkit dari suatu kondisi yang traumatik, mampu beradaptasi, bersahabat, tidak tergantung pada orang lain, dan memiliki empati yang tinggi. Remaja yang resilience memiliki kepercayaan diri yang tinggi, harga diri yang tinggi, dan memiliki self efficacy yang tinggi, optimis menghadapi masa depan. Resilience banyak berhubungan dengan perkembangan emosional dan cara berpikir seseorang. Grotberg (1999) juga menyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah ketika menghadapi suatu rintangan atau hambatan dalam hidupnya. Ia juga menambahkan bahwa resilience bukan merupakan keajaiban dan tidak hanya ditemukan pada sebagian kecil dari manusia. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk menjadi seseorang yang resilience. Papalia, Olds dan Feldman (2003) menyebutkan bahwa Resilience adalah kemampuan untuk bangkit dari kesulitan yang dihadapi. Remaja yang resilient adalah remaja yang berada dalam kesulitan, kemudian mampu berfungsi meskipun berada dalam keadaan yang terancam atau mampu bangkit kembali dari keadaan yang penuh traumatik. Selain itu, remaja yang resilient cenderung memiliki IQ yang tinggi dan bisa menjadi pemecah masalah yang baik.

Kemampuan yang mereka miliki mampu untuk membantu mereka beradaptasi dengan kesulitan yang dimiliki, melindungi diri mereka, mengatur perilaku mereka dan membantu mereka untuk belajar dari pengalaman (Masten dan Coatsworth dalam Papalia, Olds dan Feldman, 2003). Menurut Stoltz (2004) semakin sering seseorang menghadapi kesulitan dan berhasil menghadapi kesulitan tersebut maka kemampuannya untuk menghadapi kesulitan-kesulitan di masa yang akan datang akan lebih meningkat. Ada tiga jenis manusia dalam kaitannya dengan respon terhadap kesulitan yaitu manusia yang terus berusaha maju atau pantang menyerah, manusia yang setengah berusaha dan manusia yang berhenti berusaha atau gampang menyerah. Manusia yang mampu maju dan bertahan dari setiap kesulitan adalah manusia yang akan memperoleh kesuksesan dalam hidupnya (Stoltz, 2004). Kesuksesan seseorang ditentukan oleh kemampuan individu untuk menghadapi dan bangkit dari kesulitan yang dialami. Remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani memerlukan kemampuan resilience agar mampu melalui saat saat yang penuh kesulitan dan meraih kesuksesan sebagaimana tujuan yang ingin dicapai oleh Rumah Anak Madani. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti ingin melihat gambaran kemampuan remaja di Rumah Anak Madani mengatasi berbagai kesulitan yang mereka alami. Peneliti ingin melihat gambaran resilience pada remaja korban bencana yang berada di Rumah Anak Madani.

I.B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana gambaran resilience remaja korban bencana alam di Rumah Anak Madani? 2. Bagaimana gambaran resilience dilihat dari kemampuan-kemampuan yang membangunnya yaitu emotional regulation, impulse control, optimisme, causal analysis, empati, self efficacy, dan reach out? 3. Bagaimana gambaran resilience dilihat dari usia, jenis kelamin dan, lama tinggal di RAM, dan periode waktu pasca bencana? I.C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran resilience pada remaja korban bencana alam yang berada di Rumah Anak Madani. I.D Manfaat Penulisan I.D.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, memperkaya pengetahuan dan wacana tentang psikologi perkembangan, khususnya mengenai resilience remaja yang berada di Rumah Anak Madani. I.D.2. Manfaat praktis Manfaat praktis pada penelitian ini antara lain yaitu :

1. Bagi Remaja RAM : Memberikan informasi mengenai gambaran resilience agar mereka mampu untuk mengatasi setiap kesulitan yang akan mereka hadapi. 2. Bagi institusi RAM : Memberikan informasi mengenai gambaran resilience remaja korban bencana di Rumah Anak Madani yang nantinya bermanfaat bagi perencanaan program-program yang akan dijalankan di Rumah Anak Madani. I.E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Menguraikan latar belakang pemilihan masalah yang hendak diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Pengertian resilience, faktor-faktor yang mempengaruhi resilience, Kemampuan-kemampuan dasar resilience, Tahapantahapan resilience, Pengertian remaja, dan Rumah Anak Madani BAB III : Metodologi Penelitian Memuat metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, defenisi operasional variabel, populasi, validitas, reliabilitas dan metode analisa data.

BAB IV : Menjelaskan tentang analisa data dan interpreatsi yang terdiri dari gambaran resilience remaja korban bencana, yang meliputi gambaran resilience remaja korban bencana berdasarkan jenis kelamin, usia, lama tinggal di Rumah Anak Madani dan Periode waktu pasca bencana. BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Bab ini berisikan kesimpulan, diskusi dansaran berkaitan dengan hasil penelitian yang diperoleh.